Wilayah Tarumanagara
Ibu kota Sundapura (dekat Tugu dan Bekasi)
Pemerintahan Monarki
Maharaja
• 666-669 Linggawarman
Sejarah
• Didirikan 450
• Runtuh 700
Lokasi prasasti ini di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor.
Prasasti ini ditemukan pada awal abad XIX oleh N.W. Hoepermans, tertulis pada
bongkahan andesit rata dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Dinamakan
prasasti Tapak Gajah karena diapit oleh sepasang gambar kaki telapak gajah. Pahatan
pada prasasti ini tidak terlalu dalam sehingga seiring dengan bertambahnya waktu
tulisan pada prasasti sulit untuk terbaca.
Alih aksara:
“-- -- jayavisalasya tarume(ndra)sya ha(st)ina? -- -- (°aira) vatabhasya
vibhatidam=padadvaya? ||” yang artinya “Di sini tampak sepasang tapak kaki ... yang
seperti (tapak kaki) Airawata, gajah penguasa Taruma (yang) agung dalam ... dan (?)
kejayaan”.
Lokasi saat ini Prasasti Tugu di Kampung Batu Tumbuh, Kelurahan Tugu, Koja, Jakarta
Utara. Prasasti ini keluar pada masa pemerintahan Punawarman ditemukan pada abad ke-X
Masehi tertulis dalam bahasa Sanskerta, aksara Pallawa dalam bentuk sloka dengan metrum
anustubh. Dari sekian prasasti yang ditemukan saat pemerintahan raja Purnawarman, prasasti
Tugu adalah yang terlengkap walaupun tidak menuliskan angka tahun.[10]
Lokasi prasasti ini di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, Kapubaten Pandeglang. Lokasinya
masih insitu, ditemukan di tepi sungai Cidanghiang. Pada prasasti ini tertulis dalam bahasa
Sanskerta, dengan aksara Pallawa dan metrum anustubh, tampak keausan dan permukaan
yang ditutupi lumut pada permukaan prasasti ini namun tulisan masih dapat dibaca.[12] Isi
dari prasasti ini merupakan pujian dan pengagungan terhadap raja Purnawarman. Prasasti ini
pertama kali ditemukan pada tahun 1947 oleh Toebagus Roesjan dan diteliti pada tahun 1947.
[13]
(1) “vikranto ‘yam vanipateh | prabhuh satyapara[k]ramah” yang berarti “Inilah (tanda)
keperwiraan, keagungan dan keberanian yang sesungguhnya dari Raja Dunia” (2)
“narendraddhavajabhutena | srimatah purnnavarmanah” yang berarti “Yang Mulia
Purnnawarman, yang menjadi panji sekalian raja-raja”.
Prasasti CiaruteunSunting
“Inilah sepasang (telapak) kaki, yang seperti (telapak kaki) Dewa Wisnu, ialah telapak
kaki Yang Mulia Purnnawarman, raja di negara Taruma (Tarumanagara), raja yang
gagah berani di dunia”.
•Berdasarkan pesan yang terdapat pada Prasasti Ciaruteun kita mengetahui bahwa
prasasti ini dibuat pada abad ke-V dan menginformasikan bahwa pada masa lalu
terdapat Kerajaan Tarumanagara yang dipimpin oleh Raja Purnawarmanyang
memuja Dewa Wisnu yang telah dipengaruhi oleh kebudayaan India, terbukti pada
nama raja yang berakhiran -warman,[7] dan tapak kaki yang menandakan kuasa pada
zamannya.[17][16] Pada tahun 1863, prasasti ini sempat hanyut diterjang banjir
sehingga tulisan yang ada menjadi terbalik, kemudian pada 1903 prasasti ini
dikembalikan ke tempat semula, dan pada 1981 barulah prasasti ini dilindungi.
Prasasti Muara CiantenSunting
“Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin yang tiada taranya –
Yang Termashur Sri Purnnawarman – yang sekali waktu (memerintah) di Taruma, dan yang
baju zirahnya terkenal tidak dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang telapak
kakinya yang senantiasa berhasil menggempur kota-kota musuh, hormat kepada para
pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging bagi musuh-musuhnya”.
Kerajaan Tarumanagara dipimpin oleh 12 raja, raja terakhir yaitu Raja Linggawarman pada
tahun 669 M. Kerajaan Tarumanagara jatuh pada menantu dari putri sulungnya yaitu
Tarusbawa dari Sunda,Tarusbawa lebih menginginkan kerajaannya sediri yaitu Sunda.[31]
Namun, hingga hari in belum diketahui secara pasti kapan Kerajaan Tarumanagara berakhir.
[32] Sejarahnya, pada tahun 358 M Rajadirajaguru Jayasingawarman mendirikan
Tarumanagara, dan pada masa kejayaan Purnawarman sebagai raja ketiga memegang kendali
atas 48 kerajaan kecil, wilayah kekuasaannya dimulai dari Salakanagara atau Rajatapura
hingga ke Purwalingga.[33]
Hubungan diplomatik Kerajaan Tarumanagara dengan India dan Cina terbentang luas, Raja
Purnawarman sempat tinggal selama enam bulan di Yavadi (Jawa) dimana hukum Budha
tidak terlalu berkembang namun Brahmana (Hindu) cukup berkembang. Misi diplomatik
sampai ke Cina pada tahun 435 M, namun sekitar 650 Kerajaan Tarumanagara dikalahkan
oleh Kerajaan Sriwijaya (kerajaan yang didirikan di Sumatra) sehingga mempengaruhi
kekuasaannya pada kerajaan-kerajaan kecil yang pernah ditundukkan.[33] Tarumanegara
semakin menghilang saat Raja Terakhir Tarumanegara Linggawarman tak memiliki penerus
laki – laki.
Dia memiliki dua anak perempuan, yang sulung bernama Manasih dan menjadi istri
Tarusbawa. Yang kedua, Subakancana menjadi istri Depuntahyang Srijayanasa, pendiri
kerajaan Sriwijaya.