Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Ring of Fire (Cincin Api) adalah zona dimana terdapat banyak aktifitas
seismik yang terdiri dari busur vulkanik dan parit-parit (palung) di dasar laut. Cincin
Api memiliki panjang lebih dari 40000 km memanjang dari barat daya Amerika
Selatan dibagian timur hingga ke sebelah tenggara benua Australia di sebelah barat.
Pada zona yang disebut Cincin Api inilah banyak terjadi gempa dan letusan gunung
berapi. Sekitar 90% dari gempa bumi yang terjadi dan 81% dari gempa bumi terbesar
di dunia terjadi di sepanjang Cincin Api in Indonesia berada pada posisi ring of fire
( Endro, 1984), seperti terlihat pada beberapa gambar 1.

Gambar 1. Peta Ring Of Fire di Indonesia

Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak


pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua
Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan
dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari
Pulau Sumatera, Pulau Jawa - Nusa Tenggara, Pulau Sulawesi, yang sisinya
berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi
oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana
seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor.
Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
tingkat kegempaan yang tinggi didunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat
kegempaan di Amerika Serikat (Arnold , 1986 dalam BNPB).
Suatu pengetahuan mengenai “Ring of Fire” tidak dapat diabaikan begitu saja,
karena sistem kehidupan kita selalu dihantui oleh akan terjadinya suatu bencana.
Misalnya saja negeri kita tercinta, dimana negeri ini merupakan sebuah negeri yang
berada di jalur gempa dan gunung api. Merupakan bagian dari Cincin Api (Ring of
Fire) Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik. Itu berarti bahwa kita (Indonesia) hidup di
atas Cincin Api.Sebuah gambaran betapa penduduk Indonesia sangat rawan ancaman
bencana alam gunung berapi dan gempa. Bahkan, akibat seringnya terjadi bencana
alam, terutama dalam lima tahun terakhir, Indonesia dijuluki sebagai negeri seribu
bencana(Soehami, 2008).
Skala Richter atau SR didefinisikan sebagai logaritma (basis 10) dari
amplitudo maksimum, yang diukur dalam satuan mikrometer, dari rekaman gempa
oleh instrumen pengukur gempa (seismometer) Wood-Anderson, pada jarak
100 km dari pusat gempanya. Sebagai contoh, misalnya kita mempunyai rekaman
gempa bumi (seismogram) dari seismometer yang terpasang sejauh 100 km dari pusat
gempanya, amplitudo maksimumnya sebesar 1 mm, maka kekuatan gempa tersebut
adalah log (10 pangkat 3 mikrometer) sama dengan 3,0 skala Richter. Skala ini
diusulkan oleh fisikawan Charles Richter.

Skala Richter pada mulanya hanya dibuat untuk gempa-gempa yang terjadi di
daerah Kalifornia Selatan saja. Namun dalam perkembangannya skala ini banyak
diadopsi untuk gempa-gempa yang terjadi di tempat lainnya.

Skala Richter ini hanya cocok dipakai untuk gempa-gempa dekat


dengan magnitudo gempa di bawah 6,0. Di atas magnitudo itu, perhitungan dengan
teknik Richter ini menjadi tidak representatif lagi.

Perlu diingat bahwa perhitungan magnitudo gempa tidak hanya memakai


teknik Richter seperti ini. Kadang-kadang terjadi kesalahpahaman dalam pemberitaan
di media tentang magnitudo gempa ini karena metode yang dipakai kadang tidak
disebutkan dalam pemberitaan di media, sehingga bisa jadi antara instansi yang satu
dengan instansi yang lainnya mengeluarkan besar magnitudo yang tidak sama. Dan
Skala Ritchernya dengan efeknya dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2. Skala dan Efek Gempa
PEMBAHASAN

Tidak terhitung lagi berapa kali Indonesia digoyang oleh gempa. Sepanjang
tahun 2012, lebih dari 50 kali gempa berkekuatan di atas 5 Skala Richter
mengguncang Indonesia4 dan tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sedangkan
pasca tsunami Aceh yang terjadi pada tahun 2004, telah terjadi beberapa kali tsunami,
salah satunya adalah tsunami yang melanda dan menyapu wilayah di kepulauan
Mentawai pada tanggal 26 Oktober 2010 setelah diguncang gempa berkekuatan
sebesar 7,2 SR. Sedangkan untuk gunung merapi sendiri, dari 129 gunung merapi di
Indonesia, 17 diantaranya masih aktif. Salah satunya adalah Gunung Merapi yang
berada di Provinsi Jawa Tengah dan DI.Yogyakarta yang pada bulan Oktober 2010
sempat memuntahkan material-material dari dalam perutnya dan mengusir banyak
warga yang selama ini hidup dan bertempat tinggal di lereng Gunung Merapi
tersebut.

Apa yang terjadi di Kabupaten Simeulue pada saat gempa bumi yang
kemudian diikuti oleh tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 merupakan sebuah
bukti bahwa sebenarnya masyarakat telah memiliki pengetahuan lokal serta kearifan
lokal dalam menghadapi bencana. Disaat sebagian besar wilayah Aceh daratan dan
Sumatera Utara hancur dan menyebabkan ratusan ribu orang meninggal dunia, di
Pulau Simeuleu yang hampir 95% penduduknya bertempat tinggal di wlayah pesisir
yang lagi- lagi sangat dekat dengan pusat gempa, jumlah korban meninggal relatif
kecil. Sebuah laporan resmi menyebutkan dari total penduduk Pulau Simeuleu yang
berkisar 78.000 jiwa, korban meninggal hanya 22 orang. Jumlah korban meninggal
dunia yang sangat sedikit ini dikarenakan sebagian besar penduduk yang bertempat
tinggal di wilayah pesisir pantai telah lari menyelamatkan diri menuju wilayah
perbukitan sesaat setelah gempa bumi 8,9 Scala Richter dan air laut terlihat mulai
surut di wilayah pantai. Penyelamatan diri yang dilakukan oleh masyarakat setempat
ini bukanlah tindakan spontan yang dilakukan ketika gempa yang diikuti oleh
surutnya air laut. Tindakan ini tekait dengan beberapa peristiwa tsunami yang pernah
terjadi pada masa lalu yang kemudian diceritakan secara terus menerus dari satu
generasi kegenerasi yang selanjutnya secara lisan.

Tabel 1: Jumlah korban Tsunami Aceh 2004


Sumber: Bakornas PBP - Depkes - Depsos -Media Center Lembaga Informasi Nasional (LIN), Updated Senin, 31 Januari
2005, Pukul 17.00 WIB
http://acehpedia.org/Data_Korban_Tsunami

Selain di Simeulue, ada beberapa daerah lainnya di Indonesia yang memiliki


kearifan lokal yang kurang lebih sama. Sebut saja masyarakat Kepulauan Mentawai dengan
Teteu Amusiat Loga5, masyarakat Minangkabau dengan Rumah Gadangnya, hingga
Hikayah Seram yang ada di masyarakat Pulau Seram. Namun kearifan lokal yang mereka
miliki tidak berkembang dan berfungsi sebagaimana smong yang terdapat di Kabupaten
Simeulue.
Tidak jauh dari Kepulauan Mentawai, masyarakat Minangkabau yang mendiami
Pulau Sumatera memiliki kearifan lokal yang bernama Rumah Gadang dan merupakan
rumah adat daerah Sumatera Barat. Ruangan dalam Rumah Gadang atau ada yang
menyebut dengan Rumah Bagonjong biasanya terbagi menjadi lanjar dan ruang, dengan
jumlah ruangan yang berjumlah ganjil dan diwariskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui garis keturunan Ibu atau Matrilineal. Rumah Gadang juga terkenal akan
ukiran kayu yang menjadi hiasan luar bangunan. Motif ukiran umumnya berupa tumbuah
merambat, bunga, buah hingga pola-pola geometris segitiga hingga jajar genjang. Ukiran
ini memenuhi dinding, jendela, hingga tiang rumah. Lebih jauh sebanarnya, Rumah
Gadang ini memiliki struktur yang ramah terhadap bencana alam. Rumah Gadang dibangun
tanpa menggunakan bantuan paku, sudut-sudut rumah maupun papan-papan yang ada
disatukan dengan pasak. Hal ini menguntungkan ketika terjadi gempa bumi. Bangunan
rumah akan mengikuti pergerakan tanah. Pasak-pasak yang ada membantu tiap-tiap bagian
rumah untuk tidak saling tarik menarik seperti kebanyakan rumah yang menggunakan
paku. Selain itu, rumah gadang yang juga merupakan rumah paggung ini, menjadikan
pengguni rumah juga terlindungi dari banjir yang menggenang. Sayangnya tidak banyak
lagi rumah gadang yang masih berfungsi sebagaimana mestinya. Banyak Rumah Gadang
yang dihancurkan dan kemudian digantikan dengan bangunan rumah yang lebih modern
dan mengikuti perkembangan zaman.

 Gunung-gunung yang masih aktif


1. Seulawah Agam, 1.726 m dml
Di Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar

Letusan Terakhir : 1975

Tanggal 16 dan 21 Agustus terdengar suara gemuruh dan asap keluar dariG. Seulawah
Agam.

2. Peuet Sague, 2.780 m dml


Di Kecamatan Meureudeu Selatan, Kabupaten Sigli
Letusan Terakhir : 1998
Awal tahun, laporan dari pilot pesawat Garuda yang melalui jalur Banda Aceh
-Medan menyatakan bahwa telah terjadi letusan di G. Peut Sague dengan ketinggian
asap mencapai ± 3 km, dengan warna asap hitam keabuan.
3. BurNi Telong, 2.624 m dml
Di Kabupaten Aceh Tengah
Letusan Terakhir : 7 Desember 1924
Nampak 5 buah tiang asap tanpa diikuti satu letusan.

4. Sorik Marapi, 2.145 m


Di Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan Napal, Kabupaten Tapanuli Selatan
Letusan Terakhir : 1970
Menurut catatan Dinas Vulkanologi, pada tahun ini terjadi letusan abu

5. Marapi 2.891,3 m dml


Di Sumatera Barat, Kabupaten Agam dan Kabupaten Batusangkar
Letusan Terakhir : 1927
Pada 5 Pebruari pukul 01.30 terdengar suara letusan pukul 7.20 letusan dengan asap
berbentuk kembang kol. Abu sampai di Padang Panjang. Pada 6 dan 7 Pebruari
terjadi letusan kecil di Kepundan Bungo. Pada 7 Pebruari hujan abu sampai di Padang
Panjang. Pada 11 Pebruari pukul 22.00 turun hujan abu di Padang Panjang. Pada 11
Pebruari pukul 22.00 turun hujan abu di Padang Panjang.

6. Tandikat 2.438 m dml,


Di Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Agam
Didalam sejarah hanya diketahui 2 kali letusan dengan periode 15 tahun, yaitu tahun
1889 dan tahun 1915

7. Talang 2.597 m dml


Di Kecamatan Kota Anau, Kabupaten Solok
Letusan Terakhir : 23 Maret 1981, terdengar suara gemuruh dan asap tebal serta bau
belerang kuat, yang sebelumnya didahului oleh adanya gempa yang terjadi sejak
Agustus 1980 hingga Maret 1981

8. Kerinci, 3.805 m dml


Di Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi, dan Kabupaten Solok
Letusan terakhir: 1970
Mungkin terjadi letusan abu di kawah pusat. Sampai sekarang terkadang ada letusan
abu tipis di sekitar puncak, seperti terjadi tahun 1999 (juni-juli) dan 2002 (Agustus).

9. Sumbing Sumatra, 2.508 m dml


Di Kabupaten Sarolangun -Bangko (Sarko), Propinsi Jambi
Letusan terakhir : Tidak diketahui
10. Kaba, 1.952 m dml
Di Kecamatan Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Propinsi Bengkulu
Letusan terakhir : 2000
Sejak awal Juni terjadi peningkatan kegiatan kegempan di Gunungapi Kaba, yang
dipicu oleh gempa tektonik Bengkulu berkekuatan 7.8 skala Richter pada tanggal 4
Juni disertai gempa-gempa susulannya yang dapat dirasakan di kawasan Gunungapi
Kaba

11. Dempo, 3,159 m dpl


Di Kecamatan Pagaralam, Jerai, Muaropinang dan Tanjungsakti, Kabupaten Lahat,
Propinsi Sumatera Selatan
Letusan terakhir : 1974
Hujan belereng dari Kawah G.Dempo, Harian Gala 1974.
12. Krakatau, P. Rakata 813m, P. Sertung 182m, P. Panjang 132m dan P.Anak
Krakatau 305m.
Di Selat Sunda, Kec. Kalianda, Kab. Lampung Selatan
Letusan terakhir : 2001, Erupsi abu pada 5 Juli.

13. Sibayak, Puncak lk 2.094 m dpl


Di Kab. Karo dan Kaban Jahe, Prop. Sumatera Utara.
Letusan terakhir : Tidak diketahui
14. Sinabung, 2.460 m dpl
Di Termasuk wilayah Kab. Karo (Kabanjahe), Prop. Sumatera Utara.
Letusan terakhir:

15. Rajabasa, 1281 m dpl


Di Kecamatan Penengahan dan Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan,
Propinsi Lampung.
Letusan terakhir : Tidak diketahui
 Dampak Positif dan Negatif
 Dampak negatif dari RING OF FIRE:
a)sektor pertanian: banyaknya tumbuhan dan hewan banyak yang mati akibat abu
vulkanik
b)sektor perikanan :dikarenakan air tercemar karena terkena debu vulkanik yang
mengandung asam yang bahaya bagi ikan"
c)sektor transpotasi :-bagi transpotasi udara: karena adanya abu vulkanik yg
dikeluarkan oleh gunung berapi sangat tebal maka berbahaya bagi penerbangan
-bagi transpotasi darat: karena banyaknya abu vulkanik yg menyelimuti daerah tsb
maka jalan jadi tdk terlihat
d)sektor jasa: karena menurunnya wisatawan membuat sebagian org yg bekerja
dibidang penawaran jasa maka akan rugi karena wisatawan tdk ada yg ingin
berkujung ketemapt wisata tsb.
e)sektor konstruksi: banyaknya bangunan yang rusak akibat gunung berapi
f) kesehatan: karena abu vulkanik yg dikelaurkan dari gunung tsb mnegandung SIO2
dan mengandung mineral,bebatuan, dan silika( debu yg dapat menyebabkan Silicosis)
g)rawan gempa tektonik,gempa vulkanik (Destrinda, 2014).
 Dampak POSITIF DARI RING OF FIRE:
a) bisa menambah kesuburan kawasan sekitar merapi karena abu vulkanik bnyk
mengandung sulfur dan silica yang bagus untuk tanaman yg bermanfaat bagi
pertanian dalam wakty beberapa tahun kedepan
b)dapat dijadikan objek wisata
c)hasil erupsi (pasir)mdapat di jadikan mata pencariaan. seperti: tambang,pasir,
karya seni dari endapan lava yg telah dingin
d)akitivitas gunung berapi dapat menghasilkan geothermal/ panas bumi yg
berguna dlm kehidupan sehar-hari
e)area pana bumi salah satu energi yg bisan dijadikan energy panas listrik yg
sangat dahsyat (Destrinda, 2014).

DAFTAR PUSTAKA

Soehaimi, A. 2008. Seismotektonik dan Potensi Kegempaan Wilayah Jawa.


Jurnal Geologi Indonesia, 3(4): 227-240.

BNPB : BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA


Endro Sambodo, 1984, Apakah Ring of Fire?
https://endrosambodo1984.wordpress.com/2012/04/19/ring-of-fire-
apakah-itu/
Destrinda Haya, 2014, Ring Of Fire
http://geografihaya.blogspot.com/2014/02/ring-of-fire.html

Anda mungkin juga menyukai