Anda di halaman 1dari 6

Kehidupan Keras Penambang Belerang di Kaki

Gunung Ijen
Irul Hamdani - detikNews

Banyuwangi - Paparan pekatnya asap belerang, pola hidup di luar kebiasaan, bekerja di bawah ancaman alam,
medan berbatu yang ekstrim, memikul beban melebihi berat badannya sendiri. Itulah sedikit gambaran
kehidupan sehari-hari penambang belerang kawah Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur.

Ada sekitar 260 penambang yang dipekerjakan PT Candi Ngrimbi, perusahaan tambang belerang. Perusahaan
yang memegang izin eksplorasi belerang pada tahun 1978 ini berkantor di Desa Tamansari, Kecamatan Licin,
Banyuwangi.

Dibalik keperkasaannya, terselip kisah tersembunyi para maskot kawah Ijen yang tak diketahui banyak orang.
Kepingan kehidupan dunia kerja yang keras di ujung Timur pulau Jawa. Harapan yang terabaikan atau
barangkali sengaja diabaikan.

Bagaimana kisah kehidupan keras penambang belerang? Ikuti terus kisahnya.


(bdh/bdh)


 Perjuangan Penambang Belerang

OLEH tan nono rahardian • 2 tahun lalu

Kawah Ijen yang terletak di Gunung Ijen, Jawa Timur, merupakan kawasan terbesar di dunia yang
bersifat asam. Belerang (sulfur) yang terus menerus diproduksi kawah ini dan bercampur dengan air
hujan, menghasilkan danau di dasar kawah yang memiliki derajat keasaman sangat tinggi, hingga pH-
nya nyaris 0. Tubuh manusia pun dapat langsung larut dalam kondisi seperti ini.

Di ketinggian 2.600 m di atas permukaan laut, kawah ini menghasilkan puluhan ribu ton belerang.
Potensi yang sangat besar ini dimanfaatkan masyarakat sekitar secara tradisional. Minimnya
infrastruktur dan terbatasnya lapangan pekerjaan, memaksa masyarakat menjadi penambang belerang di
tengah kondisi alam yang keras seperti itu.

Seorang penambang belerang harus berangkat dan mulai mengangkut bongkahan belerang dini hari,
sekitar jam 3 atau 4 pagi. Ini agar dalam perjalanan, mereka tidak perlu bertatapan dengan teriknya
matahari yang memanggang kawasan tak berpohon itu. Dengan begitu, pukul 9 atau 10 pagi mereka
sudah selesai bekerja.

Dengan pakaian sederhana, berupa celana, kaus, dan sepatu bot, dengan berani mereka mendekati kawah
penuh kepulan asap. Bagian muka hanya dilindungi kaus tipis untuk sekadar mengurangi asap belerang
yang terhirup. Peralatannya tak kalah sederhana, pikulan bambu menjadi andalan untuk mengangkut
bongkah-bongkah belerang.

Pertama-tama, seorang penambang harus turun ke tengah kawah untuk mengambil belerang, sejauh 700
m. Sekali angkut, seorang pekerja tambang mampu mengangkut 70 – 100 kg belerang. Dengan beban
seberat ini dan jalan menanjak terjal penuh bebatuan, mereka harus naik menuju bibir kawah.

Sesampainya di puncak, perjalanan dilanjutkan turun ke lereng gunung menuju pos pengepul, sejauh 3,5
km. Di sinilah, bongkah belerang ditimbang. Masing-masing penambang diberikan upahnya sesuai
dengan berat belerang yang mereka bawa. Untuk 1 kg belerang, mereka diberi upah Rp 600. Dalam
sehari, total perjalanan yang harus ditempuh seorang penambang 8,2 km.

Kesejahteraan yang sangat kurang, membuat masyarakat sekitar Kawah Ijen tak punya pilihan lain untuk
mencari nafkah. Risiko bahaya yang sangat besar akan terus menjadi keseharian mereka selama tidak
ada perhatian dari pihak berwenang.
Gunung Bromo: Matahari Terbit, Lautan Pasir, Berkuda, dan Secangkir Minuman Hangat





























Tinjauan

Jangan katakan Anda pernah ke Jawa Timur bila belum menapakkan kaki di gunung api yang indah ini. Gunung
Bromo di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki keunikan dengan pasir laut seluas 5.250 hektar di
ketinggian 2392 m dpl. Anda dapat berkuda dan mendaki Gunung Bromo melalui tangga dan melihat Matahari
terbit. Lihatlah bagaimana pesona Matahari yang menawan saat terbit dan t

Tampilkan Lebih

Lihat dalam Peta

Akomodasi

Ada banyak guesthouse dan hotel sederhana di sekitar Gunung Bromo. Guesthouse Bromo terletak di Ngadisari
berjarak 3 km dari lereng kawah atau Anda dapat memilih hotel lain di Cemorolawang yang terletak di lereng
kawah.

Anda juga dapat menginap di Tretes, Pasuruan, atau Malang. Inilah kota-kota terdekat ke Bromo dengan resor
sejuk bernuansa pegunungan. Selain itu ada juga banyak hotel bagus yang

Tampilkan Lebih

Tips

Suhu udara di Gunung Bromo berkisar antara 3°-20° celcius, namun dapat berada beberapa derajat di bawah nol
selama musim kemarau. Jika Anda tidak kuat dengan udara dingin, sebaiknya Anda membawa jaket, sarung
tangan, dan topi atau penutup kepala lainnya. Setelah matahari terbit cuacanya dengan cepat menjadi cukup
panas di sini.

Jangan lupa membawa kamera atau handycam agar Anda dapat mena

Tampilkan Lebih
Transportasi

Untuk sampai ke Gunung Bromo, Anda dapat terbang dari bandara internasional Juanda Surabaya. Sriwijaya
Air terbang dua kali sehari dari Jakarta ke Malang.

Dari sana, Anda dapat melanjutkan perjalanan ke Gunung Bromo dengan memesan travel agent atau
mengendarai mobil dengan rute Surabaya-Pasuruan-Wonokitri-Gunung Bromo. Perjalanaan ini menghabiskan
waktu 2 sampai 3 jam.

Terdapat tig

Tampilkan Lebih

Kuliner

Sedikit sulit untuk mendapatkan makanan di daerah inti taman nasional. Namun jika Anda lupa membawa
makanan, restoran-restoran dekat Gunung Bromo buka dari pukul 3 pagi hingga 9 malam di Desa Wonokitri,
daerah Pasar Tosari. Warung-warung dan restoran-restoran tersebut menyediakan berbagai macam makanan
khas Indonesia seperti ketoprak, nasi goreng, rujak cingur, bandrek, dan banyak lagi yang lainny

Tampilkan Lebih

Kegiatan

Menyaksikan matahari terbit yang spektakuler dari Gunung Bromo merupakan puncak dari wisata di Bromo.

Datanglah pada bulan Kasada/ke-sepuluh (biasanya bulan September-November) dan saksikan festival Kasada
tahunan dimana suku Tengger datang ke Bromo melemparkan sesajen yang terdiri dari sayuran, ayam, dan uang
ke dalam kawah gunung berapi.

Berkuda di atas lautan pasir yang hanya dimiliki taman nasional ini merupakan pengalaman tak berbanding.
Lautan pasir ini begitu luas dan dengan ketinggian 2.392 meter, keunikan alam ini hanya ada di Indonesia.
Lautan pasir ini terlihat mengagumkan saat matahari menyapukan sinarnya yang kejinggaan di pagi hari,
terlihat jelas dari Cemorolawang, salah satu pintu masuk kawasan taman nasional ini.

Para pendaki Gunung Semeru, selalunya melakukan detour ke beberapa danau dingin yang selalu berkabut,
yaitu Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Kumbolo. Hal ini merupakan sebuah pengalihan fokus perjalanan
yang mengesankan.

 Perjuangan Penambang Belerang


OLEH tan nono rahardian • 2 tahun lalu

Kawah Ijen yang terletak di Gunung Ijen, Jawa Timur, merupakan kawasan terbesar di dunia yang
bersifat asam. Belerang (sulfur) yang terus menerus diproduksi kawah ini dan bercampur dengan air
hujan, menghasilkan danau di dasar kawah yang memiliki derajat keasaman sangat tinggi, hingga pH-
nya nyaris 0. Tubuh manusia pun dapat langsung larut dalam kondisi seperti ini.

Di ketinggian 2.600 m di atas permukaan laut, kawah ini menghasilkan puluhan ribu ton belerang.
Potensi yang sangat besar ini dimanfaatkan masyarakat sekitar secara tradisional. Minimnya
infrastruktur dan terbatasnya lapangan pekerjaan, memaksa masyarakat menjadi penambang belerang di
tengah kondisi alam yang keras seperti itu.

Seorang penambang belerang harus berangkat dan mulai mengangkut bongkahan belerang dini hari,
sekitar jam 3 atau 4 pagi. Ini agar dalam perjalanan, mereka tidak perlu bertatapan dengan teriknya
matahari yang memanggang kawasan tak berpohon itu. Dengan begitu, pukul 9 atau 10 pagi mereka
sudah selesai bekerja.

Dengan pakaian sederhana, berupa celana, kaus, dan sepatu bot, dengan berani mereka mendekati kawah
penuh kepulan asap. Bagian muka hanya dilindungi kaus tipis untuk sekadar mengurangi asap belerang
yang terhirup. Peralatannya tak kalah sederhana, pikulan bambu menjadi andalan untuk mengangkut
bongkah-bongkah belerang.

Pertama-tama, seorang penambang harus turun ke tengah kawah untuk mengambil belerang, sejauh 700
m. Sekali angkut, seorang pekerja tambang mampu mengangkut 70 – 100 kg belerang. Dengan beban
seberat ini dan jalan menanjak terjal penuh bebatuan, mereka harus naik menuju bibir kawah.

Sesampainya di puncak, perjalanan dilanjutkan turun ke lereng gunung menuju pos pengepul, sejauh 3,5
km. Di sinilah, bongkah belerang ditimbang. Masing-masing penambang diberikan upahnya sesuai
dengan berat belerang yang mereka bawa. Untuk 1 kg belerang, mereka diberi upah Rp 600. Dalam
sehari, total perjalanan yang harus ditempuh seorang penambang 8,2 km.

Kesejahteraan yang sangat kurang, membuat masyarakat sekitar Kawah Ijen tak punya pilihan lain untuk
mencari nafkah. Risiko bahaya yang sangat besar akan terus menjadi keseharian mereka selama tidak
ada perhatian dari pihak berwenang.

Anda mungkin juga menyukai