Anda di halaman 1dari 9

PEMBAHASAN

KERAJAAN AWAL ABAD MASEHI

A. PENGANTAR
A.A.Navis pada tahun 1981, menerangkan bahwa pada peta yang dibuat Cladius
Ptolomeus telah ditarangkan nama Malagi Colon yang letaknya di ujung Tanah
Semenanjung. Pada masa Ptolomeus pada abad 1 M telah ada nama Melayu. Namun,
belum diketahui secara jelas nama Melayu itu nama suatu kerajaan atau suatu bangsa.
Menurut Munoz (2006) bahwa pembentukan Negara-negara telah mencapai fase
awalnya sebelum abad ke-1 M dan para pimpinan Austronesia memiliki kekuasaan kuat
dalam wilayah mereka masing-masing. Wilayah-wilayah pesisir sering terbatas pada
emporium-emporium (suatu pusat dagang, biasanya terdiri atas sebuah desa atau kota
kecil yang dekat dengan sebuah pelabuhan). Oleh karena itu, semua wilayah alur sungai
terbagi menjadi banyak area ini yang saling bersaing.
Dengan berkembangnya kebudayaan India dan peningkatan kecanggihan social
dari komunitas-komunitas lokal, para pimpinan Austronesia yang sekarang sebagai raja
atau maharaja mampu untuk melegitimasi dominasi mereka atas wilayah yang lebih luas.
Konsep awal mengenai raja muncul karena adopsi selektif dari beberapa kerajaan
dari India, terutama tentang konsep status raja. Kerajaan-kerajaan awal bercirikan suatu
keragaman pusat-pusat politik atau terkadang pusat-pusat politik regional yang tidak
memiliki tapal-tapal batas yang pasti.
Kerajaan yang diperkenalkan sebagai Swarnadwipa itu pada abad 5 M hanya pada
satu kerajaan, yaitu kerajaan Kuntala atau Kantoli. Kerajaan ini didirikan para penganut
Buddha dari Gandhara di India Selatan. Setelah mereka membentuk kerajaa yang kuat di
pulau Sumatera, lalu mereka membuat hubungan dengn Cina pada tahun 441 M. Dan
pusat kerajaan ini diperkirakan di dekat perbatasan Jambi dengan Riau.
Berikut informasi-informasi tentang kerajaan-kerajaan awal, yaitu.
1. Kerajaan Koying
a. Keberadaan Kerajaan Koying
Terdapat catatan yang dibuat oleh Kang-tai dan Wan-chen dari bangsa Wu (222-
208 M) tentang adanya negeri Koying. Tentang negeri ini juga dimuat dalam ensiklopedi
Tung-tien yang ditulis oleh Tu-yu (375-812 M) dan disalin oleh Ma-tu-an-lin dan
ensiklopedi Wenhsien-tung-kao. Diterangkan bahwa di kerajaan Koying terdapat
gunung api pada kedudukannya 5000 di timur Chupo.
Di utara Koying ada gunung api dan di sebelah selatannya ada sebuah teluk
bernama Wen. Menurut catatan Cina yang lain, lokasi Koying diperkirakan di Indoneia
Barat atau di Semenanjung Malaka. Jika memang lokasi kerajaan Koying di wilayah
tersebut, hal demikian tidak mungkin karena dilaporkan bahwa Koying merupakan
sebuah negeri dengan banyak gunung api sedangkan di Semenanjung Malaka tidak ada
gunung api. Dan jika keduduannya di Indonesia bagian barat, yaitu di Kalimantan, Jawa,
Sumatera juga tidak ditemukan adanya gunung berapi.
Kerajaan Koying telah memiliki pelabuhan dan telah aktif melakukan
perdagangan, terutam di daerah bagian barat Sumatera. Kerajaan ini mempunyai
penduduk yang sangat banyak dan menghasilkan mutiara, emas, perak, batu giok, batu
Kristal, dan pinang.
Interaksi dagang yang terjadi secara langsung dan juga melalui perantaraan pihak
ketiga. Hubungan dagang secara langsung terjadi dalam perdagangan dengan negeri-
negeri-negeri di luar di sekitar teluk Wendan Selat Malaka, maka besar kemungkinan
negeri Koying berada di sekitar Alam Kerinci.
Adanya kontak atau hubungan ini diketahui dari bukti-bukti peninggalan sejarah
kuno di Kerinci berupa barang-barang keramik yang berasal dari zaman Dinasti Han di
Cina (202-221 M). Barang-barang tersebut berupa guci terbuka, guci tertutup, mangkuk
bergagang dan wadah berkaki tiga tempat penyimpanan abu jenazah.
Melalui peninggalan sejarah yang ditemukan menunjukkan bahwa kerajaan
Koying telah aktif melakukan kontak dagang dengan negeri luar. Pedagang dari negeri
luar yang singgah di pelabuhan Teluk Wen adalah para pedagang dari India Funan dan
Kerajaan Javadwipa. Melalui perantara dagang inilah barang-barang yang dihasilkan
penduduk negeri Koying bertebaran ke manca Negara termasuk ke negeri Cina.
Dari catatan negeri Cina yang dikemukakan Wan-Hashim Wan Teh dan S.
Sartono, mendukung kuat keberadaan negeri Koying terletak di pusat inti Alam Melayu.
Sedangkan daerah Alam Kerinci ini, mulai dari Gunung Kerinci di sebelah utara sampai
Gunung Masumai di sebelah selatan pada masa lampau diketahui banyak terdapat gunung
api aktif. Namun, sekarang gunung api tersebut tidak dijumpai lagi,karena sebagian sudah
padam dan sebagian lagi sudah meletus. Perubahan ini terjadi karena peristiwa alam dan
rotasi bumi. Contohnya: danau Kerinci, danau Gunung Tujuh, danau Pauh, dan lain-lain
yang terbentuk karena letusan gunung api.
b. Ensiklopedi Negeri Cina

Salah satu catatan sejarah yang mengungkapkan tentang Alam Kerinci yang
tertulis dalam ensiklopedi yang terdapat di negeri Cina. Informasi negeri Cina yang
menyebutkan ciri-ciri keberadaan suatu daerah di pusat inti Melayu pada pegunungan
Bukit barisan yang dikemukakan oleh S. Sartono.

Versi lain catatan Cina yang memperkirakan bahwa lokasi Koying berada di
wilayah Kalimantan atau Pulau Jawa atau Semenanjung Malaka. Namun, di daerah
Kalimantan dan Semenanjung Malaka tidak ditemukan gunung api.

Secara implisit, berdasarkan ciri-ciri geografis yang dikemukakan, maka Negeri


Koying sangat melekat dengan kondisi geografis wilayah Alam Kerinci, yaitu sebuah
wilayah di tengah Pulau Sumatera yang merupakan bagian dari Alam Melayu. Di
kawasan pegunungan Bukit Barisan, banyak terdapat gunung api terbesar dan tertinggi di
Alam Melayu yang sekarang dikenal dengan Gunung Kerinci.

c. Pusat Pemerintahan Koying

Kehidupan penduduk negeri ini telah berlangsung lama yaitu, dimulai dari zaman pra-
sejarah. Istilah kerajaan belum tepat untuk menyatakan kedaulatan sebuah negeri (negara) di
kawasan Alam Kerinci. Karena bentuk pemerintahan kerajaan dengan kekuasaan secara turun-
temurun dari seorang raja kepada putra mahkota belum pernah dijumpai di negeri ini.

Kekuasaan tetap dijabat secara bergilir dalam suatu komunitas masyarakat sesuai dengan
tingkatan strata mereka. Mereka dipilih secara demokratis dan dianugerahkan gelar atas jabatan
yang disandang oleh anggota kelompoknya (primus inter parest atau orang yang utama di antara
kelompok tersebut).

Berdasarkan catatan Cina yang dijelaskan di atas bahwa letak negeri Koying berada di
Alam Kerinci. Sedangkan pusat kerajaan ini tidak disinggung sedikit pun. Sebenarnya melalui
peninggalan-peninggalan pra-sejarah dan sejarah yang ditemukan di daerah ini, dan dapat
diperkirakan letak pusat-pusat pemukiman penduduk seperti talang, koto dan kampong.

Peninggalan sejarah dari Dinasti Han berupa benda-benda keramik banyak sekali
ditemukan pada desa-desa yang terdapat di sekitar Danau Kerinci bagian selatan, seperti pada
desa Muak kecamatan Batang Merangin dan yang lainnya. Benda-benda keramik yang
ditemukan itu berupa guci terbuka, guci tertutup, mangkok bergagang, wadah penyimpanan abu
jenazah, pacahan piring, cawan dan mangkok. Benda-benda tersebut merupakan barang-barang
mewah dapat dipastikan bahwa pemiliknya adalah para pemuka masyarakat atau pembesar
negeri, tidak mungkin rakyat bisa dapat membeli benda tersebut.

Atas hal tersebut, dapat diperkirakan bahwa pusat pemerintahan Negara Koying berada
pada dataran sebelah selatan Danau Kerinci atau pada lokasi dusun purba Jerangkang Tinggi.
Lokasi daerah Kerinci jauh dari daerah pantai maka dapat diperkirakan bahwa kontak dagang
yang terjadi antara penduduk negeri Koying dengan negara luar hanya berlangsung di pelabuhan
dagang Teluk Wen dekat Muara Tebo sekarang.

Memasuki abad ke-4 M, Teluk Wen semakin dangkal. Yang disebabkan proses alamiah
yaitu terjadinya penumpukan sedimen dari tanah pegunungan. Dalam waktu ratusan tahun, Teluk
Wen menjadi tertutup dan daerahnya berubah menjadi dataran rendah. Akibatnya kapal-kapal
dari luar hanya dapat melayari sungai besar yang terdapat di tengah dataran rendah yaitu Sungai
Batanghari sekarang.

Maka, dengan hilangnya Teluk Wen, menyebabkan Negera Koying terpaksa:


memindahkan pelabuhan dagang dari Teluk Wen ke daerah pantai timur di sekitar daerah Kuala
Tungkal sekarang dan memindahkan pusat pemerintahan dari pegunungan Bukit Barisan di
Alam Kerinci ke daerah Muara Tungkal (Kuala Tungkal. Sehingga hal ini membuktikan bahwa
Teluk Wen sudah tidak efektif lagi digunakan untuk pelayaran samudera bagi kapal-kapal manca
negara yang hendak berlabuh. Namun, pusat pemerintahan Negara Koying tidak berpindah dan
tetap berada di Alam Kerinci.
d. Berakhirnya Kerajaan Koying

Diperkirakan kerajaan Koying menyerahkan kekuasaannya atas Kerajaan Kuntala, dan


akhirnya kerajaan Koying perlahan-lahan hilang. Dikarenkan kerajaan ini tidak mampu lagi
mengayomi wilayahnya yang sudah semakin luas akibat berkembangnya pusat-pusat negeri baru
yang semakin banyak. Ketidakmampuan ini dikarenakan jarak antara negeri-negeri baru dengan
pusat Kerajaan Koying sangat jauh.

2. Kerajaan Tupo

Kerajaan ini diperkirakan ada pada abad ke-3 M, yang terdapat di dataran Sumatera. Namun,
sampai saat ini kerajaan Tupo belum banyak di dapat informasinya atau diteliti keberadaannya.
Keberadaan kerajaan ini hanya sebatas informasi dan catatan perjalanan pedagang Cina yang
sempat mengadakan kontak dagang dengan pedagang di Bandar Tebo.

3. Kerajaan Kantoli
a. Asal Kerajaan Kantoli

Akibat dari pendangkalan Teluk Wen diduga menyebabkan sulitnya kapal-kapal dagang
untuk merapat sampai sampai ke Pelabuhan Muara Tebo, sehingga fungsinya sebagai pelabuhan
samudera tidak lagi dipertahankan.negara Koyin sebagai penguasa wilayah Teluk Wen terpaksa
memindahkan pelabuhan dagang dari Teluk Wen ke daerah pantai timur di sekitar daerah Kuala
Tungkal sekarang.

Pelabuhan di pantai timur sumatera itu mulai digunakan untuk pelabuhan samudera yang
dapat dilabuhi kapal-kapal besar untuk menggantikan fungsi dari pelabuhan Teluk Wen. Namun,
Teluk Wen masih digunakan biarpun tidak secara efektif hanya digunakan sebagai pelabuhan
penyangga bagi kapal-kapal kecil yang melayani bongkar muat barang-barang dagang penduduk
negeridi Alam Kerinci dan daerah sekitarnya. Dan dari Teluk Wen ini baru dibawa ke pelabuhan
samudera di Pantai Kuala Tungkal.

Akhirnya, kerajaan Koying melepasan daerah pantai timur dan mendorong terbentuknya
pemerintahan baru. Pemerintahan baru itu disebut dengan kerajaan Kantoli yang diperkirakan
ada pada abad ke-5 M. Negara Koying dengan kerajaan Kuntala terjalin persahabatan yang baik,
sehingga para pedagang dari pelabuhan dagang kerajaan Kuntala untuk mengekspor berbagai
komoditi dagang ke manca negara.

b. Catatan Keberadaan Kerajaan Kantoli

Nama Kantoli telah dikenal oleh pemerintahan Kaisar Hsiau-wu (459-464). Menurut
catatannya raja dari Kantoli bernama sa-pa-la-na-lin-da menyuruh utusannya bernama Taruda
untuk pergi ke negeri Cina sebagai utusannya. Dan pada sumber lain, bahwa Kantoli mengirim
duta pertama ke Cina saat di bawah kaisar Xioa-Wudi dari Dinasti Liu Siong, yang telah
memerintah Cina Selatan tahun 454 M.

Di daerah Jambi disebutkan ada dua kerajaan kecil yang muncul sekitar awal abad ke-5
M, yakni kerajaan Ho-lo-tan dan Kan-to-li. Dan dalam sejarah Dinasti Sung (960-1280 M)
kerajaan Ho-lo-tan terletak di She-po atau Thu-po. She-po atau Thu-po dianggap sama dengan
Tebo sekarang, yakni Muara Tebo. Di pinggiran sungai Batanghari dijumpai sebuah pemukiman
kuno bernama Ke-do-tan.

Kerajaan yang menjalin hubungan dagang dengan Cina adalah kerajaan Kan-to-li.
Menurut sumber Cina kerajaan Kantoli telah berkali-kali mengirim utusan mulai tahun 441-563
M. Kan-to-li sama dengan Kuntala atau Tungkal. Jadi, kerajaan Kan-to-li berada di pedalaman
sungai Tungkal, Jambi. Kerajaan Kantoli telah tenggelam pada permulaan abad ke-7 M.

A.A. Navis (1981) menyatakan bahwa menurut catatan sejarah, Kuntala diperkirakan
merupakan kerajaan pertama di Sumatera. Berdasarkan berita Cina, ahli sejarah mencoba
lokasinya, antara lain di Muangtai eletan karena di sana ditemukan sebuah tempat yang bernama
Kantoli. Ada yang mengatakan di Aceh Timur, tempat yang sekarang bernama Singkil Kandari.
Sedangkan yang lain berpendapat bahwa lokasinya di Muara Tembesi karena berita Cina
dikatakan bahasa kerajaan Sanf-fo-tsi dahulunya bernama Kantali.
DAFTAR PUSTAKA

Tasman, Aulia. 2016. Menelusuri Jejak Kerajaan Melayu Jambi dan Perkembangannya. Jambi:
Referensi (GP Press Group).
MAKALAH

KERAJAAN AWAL ABAD MASEHI

DOSEN PENGAMPU : SUPIAN

DISUSUN OLEH

1. DEVI ELISABETH SILABAN (I1A116001)


2. RUDI ANTONO (I1A116002)
3. UMI AMELIA SARI (I1A116003)

PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS JAMBI
2017
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerajaan-kerajaan awal mempunyai ciri-ciri dengan suatu keragaman pusat-pusat politik


atau terkadang pusat-pusat politik regional yang tak memiliki batas-batas daerahnya yang pasti.
Hal itu yang dapat mengakibatkan sebagian daerah pemerintahan awal lama-lama menghilang
begitu saja sejalan dengan berjalannya waktu, sedangkan kerajaan yang lain menikmati wilayah
geografis yang lebih baik dan keuntungan dagang, dapat bertahan dalam jangka waktu yang
lama.

Tahapan-tahapan awal pesisir ini dimulai dari pemukiman-pemukiman kecil di sepanjang


bandar sungai, dan para penguasa tidak memiliki kekuasaan melebihi batas-batas wilayah, dan
kemudian pemukiman berkembang menjadi emporium-emporium yang mendominasi.

Terbentuknya susunan pemerintahan yang berbentuk kerajaan akibat dari interaksi


penduduk setempat dengan masyarakat pendatang seperti contohnya pedagang India, karena
sebagian besar sejarawan berpendapat bahwa bentuk kerajaan pertama sebelum datangnya
kerajaan Hindu-Buddha dari India yang pemerintahannya berbentuk kerajaan.

Rumusan Masalah

1) Apa-apa saja kerajaan-kerajaan kuno yang ada di Jambi?


2) Apa-apa saja peninggalan-peninggalan dari kerajaan-kerajaan tersebut?

Tujuan Penulisan

1) Mengetahui kerajaan-kerajaan kuno yang ada di Jambi.


2) Mengetahui peninggalan-peninggalan dari kerajaan-kerajaan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai