Anda di halaman 1dari 5

Asal Usul dan Sejarah Singkat Kerajaan Kota Kapur

Kerajaan Kota Kapur diperkirakan sudah berdiri sejak sekitar abad ke 5 – 6


Masehi. Hal tersebut didukung dengan adanya penemuan berupa Arca Wisnu yang
berjumlah 4 buah, yang mana memiliki gaya arsitektur pre Angkor. Bukti pendukung lain
yang menunjukkan awal mula berdirinya kerajaan ini adalah hasil analisa dari carbon
dating benteng yang menunjukkan tahun 532 M.

Hal tersebut menunjukkan bahwa Kerajaan Kota Kapur telah ada sebelum adanya
Kerjaan Sriwijaya yang baru ada di tahun 650 M. Nama daerah letak berdirinya
kerajaan ini terinspirasi dari potensi kekayaan yang dimiliki oleh kawasan tersebut.
Peradaban di wilayah Kota Kapur diawali dengan adanya dijadikannya kawasan
tersebut menjadi jalur perdagangan dunia.

Pusat Pemerintahan Kerajaan Kota Kapur terpusat di wilayah aliran Sungai Mendo,
yang dulu disebut dengan nama Sungai Menduk. Ketika memasuki abad ke- 7 Masehi,
daerah yang menjadi pintu gerbang hilir mudiknya pedagang pedagang, terutama
mereka yang berasal dari India dan Tiongkok. Pada zaman ini, pergerakan angin
sangat penting, sebab menjadi penggerak kapal yang berlayar di lautan.

Adanya pusat perdagangan di sekitar pesisir, menyebabkan banyak masyarakat


membangun pemukiman di kawasan tersebut. Pada saat itu, wilayah Kota Kapur
berada dalam keadaan ekonomi yang cukup baik, yang mana disebabkan karena
perdagangan yang kuat. Dengan demikian, akses yang dimiliki wilayah ini juga menjadi
luas, bahkan hingga ke Pulau Jawa.

Apabila diamati dari rekonstruksi sejarah yang dilakukan pada benda peninggalan
Kerajaan Kota Kapur, dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat di wilayah tersebut
dulu banyak menganut ajaran agama Hindu. Sedangkan aliran yang diikuti yaitu
Waisnawa.

Letak dan Pendiri Kerajaan Kota Kapur

Kerajaan Kota Kapur berlokasi di kawasan Kota Kapur yang ada di Provinsi Bangka
Belitung, yang mana termasuk dalam daerah Kecamatan Mendo Barat. Secara
geografis, kawasan tersebut termasuk dalam daerah dataran tinggi, sedang, perbukitan,
serta pesisir di mana semua itu berhadapan dengan Selat Bangka.

Kontur tanah di pusat Kerajaan Kota Kapur termasuk dalam kategori bergelombang,
namun dalam keadaan yang lemah. Keberadaan kota tersebut terbilang cukup
strategis, sebab letaknya ada di antara Laut Cina Selatan dan Selat Malaka di sisi utara
dengan Laut Jawa di sisi selatan. Apabila diperhatikan, wilayah tersebut berada di
bagian barat dari Pulau Bangka.

Luas daerah tersebut berkisar 88 Ha di mana memiliki ketinggian wilayah sekitar 16


mdpl. Sedangkan khusus di daerah dataran tinggi, ketinggiannya bisa mencapai 125
mdpl. Pada sisi utara wilayah tersebut, ada sebuah rawa yang menjadi penghubung
Sungai Mendo dan Selat Bangka. Perlu Anda pahami, Sungai Mendo merupakan
sungai utama di daerah ini.
Kehidupan Kerajaan Kota Kapur

1. Kehidupan Politik Kerajaan Kota Kapur

Terkait dengan riwayat kepemimpinan di Kerajaan Kota Kapur belum terdapat data
yang menunjukkan siapa saja raja yang pernah menjadi pemimpin dan berkuasa.
Namun demikian, dapat diketahui bahwa kehidupan di wilayah tersebut dilindungi
dengan keberadaan benteng pertahanan yang terbuat dari tanah dan bentuknya
memanjang.

Tinggi benteng tersebut mencapai 2-3 meter. Benteng ini dibuat dalam bentuk dua
tanggul, yang setiap tanggulnya memiliki panjang berkisar 1.200 meter dan 350 meter.
Berdasarkan penanggalan pada tanggul, diketahui bahwa usianya mencapai 530 – 870
M, terhitung sejak pertengahan abad 6.

Benteng itulah yang sudah banyak berperan dalam mempertahankan wilayah dari
serangan Kerajaan Sriwijaya di masa akhir abad 7 M. Pada saat itu, Sriwijaya
berupaya melakukan ekspansi untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Namun,
akhirnya Sriwijaya berhasil menguasai Pulau Bangka yang ditandai dengan inskripsi
Sriwijaya 686 M.

Sangat disayangkan, potensi yang dimiliki Kerajaan Kota Kapur berupa perdagangan
maritim yang kuat menjadikan wilayah ini menjadi sasaran banyak negara. Hingga
akhirnya Kota Kapur terkena dampak politik ekspansi yang dilakukan kerajaan lain.

2. Kehidupan Ekonomi Kerajaan Kota Kapur

Kegiatan ekonomi di wilayah ini tidak jauh dari wilayah pesisir, sebab letaknya yang
memang berdekatan dengan laut, sehingga menyebabkan masyarakat mencari cara
bagaimana memenuhi kebutuhan hidup dengan hal-hal yang dekat dengan mereka.
Sehingga terbentuklah pusat perdagangan maritim.

3. Kehidupan Sosial Kerajaan Kota Kapur

Masyarakat yang tinggal di wilayah Kerajaan Kota Kapur memiliki hubungan sosial yang
terjalin dengan banyak pihak, termasuk juga kawasan yang ada di luar daerah Bangka.
Apabila dilihat dari arkeolog yang ditemukan, daerah yang telah menjadi hubungan
tersebut yakni Kamboja dan India Selatan.

4. Kehidupan Agama Kerajaan Kota Kapur

Kehidupan agama pada masa Kerajaan Kota Kapur tercermin dari peninggalan
kerajaan yang berupa Arca Wisnu dan Arca Durga Mahisasuramardhini. Dari arca
tersebut dapat disimpulkan bahwa agama yang dianut oleh masyarakat daerah
setempat pada saat itu yaitu Hindu – Waisnawa.

5. Kehidupan Budaya Kerajaan Kota Kapur

Kehidupan Budaya di daerah ini dipengaruhi oleh hubungan dagang Kerajaan Kota
Kapur dengan banyak wilayah. Contoh kebudayaan yang mencerminkan hal tersebut
yakni tampak pada Arca Dewa Wisnu yang mana menggunakan langgam pre Angkor.

Di samping itu, budaya di daerah ini dapat dilihat dari tembikar yang dibuat oleh
masyarakat setempat dengan tipe Oc-Eo. Perlu Anda ketahui, tembikar tersebut
merupakan bentuk dari akulturasi yang terjadi antara Kamboja dengan Kerajaan Kota
Kapur.

Adapula tembikar arikmedu yang banyak mendapatkan pengaruh dari budaya India
Selatan. Tembikar tersebut berbentuk manik-manik yang terbuat dari batu karnelian
serta kepercayaan masyarakat daerah setempat.

Editor terkait:

 Sejarah Kerajaan Pagaruyung


 Sejarah Kerajaan Melayu
 Sejarah Kerajaan Bali

Silsilah Raja Kerajaan Kota Kapur

Dalam sejarah Kerajaan Kota Kapur belum ditemukan literatur yang menyebutkan siapa
saja raja yang telah memimpin sejak awal berdirinya hingga masa keruntuhannya. Oleh
karena itu, kini Pusat Penelitian Arkeologi Nasional sedang berupaya melakukan
penelitian terkait dengan hal tersebut.

Masa Kejayaan Kerajaan Kota Kapur

Apabila diamati dari letak geografis, Kerajaan Kota Kapur pernah sampai pada masa
kejayaan. Hal tersebut didukung dengan berita dari Tiongkok yang dibawa oleh
seseorang yang bernama Fei Hsin di tahun 1436 M. Dalam berita tersebut dikabarkan
bahwa secara umum, tanah yang ada di wilayah Pulau Bangka merupakan tanah yang
subur, bahkan bisa menghasilkan jumlah produksi lebih tinggi.

Beberapa produksi yang dihasilkan diantaranya yaitu arak yang dibuat menggunakan
getah aren serta produksi garam. Selain itu, ada pula lada sebagai salah satu hasil
bumi terbesar di wilayah ini. Berdasarkan rujukan yang lain diperkirakan bahwa timah
menjadi produk yang banyak dipasarkan sejak berdirinya Kerajaan Kota Kapur.

Timah jika diartikan menggunakan bahasa Sansekerta maka disebut Wangka.


Masyarakat di Pulau Bangka lebih banyak menyebutnya dengan istilah tersebut.
Diketahui bahwa istilah tersebut telah termuat dalam Sastra India yang berjudul
Milindrapantha di abad 1 sebelum masehi. Di samping istilah tersebut, dikenal juga
Swarnabhumi yang berarti Sumatera.

Dari aktivitas perdagangan yang ada, komoditi yang banyak dibeli yaitu besi tuangan,
kain sutera, barang pecah belah, dan pot bunga yang dibuat menggunakan bahan
tembaga. Masyarakat membeli barang-barang tersebut dari para pedagang yang
mampir di wilayah Pulau Bangka.

Penyebab Runtuhnya Kerajaan Kota Kapur

Pada masa itu, wilayah perairan di Selat Bangka menjadi jalur perdagangan
internasional yang cukup ramai. Di sini dijumpai banyak sekali kapal asing. Bahkan, di
tempat ini juga menjadi markas bagi mereka ingin melancar aksinya dengan merompak.

Posisi dari Selat Bangka juga sekaligus menjadi gerbang strategis jika ingin pergi ke
Palembang melewati Sungai Musi serta menjadi pusat kekuasaan dari Kerajaan
Sriwijaya. Karena hal ini kemudian pada saat itu, Raja Dapunta Hyang, yang sedang
menjabat memutuskan untuk mengirimkan pasukan penyerang. Hal ini dilakukan
sebagai strategi perluasan wilayah kekuasaan.

Tujuan utama Kerajaan Sriwijaya melakukan penyerangan tersebut adalah karena ingin
menguasai semua jalur perdagangan yang ada seluruh pantai Sumatera. Termasuk di
dalamnya Kerajaan Perlak yang ada di Aceh dan Kerajaan Tulang Bawang di Lampung.
Taktik tersebut juga dilakukan di Kerajaan Kota Kapur, yang mana dilakukan dengan
cara memberikan tawaran kerja sama.

Penawaran tersebut yaitu berupa diangkatnya pihak Kota Kapur sebagai armada yang
mengamankan wilayah laut, yang mana nantinya akan menjamin pedagang asing di
wilayah tersebut. Kesepakatan tersebut kemudian menjadi pertanda keberhasilan
Sriwijaya dalam menaklukan wilayah Bangka. Hal inilah yang menjadi sebab runtuhnya
kerajaan yang ada di wilayah Kota Kapur.

Kedudukan Kerajaan Sriwijaya ini dibuktikan degan ditemukannya prasasti Kota Kapur.
Dalam prasasti tersebut dikatakan bahwa Sriwijaya telah berkuasa di wilayah ini sejak
tahun 686 M.

Editor terkait:

 Sejarah Kerajaan Kanjuruhan


 Sejarah Kerajaan Makassar
 Sejarah Kerajaan Buleleng

Prasasti dan Bukti Peninggalan Kerajaan Kota Kapur

1. Dermaga

Pada masa pemerintahan, dermaga ini dijadikan tempat kapal-kapal yang berniaga
bersandar dan singgah di Pulau Bangka. Ketika dilakukan ekskavasi, didapatkan tiang
kayu yang berderet dengan jenis Nibung. Di samping itu, ada pula kayu yang berbentuk
gelondongan yang berjenis Pelangas. Kayu tersebut ada sekitar lima buah, disusun
berjajar dari barat ke timur.

Berdasarkan hasil temuan patok serta ikatan ijuk yang terbuat dari jenis pohon enau,
jajaran gelondongan kayu tersebut ditengarai menjadi lantai pijakan di dermaga.
Jejeran tiang yang berjumlah dua, dengan setiap deretannya ada 21 tiang.

Panjang jejeran pada masing-masing sisi mencapai ukuran 6,7 meter dengan jarak
penanaman antar tiangnya sepanjang 20 – 30 cm. Sedangkan pada jarak yang diapit
oleh jejeran tiang itu berkisar 1 meter.

Hasil analisis dari karbon C-14 memberikan hasil berupa tiang kayu pada dermaga
tersebut bertahun 480 sampai 620 M. Sedangkan bagian tali ijuk yang digunakan sudah
ada sejak tahun 250 hingga 590 M.

2. Papan Perahu Kuno

‘Bangkai’ dari perahu kuno Kerajaan di Kota Kapur ditemukan oleh para anggota tim
arkeolog dari Puslit Arkenas di tanggal 25 September 2007. Ada dua pusat lokasi
penemuan, yakni di jalur Sungai Kupang serta sisi barat sungai.
Lokasi ditemukannya ‘bangkai’ tersebut tepatnya ada di kolong–kolong yang menjadi
bekas dilakukannya penambangan timah. Perahu yang telah berhasil diambil dari lokasi
yang pertama hanya bagian papan yang memiliki ketebalan 4 cm, dengan lebar 35 cm,
dan panjang mencapai 134 cm.

Permukaan papan peninggalan Kerajaan Kota Kapur, pada bagian yang menghadap ke
atas mempunyai lubang sejumlah 17 yang ukuran diameternya berkisar 3 cm.
Sedangkan di bagian tepiannya yang menghadap ke bawah ada 20 lubang. Lubang
yang terletak pada empat sudut tersebut dipahat sampai menembus bagian tepi.

Arca Wisnu di Kerajaan Kota Kapur ditemukan pertama kali tahun 1925 M.

Penemuan selanjutnya berupa 13 fragmen arca di kawasan Candi I pada tahun 1994
M.

Kemudian pada tahun 1996 M, 8 buah fragmen arca kembali ditemukan.

Fragmen arca tersebut merujuk pada arca Dewa Wisnu bertangan empat.

Fragmen arca Dewa Wisnu yang ditemukan berupa potongan tangan arca dengan
posisi memegang terompet yang berasal dari cangkang siput atau biasa
disebut sangkha.

Fragmen lainnya adalah tangan yang sedang memegang kuncup bunga Teratai.

Selain fragmen tangan ditemukan juga dua potong arca yang menunjukkan bagian
kepala laki-laki yang memakai mahkota dengan bentuk (kuluk).

Di bagian belakang kuluk terdapat pahatan prabhamandala berbentuk lintang segi


empat sebagai simbol sinar kedewaan.

Fragmen – fragmen tersebut lalu disatukan untuk direkonstruksi membentuk relatif


Dewa Wisnu yang utuh dengan tinggi 80 cm.

Mengacu pada hasil analisis karbon arca yang ditemukan di areal merupakan
peninggalan dari abad ke-6 atau ke-7 M.

Anda mungkin juga menyukai