Anda di halaman 1dari 10

Profil Kampung Kelapa Tinggi, Desa Mata Air, kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang

1. Gambaran umum.

A. Demografi Desa : a) Sejarah Desa, Sebelum 2003 desa Mata Air masih jadi bagian wilayah kelurahan Tarus. Tahun-tahun sebelumnya beberapa tokoh masyarakat dan tokoh pemuda merasa tingkat kepadatan penduduk sangat tinggi hingga menyulitkan efektivitas pelayanan pemerintahan terhadap warga. Tahun 2001 Ruben Kadja, Martinus Loman Ledo dan Yakobus Klau serta warga lain kemudian mengajukan surat pengajuan pemekaran desa ke pemerintah kabupaten Kupang. Tahun 2002, tepatnya bulan Maret warga wilayah Mata Air menyatakan sepakat untuk pemekaran wilayah. Tahun itu juga terbit surat keputusan Menteri Dalam Negeri yang isinya setuju usulan pemerintah kabupaten Kupang untuk pemekaran wilayah di kelurahan Tarus. Maka dimulailah proses perjalanan pemerintahan desa yang baru. Salah satu tokoh pemuda, Yohanes Klau ditunjuk menjadi penjabat desa baru yang diberi nama Mata Air1 hingga definitif tahun 2006. Tanggal 14 juni 2006 diadakan pemilihan langsung pertama kali untuk memilih kepala desa Mata Air. Yohanes Klau berhasil mendapat suara terbanyak kala itu dan dipercaya menjabat kepala desa Mata Air hingga berakhir masa jabatan tahun 2012 nanti. b) Luas wilayah dan jumlah penduduk, Desa Mata Air memiliki luas wilayah 600.000 m dan di huni oleh 1.064 keluarga dengan jumlah 4.443 jiwa, terdiri dari laki-laki 2.309 jiwa dan perempuan 2.134 jiwa. Wilayah desa Mata Air terbagi dalam lima dusun, masing-masing dusun I Mata Air, dusun II Boa Pua, dusun III Kampung Baru, dusun IV Oetete II (dua) dan dusun V Oetete I (satu).

Mata Air adalah sebuah sumber air alami dengan debit yang besar. Sumber air itu dinamakan Mata Air.

Desa Mata Air punya batas-batas wilayah yang jelas; bagian Utara berbatasan dengan Laut Timor, bagian Selatan berbatasan dengan desa Penfui dan desa Oelnasi, Bagian Timur berbatasan dengan desa Noelbaki dan bagian Barat berbatasan dengan kelurahan Tarus. c) Orbisitas (jarak tempuh), Desa ini terletak di sepanjang jalan Timor Raya, dengan kondisi jalan beraspal. Sedangkan jalan desa, ada ruas jalan beraspal dengan kondisi rusak, rapat beton dan pengerasan. Untuk sampai ke desa ini, dari Kota kupang dapat di tempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat, baik kendaraan umum maupun pribadi. Serta kendaraan roda dua. Adapun Jarak tempuh dari desa Mata Air ke ibu kota Kabupaten Kupang (Oelmasi) adalah 24 kilometer. Dan jarak tempuh dari pusat desa ke ibu kota provinsi sejauh 0,5 km. sedangkan jarak tempuh dari desa Mata Air ke kantor camat Kupang Tengah adalah 3,5 kilometer. d) Topografi dan Iklim Menurut hasil pengamatan lapangan, wilayah desa ini terdiri dari wilayah dataran tinggi dan dataran rendah yang terbentang hingga pesisir laut teluk kupang. Sedangkan pada pusat data Pemerintah Desa Mata Air, tidak di dapati catatan terperinci berkaitan dengan topografi wilayah. Sedangkan jenis tanah bervariasi, yaitu : tanah lempung, tanah berwarna merah kecoklatan serta tanah hitam. Kondisi ikilm di wilayah desa ini tidak jauh berbeda dengan kondisi iklim wilayah Kabupaten kupang secarah keseluruhan, yaitu 4-5 bulan mengalami musim hujan yng berlansung antara bulan Nopember atau desember sampai bulan febuari atau maret. Dan 7-8 bulan musim kemarau yang berlangsung dari bulan maret atau april sampai bulan oktober atau november .

e) Tata Guna Lahan Sedangkan tata guna lahan Desa Mata Air yaitu 800 ha di gunakan untuk pemukiman penduduk yang sebagai besar pemukiman berada di dataran tinggi. Dan 400ha lahan di gunakan untuk lahan persawahan yang terletak di dataran. Selain itu 200ha lahan di gunakan untuk areal perkebunan yang di Tanami oleh tanaman umur panjang seperti mangga, jambu, kelapa, dll. Sementara 2400ha diwilayah desa di gunakan untuk prasarana umum dan lahan tidur. d) Mata Pencaharian

Mata pencaharian penduduk bervariasi. Adapun pilihan mata pencaharian mereka adalah petani, PNS, TNI/POLRI, buruh tani, nelayan dan wirausaha. Dalam profil Desa Mata Air tercatat terdapat 501 petani, 154 PNS serta 5 TNI/POLRI, sedangkan diluar itu mejalani profesi sebagai nelayan, wirausaha, buruh tani atau bekerja tidak tetap. B. KONDISI SOSIAL BUDAYA a) Tingkat Pendidikan dan Angkatan Kerja Berdasarakan data profil Desa Mata Air, penduduk desa Mata Air memiliki tingkat pendidikan yang bervariasi. Penduduk dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) ada 508 orang, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ada 308 orang, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) ada 262 orang, Diploma I (D1) 3 orang, Diploma II (D2) 17 orang, Diploma III (D3) 12 orang, Strata I (S1) 69 orang dan Strata II (S2) 3 orang. Sedangkan kategori penduduk usia angkatan kerja adalah mereka yang berusia antara 15 55 tahun. Tercatat untuk usia tersebut terdapat 500 orang itu tidak bekerja karena belum punya pekerjaan, 500 orang tidak bekerja karena masih sekolah dan 1000 orang bekerja dengan pekerjaan tak menentu. b) Pendidikan Untuk meenuhi kebuthan pendidikan masyarakat desa, terdapat beberapa sarana bangunan tempat belajar yang tersedia, yakni: 1 (satu) unit taman kanak-kanak, 2 (dua) unit sekolah dasar, 1 (satu) unit SLTP serta 2 (dua) unit SLTA. Semua bangunan gedung tipe permanen dan dilengkapi dengan meja dan kursi yang baik untuk belajar, ditambah tenaga guru yang memadai. c) Kesehatan Sedangkan untuk menunjang dan merespons kebutuhan masyarakat akan kesehatan maka di desa Mata Air terdapat beberapa sarana yang tersedia yakni: 1 (satu) buah PUSKESMAS pembantu (bangunan permanen, tersedia obat dan alat medis serta tenaga medis) 4 (empat) buah POSYANDU 1 (satu) dokter praktek Penyakit yang paling sering di alami warga adalah jenis sakit malaria, terutama pada saat menjelang akhir musim kemarau. Sedangkan penyakit

Diare biasanya terjadi pada saat musim hujan, antara bulan Nopember Maret. Dan warga desa sendiri sudah cukup mengerti tentang cara penanganannya. Rata-rata penduduk memiliki kebiasaan makan dua kali sehari. Masyarakat desa terbiasa memeriksakan kesehatan atau berobat ke dokter maupun PUSKESMAS. Selain itu ada pilihan alternatif pengobatan yaitu berobat ke dukun ataupun penggunaan obat-obat tradisional (jumlahnya tidak banyak). d) Agama Warga Desa Mata Air menganut 4 (empat) agama, yaitu : - Penganut Kristen Protestan - Penganut Katholik - Penganut Islam - Penganut Hindu : 3.331 orang : 999 orang : 106 orang : 7 orang

e) Kebudayaan Penduduk desa Mata Air terdiri dari beragam suku, antara lain suku Rote, Sabu, Timor Belu (Tetun), Timor Dawan ( TTU dan TTS), Alor, Bali, Jawa dan Madura. Suku Rote, Sabu dan Timor Belu (Tetun) adalah tiga suku yang paling dominan jumlahnya. Terdapat beragam adat istiadat menurut kesukuan diwilayah ini. Paling menonjol adat istiadat yang masih kental terlihat adalah adat istiadat perkawinan dan kematian. Adat istiadat lain kurang terlihat karena warga di desa ini sangat heterogen. Ikatan kekeluargaan sangat tinggi di wilayah ini. Misalnya ikatan keluarga orang Sabu atau ikatan keluarga orang Rote. Bisa terlihat dikala ada sebuah perkawinan yang akan dilangsungkan maka akan ada pertemuan keluarga untuk membicarakan hal-hal yang bisa memperlancar proses. Keluarga yang datang akan berpartisipasi baik dalam bentuk sumbangan ide maupun sumbangan material. Mekanisme penyelesaian masalah di wilayah ini antara lain : Ada masalah kemudian diselesaikan di tingkat RT/RW Ada masalah kemudian diselesaikan di tingkat desa/PEMDA dan melibatkan tokoh masyarakat serta kepala desa Ada masalah kemudian diselesaikan ditingkat kepolisian. Ada masalah kemudian diselesaikan di tingkat keluarga Ada masalah kemudian diselesaikan ditingkat lembaga adat

Mekanisme Kombinasi, yaitu jika ada masalah maka penyelesaiannya ditempuh dengan mengkombinasikan point-point diatas.

f) Perumahan Sebagian besar rumah di desa Mata Air adalah rumah semi permanen. Merupakan rumah yang dindingnya terdiri atas kombinasi dua bahan bangunan yakni semen dan bebak2. Sisanya perumahan warga adalah rumah bukan permanen dan permanen. g) Air bersih Di desa Mata Air terdapat 3 (tiga) Mata Air alami yakni Oeloli, Mata Air dan Teun Bonak. Mata air ini di gunakan oleh PDAM Kabupaten kupang untuk melayani kebutuhan masayarakat di Kota Kupang. Sedangkan penduduk Desa Mata Air sendiri tidak mendapat layanan air bersih dari PDAM Kabupaten Kupang, mereka harus mencari sumber air yang lain untuk di gunakan berbagai keperluan rumah tangga mereka. tersebut di akses dan di gunakan untuk berbagai keperluan masyarakat. Selain itu juga terdapat dua buah kali yang melintasi perbatasan Desa Mata Air dengan desa lain, seperti kali yang terletak di sebelah timur, berbatasan dengan Desa Noelbaki dan di sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Tarus. Selama ini sungai itu di manfaatkan untuk berbagai keperluan, kebutuhan air di lahan pertanian, mandi dan mencuci serta irigasi. Kondisi sungai masih baik, namun terkadang ketika terjadi banjir besar menyebabkan erosi pada lintasan air sungai. Selain itu juga terdapat 50 unit sumur gali yang di miliki secara pribadi maupun kelompok, yang tersebar di seluruh wilayah Desa Mata Air h) Sanitasi Untuk fasilitas sanitasi di desa Mata Air terdapat 367 WC permanen dan 500 WC darurat. Sedangkan 197 keluarga belum memiliki WC. WC darurat yang dimaksud adalah WC yang keadaannya seperti: Bukan bangunan permanen, Clossed tanpa pelindung bau, Sistem cemplung. 2. Permasalahan Pada Lokasi Kampung Kelapa Tinggi. Wilayah pesisir utara Desa Mata Air ini biasa di sebut dengan pantai kelapa tinggi. Karena dulu, di sepanjang pantai ini terdapat banyak pohon kelapa yang batangnya tumbuh sangat tinggi. Namun saat ini sudah jarang sekali di jumpai kelapa yang tinggi karena ada yang patah akibat angin dan juga ada yang di tebang dengan berbagai alasan. Di salah satu bagian pantai ini, terdapat satu kampong yang masih menjadi bagian dari desa Mata Air. Terdapat 2 RT. Yaitu RT. 08 dan RT. 09/RW. 09. Di wilayah ini tinggal 70 kk dengan jumlah penduduknya 300 jiwa. Mata pencarian penduduk disini rata-rata sebagaian buruh tani, petani dan juga sebagai nelayan. Jarak kampung ini dari jalan timor raya 3 km dan bisa di tempuh dengan kendaraan roda dua maupun empat.
2

Bebak adalah bahan bangunan yang berasal dari pelepah daun gebang/gwang.

Jalan untuk sampai ke kampung ini masih pengerasan dengan melalui pertenggahan daerah persawahan.

Pada tahun 1996 saat musim penghujan, daerah ini di landa banjir dengan tinggi air 2-3 meter. Menurut masyarakat setempat, banjir ini disebabkan air kiriman dari gunung yang melawati muara kali Noelbaki dan sejumlah aliran kecil air (biasa di sebut lolok oleh masyarakat setempat) meluap dan bersamaan dengan laut mengalami pasang besar. Saat itu, masyarakat mengungsi ke rumah keluarga mereka yang tinggal di dalam desa tersebut, dan juga di luar desa. Dan menurut cerita orang tua mereka, banjir seperti ini pernah terjadi pada tahun 1986.

Dan pada tahun 2006, daerah mereka juga di landa banjir dengan ketingian yang sama seperti tahun 1996. Dan saat itu, masyarakat memilih untuk tinggal sementara di gedung sekolah SMA Kristen Tarus. Pada tahun 2007, banjir kembali terjadi dengan ketingian 30 cm 1m. Dan masyarakat memilih tinggal sementara di gedung gereja Betesda Tarus. Dan begitu juga pada tahun 2008, mereka juga menginap sementara di gedung Yayasan Alfa Omega tarus. Menurut mereka, pada 2 tahun terakhir ini mereka berada di tempat tinggal sementara 3 - 4 hari saja, dan kembali ke rumah mereka masing-masing.

Menurut masyarakat, penyebab utama dari banjir tersebut akibat penambangan pasir laut di muara kali oleh warga desa Noelbaki dan juga kondisi jalur sungai kecil yang tidak terawat. Oleh sebab itu, pada tahun 2008, setelah kembali dari tempat pengungsian, masyarakat kampung kelapa tinggi menyerang dan mengusir para penambang pasir, sehingga kegiatan penambangan sudah berhenti sampai dengan saat ini. Selain itu, mereka juga bergotong royong membersihkan saluran air dan jalur sungai kecil yang ada pada awal musim penghujan.

Masyarakat kampung kelapa tinggi juga, secara inisiatif mandiri, bergantian mengawasi kondisi cuaca dan gelombang laut. Jika setuasi tidak memungkinkan, mereka mengungsikan anak-anak, ibu hamil dan menyusui ke rumah keluarga mereka yang relative lebih aman. Sedangkan warga yang lain memilih tetap bertahan di rumah sambil melihat perkembangan setuasi di kampung mereka. Pada bulan maret april masyarakat sangat kuatir, jadi harus ekstra dalam berjaga-jaga, karena di bulan inilah ancaman banjir selalu terjadi.

3. Fasilitas Umum Di kampung Kelapa tinggi, terdapat beberapa fasilitas umum, diantaranya : 4 buah jamban umum dengan bangunan semi permanen. 5 buah sumur yang dimana 4 buah sumur hanya bisa digunakan untuk cuci dan mandi saja, sedangkan 1 buah sumur yang bisa digunakan untuk sumber air minum. 1 gedung SD titipan (masih menggunakan gedung gereja tua). 1 gedung PAUD. 2 gedung gereja. 1 buah posyandu dan 3 orang kader kesehatan.

4. Sumber Air Di Kampung kelapa tinggi, terdapat 4 sumur gali yang di rehab oleh PMPB dan satu sumur di bangun oleh Gereja GMIT AGAPE. Ke 4 sumur yang berada di tengah pemukiman warga hanya bisa di gunakan untuk mandi dan cuci saja, karena air yang dari sumur itu adalah air payau. sedangkan untuk kebutuhan air minum, masyarakat harus berjalan ke satu buah sumur yang letaknya 1 km dari pusat pemukiman warga. 5. Jamban terdapat 4 Jamban umum yang di bangun oleh PMPB dan 3 Jamban pribadi. Bangunan Jamban umum adalah bangunan semi permanent. Pada Jamban umum, setiap orang yang ingin menggunakannya, harus membawa air sendiri. Dan hal ini di awasi oleh kader posyandu dan masyarakat yang kebetulan Jamban itu berdiri di atas tanah kaplingnya. Namun ada saja masyarakat yang malas membawa air, sehingga orang yang menjaganya harus rela membersihkan Jamban tersebut.

6. Sumber penghidupan Untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari, masyarakat berusaha dengan bercocok tanam. Rata-rata masyarakat menanam sayur-sayuran, ubi, jagung dan kacang-kacangan di halaman atau pekarangan rumah mereka. Mereka memanfaatkan sumber air untuk tanaman pertanian mereka di ambil dari

saluran air pembuangan sawah atau lolok yang ada di sekitar pemukiman mereka. Pada musim penghujan masyarakat kesulitan mengantar keluar hasil pertanian mereka seperti sayur-mayur untuk di jual ke pasar. Hal ini di karenakan, satu-satunya jembatan kecil yang biasa di gunakan sebagai akses keluar kampung di tutupi air sehingga sangat berbahay jika di paksa melewatinya. Selain bertani, warga kelapa tinggi juga bekerja sebagai buruh di sawah- sawah yang tidak jauh dari pemukiman mereka. Selain itu, mereka juga memanfaatkan hasil laut seperti ikan, kepiting serta kerang yang berada di sekitar mereka. Peternakan juga menjadi sumber pendapatan. Walaupun bukan sebagai usaha utama, tetapi rata-rata setiap keluarga memiliki hewan peliharaan babi dan ayam. Ternak-ternak ini dimanfaatkan pada saat tertentu misalnya untuk acara adat dan sebagai sumber pendapatan alternative lainnya. 7. Intervensi LSM Menurut mereka, banyak pihak yang sudah membantu mereka saat bencana terjadi. Namun untuk mencegah bencana banjir dan dampaknya terulang kembali baru dua LSM saja. Yaitu PMPB dengan bantuan emergenchy dan rehabilitasi sumur dan pembangunan jamban pada tahun 2006. Serta FAO yang mendukung Penanaman anakan bakau serta pembangunan satu-satunya jembatan penghubung kampung itu dengan masyarakat luar.

7. Yang Sudah Di Buat Warga Biasanya pada musim penghujan, di sekitar bulan januari sampai april, masyarakat sudah memulai waspada dengan mengenal gejala-gejala yang memungkinkan terjadinya banjir. Apa lagi di saat bulan maret-april, karena di bulan itu daerah mereka selalu di landa banjir besar. Sedangkan air yang ketinggiannya 30 cm 1 m dan berlangsung hanya 1-2 jam, masyarakat beranggapan cuma genangan air, dan tidak perlu di kuatirkan. Jika kondisi cuacanya buruk, seperti hujan yang turun terus menerus selama 1 sampai 2 hari dan di tambah dengan kondisi laut mengalami pasang besar maka masyarakat harus berwasapada dengan mendengar informasi dari tokoh masyarakat, RT, RW. Sarana yang di gunakan untuk mengumpulkan warga, dengan membunyikan lonceng. Setelah masyarakat sudah berkumpul, baru di putuskan, apakah dalam kondisi ini mereka harus segera menggungsi atau tetap bertahan. Dan biasanya, mereka sudah mengungsikan anak-anak, ibu hamil dan menyusui ke rumah keluarga mereka yang lebih aman. Dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap cuaca dan kondisi laut, menurut ibu Ita,tidak ada orang yang bertugas untuk itu, kami lakukan ini atas

kami sadar sendiri, ada yang liat ke laut, ada yang muara. Semua dilakukan berdasarkan inisiatif sendiri sambil berkoordinasi dengan tokoh masyarakat dan pemerintah setempat. Selain melihat tanda-tanda alam, warga juga menanam anakan bakau untuk mencegah bertambah luas abrasi laut. Walaupun saat ini sebagian besar anakan bakau yang di tanam sudah mati. Mereka juga kuatir, pada saat musim penghujan dengan gelombang laut yang besar, ada kemungkinan banyak anakan yang tercabut atau hancur. Selain itu, warga juga tetap menjaga kebersihan lolok (aliran air kecil) dengan cara bergotong royong membersihkan lolok pada saat awal musim hujan. Serta mencegah terulangnya penambangang pasir liar di wilayah pantai mereka. 8. Yang ingin di lakukan warga Berdasarkan Informasi dan data yang di peroleh dari Pemerintah Desa Mata Air dan warga Kampung Kelapa Tinggi, mereka sudah merencanakan beberapa tindakan yang menurut mereka bisa mengurangi dampak dari bencana ini. Adapun perencanaan yang sudah mereka coba lakukan :

Yang ingin di buat Merawat aliran air kecil atau biasa di sebut lolok

Keterangan Setiap awal musim hujan, warga kampung Kelapa Tinggi secara gotong royong membersihkan hulu dari lolok yang ada di kampong mereka. Kegiatan ini juga di bantu oleh kelompok tani lain yang membersihkan bagian hilir dari lolok yang ada. Saat kembali dari tempat pengungsian pada tahun 2008, masyarakat menyerang dan mengusir para penambang pasir di muara kali Noelbaki. Dan para panambang itu berasal dari desa Noelbaki yang tempat tinggal mereka berada di balik bukit yang di kenal dengan sebutan bukit monas. Dan menurut Bapak Desa Mata Air, untuk mencegah penambangan pasir laut, desa sudah mengeluarkan perdes sebagai upaya melindungi pesisir pantai yang ada di wilayah itu. Serta, pemerintah desa juga sudah mencanangkan kawasan pantai mereka sebagai desa wisata. Masyarakat juga telah melakukan penanaman anakan bakau di sepanjang pantai perkampungan mereka. Usaha ini di bantu oleh NGO FAO. Jembatan kecil ini adalah alat penyebrangan yang sangat vital bagi akses keluar bagi warga kampong. Saat ini jembatan masih terbuat dari papan dan jarak dengan permukaan air sangat rendah. Sehingga pada saat musim penghujan masyarakat kesulitan menjual hasil pertanian mereka ke pasar. Saat ini masyarakat hanya menggambil air minum dari salah

Mencegah kerusakan pantai

Rehabilitasi hutan magrove Pembuatan Jembatan Menambah

sumber air minum

Rumah Panggung

satu sumur yang letaknya 1 km dari pusat pemukiman warga. Sehingga pada saat terjadi banjir masyarakat kesulitan mengakses sumber air bersih ini. dan sumber air yang ada di dalam perkampung adalah air payau dan bila di simpan selama satu malam maka air tersebut berlumut. Sehingga mereka sedang berupaya untuk mencari jalan sumber alternative lain yang bisa mendekatkan sumber air ke pusat perkampungan mereka dan mudah di jangkau saat banjir. Menurut masyarakat, rumah panggung adalah sangat baik bagi mereka. Karena bentuk rumah ini dapat melindungi harta mereka dari banjir. Dan untuk membangun rumah panggung ini, masyrakat mengalami kesulitan dari sisi pembiayaannya. Hal ini juga mereka sudah mengusuklkan secara berulang-ulang saat musrembangdes, namun sampai saat ini belum juga terjawab. Ini juga pernah di janjikan oleh pemerintah dan anggota dewan saat mereka berada di lokasi pengungsian.

Anda mungkin juga menyukai