Anda di halaman 1dari 5

Nama : Indah Nor Janah

NIM : 19130067

Matkul : Sejarah

1. Masa Prasejarah (Kapak Lonjong)

Kapak lonjong merupakan salah satu benda peninggalan zaman neolitikum. Di


Indonesia, kapak lonjong di Indonesia ditemukan di daerah yang tertentu saja,
tepatnya di daerah Indonesia bagian timur seperti Pulau Flores, Maluku, Papua dll.
Namun, kapak jenis ini juga ditemukan keberadaannya di daerah Serawak tepatnya di
Gua Niah.

 Bahan dan pembuatan

Kapak ini umumnya terbuat dari batu kali yang berwarna kehitaman. Selain
itu, kapak ini juga bisa terbuat dari jenis nefrit yang berwarna hijau tua. Bahan kapak
bisa saja berasal dari kerakal yang memang sesuai dengan bentuknya atau melalui
proses penyerpihan dari segumpal batu.

 Bentuk dan ciri ciri


a. Penampang berbentuk lonjong
b. Ujung kapak yang agak lancip yang digunakan sebagai tangkai kapak
c. Ujung di sisi lain yang mempunyai bentuk agak bulat dan tajam yang digunakan
untuk memotong dan memangkas
d. Terbuat dari bahan dasar batu
 Fungsi
a. Memotong makanan
b. Pekakas
c. Mencangkul
d. Benda wasiat
e. Upacara
2. Hindu-Budha (Prasasti Dinoyo)

Prasasti Dinoyo adalah prasasti yang berupa lempengan batu berukir yang berisi
beberapa baris tulisan. Prasasti ini adalah salah satu prasasti yang ditemukan sekitar 5
kilometer sebelah barat kota Malang, Jawa Timur. Prasasti ini unik karena selain sebagai
prasasti pertama yang berhuruf Jawa Kuno, juga dipadu dengan bahasa Sanskerta.
Prasasti ini merupakan bukti adanya pemerintahan Kerajaan Kanjuruhan.

Berdasarkan sejarahnya, wilayah Kelurahan Dinoyo dan sekitarnya yang berada


di tepian Sungai Metro diketahui merupakan kawasan pemukiman yang memiliki nilai
sejarah. Berbagai bangunan percandian, arca-arca, bekas-bekas pondasi batu bata, bekas
saluran drainase, beraneka bentuk gerabah, dan prasasti-prasasti dari periode akhir
Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 dan ke-9) ditemukan di tempat yang berdekatan,
termasuk Prasasti Dinoyo ini.

Isi dari prasasti inilah yang menguak sejarah masa lalu Malang. Isinya dapat kita
tafsirkan sebagai berikut: Malang pernah berdiri sebuah kekuasaan / kerajaan yang
disebut dengan Kanjuruhan. Kanjuruhan dipimpin oleh raja yang bijaksana yang bernama
Deva Singha, dia memiliki putra bernama sang Liswa sebagai penerusnya. Setelah
menjadi raja Liswa bergelar Gajayana. Gajayana sangat memuliakan sang Resi Agastya.
Gajayana memiliki seorang putri bernama Uttejana, yang kelak kawin dengan klan dari
kerajaan di kawasan Barat.

Salah satu isi piagam Dinoyo adalah sederet kalimat yang tiada lain dari simbol
penanggalan Kuno yang berbunyi “Nayana Vasu Rasa”, yang bila diterjemahkan
berdasarkan 'rumus' Candra Sengkala maka deretan kata-kata itu bernilai 760 masehi
alias 13-an abad silam. Lebih dari seribu dua ratus tahun yang lalu.

3. Masa Islam (Masjid Agung Demak)

Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid tertua yang ada di Indonesia.
Masjid ini terletak di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kecamatan Demak,
Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Masjid ini dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali)
yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa yang disebut dengan Walisongo. Pendiri
masjid ini diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan
Demak sekitar abad ke-15 Masehi.
Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi. Bangunan induk
memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru. Salah satu dari tiang utama tersebut
konon berasal dari serpihan-serpihan kayu, sehingga dinamai saka tatal. Bangunan
serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk limas yang ditopang delapan
tiang yang disebut Saka Majapahit. Atap limas Masjid terdiri dari tiga bagian yang
menggambarkan ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat “Pintu
bledeg”, mengandung candra sengkala, yang dapat dibaca Naga Mulat Salira Wani,
dengan makna tahun 1466 M.

Kini bangunan masjid banyak yang rapuh ditelan usia. Sebagian sudah diganti
tanpa mengubah bentuk masjid. Yang sampai sekarang masih terpasang adalah satu tiang
atau saka tatal masjid. Tiang tersebut saat ini dibungkus kayu karena banyak pengunjung
masjid yang usil mengambil potongan-potongan kayu tersebut. Jemaah yang berkunjung
ke Masjid Demak masih dapat menikmati benda-benda asli peninggalan para wali seperti
tiang masjid dan bedug di museum yang terletak di sebelah kanan masjid.

Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-
raja Kesultanan Demak termasuk di antaranya adalah Sultan Fattah yang merupakan raja
pertama Kesultanan Demak dan para abdinya. Di kompleks ini juga terdapat Museum
Masjid Agung Demak, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat Masjid Agung Demak.

Unsur Perubahan

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat unsur perubahan peninggalan dari
masa Prasejarah, Hindu-budha, sampai masa Islam. Pada masa prasejarah peninggalannya masih
berebentuk masif, terbuat dari batu dan logam dengan teknologi yang seadanya, tidak ada unsur
tulisan sama sekali karena pada masa ini manusia belum mengenal adanya tulisan, sehingga pada
masa ini peninggalannya prasejarah masih berbentuk sederhana seperti kapak perimbas dan alat
serpih lainnya. Sedangkan pada masa Hindu-budha manusia sudah mengenal adanya tulisan, dan
memiliki pikiran yang lebih maju dari sebelumnya sehingga manusia pada masa ini sudah bisa
menghasilkan bangunan seperti candi, prasasti yang didalamnya terdapat tulisan dll. Sedangkan
pada masa islam, kepercayaan agama islam ini mempengaruhi budaya dan pikiran manusia
sehingga pada masa ini manusia bisa menghasilkan kebudayaan yang berbau agama islam seperti
masjid, kaligrafi dll.
Link Video : https://youtu.be/IxKgUotbzEk

Anda mungkin juga menyukai