Anda di halaman 1dari 3

Kedaton Kesultanan Bacan

Budiarto Eko KusumoRabu, November 12, 2014 1 komentar


Menyusuri Pelabuhan Labuha di Pulau Bacan menjadi aktivitas yang menyenangkan. Tidak
sekadar menyaksikan kegiatan bongkar muat kapal yang membawa ikan tapi juga bisa
merasakan segarnya tiupan angin yang berasal dari Selat Bacan maupun Selat Herberg. Tidak
jauh dari pelabuhan tersebut menuju ke arah barat, Anda akan bisa melihat sebuah bangunan
beratap hijau yang khas kolonial. Bangunan tersebut merupakan kedaton atau kraton dari
Kesultanan yang menjadi bangunan terakhir yang ditinggali oleh Sultan Bacan. Bangunan kraton
yang sekarang ini sekilas menyerupai rumah tinggal biasa. Akan tetapi, bila diperhatikan lebih
seksama lagi, gaya arsitekturnya masih menunjukkan ciri-ciri arsitektur gaya kolonial kuno pada
bagian atap dan jendela-jendela yang ada.
Kedaton atau Kraton Sultan Bacan ini terletak di Jalan Oesman Syah RT.03 RW.07 Kelurahan
Amasing Kota, Kecamatan Bacan, Kabupaten Halmahera Selatan. Lokasi kedaton ini berada
sekitar 100 meter dari Masjid Kesultanan Bacan.
Menurut Hikayat Bacan, yang dipublikasikan pada 1923 oleh W. Ph. Coolhaas dalam Tijdschrift
van het Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschap (jilid LXIII,
penerbitan kedua), disebutkan bahwa pada zaman dahulu kala pulau Ternate, Tidore, Moti,
Makian, dan Bacan menyatu dalam satu semenanjung, yang dinamakan Tanah Gapi. Kemudian
datanglah seorang saudagar sekaligus pendakwah dari Jazirah Arab yang bernama Jafar Sadek ke
Tanah Gapi. Jafar Sadek mempunyai empat orang anak laki-laki dan empat orang anak
perempuan. Ketika anak-anaknya telah menginjak dewasa, Jafar Sadek berdoa kepada Allah
SWT agar anak-anaknya kelak dijadikan raja di tempat yang berlainan, dan setelah itu terdengar
guntur, kilat, hujan dan angin ribut di malam yang gelap gulita. Akibatnya, Tanah Gapi terpecah
menjadi pulau-pulau. Anak lelaki pertama, Buka, kemudian bertolak ke Makian dan menjadi
cikal bakal Kerajaan Bacan. Anak lelaki kedua, Darajat, bertolak ke Moti dan menjadi cikal
bakal Kerajaan Jailolo. Anak lelaki ketiga, Sahajat, pergi ke Tidore dan menjadi cikal bakal
Kerajaan Tidore. Anak lelaki keempat, Mashur Malamo, berlayar ke Ternate dan menjadi cikal
bakal Kerajaan Ternate, sedangkan keempat anak perempuannya pergi ke Banggai dan
bermukim di sana. Kesultanan Bacan merupakan salah satu dari empat Kesultanan Moloku Kie
Raha (Kesultanan Empat Gunung di Maluku) yang ada di Maluku Utara.
Kedudukan awal Kerajaan Bacan bermula di Makian Timur, kemudian dipindahkan ke Kasiruta
lantaran ancaman gunung berapi Kie Besi. Kebanyakan rakyat Bacan adalah orang Makian yang
ikut dalam evakuasi bersama rajanya. Diperkirakan, Kerajaan Bacan didirikan pada tahun 1322.
Tidak jelas bagaimana proses pembentukannya tetapi bisa ditaksir sama dengan kerajaan-
kerajaan lainnya di Maluku, yakni bermula dari pemukiman yang kemudian membesar dan
tumbuh menjadi kerajaan.
Raja pertama Bacan, menurut hikayat tersebut adalah Said Muhammad Bakir, atau Said Husin,
yang berkuasa di Gunung Makian dengan gelar Maharaja Yang Bertahta Kerajaan Moloku
Astana Bacan, Negeri Komala Besi Limau Dolik. Raja pertama ini berkuasa selama 10 tahun,
dan meninggal di Makian. Pada 1343, bertahta di Kerajaan Bacan Kolano Sida Hasan. Dengan
bekerja sama dengan Tidore, Sida Hasan berhasil merebut kembali Pulau Makian dan beberapa
desa di sekitar Pulau Bacan dari tangan Raja Ternate, Tulu Malamo.
Hikayat Bacan juga menyebutkan bahwa Sida Hasan naik tahta menggantikan ayahnya
Muhammad Hasan. Pada masa Sida Hasan inilah terjadi evakuasi ke Bacan. Orang-orang
Makian yang dievakuasi ke Bacan menempati kawasan Dolik, Talimau dan Imbu-imbu. Raja
yang berkuasa setelah itu adalah Zainal Abidin. Sayangnya, hikayat ini tidak menjelaskan kapan
Sida Hasan maupun Zainal Abidin berkuasa. Kemungkinan besar keberadaan raja atau raja-raja
tertentu sebagai mata rantai yang hilang antara masa Sida Hasan dan Zainal Abidin, karena Sida
Hasan dikabarkan bertahta pada 1343, sementara Zainal Abidin pada 1522.
Bacan, dalam bahasa setempat memiliki arti harfiah membaca. Membaca di sini dimaknai
dengan memasukkan sesuatu, atau usaha sadar yang dilakukan seseorang untuk memasukkan
sesuatu ke dalam otaknya untuk menjadi pengetahuan. Makna tersebut tidak bisa dilepaskan juga
dengan tugas dan fungsi Sultan Bacan kala itu.
Kesultanan Bacan dalam Kesultanan Moloku Kie Raha memiliki peranan penting sebagai
pemasok bahan-bahan pangan untuk seluruh wilayah Maluku Utara. Pada masa kejayaannya
dulu, wilayah kekuasaan Kesultanan Bacan tergolong cukup luas, yaitu dari sebagian daerah di
Sulawesi bagian utara, Filipina bagian selatan hingga ke wilayah Papua sebelah barat. Tidak
hanya itu, Pulau Bacan yang menjadi pusat Kesultanan Bacan memiliki kekayaan hasil alam
yang diminati dunia internasional pada waktu itu berupa rempah-rempah, seperti cengkeh dan
pala. Tak heran kalau bangsa Portugis sebelum mengunjungi kawasan Maluku dengan
Kepulauan Rempah-Rempah (as Ilhas de Crafo).
Pengaruh bangsa Eropa pertama di Pulau Bacan diawali dengan kedatangan bangsa Portugis
untuk mencari rempah-rempah yang menjadi komoditas yang memiliki nilai ekonomis yang
tinggi di pasar Eropa kala itu. Bermula dari inilah akhirnya Pulau Bacan secara silih berganti
menjadi koloni sejumlah negara dari Eropa, seperti Portugis, Spanyol, dan terakhir Belanda.
Perebutan monopoli akan rempah-rempah tersebut, pada tahun 1889 sistem monarki Kesultanan
Bacan diganti dengan sistem ke pemerintahan di bawah kontrol Hindia Belanda.

Anda mungkin juga menyukai