Anda di halaman 1dari 10

PETILASAN OMPAK SANGHA

A. INFORMASI UMUM
Sembilan batu besar yang menyerupai bentuk kubus dengan lubang di bagian
tengah itu tertata di sebuah pekarangan dengan pembatas pagar tembok setinggi satu
meter. Beberapa pohon tumbuh di sekitar bebatuan itu. Jika tidak ada papan bercat putih
dengan tulisan Situs Umpak Songo, bisa jadi lokasi ini tidak banyak dikenal masyarakat.
Padahal, lokasi ini menjadi salah satu perjalanan penting Kerajaan Blambangan dalam
peperangan melawan pasukan VOC Belanda.
Umpak Songo adalah tumpukan batu berlubang mirip penyangga tiang bangunan
yang berjumlah sembilan. Umpak berarti tangga dan Songo berarti sembilan. Situs yang
terletak di Tembokrejo, Kecamatan Muncar ini adalah sisa-sisa Kerajaan Blambangan
ketika ibukota kerajaan pindah ke Ulupampang (kini Muncar) setelah Blambangan
dipecah menjadi dua yakni Blambangan barat dan Blambangan timur pasca
pemberontakan Jagapati terhadap VOC pada Oktober 1772.
Situs Umpak Songo adalah runtuhan bangunan yang menyisakan 49 batu besar
dengan sembilan batu di antaranya memiliki lubang pada bagian tengah yang diduga
berfungsi sebagai penyangga atau umpak. Situs ini diduga bekas balai pertemuan antara
Bupati Blambangan, Mas Alit (Raden Tumenggung Wiraguna) dengan bawahannya

B. SEJARAH
Pak Sadimin (penjaga petilasan) menceriterakan, bahwa ia mengantikan ayahnya
sejak tahun 1989. Ayahnya bernama Pak Senen yang juga mengantikan ayahnya (Pak
Nadi Gede) sejak Tahun 1971. Pak Nadi Gede adalah transmigran dari kabupaten Bantul
Yogyakarta. Pada zaman Hindia Belanda, tepatnya tahun 1916 ia pindah ke Blambangan
dan mendapat bagian lahan rabasan berupa hutan belantara.ketika lahan belantara itu
dibabad ternyata terdapat batu batu besar sebanyak 49 buah dan bekas bentengnya setebal
1 m dengan panjang keliling beberapa km yang mengelilingi lahan sekitar 500 ha.
Umumnya orang Jawa kejawen selalu sangat menghormati adanya petilasan leluhurnya.
Demikian pula pak nadi Gede sekeluarga, Sehingga petilasan itu tetap terawat baik hinga
sekarang. Baru pada 1973 petilasan ini dibuatkan tembok keliling , Kemudian pada 1982
sisa bata merah yang morat-marit itu ditata sebagai lantai berundag. Oleh Pak Sadimin,
Pak samsubur disodori catatan Legenda yang menyebutkan bahwa yang memberi nama
Ompak Sangha pada petilasan itu adalah Mangkubumi IX dari Solo pada tahun 1928 kala
berkunjung kesitu, katanya Juga disebut bahwa Ompak Sangha adalah petilasan dari
Kerajaan Blambangan pada masa raja Dhedhaliputih, Jatasura, Sedhah Mirah dan Minak
Jinggo. Benar kah demikian ? Bila tidak,lalu petilasan ompak Sangha itu dari siapa ?
Marilah hal ini kita kaji dan simak-bahas menurut kajian dan bahasan yang masuk akal.
Bukan sekedar dongeng yang penuh khayalan belaka.
1. MENURUT BABAD ORANG JAWA
Menurut Serat Babad Tawangalun dalam Pupuh Asmaradahana (4.6) menyebutkan:. "
Kutha ing Wijenan uni, kacatur in wayahira, Dalem Mas Purba jenenge, wolung
tahun umurira, jumeneng pangeran, sarta jinutukan wau, nggih pangeran danurejo”
Kemudian pada halaman (4.9) berbunyi : " Kawarnaha kutha nenggih, Wijenan ing
laminira, nulya ngalih kuthanira, babad alas Kebrukan antara pira laminipun, nulya
dados kang Negara” Menurut Babad Blambangan karya KRT Kartadiningrat
disebut :" Sarehning kraton Macaputih sampuh meh risak,dados kithanipun dhateng
Wijenan, kilennipun desa Macanputih, ing dhusun Balak (sapunika) Sareng Mas
Purba sampun yuswa 8 tahun kajumenengaken Pangeran ing Blambangan.ajejuluk
Pangeran Danureja. Sang narpati lajeng yasa kraton, malih ing Kebrukan" (Samsubur,
1995:19)
2. MENURUT PARA AHLI BELANDA
A. Dr, TH. Pigeaud dalam Catatan Jawa Sudut Timur, menulis :
Bahkan nama Macanputih hanya sedikit disebut, biasanya orang
memakainya sebagai petunjuk bagi daerah kerajaan Balambangan sebaliknya di
dalam Babad Tawangalun baru ada disebut Balambangan, ketika Pangeran
Danureja diangkat menjadi Adipati oleh orang Bali (l932: 239).
B. Dr. J.Brandes dalam Laporan Tentang Babad Blambangan menulis:
Pangeran Danureja raja yang masih muda (16 tahun) pernah membuat
sebuah kota baru di Hutan Kebrukan. Dengan begitu tempat dan nama
Blambangan masih tidak terlalu tua. Ini antara lain dibantah oleh berita-berita
yang lebih tua dari Eropa,(TBG 37/1894 : 340).
C. Lekkerkerker menulis:
Raja bawahan (Bali) yang bernama Danureja itu membuat suatu kota baru
bagi dirinya di Hutan Kebrukan di Iateng dekat dengan Ulu Pampang (Tratas,
sekarang) yaitu di pintu masuk dari Teluk Pampang (Pangpang) Mungkin "Arya
Blambangan " itu adalah sisa-sisa dari kota Lateng.Dalam Indisch Uids , 1923 :
1043) yang berupa sisa-sisa dari tembok-tembok suatu kota yang panjang 1.800 m
dan lebar 1.000 m.
3. MENURUT BALAI ARKEOLOGI YOGYAKARTA
Hasil penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta sebagai Dinas Purbakala Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI pada bulan Juli 1993 sebagai berikut :
a) Temuan artefak berupa stupika tanah di Dusun Paludem desa Tembokrejo,
Kecamatan Muncar Di gumuk Klinthing di dusun tersebut juga di ketemukan
Gentha kecil (klinthing). Ini informasi dari penduduknya.
b) Situs Gumuk Jadah terletak di dusun Palureja Desa Tembokrejo. Di sini di
ketemukan 8 buah Umpak batu sebagai penyangga tiang bangunan rumah pada
masa lalu. Di permukaan tanahnya juga diketemukan fragmen batu-bata kuna
yang berukuran relatif besar. Tata ruang situs ini bergerak sekitar 1 km di utara
situs Umpak Sangha.
c) Situs Bale kambang di dusun Sukosari, desa Blambangan kecanatan Muncar. Tata
ruang situs ini berjarak 3/4 km di barat Tembokrejo. Secara vertikal struktur
gumuk situs Balekambang ini bertingkat 3 melingkar.
d) Situs Umpak Sangha ( Himpunan Umpak) terletak di dusun Krajan desa
Tembokrejo kec. Muncar. Situs Umpak Sangha ini ada di bagian dalam Kawasan
situs Tembokrejo. Perkiraan luas situs Tembokrejo yang dibatasi tembok (beteng)
keliling setebal 1m dengan bahan batu karang itu sekitar 500 ha. Tingkat
kerusakan situs Umpak sangha sangat parah, karena perluasan pemukiman
penduduk dan aktivitas pembuatan bata serta persawahan. Situs Tembokrejo ini
berbatasan dengan Teluk di timur, Desa Blambangan dibarat, Dusun Sukasari di
Utara dan Dusun Kauman Kulon di Selatan. Di luar tembok keliling kawasan
situs Tembokrejo ini terdapat aliran sungai kecil. Ini dapat diperkirakan sebagai
jagang bagi seluruh bangunan kraton Blambangan dalam memperlambat serangan
musuh yang akan masuk kraton pada masa lalu. Sisa-sisa tembok keliling yang
diketemukan sekarang ini oleh penduduk setempat disebut "lungur". Situs
Umpak Sangha ini diketemukan umpak batu berjumlah 49 buah besar/kecil ,
artefak berupa fragmen (potongan) gerabah ( barang-barang dari tanah liat bakar)
dan fragmen keramik asing.
Kesimpulan Balai Arkeologi Yogyakarta dari belasan temuannya itu menyatakan
bahwa, Situs Tembokrejo ini menunjukan adanya pertumbuhan dan perkembangan
sosial budaya budaya Hinduistik pada masa lampau di wilayah ini (Drs. A.Q.
Nawawi, 1993 :13-14). KESIMPULAN
A. Antara Babad Tawangalun (Babad Blambangan), Babad Wilis, Hasil penelitian
para Ahli dan hasil temuan dari penelitian Balai Arkeologi Yogyakarta ternyata
saling melengkapi dalam memgungkap latar belakang sejarah situs (petilasan)
Umpak Sangha.
B. Situs Umpak sangha dan situs Tembokrejo adalah reruntuhan dan sisa-sisa Kraton
dan KOTA BLAMBANGAN yang bertahan selama 58 tahun.
C. Pendiri KOTA BLAMBANGAN lengkap dengan istana kerajaan adalah Pangeran
Danureja (ayah Pangeran Jingga atau Pangeran Danuningrat) pada tahun 1705 M
dalam usia 16 tahun.
D. Hancurnya KOTA BLAMBANGAN dan kembali menjadi hutan belantara lagi
pada tahun 1763 M akhir dari masa pemerintahan Pangeran Jingga (Pangeran
Danuningrat) akibat dari perang saudara dengan para pengikut Wong agung Wilis
(Adik Pangeran Danureja).
E. Situs Umpak Sangha dan Situs Tembokrejo sebagai sisa - sisa reruntuhan KOTA
BLAMBANGAN bersifat Hinduistik

C. AKSES
Dari perempatan lampu merah srono itu terus ke arah timur. Sekitar 5 Km dari
perempatan ke timur. Rute yang dilalui sangat mudah, jalan yang kami lewati juga
beraspal. Lokasinya berada Dusun Muncar Baru, Tembokrejo, Muncar, Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur

PUSAT PELELANGAN IKAN MUNCAR


A. INFORMASI UMUM
Muncar dikenal sebagai pelabuhan penghasil ikan terbesar di Jawa dan terbesar
kedua di Indonesia setelah Bagansiapiapi, Riau. Pelabuhan ini sudah ada sejak masa
Kerajaan Blambangan. Aktivitas penangkapan ikan pun sudah dilakukan sejak lama
dengan alat tangkap dan perahu yang masih sederhana.
Pada masa kolonial, Banyuwangi masuk wilayah Karesidenan Besuki. Saat itu
wilayah Besuki mengandalkan pertanian yang berorientasi ekspor. Sehingga sektor
perikanan kurang mendapat perhatian serius. Hasil tangkapan ikan masih berorientasi
lokal. Produk ikan dari Banyuwangi, misalnya, disalurkan ke Jember.
Jenis ikan yang banyak terdapat di perairan Muncar adalah lemuru. Menurut
Nawiyanto, pada 1960 lemuru menyumbang sekitar 70 persen dari total tangkapan di
Muncar. Hal ini mendorong tumbuhnya pabrik pengolahan dan pengawetan ikan.
Ikan lemuru merupakan komoditas utama nelayan Muncar yang memasok puluhan
industri perikanan di Banyuwangi.

B. SEJARAH
Sejak pertengahan 1920-an, sejalan dengan kebijakan pemerintah kolonial untuk
mengurangi ketergantungan pada impor ikan, armada Jepang dan Belanda terlibat
dalam eksploitasi sumber daya ikan. Para nelayan asing ini menggunakan perahu dan
alat tangkap yang lebih maju. Mereka juga mendirikan pabrik pengolahan ikan di
Banyuwangi. Operasi penangkapan ikan modern tampaknya telah meningkatkan
ukuran tangkapan ikan. Perikanan laut Besuki tumbuh pesat, ditunjukkan dengan
munculnya kompleks penangkapan ikan Muncar sebagai pusatnya
Produk ikan dan juga ikan kalengan dari Banyuwangi mulai diekspor. Optimisme
muncul bahwa Muncar adalah pesaing utama bagi pusat penghasil ikan di Siam.
Penurunan sempat terjadi sebelum dan selama masa pendudukan Jepang. Tapi setelah
itu produksi ikan pulih kembali. Jawatan Perikanan Laut mulai giat lagi melakukan
penelitian perikanan laut. Jawatan juga mendorong pembuatan perahu baru dengan
memberikan bantuan pinjaman uang untuk pembelian kayu atau memperbaiki perahu
tua.

C. AKSES
Dari perempatan itu kami terus ke arah timur. Sekitar 5 Km dari perempatan ke
timur, akhirnya kami sampai di Pelabuhan Muncar. Rute yang dilalui sangat mudah,
jalan yang kami lewati juga beraspal. Banyaknya aktivitas warga baik menjemur ikan,
menimbang ikan, dan lain sebagainya, menjadi penanda bahwa di tempat yang kami
datangi tersebut memang benar-benar Pelabuhan Muncar.
Jika kami lihat pada global positioning system (GPS), Pelabuhan Muncar tersebut
terletak pada titik koordinat 8,44’45” Lintang Selatan (LS) dan 114,33″112” Bujur
Timur (BT). Selain itu, bau menyengat di hidung juga menjadi tanda yang paling pas
untuk menandakan bahwa kami sudah sampai di Pelabuhan Muncar.

PURA AGUNG BLAMBANGAN


A. INFORMASI UMUM
Pura ini merupakan Pura terbesar kedua di pulau Jawa setelah Pura
Gunung Salak, yang terletak di Jawa Barat, dan Pura Agung Blambangan tersebut
terbesar dibandingkan 92 buah pura lainnya yang ada di Banyuwangi. Pura yang
berdiri sehak tahun 1974 ini, baru diresmikan pada 28 juni 1980 silam tepatnya
hari sabtu wuku Kuningan yang bertepatan dengan hari raya Kuningan.
Pura Agung Blambangan, awalnya merupakan situs umpak songo,
peninggalan zaman kerajaan Blambangan. Pura ini lalu pindah ke tempat
sekarang dengan luas lahan sekitar satu hektar dan bisa menampung sekitar seribu
umat untuk berdoa bersama. Dari catatan Edi, saat ini umat Hindu di Kabupaten
Banyuwangi ada sekitar 17 ribu jiwa ditambah dengan umat Hindu dari Bali
jumlahnya cukup banyak.

B. SEJARAH
Pura Agung Blambangan, awalnya merupakan situs Umpak Songo,
peninggalan zaman Kerajaan Blambangan,” turur pria yang usianya sudah
berkepala tujuh ini.
Nama Pura Agung Blambangan, lanjutnya, dilatarbelakangi oleh sejarah
perkembangan agama Hindu di Jawa Timur, di mana pada bagian Timur dari
zaman Kerajaan Majapahit, wilayah ini telah disebut Blambangan. Dikatakannya,
masyarakat setempat meyakini tempat di sekitar Desa Blambangan adalah pusat
Kerajaan Blambangan. Keyakinan ini dikarenakan terdapat penemuan
peninggalan sejarah mengenai Kerajaan Blambangan. Selain itu, lanjutnya,
terdapat pula situs Umpak Songo yang hanya berjarak satu kilometer arah timur
Pura Agung Blambangan,Banyuwangi. Zaman dahulu, banyak warga menemukan
benda-benda sejarah ketika menggali tanah di sekitar lokasi, seperti genta
kuningan dan berbagai perabot terbuat dari keramik China. Ada juga pernah
menemukan arca dan berbagai benda bertuah lainnya.
Ditemukan juga situs Bale Kambang di Desa Blambangan, Muncar.
Konon tempat ini adalah tempat pertemuan rahasia raja Blambangan. Bale
Kambang kini sudah tertimbun oleh pepohonan. Bentuknya menyerupai bukit
yang menjulang tinggi. Di sekitarnya terlihat jelas tanah mendatar mirip bekas
kolam. Menilik bahasanya, Bale Kambang diartikan sebagai balai yang dibangun
di atas air. Ada juga yang menyebut balai ini adalah kaputren Permaisuri Raja
Blambangan.
Di sekitar Bale Kambang, terdapat sejumlah bukti sejarah yang
menguatkan adanya bekas kerajaan besar. Tak jauh dari bale, ada sebuah tanah
tinggi yang memanjang. Bentuknya mirip sebuah bukit berbaris. Dipercaya ini
adalah tembok istana yang mengelilingi Bale Kambang. Tempat ini terbuat dari
tumpukan batu cadas berukuran besar. Selanjutnya daerah ini dikenal dengan
nama Tembokrejo. Selain tembok raksasa, banyak lagi situs di sekitar Bale
Kambang. “Saat dibangunnya pura, ditemukan sumur gaib di sekitar lokasi pura
sumur ini diyakini sumur bekas peninggalan Kerajaan Blambangan,” beber
Mangku Paimin yang sudah ngayah jadi pemangku sejak 1969.
Diakui Mangku Paimin, sumur yang kini menjadi sumber untuk tirta itu,
kerap menunjukkan hal gaib. “Kadang muncul bulus putih dan seorang wanita di
depan padmasana. Kejadian itu kerap dilihat orang yang mempunyai daya supra,”
terang Mangku Paimin, yang akhirnya memilih memeluk agama Hindu di tengah
lingkungan keluarga tetuanya yang beragama Islam.
Di kawasan Pura Agung Blambangan, lanjutnya, ada lima sumber mata air yang
berfungsi untuk panglukatan, dinamai tirta panca limo panglukatan.

C. AKSES
Meluncur berkendaraan sekitar 1 jam 15 menit dari Pelabuhan Ketapang
Banyuwangi menuju lokasi Pura Agung Blambangan.
Mencari Pura Agung Blambangan tak terlalu sulit. Tak bakalan tersesat jauh bila
ragu, karena sebagian warga di pinggir jalan mengetahuinya. Tiba di Jalan
Tembok - Kemendung, kemudian berbelok kiri di jalan menuju pura, tepatnya
berada di kawasan Jalan Denpasar. Areal parkir cukup luas di sekitar pura, dan
terdapat pula sarana kamar mandi dan warung penduduk sekitar yang tertata rapi.
Sejumlah pamangku sudah siaga, bahkan ada yang berada di luar pura.

TELUK BIRU
A. INFORMASI UMUM
Teluk Blue Bay salah satu alternative snorkeling di banyuwangi selain pantai bama
di baluran atau pulau tabuhan. Keindahan bawah laut Blue Bay tidak kalah dengan kedua
wisata diatas. Laut disini juga masih asri dan belum terekpose, terbukti dari warna
lautnya yang biru jernih. itulah kenapa teluk ini dinamakan teluk biru atau Blue Bay.
Agar tidak terjadi lagi pengeboman ikan, kawasan ini dilindungi oleh komunitas
sekitar yang bernama Gemuruh (Gerakan Muncar Rumahku). Komunitas ini mempunyai
beberapa kegiatan pelestarian lingkungan. Diantaranya adalah penanaman fish
apartement, transplantasi terumbu karang, dan penanaman pohon mangrove yang
bertujuan untuk menyelamatkan alam sekitar. Disini juga terdapat budidaya kerang
mutiara yang PT. DISTY.
Lokasi Teluk Biru berada di Muncar Banyuwangi di balik semenanjung
Sembulungan, Teluk ini masih masuk di kawasan Taman Nasional Alas Purwo.
Masyarakat sekitar menyebut teluk biru dengan sebutan Senggrong. Jadi jika anda
bertanya kepada masyarakaat sekitar dengan bertanya teluk Biru, anda tidak akan
mendapatkan informasi yang anda cari. Jadi bertanyalah dengan sebutan Senggrong.
Ombak di daerah muncar cukup besar jadi kalau mau datang di pagi hari sampai
siang hari, karena kalau di sore hari para nelayan tidak mau mengantarkan karena
ombaknya yang terlalu besar. Sebelum anda bepergian wisata jangan lupa untuk
menyiapkan segala perlengkapan, dan jangan lupa membawa kamera untuk
mengabadikan moment keindahan Teluk Biru. Setelah itu periksa kondisi kendaraan anda
supaya liburan anda berjalan dengan lancar. Jaga kondisi diri anda dan selalu berhati –
hati.

B. AKSES
Akses darat menuju Teluk biru masih belum ada, jadi anda harus menyewa
perahu atau boat untuk pergi kesana, harga pasaran menyewa perahu di banyuwangi
sekitar Rp 300.000 hingga Rp 500.000. Ombak di daerah muncar cukup besar jadi kalau
mau datang di pagi hari sampai siang hari, karena kalau di sore hari para nelayan tidak
mau mengantarkan karena ombaknya yang terlalu besar. Lama perjalanan dari Muncar
ke Teluk Biru sekitar 2 jam perjalanan. Waktu terbaik pergi ke Teluk Biru adalah di Jam
2 dini hari sehingga anda bisa menikmati sunrise di tengah laut.

HUTAN DE DJAWATAN
A. INFORMASI UMUM
Salah satu obyek wisata di Kabupaten Banyuwangi adalah De Djawatan. Hutan
dengan pepohonan trembesi yang besar ini bagaikan Hutan Fangorn dalam film Lord of
The Rings. Dulunya hutan ini sebuah bangunan tua yang dulunya digunakan untuk
pengelolaan Transportasi Kereta Api. Namun, saat ini wisata Jawatan sudah beralih
fungsi sebagai tempat wisata yang menyajikan pemandangan alam dari rimbunan pohon
trambesi yang memiliki usia ratusan tahun dan memiliki diameter rata rata 3 meter.
Jawatan Benculuk selain difungsikan sebagai tempat wisata juga difungsikan sebagai area
resapan air dan penimbun kayu jati yang berkualitas yang dikelola oleh Perhutani
Banyuwangi. Saat ini jaatan sudah beralih nama menjadi De Djawatan

B. SEJARAH
Wisata Jawatan Benculuk mulai didirikan pada tahun 1951 sampai tahun 1962.
Berdasarkan data arsip Perhutani pemerintahan Banyuwangi, luas tempat wisata ini
dulunya 5,2 hektar. Dan sampai saat ini luas lahan yang tersisa tinggal 3,8 hektar.
Uniknya, Jawatan Benculuk Banyuwangi adalah satu satu nya tempat yang
mempunyai sumber tenaga listrik mandiri. Jadi untuk memenuhi kebutuhan energi listrik
tempat wisata ini tidak bergantung pada daerah lainnya. Selain itu Jawatan juga masih
menyimpan sebuah kereta tua (Sepur Klutuk) yang dilengkapi dengan teknisi dan juga
bengkel nya. Dan kereta tua ini dulunya beroperasi antar kecamatan di Kabupaten
Banyuwangi, mulai dari Kalibaru, Genteng, Purwoharjo, Alas Purwo, Srono, Rogojampi,
dan Banyuwangi Kota. Di beberapa kecamatan tersebut, rel Sepur Klutuk ini masih bisa
dijumpai, namun kebanyakan rel sudah banyak yang hilang, baik tertimbun tanah
maupun dikarenakan ulah tangan tangan yang tidak bertanggung jawab.

C. AKSES
Jawatan terletak di Kabupaten Banyuwangi, tepatnya di Kecamatan Cluring, Desa
Benculuk. Lokasi Jawatan juga tidak terlalu jauh dari pusat Kota Banyuwangi. Perjalanan
dari Banyuwangi Kota menuju tempat ini memakan waktu kurang lebih 30 menit. Akses
menuju lokasi wisata juga tidak sulit, karena tempat ini berada tidak jauh dari jalan raya,
tepatnya 50 m dari jalan raya.
Rute yang harus dilalui adalah jalan utama Banyuwangi-Jember ke arah selatan.
Namun sesampainya di Rogojampi, jalan utama Banyuwangi-Jember akan bercabang di
sebuah pertigaan. Jika hendak menuju De Djawatan, maka ambil jalan yang lurus ke
selatan. Selanjutnya cukup ikuti jalan utama ke arah selatan. Nantinya perjalanan akan
melewati Kecamatan Srono dan akhirnya sampai di pasar dan pertigaan Desa Benculuk,
Kecamatan Cluring.

Anda mungkin juga menyukai