Anda di halaman 1dari 5

Berikut peninggalan kerajaan Tarumanegara sebagai bukti berdirinya dan

keberadaan kerajaan tersebut:

1. Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun merupakan peninggalan
Kerajaan Tarumanegara yang terletak di
terletak di Kampung Muara, Desa Ciaruteun
Hilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
Bogor.
Prasasti ini ditandai dengan bentuk tapak kaki
Raja Purnawarman dan huruf Palawa
berbahasa Sansekerta. Melansir dari laman resmi Kabupaten Bogor, tulisan dalam
prasasti Ciaruteun berbentuk puisi India dengan irama anustubh yang terdiri dari 4
baris. Berdasarkan pembacaan oleh Poerbatjaraka, prasasti tersebut berbunyi :

vikkranta syavani pateh


srimatah purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya
visnoriva padadvayam

yang memiliki arti: "ini (bekas) dua kaki, yang seperti kaki dewa Wisnu, ialah kaki
Yang Mulia Sang Purnavarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di
dunia"

2. Prasasti Pasir Koleangkak


Peninggalan Kerajaan Tarumanegara
berikutnya yakni Prasasti Pasir Koleangkak.
Prasasti ini terletak di Kampung Pasir
Gintung RT 02/RW 04, Desa
Parakanmuncang, Kecamatan Nanggung. 
Melansir dari laman resmi Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat,
Prasasti Pasir Koleangkak pertama kali ditemukan dan dilaporkan oleh J. Rigg tahun
1854. Pada prasasti tersebut terdapat tulisan:
criman data krtajnyo narapatir asamo yah purl tarumayan
namma cri purnnavarmma pracuraripucarabedyavikhyata-
varmmo
tasyedam padavimbad'iyamarinagarotsadanenityadaksham
bhaktanam yandripanam bhavati sukhakaram calyabhutam
ripunam

Artinya :"Gagah, mengagumkan, dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin


manusia yang tiada taranya, yang termashur Sri Purnawarman, yang sekali waktu
(memerintah) di Taruma dan baju zirahnya yang terkenal (warman). Tidak dapat
ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang tapak kakinya yang senantiasa
berhasil menggempur kota-kota musuh, hormat kepada pangeran, tetapi merupakan
duri dalam daging bagi musuh-musuhnya."

3. Prasasti Kebon Kopi


Selanjutnya, peninggalan Kerajaan Tarumanegara yaitu
Prasasti Kebon Kopi. Tahun 1863, tuan tanah kebon kopi
yang bernama Jonathan Rig menemukannya di dekat
daerah Buitenzorg, yang kini disebut dengan Bogor
melansir dari laman resmi Kecamatan Cibungbulang.
Kala itu dilakukan penebangan hutan untuk lahan
perkebunan kopi, dari sanalah nama prasati ini bermula.
Selain itu, Prasasti Kebon Kopi juga disebut dengan
Prasasti Tapak Gajah sebab seperti ada jejak sebesar
tapak gajah di permukaannya.
Prasasti Kebon Kopi ini terletak di Kampung Muara, termasuk wilayah Desa
Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor. Menggunakan aksara Pallawa berbahasa
Sanskerta, pada prasasti ini tertulis:
“… jayaviśālasya tārūme(ndra)sya ha(st)inah… (airā)vatābhasya
vibhātīdam=padadvāyam”
Artinya: “Di sini tampak sepasang tapak kaki … yang seperti (tapak kaki) Airawata,
gajah penguasa Taruma (yang) agung dalam … dan kejayaan”

4. Prasasti Tugu
Peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang menorehkan
tulisan terbanyak adalah Prasasti Tugu. Di sisi lain, yang
disayangkan prasasti ini tidak menuliskan keterangan
tahun kapan prasasti ini dibuat.
Melansir dari laman Kemendikbud, Prasasti Tugu ditulis
dalam aksara Pallawa awal berbahasa Sanskerta dalam
bentuk sloka dengan metrum anustubh. Cerita yang
tertulis di Prasasti Tugu berbunyi:

1. Pura Rajadhirajena guruna pinabahuna Khata Khyatam purim prapaya


2. Chandrabhagannavam yayau// Pravaddharma-dvavincadvatsare crigunaujasa
3. Narendrahvaabbhunena (bhutena)
4. Crimata Purnnavarmmana//prarabhyaa phalgune (ne) mase Khata
krashnatashmitithau Caitraacukla-trayodacyam dinais siddhaikavincaika (h)
5. Ayata shatsahasrena dhanusha(m) sa-caten ca dvavincena nadi ramya Gommati
Nirmalosaka// pitamahasya rajashervvidarya cibiravanim
6. Brahmanai=r ggo-sahasrena (na) prayati krtadakshino//.

Artinya: “Dahulu atas perintah rajadhiraja Paduka Yang Mulia Purnawaarman, yang


menonjol dalam kebahagiaan dan jasanya di atas para raja, pada tahun kedua puluh
dua pemerintahannya yang gemilang, dilakukan penggalian di Sungai
Chandrabhaga setelah sungai itu melampaui ibukota yang masyur dan sebelum
masuk ke laut. Penggalian itu dimulai dari hari kedelapan bulan gelap phalguna dan
selesai pada hari ketiga belas bulan terang bulan caitra, selama dua puluh satu hari.
Saluran baru dengan air jernih bernama Sungai Gomati, mengaalir sepanjang 6.122
busur (tumbak) melampaui asrama pendeta raja yang dipepundi sebagai leluhur
bersama para bharmana. Para pendeta itu diberi hadiah seribu ekor sapi (versi lain
menyebutkan melakukakan penyembelihan 1.000 ekor sapi).”
5. Prasasti Pasir Awi
Peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang
satu ini memiliki lokasi yang berbeda
dibanding enam prasasti lainnya yang
berada di daerah aliran sungai, sedangkan
Prasasti Pasir Awi berada di daerah
perbukitan.
Prasasti Pasir Awi terletak di sebelah
selatan bukit Pasir Awi (± 559 mdpl) di
kawasan hutan di perbukitan Cipamingkis Kabupaten Bogor. Penemu prasasti ini
adalah seorang arkeolog Belanda yang bernama N.W. Hoepermans. S dan
dilaporkan pada tahun 1864.
Tak ada keterangan yang dapat dibaca pada prasasti ini selain pahatan piktograf
berbentuk sebatang dahan dengan ranting dedaunan dan buah. Menurut laman
Kemendikbud, Rogier Diederik Marius Verbeek menyatakan piktograf tersebut
menggambarkan angka tahun. Namun hingga kini belum ada yang memastikannya
dengan akurat.

6. Prasasti Muara Cianten

Prasasti Muara Cianten terletak di Kampung Muara,


Desa Ciaruteun, Kecamatan Cibungbulang. Dilaporkan
pertama kali oleh N.W. Hoepermans pada tahun 1864,
prasasti ini tepatnya berada di tepi Sungai Cisadane  dan
± 50 m ke muara Cianten.
Prasasti ini bertuliskan huruf ikal atau huruf sangkha,
seperti yang digunakan pada Prasasti Ciaruteun-B dan
Prasasti Pasir Awi. Tulisan pada prasasti ini masih dapat
belum dibaca.
7. Prasasti Cidanghiang
Peninggalan Kerajaan Tarumanegara
terakhir yang berupa prasasti yaitu
Prasasti Cidanghiang. Prasasti yang
memiliki nama lain Prasasti Munjul ini
berlokasi di aliran Sungai Cidanghiang,
Desa Lebak, Kecamatan Munjul,
Kabupaten Pandeglang. 
Pada tahun 1947 keberadaan Prasasti Cidanghiang pertama kali dilaporkan oleh TB.
Roesjan, dan berlanjut tahun 1954 Casparis dan Boechari berhasil mempublikasikan
penelitian prasasti tersebut. 
Prasati Cidanghiang ditulis di media batu andesit yang berukuran sekitar 3, 2 m x
2,25 m dengan menggunakan teknik pahat. Aksara yang digunakan huruf Pallawa
berbahasa Sansekerta, di sana tertulis:

vikrānto ‘yaṃ vanipateḥ | prabhuḥ satyaparā[k]ramaḥ
narendraddhāvajabhūtena | śrīmataḥ pūrṇṇavarmaṇaḥ

Artinya: “Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang


sesungguhnya dari raja dunia, yang mulia Purnawarman yang menjadi panji
sekalian raja-raja.

Anda mungkin juga menyukai