Anda di halaman 1dari 8

GUNUNG SEMERU

Gunung Semeru adalah sebuah gunung berapi di Jawa Timur, Indonesia. Letak geografis Semeru terletak antara 8°06' LS dan
112°55' BT. Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter di atas
permukaan laut (mdpl). Gunung Semeru juga merupakan gunung berapi tertinggi ketiga di Indonesia setelah Gunung
Kerinci di Sumatra dan Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat. Kawah di puncak Gunung Semeru dikenal dengan nama Jonggring
Saloko. Gunung Semeru secara administratif termasuk dalam wilayah dua kabupaten, yakni Kabupaten Malang dan Kabupaten
Lumajang, Provinsi Jawa Timur. Gunung ini termasuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Gunung Semeru termasuk dalam Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru. Taman Nasional ini terdiri dari pegunungan dan
lembah seluas 50.273,3 hektar. Terdapat beberapa gunung di dalam Kaldera Gn.Tengger antara lain; Gn.Bromo (2.392m) Gn. Batok
(2.470m) Gn.Kursi (2,581m) Gn.Watangan (2.662m) Gn.Widodaren (2.650m). Terdapat empat buah danau (ranu): Ranu Pani, Ranu
Regulo, Ranu Kumbolo dan Ranu Darungan. Jadi kawasan ini termasuk dalam daftar 10 pariwisata prioritas di Indonesia. Kawasan ini
meliputi Gunung Semeru yang berada di Lumajang dan Malang juga kawasan Gunung Bromo yang terkenal dengan suku Tengger
yang tinggal mengisolasi di dataran tinggi bromo daraipada hidup modern seperti suku lainnya di Pulau jawa. Kawasan ini banyak
mendatangkan wisatawan baik dari domestik maupun internasional. Kawasan ini mengambil konsep konservasi hutan yang tetap asri
bagi hewan dan tumbuhan langka seperti : macan kumbang, elang jawa, rusa, dan jenis anggrek endemik beberapa hewan dan
tumbuhan hampir punah lainnya. Namun dengan dimanfaatkan sebagai sarana edukasi dan wisata (edu-eko-wisata). Pemerintah pusat
banyak menggelontorkan dana untuk memperbaiki dan menata fasilitas dan akses menuju TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru), akhirnya Pemerintah pusat memutuskan untuk membentuk lembaga pengelola TNBTS agar pengolaanya menjadi terpadu
dan dilaksanakan demi mendatangkan keuntungan bagi alam dan masyarakat sekitar.

Gunung Semeru sudah terkenal ke telinga para wisatawan baik domestik maupun mancanegara, panorama dan spot indah yang
kini sudah mulai ditata dan dapat dinikmati keidahannya antara lain Puncak Mahameru, Ranu kumbolo, Air terjun tumpak sewu, Ranu
pane, Ranu Regulo, Bukit29 dan masih banyak lagi. Spot yang paling terkenal dari Gunung Semeru adalah Ranu Kumbolo.
Diperlukan waktu sekitar empat hari untuk mendaki puncak gunung Semeru pergi-pulang. Untuk mendaki gunung dapat ditempuh
lewat kota Malang atau Lumajang. Dari terminal Kota Malang naik angkutan umum menuju desa Tumpang. Disambung lagi
dengan jeep atau truk/pickup yang banyak terdapat di belakang pasar terminal Tumpang dengan biaya per orang Rp60.000,00 -
Rp100.000,0 hingga Pos Ranu Pani.

Sebelumnya mampir di Gubugklakah untuk memperoleh surat izin, dengan perincian, biaya surat izin Rp6.000,00 untuk maksimal 10
orang, karcis masuk taman Rp2.000,00 per orang, asuransi per orang Rp2.000,00 (perkiraan biaya sudah termasuk transportasi jip atau
truk sayuran). Dengan menggunakan truk sayuran atau jip perjalanan dimulai dari Tumpang menuju Ranu Pani, desa terakhir di kaki
Semeru.

Untuk dari arah Lumajang dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan pribadi atau naik ojek di sekitar pasar Senduro
menuju ke Pos Ranu Pani. Di sini terdapat pos pemeriksaan, terdapat juga warung dan pondok penginapan. Setiap orang yang ingin
melakukan pendakian dikenakan biaya Rp17.500 per orang per hari untuk hari biasa, dan Rp22.500 per orang per hari untuk hari libur.
Di pos ini pun dapat mencari portir (warga lokal untuk membantu menunjukkan arah pendakian, mengangkat barang dan memasak).
Pendaki juga dapat bermalam di pos penjagaan. Di pos Ranu Pani juga terdapat dua buah danau yakni Ranu Pani (1 ha) dan Ranu
Regulo (0,75 ha) yang terletak pada ketinggian 2.200 mdpl. Setelah sampai di gapura "Selamat Datang", perjalanan berlanjut terus ke
kiri ke arah bukit, tetapi jangan mengikuti jalanan yang lebar ke arah kebun penduduk. Selain jalur yang biasa dilewati para pendaki,
juga ada jalur pintas yang biasa dipakai para pendaki lokal, tetapi jalur ini sangat curam. Jalur awal landai, menyusuri lereng bukit
yang didominasi dengan tumbuhan alang-alang. Tidak ada tanda penunjuk arah jalan, tetapi terdapat tanda ukuran jarak pada setiap
100 m. Banyak terdapat pohon tumbang, dan ranting-ranting di atas kepala. Setelah berjalan sekitar 5 km menyusuri lereng bukit yang
banyak ditumbuhi bunga edelweis, lalu akan sampai di Watu Rejeng. Di sini terdapat batu terjal yang sangat indah. Pemandangan
sangat indah ke arah lembah dan bukit-bukit, yang ditumbuhi hutan cemara dan pinus. Kadangkala dapat menyaksikan kepulan asap
dari puncak Semeru. Untuk menuju Ranu Kumbolo masih harus menempuh jarak sekitar 4,5 km. Di Ranu Kumbolo dapat didirikan
tenda. Juga terdapat pondok pendaki (shelter). Terdapat danau dengan air yang bersih dan memiliki pemandangan indah terutama di
pagi hari dapat menyaksikan matahari terbit disela-sela bukit. Banyak terdapat ikan, kadang burung belibis liar. Ranu Kumbolo berada
pada ketinggian 2.400 m dengan luas 14 ha. Dari Ranu Kumbolo sebaiknya menyiapkan air sebanyak mungkin. Meninggalkan Ranu
Kumbolo kemudian mendaki bukit terjal, dengan pemandangan yang sangat indah di belakang ke arah danau. Di depan bukit
terbentang padang rumput yang luas yang dinamakan oro-oro ombo. Oro-oro ombo dikelilingi bukit dan gunung dengan pemandangan
yang sangat indah, padang rumput luas dengan lereng yang ditumbuhi pohon pinus seperti di Eropa. Dari balik Gn. Kepolo tampak
puncak Gn. Semeru menyemburkan asap wedus gembel. Selanjutnya memasuki hutan cemara di mana kadang
dijumpai burung dan kijang. Daerah ini dinamakan Cemoro Kandang. Pos Kalimati berada pada ketinggian 2.700 m, disini dapat
mendirikan tenda untuk beristirahat. Pos ini berupa padang rumput luas di tepi hutan cemara, sehingga banyak tersedia ranting untuk
membuat api unggun. Terdapat mata air Sumber Mani, ke arah barat (kanan) menelusuri pinggiran hutan Kalimati dengan menempuh
jarak 1 jam pulang pergi. Di Kalimati dan di Arcopodo banyak terdapat tikus gunung. Untuk menuju Arcopodo berbelok ke kiri
(Timur) berjalan sekitar 500 meter, kemudian berbelok ke kanan (Selatan) sedikit menuruni padang rumput Kalimati. Arcopodo
berjarak 1 jam dari Kalimati melewati hutan cemara yang sangat curam, dengan tanah yang mudah longsor dan berdebu. Dapat juga
berkemah di Arcopodo, tetapi kondisi tanahnya kurang stabil dan sering longsor. Sebaiknya menggunakan kacamata dan penutup
hidung karena banyak abu beterbangan. Arcopodo berada pada ketinggian 2.900 m, Arcopodo adalah wilayah vegetasi terakhir di
Gunung Semeru, selebihnya akan melewati bukit pasir. Dari Arcopodo menuju puncak Semeru diperlukan waktu 3-4 jam, melewati
bukit pasir yang sangat curam dan mudah merosot. Sebagai panduan perjalanan, di jalur ini juga terdapat beberapa bendera segitiga
kecil berwarna merah. Semua barang bawaan sebaiknya tinggal di Arcopodo atau di Kalimati. Pendakian menuju puncak dilakukan
pagi-pagi sekali sekitar pukul 00.00 dari Kalimati. Siang hari angin cenderung ke arah utara menuju puncak membawa gas beracun
dari Kawah Jonggring Saloka. Pendakian sebaiknya dilakukan pada musim kemarau yaitu bulan Juni, Juli, Agustus, dan September.
Sebaiknya tidak mendaki pada musim hujan karena sering terjadi badai dan tanah longsor.

Kawasan G. Semeru termasuk dalam Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (KTN BTS) memiliki tipe ekosistem
sub-montana, montana dan sub-alphin dengan pohon-pohon yang besar dan berusia ratusan tahun, merupakan bagian dari satu
kesatuan ekosistem unik yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat dan kehidupan di bawahnya.
Mahameru merupakan puncak tertinggi Gunung Semeru, dengan kawahnya yang menganga lebar yang disebut Jonggring Saloko.
Karena merupakan gunung tertinggi, maka banyak menarik minat untuk pendakian.

Orang pertama yang mendaki gunung ini adalah Clignet dan Winny Brigita (1838) seorang ahli geologi
berkebangsaan Belanda dari sebelah barat daya lewat Widodaren, selanjutnya Junhuhn (1945) seorang ahli botani berkebangsaan
Belanda dari utara lewat gunung Ayek-ayek, gunung Inder-inder dan gunung Kepolo. Tahun 1911 Van Gogh dan Heim lewat lereng
utara dan setelah 1945 umumnya pendakian dilakukan lewat lereng utara melalui Ranupane dan Ranu Kumbolo seperti sekarang ini

Dikalangan pecinta alam baik pendaki lokal, regional, nasional, bahkan pendaki dari luar negeri. Gunung Semeru merupakan
sasaran pendakian sepanjang tahun. Bahkan pada beberapa tahun terakhir setiap tanggal 17 Agustus Gunung Semeru dikunjungi ribuan
pendaki. Beberapa obyek di sepanjang rute menuju Gunung Semeru yang biasa dilalui pendaki adalah:

Ranu Kumbolo (8 ha) terletak pada ketinggian 2390m dpl antara Ranu Pani dan Gn. Semeru. Secara historis geologis, Ranu
Kumbolo terbentuk dari massive kawah G. Jambangan yang telah memadat sehingga air yang tertampung secara otomatis tidak
mengalir ke bawah secara gravitasi. Ranu Kumbolo hingga saat ini merupakan potensi obyek wisata yang menarik. Daya tariknya
antara lain bahwa pada lapangan yang relatif tinggi dari permukaan laut terdapat danau/telaga dengan airnya yang jernih sehingga
banyak menarik wisatawan untuk mengunjungi tempat ini. Bagi para pendaki, Ranu Kumbolo, merupakan tempat
pemberhentian/istirahat sambil mempersiapkan perjalanan berikutnya. Daya tariknya, di pinggir sebelah barat danau terdapat prasasti
peninggalan purbakala. Diduga prasasti ini merupakan peninggalan jaman kejayaan Kerajaan Majapahit, namun hingga saat ini belum
diperoleh kepastian.

Khusus di perairan danau, kita dapat menyaksikan kehidupan satwa migran burung belibis. Bagi para pengamat lingkungan,
Ranu Kumbolo sebetulnya merupakan laboratorium alam yang cocok bagi kegiatan penelitian dan observasi lapangan yang sarat
dengan kandungan ilmu pengetahuan. Fasilitas yang ada di Ranu Kumbolo yaitu Pondok Pendaki (70M2) dan MCK yang
dimanfaatkan para pendaki untuk beristirahat, disamping terdapatnya lapangan yang relatif datar untuk sarana berkemah. Kebutuhan
air dapat terpenuhi dari air danau.
Daerah padang rumput Jambangan ini terletak di atas 3200m dpl, merupakan padang rumput yang diselang-selingi tumbuhan
cemara, mentigi dan bunga Edelwis. Topografi relatif datar pada jalur pendakian ini, beberapa tempat yang teduh menampakkan
sebagai tempat istirahat yang ideal untuk menikmati udara yang sejuk. Dari tempat ini terlihat G. Semeru secara jelas menjulang tinggi
dengan kepulan asap menjulang ke angkasa serta guratan/alur lahar pada seluruh tebing puncak yang mengelilingi berwarna perak. Di
tempat ini para pendaki maupun fotografer sering mengadakan atraksi keunikan dan gejala alam gunung api yang selalu mengeluarkan
asap dan debu, merupakan suatu panorama alam yang menakjubkan.

Daerah ini merupakan padang rumput yang luasnya sekitar 100ha berada pada sebuah lembah yang dikelilingi bukit-bukit
gundul dengan type ekosistem asli tumbuhan rumput. Lokasinya berada di bagian atas tebing yang bersatu mengelilingi Ranu
Kumbolo. Padang rumput ini mirip sebuah mangkok berisikan hamparan rumput yang berwarna kekuning-kuningan, kadang-kadang
pada beberapa tempat terendam air hujan.

Kelompok hutan cemorokandang termasuk gugusan G. Kepolo (3.095m), terletak di sebelah selatan dari padang rumput Oro-
Oro Ombo. Merupakan hutan yang didominasi pohon cemara (Casuarina junghuniana) dan paku-pakuan.

Pangonan cilik merupakan kawasan padang rumput yang terletak di lembah G. Ayek-Ayek yang letaknya tidak jauh dari Ranu
Gumbolo. Asal usul nama tersebut oleh masyarakat setempat dikarenakan kawasan ini mirip padang penggembalaan ternak
(pangonan). Daya tarik dari kawasan ini adalah merupakan lapangan yang relatif datar di tengah-tengah kawasan yang di sekitarnya
dengan konfigurasi berbukit-bukit gundul yang bercirikan rumput sebagai type ekosistem asli, sehingga memberikan daya tarik
tersendiri untuk dikunjungi.

Kalimati merupakan tempat berkemah terakhir bagi para pendaki sebelum melanjutkan perjalanannya menuju puncak
Mahameru. Tempat ini biasa digunakan beristirahat dikarenakan terdapat sumber air (Sumber Mani) yang berjarak sekitar 500Km dari
Kalimati. Disamping terdapat tanah lapang yang relatif datar juga sudah dibangun fasilitas Pondok Pendaki dan MCK. Suhu udara di
Kalimati relatif dingin jika dibanding tempat lainnya, dikarenakan daerah kalimati merupakan lembah dari beberapa bukit/gunung-
gunung di sekitarnya.
Arcopodo/Recopodo terletak pada pertengahan Kalimati dan G. Semeru. Di tempat ini terdapat dua buah arca kembar yang
dalam bahasa Jawa dinamakan arco podo/reco podo. Disamping itu juga terdapat beberapa monumen korban meninggal atau hilang
pada saat pendakian G. Semeru. Tempat ini sering pula dimanfaatkan pendaki untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan
perjalanannya ke puncak Mahameru.

Agrowisata ini dapat dilakukan di kebun/ladang hortikultura milik penduduk setempat. Lokasi terdekat adalah kebun yang
berada di sekitar danau Ranu Pani/Ranu Regulo, di Desa Ngadas, Wonokitri dan di sekitar Cemorolawang. Di ladang hortikultura ini
pengunjung dapat melihat proses budidaya tanaman hortikultura yang dikembangkan masyarakat setempat serta menikmati hasil
pertanian langsung dari ladang. Kemampuan/ketrampilan mereka dalam bertani di lahan dengan kemiringan tinggi juga merupakan
pemandangan yang menarik.

Wisata Danau merupakan kegiatan wisata utama yang dapat dikunjungi yaitu di sekitar Ranu Kumbolo, Ranu Pani dan Ranu
Regulo. Ranu-ranu (danau) tersebut mempunyai pemandangan yang indah dan berhawa sejuk. Ranu-ranu ini banyak dikunjungi karena
mendukung kegiatan lainnya seperti pemberhentian ketika mendaki, berkemah, tempat berfoto, dan menikmati kesegaran dan spot
menarik di danau.

Selain dari kegiatan tersebut, adakalanya kunjungan dilaksanakan dengan cara berkemah di dalam kawasan TN-BTS selama
beberapa malam secara rombongan. Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh pengunjung yang berasal dari generasi muda (pecinta alam,
pelajar, mahasiswa, karang taruna, dll). Lokasi yang disediakan untuk kegiatan berkemah di dalam kawasan TN-BTS antara lain
terdapat di Camping Ground Cemorolawang, Nongkojajar, Ranu Pani, Ranu Kumbolo, dan Ranu Darungan.

Selain indah karena pemandangan dan tempat wisata yang tersohor, Gunung Semeru juga menyimpan beberapa mitos dan
kepercayaan lama yang dipercayai oleh banyak orang. Menurut kepercayaan masyarakat Jawa yang ditulis pada kitab kuno Tantu
Pagelaran yang berasal dari abad ke-15, pada dahulu kala Pulau Jawa mengambang di lautan luas, terombang-ambing dan senantiasa
berguncang. Para Dewa memutuskan untuk memakukan Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke atas Pulau
Jawa.
Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa menggendong gun
ung itu dipunggungnya, sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang yang membelitkan tubuhnya pada gunung
dan badan kura-kura sehingga gunung itu dapat diangkut dengan aman.

Dewa-dewa tersebut meletakkan gunung itu di atas bagian pertama pulau yang mereka temui, yaitu di bagian barat Pulau Jawa.
Tetapi berat gunung itu mengakibatkan ujung pulau bagian timur terangkat ke atas. Kemudian mereka memindahkannya ke bagian
timur pulau Jawa. Ketika gunung Meru dibawa ke timur, serpihan gunung Meru yang tercecer menciptakan jajaran pegunungan di
pulau Jawa yang memanjang dari barat ke timur. Akan tetapi ketika puncak Meru dipindahkan ke timur, pulau Jawa masih tetap
miring, sehingga para dewa memutuskan untuk memotong sebagian dari gunung itu dan menempatkannya di bagian barat laut.
Penggalan ini membentuk Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Pananggungan, dan bagian utama dari
Gunung Meru, tempat bersemayam Dewa Shiwa, sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru. Pada saat Sang Hyang Siwa datang
ke pulau Jawa dilihatnya banyak pohon Jawawut, sehingga pulau tersebut dinamakan Jawa.

Lingkungan geografis pulau Jawa dan Bali memang cocok dengan lambang-lambang agama Hindu. Dalam agama Hindu ada
kepercayaan tentang Gunung Meru, Gunung Meru dianggap sebagai rumah tempat bersemayam dewa-dewa dan sebagai sarana
penghubung di antara bumi (manusia) dan Kayangan. Banyak masyarakat Jawa dan Bali sampai sekarang masih menganggap gunung
sebagai tempat kediaman Dewata, Hyang, dan makhluk halus.

Menurut orang Bali Gunung Mahameru dipercayai sebagai Bapak Gunung Agung di Bali dan dihormati oleh masyarakat Bali.
Upacara sesaji kepada para dewa-dewa Gunung Mahameru dilakukan oleh orang Bali. Betapapun upacara tersebut hanya dilakukan
setiap 8-12 tahun sekali hanya pada waktu orang menerima suara gaib dari dewa Gunung Mahameru. Selain upacara sesaji itu orang
Bali sering datang ke daerah Gua Widodaren untuk mendapat Tirta suci.

Gunung semeru telah memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat di sekitarnya, masyarakat mendapatkan

Anda mungkin juga menyukai