Anda di halaman 1dari 8

GUNUNG IJEN

A. INFORMAIS UMUM
Gunung Ijen adalah sebuah gunung berapi yang terletak di perbatasan antara
Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Indonesia. Gunung ini
memiliki ketinggian 2.386 mdpl dan terletak berdampingan dengan Gunung Merapi.
Gunung Ijen terakhir meletus pada tahun 1999. Salah satu fenomena alam yang paling
terkenal dari Gunung Ijen adalah blue fire di dalam kawah yang terletak di puncaknya.
Pendakian gunung ini bisa dimulai dari dua tempat. Pendaki bisa berangkat dari
Banyuwangi ataupun dari Bondowoso.
Kawah Ijen adalah sebuah danau kawah yang bersifat asam yang berada di
puncak Gunung Ijen dengan kedalaman danau 200 meter dan luas kawah mencapai 5.466
Hektar. Danau kawah Ijen dikenal merupakan danau air asam kuat terbesar di dunia[1].
Kawah Ijen berada dalam wilayah Cagar Alam Taman Wisata Ijen Kabupaten
Bondowoso dan Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Fenomena eternal blue fire atau
api biru abadi berada di dalam kawah Ijen, dan pemandangan alami ini hanya terjadi di
dua tempat di dunia yaitu Etiopia (gunung Dallol) dan Ijen.[2] Blue fire hanya dapat
dilihat oleh mata manusia saat tidak ada cahaya, karenanya waktu ideal untuk melihatnya
adalah jam 2 hingga jam 4 dinihari, karena pendakian Gunung Ijen baru mulai dibuka
jam 2 dinihari. Dari Kawah Ijen, kita dapat melihat pemandangan gunung lain yang ada
di kompleks Pegunungan Ijen, di antaranya adalah puncak Gunung Marapi yang berada
di timur Kawah Ijen, Gunung Raung, Gunung Suket, dan Gunung Rante.
Banyak event yang sering kali diadakan, terutama oleh Pemerintah Kabupaten
Banyuwangi yang sekarang sedang giat-giatnya mempromosikan Kawah Ijen dalam
daftar objek wisatanya. Event-event itu diantaranya: Tour de Ijen (sekarang berubah
nama 'International Tour de Banyuwangi Ijen'), Jazz Ijen Banyuwangi, dsb.

B. SEJARAH
Nama Ijen mulai dikenal dunia sejak kedatangan dua turis asal Perancis, Nicolas
Hulot dan istrinya Katia Kraft pada tahun 1971. Mereka menuliskan kisah pesona Kawah
Ijen beserta kerasnya kehidupan para penambang bongkahan belerang di majalah
Geo,Perancis. Dua hal inilah yang menjadi daya tarik utama bagi para wisatawan dan
fotografer dunia.
Nama Gunung Ijen juga disebut-sebut tatkala seorang pangeran dari Kerajaan
Wilis bergerilya melawan VOC dari balik lereng pegunungan Ijen pada masa penjajahan.
Meski akhirnya kalah, kisah ini membuktikan Ijen sebagai tempat persembunyian yang
ideal bagi para pejuang Blambangan. Tanahnya yang bergunung-gunung dan dipenuhi
hutan lebat, sungguh menakutkan bagi orang luar. Kesan angker begitu melekat di
wilayah tak bertuan ini.
Kartu Pos Belanda pembangunan Irigasi Kawah Idjen di Banyuwangi 1900an . Alam Ijen
mulai tersentuh tatkala Kompeni Belanda menyewakan tanah yang amat luas di daerah
Besuki, Panarukan, Probolinggo dan sekitarnya kepada saudagar dan kapten penduduk
Cina di Surabaya yang kaya raya, Han Chan Pit dan saudaranya, Han Ki Ko.
Untuk menarik minat pekerja, mereka membagi-bagikan beras gratis saat musibah
kelaparan menyerang. Dalam waktu singkat, datanglah 40 ribu pekerja asal Madura.
Mereka membuka lahan, bertanam padi dan sayuran, menggunakan sistem irigasi yang
teratur. Namun meletusnya pemberontakan para petani yang dipimpin Kiai Mas pada
tahun 1813 membuat tanah sewaan ini dibeli kembali. Pelaksanaan politik culturstelse
oleh Belanda di akhir abad ke-19 memaksa pembukaan kembali lahan-lahan terpencil ini,
termasuk Pegunungan Ijen untuk dijadikan perkebunan kopi dan karet. Lagi-lagi
didatangkan ribuan pekerja asal Madura. Maka terciptalah ‘Madura kecil’ yang menjadi
pusat pemukiman orang Madura beserta adat, budaya, dan bahasanya. Madura kecil kini
masih bisa kita jumpai di sebagian Jember, Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi.

C. AKSES
Pertama, rute dari Banyuwangi menuju Licin yang jaraknya 15 kilometer, dapat di
lalui dengan kendaraan roda dua atau roda empat selama sekitar 30 menit. Kondisi
jalanannya rusak dan karena itu rute ini lebih sulit di lalui.Biasanya digunakan oleh para
pendaki untuk rute pendakian Gunung Ijen. Dari Licin menuju Paltuding yang berjarak
sekitar 18 km perjalanan dapat diteruskan dengan kendaraan bermotor terutama jenis jeep
double gardan karena sekitar 6 km sebelum sampai di Paltuding melewati jalan yang
dinamakan tanjakan erek-erek yaitu berupa belokan berbentuk S dan sekaligus menanjak,
perjalanan memerlukan waktu sekitar satu jam, karena jalanan sering rusak oleh air hujan
maupun dilewati truk pengangkut Belerang setiap hari. Dari Patulding Anda tinggal
berjalan kaki melewati jalan setapak dan tebing kaldera sejauh 3 kilometer menuju dasar
Kawah Ijen. Total jarak tempuh melewati rute ini adalah 38 kilometer.
Untuk menuju Kawah Ijen bisa ditempuh melalui 2 jalur yaitu, barat dan timur.
Rute menuju kawah Ijen yang dapat di tempuh yaitu dari Banyuwangi dan Bondowoso.
Para pendaki lebih banyak memilih jalur barat, karena terbilang mudah dan hanya
memerlukan waktu 1,5 jam dari ujung jalan menuju tepi danau. Dengan rute sebagai
berikut:
1. Surabaya – Bondowo 191 Km dengan bus
2. Bondowoso – Sempol 165 Km dengan bus
3. Sempol – Banyupait 14 Km dengan bus
4. Banyupait – Paltuding 4Km dengan mobil
5. Paltuding – Kawah Ijen 3 Km dengan jalan kaki

Rute pendakian
Untuk mencapai kawah Gunung Ijen di Banyuwangi, bisa menggunakan kereta api
ekonomi dengan tujuan Banyuwangi dan turun di Stasiun Karangasem kemudian naik
ojek dengan tujuan Kecamatan Licin dan Desa Banyusari. Dari Banyusari, perjalanan
dilanjutkan menuju Paltuding dengan menumpang truk pengangkut belerang atau
menggunakan bus dan turun di Banyuwangi kota kemudian naik ojek bisa langsung ke
Paltuding atau ke Desa Banyusari juga bisa namun dengan menggunakan bus tarif yang
dikeluarkan akan lebih mahal. Pintu gerbang utama ke Cagar Alam Taman Wisata
Kawah Ijen terletak di Paltuding, yang juga merupakan Pos PHPA (Perlindungan Hutan
dan Pelestarian Alam). Alternatif rute adalah Bondowoso - Wonosari - Tapen - Sempol -
Paltuding. Fasilitas lain yang dapat dinikmati oleh pengunjung antara lain pondok wisata
dan warung yang menjual keperluan pendakian untuk menyaksikan keindahan kawah
Ijen. Dari Paltuding berjalan kaki dengan jarak sekitar 3 km. Lintasan awal sejauh 2 KM
cukup berat karena menanjak. Sebagian besar jalur adalah dengan kemiringan 25-35
derajat. Selain menanjak, struktur tanahnya juga berpasir sehingga menambah semakin
berat langkah kaki karena harus menahan berat badan agar tidak merosot ke belakang.
Setelah beristirahat di Warung Pos Bundar (pos yang unik karena memiliki bentuk
lingkaran), jalur selanjutnya naik agak curam dan licin, dilanjutkan 1 KM terakhir relatif
landai, tetapi wisatawan / pendaki disuguhi pemandangan deretan pegunungan yang
sangat indah. Untuk turun menuju ke kawah harus melintasi medan berbatu-batu sejauh
800 meter dengan kondisi yang terjal hingga kemiringan 45 derajat.
PANTAI CACALAN

A. INFORMASI UMUM
Pantai yang terletak di Sukowidi, Kelurahan Klatak, Kecamatan Kalipuro ini
ternyata diprakarsai oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) lingkungan setempat.
Pemandangan yang bisa anda dapatkan di tempat ini memang menarik, tidak hanya
indahnya pasir pantai yang mengundang anda untuk berlarian dan bermain di atasnya,
namun birunya air laut Selat Bali yang berkilauan di bawah cahaya sinar matahari benar-
benar sayang untuk dilewatkan.Letak Pantai Cacalan berada di alamat Desa Sukowidi,
Klatak, Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur 6842. Mengenai Jam Buka Pantai
Cacalan mulai pukul 05.00 - 23.00 WIB pada setiap harinya.
Mengenai fasilitas umum di Pantai Cacalan ini juga sudah cukup memadai,
seperti area parkir, kamar mandi, tempat makan, ayunan kayu, payung berteduh, hingga
tempat beribadah semua tersedia komplit. Untuk warung makan menyediakan beragam
menu seefood dan lainya dapat ditemukan di sekitar pantai ini. Menikmati kuliner Jatim
di atas Gazebo sambil menikmati pemandangan indah Pantai Cacalan ini tentu membuat
berwisata kalian semakin berkesan. Bagi yang hobi berkuda Lokasi pantai Cacalan ini
dapat dijadikan pilihan yang tepat. Di lokasi wisata pantai ini menyediakan persewaan
kuda untuk berkeliling menyusuri bibir panti. Di sana juga tersedia penyewaan perahu
kano atau perahu karet yang tentunya akan menemani liburan semakin seru.

B. SEJARAH
Semua orang pasti bingung kenapa pantai ini disebut nama Cacalan. Karena setiap
nama Pantai terutama di Jawa ada cerita dan asal usulnya. Jika kalian ingin mengetahui
sejarah Pantai Cacalan Banyuwangi bisa bertanya warga sekitar yang berada disana.
Sejarah singkat dari Pantai ini, di sekitar Pesisir Pantai Bulusan, Dermaga Cinta- Cacalan
hingga pantai Ancol yang banyak ditumbuhi pohon Jajang atau bambu. Pada saat itulah
lahan pertanian dan pohon bambu di cacal atau di pacul. Dari situlah asal usul pantai ini
disebut dengan pantai Cacalan.

C. AKSES
Untuk rute menuju Pantai Cacalan Banyuwangi cukup mudah ditempuh, jika
kalian dari arah Pusat Kota Banyuwangi arahkan kendaraan kalian menuju Pelabuhan
Ketapang, kalian akan melewati Pasar Kampung Arab atau pasar Lateng, kemudian
Supermarket Hardy ikuti jalan tersebut hingga menemui Pertigaan Lampu Lalu Lintas
Sukowidi, lalu lurus nanti setelah melewati Pom Bensin kiri jalan dan Indomaret di kanan
jalan ada puteran balik dan disebrangnya ada gapura bertuliskan Pantai Cacalan. Ambil
jalur memasuki gang tersebut dan kalian akan sampai di Pantai Cacalan.
TAMAN SRITANJUNG
A. INFORMASI UMUM
Taman Sritanjung adalah sebuah taman kota di Kota Banyuwangi. Taman ini
dinamai berdasarkan nama tokoh wanita bernama Sritanjung dalam Legenda
Banyuwangi. Taman ini terletak di sebelah timur Masjid Agung Baiturrahman
Banyuwangi dan sebelah selatan Pendapa Sabha Swagata Blambangan. Taman ini
berfungsi sebagai sarana rekreasi bagi warga Kota Banyuwangi. Di sisi utara taman
Sritanjung ini terdapat Pendapa Sabha Swagata Blambangan sebagai pusat pemerintahan.
Setelah itu, di sisi sebelah barat terdapat masjid Agung Baiturrohman sebagai tempat
ibadah. Saat kalian melihat sisi sebelah timur ada Mall of Sritanjung. Dulu Mall of
Sritanjung adalah sebuah penjara yang menjadi simbol keamanan. Akan tetapi sekarang
telah beralih fungsi menjadi tempat berbelanja bagi masyarakat. Terakhir di sisi sebelah
selatan, kalian bisa melihat terdapat pasar Banyuwangi dan pertokoan sebagai sebuah
simbol pusat kegiatan ekonomi masyarakat.

B. SEJARAH
Taman Sritanjung pada zaman kolonial disebut Lapangan Tegalmasjid karena letaknya
yang di depan Masjid Jami (saat ini Masjid Agung Baiturrahman). Lapangan tersebut
ditanami dua pohon beringin di tengah-tengahnya, sedangkan pinggiran lapangan
ditanami pohon sawo, sehingga lapangan tersebut sangat rindang.
Pada awal dekade 2000-an, Taman Sritanjung sudah dalam keadaan berpagar
dengan satu pohon beringin besar yang tersisa. Taman tersebut bersebelahan dengan
kantor unit kecelakaan lalulintas (laka lantas), sehingga di sebelah taman banyak terdapat
bangkai-bangkai kendaraan yang mengalami kecelakaan dan diamankan disana. Saat itu
di tengah taman terdapat kolam ikan yang mengelilingi replika besar piala Adipura yang
diraih Banyuwangi pada tahun 1994 dan 1995. Beberapa tahun kemudian, replika piala
Adipura ini dihilangkan dan kolam tersebut diberi air mancur. Lalu pada masa
pemerintahan Bupati Ratna Ani Lestari, dibangun jalur replika lalulintas lengkap rambu-
rambu serta lampu lalulintas yang juga kecil. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan
kesadaran berlalulintas sejak dini. Selain itu pada masa pemerintahan Bupati Ratna
dibangun Mall of Sritanjung (MOST) yang lahan parkirnya memakai sebagian lahan
kantor unit laka lantas.
Lalu, pada tahun 2012 pada masa pemerintahan bupati Abdullah Azwar Anas
yang mencanangkan perubahan wajah kota secara total sehingga lokasi-lokasi seperti
Taman Blambangan, Taman Sritanjung dan Pendapa Sabha Swagata mengalami
renovasi. Pagar yang mengelilingi taman dihilangkan. Tanaman dan fasilitas
pelengkapnya seperti bangku-bangku, lampu-lampu diperbaharui. Lalu kantor unit laka
lantas dipindahkan sehingga lahan yang ada digunakan sebagai tempat kios-kios makanan
untuk menampung pedagang kaki lima. Penggunaan lahan ini sempat menuai perselisihan
dengan pengelola Mall of Sritanjung. Di satu sisi pihak pengelola masih memiliki hak
atas lahan tersebut, di sisi lain pemerintah menganggap keberadaan Mall of Sritanjung
yang mangkrak dan tidak berjalan secara maksimal sehingga perlu adanya perombakan
penggunaan lahan. Akhirnya masalah dapat terselesaikan sehingga kios-kios tersebut
dapat digunakan dan mendukung aktivitas di taman.
Setahun kemudian, tiba-tiba pohon beringin di tengah-tengah taman mengering
dan mati. Sehingga dilakukan penebangan. Namun setelah itu, muncul kejadian
terjadinya kesurupan pada pengunjung yang oleh beberapa pihak dikait-kaitkan oleh
penebangan pohon beringin yang sudah lama sekali ada di Taman Sritanjung.
Pengembangan dilanjutkan dengan merenovasi air mancur serta penghilangan median
jalan depan Pendapa dimana jalan tersebut juga mengitari taman.[2] Saat proyek
penghilangan median jalan tersebut selesai yang terjadi malah ada genangan air saat
hujan sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Untuk mengatasi hal ini dibangun
saluran air di pinggir jalan tersebut untuk meminimalisasi genangan air.
Dulu, lokasi taman Sritanjung ini berada di kawaan yang mempunyai istilah
sebagai “Sistem Pemerintahan Macapat” . Sistem ini merupakan sistem tata kota yang
berpatokan pada empat bangunan dengan pusat kota yang berada di tengah-tengahnya,
dimana empat bangunan ini adalah kraton, tempat ibadah, pasar dan penjara yang tesebar
di empat penjuru mata angin. Sedangkan alun-alun (lapangan luas) sebagai representasi
pusat kotanya. Kalian jangan heran, model tatanan kota seperti ini masih mudah dijumpai
di Indonesia, kok. Ya, salah satunya di kota Banyuwangi ini.

C. AKSES
Dari Simpang Lima masuk ke Jalan dr. Sutomo hingga mencapai Taman
Blambangan. Lalu melewati sisi selatan Taman Blambangan yakni Jalan Wahidin Sudiro
dan berhenti di traffic light Blambangan. Kemudian belok kiri masuk Jalan RA Kartini
hingga mencapai simpang PLN. Setelah itu belok kiri lagi masuk Jalan Banterang.
Setelah mencapai simpang Surati, ambil jalan lurus arah ke Pendopo.
Untuk menuju ke Taman Sritanjung ini anda bisa melalui rute dari Simpang Lima
masuk ke Jalan dr. Sutomo hingga tiba di Taman Blambangan. Melalui sisi selatan
Taman Blambangan yaitu Jalan Wahidin Sudiro dan berhenti di traffic light Blambangan.
Kemudian belok kiri masuk Jalan RA Kartini hingga mencapai simpang PLN. Setelah itu
belok kiri masuk Jalan Banterang hingga tiba di simpang Surati, ambil jalan lurus ke arah
Pendopo. Selain memakai kendaran pribadi, anda juga bisa memanfaatkan transportasi
umum yang sudah banyak melewati Taman Sri Tanjung, anda juga bisa menggunakan
jasa ojek motor, atau juga becak sembari menikmati pemandangan kota Banyuwangi.
KELENTENG HOO TONG BIO
A. INFORMASI UMUM
TITD Hu Tang Miao (Hokkien=Hoo Tong Bio; lit. "Kuil perlindungan warga
China") atau biasa dikenal dengan sebutan Klenteng Banyuwangi, merupakan Klenteng
tertua di wilayah Jawa Timur dan Bali. Dewata utama yang dipuja di klenteng ini adalah
Yang Mulia Kongco Chen Fu Zhen Ren. TITD Hu Tang Miao merupakan Klenteng
induk dari sembilan klenteng Chen Fu Zhen Ren yang tersebar di Jawa Timur, Bali, dan
Pulau Lombok. Klenteng Hoo Tong Bio selalu menyajikan pesona khas Tionghoa seperti
Barongsai yang menjadi agenda wisata budaya di Kabupaten Banyuwangi yang wajib di
kunjungi oleh wisatawan.
TITD merupakan singkatan dari Tempat Ibadah Tri Dharma atau secara umum
disebut sebagai Klenteng. Sebagai Klenteng Induk, perayaan di TITD Hu Tang Miao
sering kali menjadi yang paling ramai didatangi umat Tridharma. Umat Klenteng Chen
Fu Zhen Ren dari lain daerah juga secara rutin mengunjungi Klenteng Hu Tang Miao.
Ada pula umat beragama lain yang datang secara rutin karena alasan pribadi mereka
masing-masing.

B. SEJARAH
Pada mulanya, klenteng paling pertama yang dibangun untuk Chen Fu Zhen Ren
berlokasi di Lateng. Namun, setelah Blambangan diserang Belanda pada tahun 1765,
pusat kerajaan dipindahkan di Kota Banyuwangi sekarang (sebelumnya berada di sekitar
Muncar). Warga cina ikut bermigrasi dan memindahkan lokasi Klenteng Chen Fu Zhen
Ren ke Klenteng Hu Tang Miao yang sekarang. Belanda menguasai daerah Banyuwangi
baru pada tahun 1774 sehingga Banyuwangi ditinggalkan penduduknya sampai Belanda
kembali mempekerjakan 100 orang Cina di Banyuwangi untuk mengembangkan
pertanian.[4] Oleh sebab itu, klenteng ini diperkirakan dibangun sekitar tahun 1768–1784
Tanggal pendirian TITD Hu Tang Miao tidak diketahui karena tidak adanya
catatan. Prasasti tertua yang diketahui adalah sebuah panel kayu bertanggal Qianlong
Jiachen (1784) yang memuat kaligrafi Tan Cin Jin (Chen Fu Zhen Ren). Sumber lain dari
catatan dokter Franz Epp berkebangsaan Jerman yang menyatakan bahwa Hu Tang Miao
direnovasi kembali pada tahun 1848
Kebakaran 2014. Tempat peribadatan Hoo Tong Bio mengalami kebakaran hebat
pada hari Jumat, 13 Juni 2014. Kebakaran mengakibatkan bangunan peribadatan utama
dan beberapa bangunan lain menjadi rusak parah.[8] Kebakaran diketahui sekitar pukul
06.00 pagi. Akibat kebakaran ini, sekitar 80% bangunan rusak termasuk rupang Kongco
Tan Hu Cin Jin.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membantu revitalisasi klenteng melalui
Dinas PU Cipta Karya. Kebakaran ini menarik perhatian Pemkab Banyuwangi karena
Hoo Tong Bio merupakan salah satu tempat bersejarah di Banyuwangi dan dimasukkan
dalam promosi Banyuwangi sebagai salah satu tempat bersejarah yang patut dikunjungi.
Pintu gerbang utama untuk masuk ke kawasan klenteng Ho Tong Bio memiliki
tiga buah pintu, yaitu dua buah pintu samping untuk umat dan pintu utama di tengah yang
dipergunakan untuk ritual. Pintu masuk utama ke dalam klenteng juga ada tiga buah.
Menurut M. Aulia, gerbang masuk utama Klenteng Hoo Tong Bio yang berbentuk gapura
didominasi oleh warna merah yang melambangkan kegembiraan,kebahagiaan, dan
kesejahteraan. Konsep pintu masuk utama pada Klenteng ini didasarkan pada prinsip Yin
dan Yang, yaitu sebelah kiri adalah pintu masuk (dilambangkan dengan symbol naga)
sedangkan sebelah kanan adalah pintu keluar (dilambangkan dengan harimau putih).[11]
Terdapat kepercayaan bagi warga Tionghoa untuk masuk melalui pintu naga dan keluar
dari pintu harimau, karena memiliki arti simbolik memasuki keberuntungan (naga) dan
keluar dari kemalangan (harimau). Pintu di tengah diperuntukkan para Roh Suci.

C. AKSES
Kelenteng Ho Tong Bio berada di kawasan Pecinan Kelurahan Karangrejo, Banyuwangi.
Nama kelenteng ini berarti "Kuil Perlindungan Chinesse". Pembangunan kelenteng ini
juga merupakan persembahan kepada leluhur mereka, Kongco Ta Hu Cin Jin, yang
dipercaya melindungi orang-orang tionghoa di Blambangan, wilayah yang sekarang
menjadi Kabupaten Banyuwangi.

Anda mungkin juga menyukai