Anda di halaman 1dari 14

PRASASTI CIARUTEUN

Prasasti Ciaruteun, salah satu dari tujuh prasasti bukti keberadaan Kerajaan Tarumanegara.
(Kemdikbud) Penulis Widya Lestari Ningsih | Editor Nibras Nada Nailufar KOMPAS.com - Prasasti
Ciaruteun merupakan peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang juga dikenal dengan nama
Prasasti Ciampea. Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Barat yang
berdiri antara abad ke-4 hingga abad ke-7 Masehi. Prasasti Ciaruteun pertama kali ditemukan pada
masa penjajahan Belanda, lebih tepatnya pada tahun 1863. Saat ini, Prasasti Ciaruteun diletakkan
di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, yang terletak sekitar 19 kilometer dari sebelah
Barat Laut pusat Kota Bogor. Sejarah penemuan Prasasti Ciaruteun Keberadaan Prasasti Ciaruteun
pertama kali diketahui pada 1863, ketika dilaporkan terdapat sebuah batu besar berukir aksara
purba di dekat Ciampea. Orang yang pertama kali menemukan prasasti ini adalah pemimpin
Bhataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasional). Akibat
banjir bandang pada 1893, Prasasti Ciaruteun sempat hanyut ke hilir, dan dikembalikan ke posisi
semula pada 1903. Pada 1981, Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan
Purbakala memindahkan prasasti ini ke Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
Bogor, dan membangun sebuah pendopo untuk melindunginya. Sementara Prasasti Ciaruteun yang
terletak di Museum Nasional Indonesia, Museum Sejarah Jakarta, dan Museum Sri Baduga di
Bandung hanyalah sebuah replika. Baca juga: Peninggalan Kerajaan Tarumanegara Isi Prasasti
Ciaruteun dan maknanya Prasasti Ciaruteun terbuat dari batu berukuran 200 cm x 150 cm. Pesan
yang terpahat ditulis menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Tulisan pada prasasti ini
terdiri dari empat baris dan ditulis dalam bentuk puisi India. Berikut ini bunyi isi Prasasti Ciaruteun
dan maknanya. vikkrantasyavanipateh crimatah purnnavarmmanah tarumanagarendrasya
vishnoriva padadvayam Terjemahan: Ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki Dewa Wisnu, ialah kaki
Yang Mulia Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia. Yang
menarik perhatian dari prasasti ini adalah lukisan laba-laba dan telapak kaki yang terdapat di bagian
atas hurufnya. Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan Raja Purnawarman, dan pesannya
menegaskan kedudukan sang raja yang diibaratkan Dewa Wisnu, yaitu sebagai penguasa sekaligus
pelindung rakyat. Melihat bentuknya, fungsi Prasasti Ciaruteun adalah untuk mengingatkan adanya
hubungan dengan prasasti Raja Mahendrawarman I dari keluarga Palla yang didapatkan di
Dalavanur.

Sejarah dan Isi Prasasti Kebon Kopi,


Peninggalan Kerajaan Tarumanegara
Pada prasasti Kebon Kopi I atau yang juga disebut dengan Prasasti
Tapak Gajah menceritakan tentang gajah tunggangan milik Raja
Purnawarman. Berdasarkan catatan sejarahnya, prasasti ini
ditemukan oleh seorang tuan tanah pemilik perkebunan kopi yang
bernama Jonathan Rigg. Ia melaporkan adanya penempuan prasasti
tersebut pada tahun 1863.
Hingga sekarang ini Prasasti Kebon Kopi I tidak dipindahkan sehingga
tetap berada di lokasi penemuannya. Prasasti ini menampilkan
pahatan tapak kaki gajah yang dipercaya oleh para sejarawan sebagai
tunggangan Raja Purnawarman.
ADVERTISEMENT

Adapun isi dari Prasasti Kebon Kopi I menyatakan “Jayavisalasyya


Tarumendrasya hastinah…Airwaytabhasya vibatidam – padadyayam”
atau yang berarti "Di sini tampak sepasang tapak kaki ... yang seperti
(tapak kaki) Airawata, gajah penguasa Taruma (yang) agung dalam ...
dan (?) kejayaan" yang dituliskan dalam aksara Pallawa dan bahasa
Sanskerta. Tulisan itu terpahat pada sebongkah batu andesit dan
diapit oleh sepasang gambar telapak kaki gajah.
Sedangkan untuk Prasasti Kebon Kopi II ditemukan tidak jauh dari
lokasi prasasti pertama. Namun, kini Prasasti Kebon Kopi II sudah
hilang karena dicuri pada tahun 1940an. Meski begitu, seorang
profesor bernama FDK Bosch dari Belanda sempat mempelajari
prasasti ini.
Demikian penjelasan tentang Prasasti Kebon Kopi. Semoga informasi
di atas bermanfaat untuk Anda

Prasasti Jambu (KOLENGKAK)

Kerajaan Tarumanegara merupakan salah satu kerajaan bercorak Hindu tertua di


Nusantara yang berdiri pada awal Masehi. Oleh karena itu, bukan hal mengherankan
apabila tidak banyak sumber sejarah yang dapat dijadikan rujukan. Sumber sejarah
utama Kerajaan Tarumanegara adalah tujuh buah prasasti peninggalannya, salah
satunya Prasasti Jambu atau Prasasti Pasir Koleangkak. Letak Prasasti Jambu berada
di atas sebuah bukit pasir Koleangkak, masuk ke dalam perkebunan karet Sadeng
Djamboe, yang sekarang masuk wilayah Desa Parakan Muncang, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor. Penemu Prasasti Jambu adalah Jonathan Rigg, pada
1854. Berikut ini isi dari Prasasti Jambu. Baca juga: 7 Prasasti Peninggalan Kerajaan
Tarumanegara Isi Prasasti Jambu Isi Prasasti Jambu terdiri dari dua baris tulisan dalam
aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta, yang dipahatkan pada sebuah batu cukup besar
berbentuk menyerupai segitiga. Berdasarkan bentuk huruf Pallawa yang digunakan,
diduga prasasti ini dibuat pada abad ke-5. Selain tulisan, pada Prasasti Jambu terpahat
sepasang telapak kaki yang diduga milik Raja Purnawarman, yakni pembawa kejayaan
Kerajaan Tarumanegara yang memerintah antara tahun 395-434. Berikut ini isi Prasasti
Jambu. sriman=data krtajnyo narapatir=asamo yah pura tarumayam/ nama sri
purnnavarmma pracura ri pusara bhedya bikhyatavarmmo/ tasyedam= pada
vimbadvayam= arinagarotsadane nityadaksam/ bhaktanam yandripanam= bhavati
sukhakaram salyabhutam ripunam// Berikut ini terjemahan isi Prasasti Jambu. "Gagah,
mengagumkan, dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada
taranya-Yang Termashur Sri Purnnawarman-yang sekali waktu (memerintah) di
Taruma, dan yang baju zirahnya terkenal tidak dapat ditembus senjata musuh. Ini
adalah sepasang telapak kakinya yang senantiasa berhasil menggempur kota-kota
musuh, hormat kepada para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging bagi
musuh-musuhnya." Baca juga: Kerajaan Tarumanegara: Raja-raja, Puncak Kejayaan,
dan Peninggalan Pada baris pertama prasasti ini dijumpai kata tarumayam, yang
menurut JLA Brandes adalah nama kerajaan, yaitu Tarumanegara. Secara
keseluruhan, isi Prasasti Jambu memuji kebesaran Raja Purnawarman yang tercatat
sejarah pernah membawa Kerajaan Tarumanegara menuju kejayaan.

Prasasti Pasir Awi, Kerajaan


Tarumanegara di Indonesia
Prasasti Pasir Awi atau disebut juga prasasti Cemperai adalah salah satu prasasti yang
ditemukan disekitar tahun 1864 oleh seseorang bernama N.W Hoepermans di selatan
lereng bukit Pasir Awi, Desa Suka Makmur, Kecamatan Suka Makmur, Kabupaten
Bogor – Jawa Barat dengan ketinggian mencapai 559 meter di atas permukaan laut.
Prasasti Pasir Awi berbentuk seperti batu alam dan memiliki gambar seperti ranting dan
dahan, dedaunan maupun buah-buahan. Bahkan, didalamnya juga terdapat sebuah
gambar bak pahatan sepasang telapak kaki dan gambar tersebut mengarah ke arah
timur serta utara. Prasasti tersebut menghadap ke kawasan bukit serta lembah dari
arah telapak kakinya..

Selain itu, kawasan penemuan Prasasti Pasir Awi adalah zona Cagar Budaya yang
sudah dilindungi pemerintah Kabupaten Bogor. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa
informasi seputar situs bersejarah tersebut masih belum berkembang dan ada wacana
tentang larangan untuk tidak pernah merusak apapun yang berkaitan dengan
peninggalan sejarah di kawasan tersebut, sedangkan informasi seputar Prasasti Pasir
Awi justru belum diketahui dan ditelusuri lebih lanjut oleh beberapa orang hingga saat
ini.

Tidak mustahil bahwa para wisatawan yang berkunjung untuk melihat prasasti pasir awi
bukan sekadar untuk melakukan observasi maupun pengamatan, namun juga kegiatan
spiritual supaya mereka bisa memperoleh berkah.

Isi Prasasti Pasir Awi


Prasasti Pasir Awil belum dapat dibaca karena menggunakan huruf ikal
Isi Prasasti Muara Cianteun
Kerajaan Tarumanegara

Prasasti Muara Cianteun merupakan bekas peninggalan Kerajaan


Tarumanegara. Prasasti ini ditemukan di sekitar sungai Cisadane dan berlokasi
di Kampung Muara atau Pasir Muara, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang sudah
ada sejak beberapa tahun silam.Usai Prasasti Cianteun ditemukan dan
dilaporkan kepada pemerintah setempat pada tahun 1864 silam oleh seseorang
bernama N.W Hoepermans, laporan mengenai penemuannya juga dilaksanakan
pihak lain yang bernama GP Rouffaer tahun 1909, NJ Krom tahun 1915, CM
Pleyte tahun 1906, RDM Verbeek tahun 1891 serta JFG Brumund tahun 1868.
Keberadaan Prasasti Muara Cianteun rupanya masih belum dirawat seutuhnya,
sedangkan pahatan yang berada didalamnya secara perlahan mulai menghilang.
Prasasti Muara Cianteun berbentuk oval atau batu lonjong, sementara jenis
batunya adalah batu andesit yang merupakan batuan beku dan terbuat dari
mineral halus alias fine grained. Kandungan silica didalamnya cenderung lebih
rendah. Kemudian, batu andesit biasanya tercipta dari letusan gunung berapi
dan akhirnya terbentuk di atas permukaan bumi, sedangkan isi dari Prasasti
Muara Cianteun rupanya belum berhasil dibaca dan diartikan beberapa tokoh
sejarah lantaran bentuknya yang ikal sepertu huruf sangkha.

Meski begitu, keberadaan Prasasti Muara Cianteun tentu saja wajib dirawat dan
dilestarikan bila tertarik untuk melihatnya secara langsung. Bahkan, siapapun
hanya perlu menempuh jarak perjalanan sepanjang 19 kilometer dari kota Bogor
supaya bisa melihat prasasti tersebut. jika anda berencana untuk
mengunjunginya, maka bisa menggunakan kendaraan roda dua maupun roda
empat agar dapat menginjakkan kaki di Kampung Muara, Kabupaten Bogor demi
melihat Prasasti Muara Cianteun dengan jelas.

Siapa saja tidak hanya menggunakan kendaraan pribadi untuk tiba di lokasi,
namun juga memakai kendaraan umum yang tersedia tetapi usai berada di
kawasan Lebak tentu saja anda wajib meneruskan penjalanan dengan
menggunakan transportasi roda dua seperti ojek supaya bisa datang langsung
ke lokasi penemuan Prasasti Muara Cianteun. Anda sendiri bukan sekadar
melihat batu berukuran besar yang bersejarah, tetapi juga melihat tulisan yang
berada didalamnya dan tak berhasil diartikan siapapun hingga saat ini.

Isi Prasasti Muara Cianten


Isi dari Prasasti  Cianten belum dapat dibaca oleh para ahli. Hal tersebut
dikarenakan abjad yang ada di batu prasasti berbentuk ikal atau berupa abjad
sangkha
Prasasti Tugu, Batu Bersejarah Peninggalan
Kerajaan Tarumanegara

 Prasasti Tugu merupakan prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara. Prasasti


bercerita mengenai peristiwa penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan
Sungai Gomati oleh Raja Purnawarman pada tahun ke-22 di masa pemerintahannya.
Sungai tersebut digali untuk menghindari bencana alam berupa banjir saat musim hujan
maupun masalah kekeringan yang selalu mengancam di musim kemarau.

Prasasti tugu ditemukan di Kampung Batutumbuh, Tugu, Jakarta. Saat ini prasasti
tersebut berada di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.
Prasasti ini pertama kali tercatat dalam  laporan Notulen Bataviaasch Genootschap
tahun 1879. Kemudian pada tahun 1991 atas prakasa P.de Roo de la Faille, dipindah
ke Museum Bataviaasch Ggenootschap van Kunsten en Wetenschappen atau Museum
Nasional  Indonesia dengan nomor identitas D.
Prasasti Tugu, peninggalan Kerajaan Tarumanegara. (Foto: cagarbudaya.kemdikbud.go.id)

Prasasti ini ditulis di atas batu besar berbentuk bulat dengan ukuran sekitar 1 meter.
Prasasti Tugu bertuliskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk saloka dengan
bahasa Sansekerta dengan metrum Anustubh.

Tulisan prasasti tugu terdiri dari 5 baris melingkar mengikuti permukaan batu. Prasasti
ini tidak mencantumkan tanggal. Namun berdasarkan gaya kepenulisannya,
diperkirakan prasasti ini ditulis pada masa abad ke 5 Masehi.

Prasasti Tugu merupakan prasasti terpanjang yang pernah dibuat di masa Kerajaan
Tarumanegara karya Purnawarman. Prasasti Tugu memiliki keunikan sendiri berupa
pahatan tongkat yang ujungnya terdapat trisula seakan berfungsi sebagai pemisah
antara awal dan akhir kalimat. Gaya kepenulisanya disebut cukup unik dan diperkirakan
terkait dengan Kerajaan Tarumanegara.
Isi dari Prasasti Tugu yakni:

Pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam purim prapya


candrabhagarnnavam yayaull. Pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa
narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana. Prarabhya phalguna mase khata
krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais siddhaikavingsakaih. Ayata
satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati nirmalodaka.
Pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrena prayati
krtadaksina.

Terjemahan teks tersebut yakni:

"Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan
yang memiliki lengan kencang serta kuat yakni Purnnawarmman, untuk
mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang
termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang
berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji
segala raja-raja, (maka sekarang) dia pun menitahkan pula menggali kali (saluran
sungai) yang permai dan berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai)
tersebut mengalir melintas di tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta
Nenekda (Raja Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-
gelap bulan dan disudahi pada hari tanggal ke 13 paro terang bulan Caitra, jadi hanya
berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122
busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang
dihadiahkan"
Demikian penjelasan terkait dengan isi, makna, pesan Prasasti Tugu. Prasasti ini berisi
tentang perintah penggalian sungai untuk menghindari bencana alam seperti banjir dan
menyelamatkan warga dari musm kemarau yang panjang. Prasasti Tugu dibuat pada
masa Kerajaan Tarumanegara.
Isi Prasasti Cidang Hiyang,
Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan yang sempat berjaya hingga abad


ke-5 masehi di bagian barat pulau Jawa, Tarumanegara sendiri disebut sebagai
salah satu kerajaan tertua di Indonesia dan telah meninggalkan berbagai macam
bukti sejarah sekaligus catatan yang memastikan keberadaannya.

Salah satu bukti keberadaannya adalah Prasasti Cidanghiyang alias Prasasti


Lebak yang ditemukan di kampung Lebak, Kecamatan Munjul, Kabupaten
Pandeglang, Banten. Prasasti ini adalah hasil kekayaan sekaligus benda yang
dimiliki kerajaan Tarumanegara di masa lalu. Prasasti Cidanghiyang berada di
kawasan yang tidak terlalu jauh dengan ibukota Jakarta dan ditemukan sekitar
tahun 1947 silam, serta berisi 2 baris kalimat menyerupai puisi berhuruf Pallawa
dalam bahasa Sansakerta.
Prasasti tersebut ditemukan oleh seseorang bernama Toebagus Roesjan dan
diberikan kepada Dinas Purbakala tetapi saat ini baru saja diteliti pada tahun
1954 usai penemuannya. Prasasti Lebak terbuat batu alami dengan bentuknya
lebih natural, sementara ukurannya mencapai 3 x 2 x 2 meter dan ukuran
batunya amat besar dan menampilkan jejak kaki yang terlihat jelas pada
permukaan batu tersebut dimana keberadaannya memiliki persamaan dengan
prasasti tugu dari beberapa goresannya.

Periode Prasasti Cidanghiyang terbilang serupa dengan Kerajaan Tarumanegara


dan selalu mengingatkan siapapun pada masa tersebut. Pasalnya, Prasasti
Cidanghiyang sendiri adalah salah satu dari 7 buah prasasti dari peninggalan
Kerajaan Tarumanegara yang sudah ditemukan di Indonesia. Hal ini tentu saja
menuntut siapapun yang ingin melihat sekaligus mengunjunginya secara
langsung untuk tetap menjaga kelestariannya sehingga tidak dapat dirusakkan
demi mempertahankan peninggalan sejarah dari era tersebut.

Tulisan yang tercantum di atas batu prasasti tersebut adalah “vikranto yam
vanipateh / phabuh satya parakramah narendra ddhvajabhutena / srimatah
purnnawvarmanah,” yang artinya adalah inilah tanda keperwiraan, keagungan
serta keberanian yang sesungguhnya dari raja dunia, yang mulia Purnawarman
yang menjadi panji sekaligus raja-raja. Selain itu, bentuk aksaranya juga sama
dengan goresan yang berada di Prasasti Tugu pada era yang sama yang mana
penyusunannya menerapkan bahasa Sansakerta.

Anda mungkin juga menyukai