Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah :


Kisah kerajaan yang dianggap legenda ini begitu populer di Jawa Timur karena
mengungkapkan perseteruan antar dua kerajaan, yang satu kerajaan besar bernama kerajaan
Majapahit, yang satu kerajaan yang tak pernah tunduk terhadap kerajaan Majapahit itu, yakni
kerajaan Blambangan. Perseteruan ini melahirkan perang Paregreg. Kerajaan Blambangan
terletak ditimur kota Banyuwangi Jawa Timur. Letak kerajaan ini berbatasan langsung dengan
selat Bali, dengan begitu kita yakin bahwa kerajaan ini merupakan kerajaan pesisir. (sri margana
hlm:10)
Tidak ada berita yang pasti tentang kapan berdirinya kerajaan ini, untuk melacak sejarah
kemunculan kerajaan Blambangan diakui cukup sulit, minimnya data dan fakta membuat para
ilmuan kesukaran untuk menentukan sejarah awal kerajaan ini. Peperangan panjang untuk
merebut kekuasaan terjadi , salah satunya perang yaitu perang puputan bayu, perang puputan
Bayu pada perang ini prajurit Blambangan memenangkan perang yang berlangsung 18 Desember
1771 itu, dengan ditandai terbunuhnya pimpinan pasukan VOC.dan setelah itu VOC
memindahkan Ibukotanya.
Setelah perang puputan bayu berakhir, VOC memindahkan Ibukota kerajaan ke wilayah
Muncar karena letaknya berdekatan dengan Pelabuhan Ulupampang (kini bernama Pelabuhan
Muncar). Hak ini dilakukan VOC atas pertimbangan guna mengawasi selat bali dikarenakan
kerajaan-kerajaan gelgel dan mengwi di Bali berusaha merebut Blambangan dapat dimengerti
mengingat sebelumnya kerajaan-kerajaan di Bali itu selalu memberikan bantuan kepada
Blambangan saat peperangan melawan VOC maupun melawan kerajaan-kerajaan Islam.
Kerajaan Blambangan berkerjasama dengan Kerajaan Mataram , tujuannya : agar untuk
memutuskan hubungan Blambangan dengan Bali dengan jalan islamisasi Blambangan, dan
mulailah pihak Mataram menempatkan orang-orang islam untuk dijadikan raja di Blambangan
dengan harapan proses islamisasi berlangsung lebih cepat. Dimuncar inilah periode kerajaan
Blambangan bercorak Islam dimulai.
Pelabuhan Muncar merupakan jantung pertahanan sekaligus pusat militer VOC pada Abad ke-17
dan ke-18 di Blambangan. VOC mengangkat warga Tionghoa menjadi kepala pelabuhan.
Pelabuhan Muncar merupakan pandangan kehidupan ekonomi kawula Blambangan bergantung
pula pada penghasilan laut. Pelabuhan ini menjadi cukup ramai dikunjungi pedagang-pedagang
dari Cina, Arab, dan beberapa wilayah Nusantara, sehingga disekitar pelabuhan terdapat
perkampungan-perkampungan berbagai etnis tersebut. Pada masa kerajaan berakhir
meninggalkan situs – situs bersejarah penting di kecamatan muncar yang tempatnya tidak jauh
dari pelabuhan muncar seperti :
1. Situs Umpak Songo di Desa Tembokrejo.
2. Situs Siti Hinggil di Muncar sekitar Pelanuhan Muncar.
3. Situs Sumur Kuno di Pura Agung Blambangan di Desa Tembokrejo.
(Sri Margana hlm:158)
1.2 Rumusan Masalah :
Apa saja peninggalan situs pada kerajaan Blambangan di kecamatan Muncar ?
Bagaimana kondisi situs tersebut saat ini ?
Bagaimana peran masyarakat di Muncar untuk terus menjaga situs tersebut ?

1.3Tujuan :
Mengetahui peninggalan situs bersejarah.
Mengetahui kondisi situs saat ini.
Mengetahui peran pemuda di Muncar untuk terus menjaga situs tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1Peninggalan situs pada kerajaan Blambangan di kecamatan Muncar


Pada masa kerajaan berakhir meninggalkan situs – situs bersejarah penting di kecamatan
muncar yang tempatnya tidak jauh dari pelabuhan muncar yang dulunya pelabuhan ini menjadi
jantung pertahanan sekaligus pusat militer VOC pada abad XVII di Blambangan. Yang sampai
sekarang pelabuhan ini masih beroperasi menjadi tempat bergantungnya 13 ribu nelayan mencari
ikan dan pelabuhan ini menjadi salah satu penghasil ikan terbesar di kecamatan Muncar. Situs –
situs tersebut ialah sebagai berikut:
1. Situs Umpak Songo di Desa Tembokrejo.
2. Situs Siti Hinggil di Muncar sekitar Pelanbuhan Muncar.
3. Situs Sumur Kuno di Pura Agung Blambangan di Desa Tembokrejo. (Ningtyas, Ika. 2005: 42)
Berikut ini adalah penjelasa dari situs-situs bersejarah peninggalan kerajaan Blambangan:
1. Situs Umpak Songo
Batu-batu pondasi berukuran sedang hingga besar yang berlubang di tengah tersusun membentuk
formasi sebuah pondasi bangunan. Deretan batu fondasi, yang oleh orang Jawa disebut Umpak,
itu masih rapi ditemui di Dusun Krajan, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, Kabupaten
Banyuwangi. Adapula anak-anak tangga dari batu bata berukuran besar mengelilingi tanah
gundukan.
Karena itulah kawasan Umpak Songo diduga, kompleks itu dahulunya merupakan bangunan
utama kerajaan Blambangan era terakhir. Umpak Songo bernilai sejarah penting karena jadi
simbol kerukunan antara umat Islam-Hindu. Kedua umat sama-sama memiliki tanpa konflik.
Umpak songo pertama kali ditemukan pada tahun 1916, hingga sekaang baik umat Islam atau
Hindu tidak pernah mengklaim Umpak Songo milik mereka. Untuk saling menghormati
keduanya menyebut Umpak Songo sebagai peninggalan sejarah yang harus dijaga.
Di tiap-tiap batu besar terdapat guritan-guritan tulisan tangan. Diduga itu aksara Jawa kuno yang
bisa ditemui di prasasti. Adapula guritan menyerupai Hewan, seperti burung pelikan, situs ini
baru bernama setelah 12 Tahun ditemukan oleh Mbah Nadi Gede, pendatang Asal Bantul,
Yogyakarta.( I Made Sudjana:28)
Penjaga Situs , Soiman (63), menjelaskan Umpak Songo bukan hanya tempat bersejarah tapi
juga menjadi lokasi wisata religi dua umat beragama: Islam dan Hindu. Peziarah, baik dari Islam
maupun Hindu kerap berjumpa melakukan Upacara keagamaan tanpa merasa terganggu satu
oleh lainnya. Apabila warga Hindu bersembahyang di bagian timur, peziarah dari kalangan Islam
mengambil tempat di sebelah Barat. Kerukunan yang indah biasanya berlanjut seusai melakukan
peribadatan. Menurut Soiman, tak jarang kedua umat berbeda agama itu bertukar makanan
sembari mengobrol tentang asal-usul. “atau bahkan bertukar wawasan”.
Kebanyakan, peziarah Hindu datang dari Bali dan sekitarnya. Mereka datang terutama saat Hari
Raya Kuningan, sedangkan peziarah Islam banyak dari luar Banyuwangi, seperti Jakarta,
Surabaya, Gresik, dan Lamongan. Kerukunan inilah terjalan secara ilmiah hingga saat ini. Disaat
bulan Ramadhan Peziarah Hindu biasanya akan “mengalah” kepada saudara muslim. Mereka
memberi ruang atau kesempatan terlebih dahulu. Sebaliknya, apabila Hari Raya Kuningan giliran
peziarah muslim mengalah, tanpa aturan tertulis toleransi mengalir terjalin mesra. “saya tidak
setuju jika Umpak Songo diklaim milik satu agama tertentu. Ini adalah peninggalan sejarah,
siapapun umat agama apapun boleh kesini. Saya kerap terharu melihat kerukunan peziarah
Hindu dan Islam yang datang kesini. Umpak songo menjadi pemersatu tanpa menghapus
perbedaan, itu yang terpenting”. Kata kakek lima cucu ini.

Sejarah kerajaan Blambangan tidak lepas dari pengaruh Islam dan hindu, di kerajaan
Blambangan di Muncar pernah tinggal seorang Wali Allah Syekh Mulana Ishaq bersama
istrinya, Putri Sekardadu, Putri kerajaan Blambangan. “Putri Sekardadu adalah ibu kandung dari
Raden Paku atau lebih dikenal sebagai Sunan Giri”.( Samsubur 2011: 86)

2. Siti Hinggil
Keberadaan situs sejarah lainnya yaitu “ SITUS SITI HINGGIL” situs tersebut terletak tidak
jauh dari lokasi umpak songo sekitar 1 km ke arah timur Desa Tembokrejo Kecamatan Muncar,
situs Siti Hinggil berada di pesisir pantai berdekatan dengan pelabuhan Muncar Kabupaten
Banyuwangi.
Ketika kami berada di lokasi situs bersejarah tersebut kami bertemu dengan juru kunci di situs
Siti Hinggil, yaitu Slamet (47) beliau adalah seorang Kepala Desa di wilayah tersebut.
Menurut cerita dari Slamet Siti Hinggil ini merupakan pos pemantauan kerajaan Blambangan
yang ada massa tersebut dipimpin oleh Prabu Minakjinggo pertengahan abad ke-13, dari tempat
tersebut terlihat jelas selat Bali dan Tanjung Sembulung. Tempat tersebut juga merupakan
tempat pengintaian para kapal-kapal yang melewati selat Bali. Pada pertengahan abad ke-13 pun
masyarakat sering menggunakan transportasi laut sebagai alat penghubung satu daerah ke daerah
lainnya, sehingga Prabu Minakjinggo menempatkan pasukannya untuk berjaga-jaga di pos Siti
Hinggil tersebut.
Hingga saat ini belum ditemukan jejak-jejak dari peninggalan pasukan yang dipimpin Prabu
Minakjinggo di lokasi tersebut, yang ada hanyalah telapak kaki diatas bebatuan yang hampir
hancur dimakan oleh zaman.

3. Situs Sumur Kuno di Pura Agung Blambangan di Desa Tembokrejo, yaitu kolam dan
sebuah sumur kuno yang ditemukan di sekitar Pura Agung Blambangan.
Selain itu menurut pemangku Sarif (72 ) ada beberapa benda peninggalan sejarah Blambangan
yang lainnya terdapat di Museum daerah berupa guci dan asesoris gelang lengan. Blambangan
adalah Pusat keagamaan dari teks Bujangga Manik yang ditulis sekitar abad ke-16, kita dapat
memperoleh sebuah nama daerah tempat bertapanya kaum agamawan Hindu, yakni
“Balungbungan” yang, bila merujuk teks naskah tersebut, terletak di ujung Timur Pulau Jawa.
Sangat mungkin sekali bahwa nama Blambangan pada abad ke-16 (dan juga abad-abad
sebelumnya) Balungbungan, atau Balungnungan merupakan penulisan lain dari Blambangan atau
Balambangan.

2.2kondisi situs tersebut saat ini


Menurut pantauan kami dan buku sejarah Indonesia SMA kondisi ke 3 situs diatas,
kondisinya sangat memprihatinkan semua benda bersejarah ditempat bekas kerajaan
Blambangan ini sudah mulai hancur di makan zaman , contohnya situs Siti Hinggil yang terdapat
telapak kaki diatas bebatuan yang hampir hancur dimakan oleh zaman. perawatan yang kurang
sehingga peninggalan kerajaan Blambangan tidak begitu terurus.
Untuk itu sangat diharapkan campur tangan pemerintah mengelolah dan menjaga situs bersejarah
ini agar anak-anak penerus bangsa bisa melihat jejak peninggalan kerajaan besar yang pernah
tinggal di kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi.

2.3 Peran Masyarakat di Muncar untuk terus menjaga situs tersebut

Sampai saat ini peranan masyarakat Muncar menurut Mispan (60), warga asli kecamatan
Muncar dalam menjaga situs-situs bersejarah ini, mereka hanya membuat himbauan kepada para
pengunjung situs agar selalu menjaga kebersihan disekitar lingkungan situs tersebut. Selain itu
tidak merusak dan memindahkan barang yang ada dalam situs.

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Kerajaan Blambangan salah satu kerajaan terbesar yang pernah ada , kerajaan ini pernah
bermukim di kecamatan Muncar , kerajaan ini meninggalkan beberapa situs-situs sejarah yang
ada sampai saat ini , situs tersebut bernama:
1 Situs Umpak Songo di Desa Tembokrejo.
2. Situs Siti Hinggil di Muncar sekitar Pelanbuhan Muncar.
3. Situs Sumur Kuno di Pura Agung Blambangan di Desa Tembokrejo
Situs-situs ini tidak terjaga dengan baik , pemerintah pusat pun kurang memperhatikan sehingga
situs ini banyak yang rusak termakan oleh zaman, sangat disayangkan karena para ahli
sejarahwan tidak ada yang meneliti situs tersebut. Jika ini terjadi terus menerus kemungkinan
situs ini sudah benar-benar dimakan oleh zaman kita semua akan kehilangan benda-benda
peninggalan kerajaan besar yang pernah bermukim di tempat kita yaitu kecamatan Muncar
Kabupaten Banyuwangi

3.2 SARAN
Pemerintah Banyuwangi harus memiliki Peraturan Daerah Cagar Budaya, Karena itu kita para
pemuda harus mendorong Pemkab Banyuwangi segera menerbitkan perda cagar budaya
situs sejarah cukup penting untuk membangkitkan nasionalisme dan jati diri bangsa. Situs
seharusnya menjadi cermin supaya kehidupan bangsa lebih baik dari masa lalu.
Harusnya masyarakat juga turun tangan dalam menjaga situs sejarah bisa dilaksanakan dengan
cara seperti pada saat berkunjung di situs sejarah ini diharapkan tidak membuang sampah
sembarangan dan menghargai keberadaan benda-benda sejarah seperti tidak merusaknya dan
tidak memindahkan apapun yang ada di lingkungan situs tersebut.

Daftar Pustaka

1. Sri Margana . “PEREBUTAN HEGEMONI BLAMBANGAN”.


2. Sir Thomas Stanford Raffles . ”History of java halaman 68”
3. Ningtyas, Ika. 2005: 42 “Menjejaki Keagungan Kerajaan Blambangan”
4. I Made Sudjana. “Sejarah Politik Blambangan Abad ke XVIII” halaman 28
5. Soiman (63) Juru Kunci Umpak Songo.
6. Samsubur 2011: 86 . “ Sejarah Kerajaan Blambangan”
7. Slamet (47) Juru Kunci Siti Hinggil dan Kepala Desa Setempat
8. Sarif (72) Pemangku di Pura Agung Blambangan
9. Sejarah Indonesia SMA th.1973
10. Mispan (60) Penduduk asli Muncar

Anda mungkin juga menyukai