Anda di halaman 1dari 10

Kearifan Suku Bajo

Muhamad Ihsanul Faadil


XI MIPA 2
Kearifan Lokal
Kearifan Lokal Masyarakat berasal dari dua kata yaitu kearifan (wisdom), dan lokal
(local). Secara umum local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai
gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai
baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Kearifan lokal merupakan salah satu warisan dari nenek moyang, warisan tersebut
bisa berupa tata nilai kehidupan yang menyatu dalam bentuk religi, budaya ataupun
adat istiadat
Masyarakat Suku Bajo
 Masyarakat Suku Bajo hidup berpindah-pindah secara berkelompok menuju tempat yang
berbeda lokasi untuk penangkapan ikan. Karena laut dijadikan sebagai sumber kehidupan
utama bagi sukunya.
 Mereka mempunyai prinsip bahwa “ pinde kulitang kadare, bone pinde sama kadare “
yang berarti memindahkan orang Bajo ke darat, sama halnya memindahkan penyu ke
darat atau dengan kata lain merenggut kehidupannya.
 Bahkan kepala mereka akan pusing jika tidak mendengar suara ombak atau tidak mencari
ikan di laut.
 Masyarakat Bajo memiliki mitos bahwa Sang Dewata membuat lautan hanya untuk orang-
orang Bajo.
 Mereka menggunakan berbagai peralatan tradisional untuk menangap ikan yang dibuat
sesuai lokasi penangkapan, yaitu di perairan dalam (panah, tombak, dan pancing ), di
gugusan karang ( panah ), dan di pantai ( pancing ).
 Setiap bayi orang Bajo harus dicelupkan ke laut untuk mengakrabkan mereka dengan laut
yang dianggap sebagai saudara.
Lanjutan ....
 Masyarakat Suku Bajo merupakan suku yang pada awalnya hidup di atas perahu
yang selalu berada di lautan atau mencari barang kebutuhannya di laut. Perahu yang
digunakan disebut Leppa atau Soppe.
 Masyarakat suku Bajo mampu menyelam ke dalam lautan selama satu jam untuk
mencari ikan.
Rumah Suku Bajo
 Rumah mereka dibangun jauh menjorok kearah lautan bebas.
 Rumah berbentuk panggung yang berdiri diatas tonggak tonggak kayu diatas laut
yang saling berhubungan
 Rumah orang-orang bajo sangat jarang dipenuhi perabotan seperti kursi dan meja.
 Dibangun dengan menggunakan kayu jati.
Rumah
Suku
Bajo
Kearifan lokal Suku Bajo ( Sulawesi )
 Suku Bajo memiliki kegiatan yang dinamakan Bapongka atau biasa juga disebut babangi.
Bapongka merupakan istilah untuk kegiatan melaut selama beberapa minggu bahkan bulan
dengan perahu berukuran kurang lebih 4 x 2 meter yang disebut Leppa dengan mengikutsertakan
anak istri.
 Selama kegiatan Bapongka terdapat suatu kearifan yang sangat bermanfaat bagi kelestarian
lingkungan perairan yaitu berupa larangan atau pamali, yaitu
a. Tidak boleh membuang air bekas cucian beras,
b. Tidak boleh membuang air arang kayu bekas memasak,
c. Tidak boleh membuang air ampas kopi,
d. Tidak boleh membuang air air cabe,
e. Tidak boleh membuang air air jahe,
f. Tidak boleh membuang air kulit jeruk,
g. Tidak boleh membuang air abu dapur.
Lanjutan ...
 Para nelayan Suku Bajo dilarangan untuk menangkap ikan yang berukuran kecil dan
memakannya. Mereka hanya boleh mengkonsumsi ikan yang memiliki ukuran besar atau
layak panen.
 Mereka juga tidak mengambil jenis ikan tertentu yang tengah memasuki siklus musim
kawin maupun bertelur dengan tujuan untuk menjaga keseimbangan populasi dan
regenerasi spesies tersebut.
 Suku Bajo memiliki ritual adat seperti upacara Sangal yang dilakukan saat musim paceklik
ikan dan spesies laut lainnya. Pada upacara tersebut, mereka akan melepas spesies yang
populasinya tengah menurun di saat bersamaan. Misalnya: melepas penyu saat populasi
penyu berkurang, melepas tuna saat tuna berkurang, dll.
 Atraksi orang Bajo menjala ikan dengan menebarkan jaring lalu menepuk laut secara
beramai-ramai adalah salah satu tradisi untuk menarik perhatian dari ikan.
Nilai-nilai konservasi dalam Tradisi
Suku Bajo
 Duata Sangal : Ritual mengambil beberapa jenis ikan kecil yang terancam punah dan
melepaskannya ke laut , ikan yang dilepas itu diharapkan bisa mengundang ikan-ikan lainnya
untuk berkumpul dan hidup bersama.
 Parika : yaitu memberi ruang bagi ikan untuk bertelur dan beranak serta membatasi
penangkapan berdasarkan ketentuan waktu tertentu yang disepakati oleh pemuka adat dan tokoh
komunitas.
 Pamali: “Daerah terlarang” yang ditetapkan ketua adat Bajo untuk menangkap ikan di suatu
kawasan. Biasanya disertai sanksi tertentu bagi yang melanggar.
 Maduai Pinah : Ritual yang dilakukan saat nelayan Bajo akan turun kembali melaut di lokasi
pamali.

Maduai Pinah yaitu ritual yang dilakukan oleh Sandro atau nelayan ketika turun untuk melaut dan
mengolah hasil. Maduai pinah biasa di lakukan pada sore dan subuh hari,bahan-bahanya terdiri dari
daun sirih,pinang,rokok,kapur,gambir ,air putih ,lilin,dan berbagai kelengkapan lainnya
SEKIAN !

Anda mungkin juga menyukai