Anda di halaman 1dari 5

ALUR SEJARAH DESA BUWUN MAS

KEC. SEKOTONG – LOMBOK BARAT

TAHUN KEJADIAN / PERISTIWA PENTING


Sebelum Diceritakan, asal usul masyarakat Buwun Mas berasal dari sejarah di Belongas
kemerdekaan dan Pengantap yang tidak terlepas atas kehadiran sebuah Kerajaan bernama
Kedaro yang terletak di Belongas, dengan raja pertamanya bernama Ratu
Maspanji, konon berasal dari Jawa Kediri, (karena sulit menyebut kata Kediri
saat sambil nginang atau mamaq ~makan sirih~ maka yang terdengar adalah
kata kedaro), setelah kerajaan ini diserang oleh Kerajaan Langko, dibawah
pimpinan Patih Singarepa dan Singaulung, akibat serangan itu kemudian
kerajaan Kedaro runtuh, dikisahkan pada saat itu warga masih menganut
kepercayaan animisme. Kemudian sisa kerajaan ini pindah ke Pengantap
dengan nama Kedatuan Samarkaton (Negara yang hilang). Sebagai bukti
pernah adanya kerajaan, terdapat peninggalan berupa pakaian kerajaan yang
disimpan oleh (keturunan) dari Amaq Darminah, mangku pemegang pusaka
kerajaan kedaro di Belongas. Sedangkan tombak ‘Sigambuh’ ada di Pengantap
dan alat-alat upacara seperti gong saat ini masih tersimpan di Penujak.
Versi lain dari asal usul dariKerajaan Kedaro, didirikan oleh Datu Pangeran
Djajing Sorga yang datang dari kerajaan Majapahit, dalam ekspedisinya
berlabuh di Pengantap, kemudian anak keturunannya membuat Kerajaan
Kedaro di Belongas.
Tahun 1950 - 1980 Diceritkan oleh warga, pada saat itu Lemer adalah hutan, kemudian amaq Sairi
(papuq Kepaq), yang datang dari wilayah pujut (Lombok Tengah) membuka
kawasan sebagai peladang berpindah di Lemer. Sedangkan di Belongas adalah
Amaq Darminah atau biasa dikenal dengan panggilan Jero Gamol. Sedangkan
yang membuka ladang di pengantap bernama Amaq Saipe.
Tuan Guru Mutawali membuka jalan di wilayah bagian selatan, dari arah
Sektong ke Pengantap melewati batu jangkih, sekaligus meng-Islam-kan
kembali warga bersama Ahmad Retetet. Diceritakan, terdapat batu Bong, saat
pengerjaan jalan warga yang membuka jalan kehausan, kemudian dengan
karomahnya menusukan tongkat ke batu dan kemudian mengeluarkan air,
untuk minum para pekerja. Namun setelah jalan selesai air dari batu itu tidak
lagi keluar.
Di daerah Pengantap terdapat kampung yang warganya penganut Wetu Telu,
terdapat Pura dan Mesjid tua, namun saat ini Mesjid tersebut sudah direnovasi
beberapakali, pertama oleh Lalu Anggawa, Camat Sekotong. Di belongas
terdapat makam tolang empaq yang dipercaya oleh warga sebagai fosil ikan
(purba) dan keramat.
(Sumber Lalu Gunawan (tokoh Adat Desa), Sejarah Daerah NTB, tahun 1978,
Profil kecamatan dan Desa)
Tahun 1990 - 2000 Menurut penuturan warga, cikal bakal berdirinya Desa Buwun Mas tidak
terlepas atas jasa LALU DARYADI bersama tokoh-tokoh masyarakat. Pada
masa itu, konon mereka ingin membentuk desa sendiri karena beberapa dusun
yang termasuk dalam Desa Sekotong Tengah terlalu jauh jaraknya bila
mengurus sesuatu ke Desa.
Asal usul nama Desa Buwun Mas.
Dalam suatu pertemuan (tahun 1992) diadakan musyawarah penamaan desa,
hadir tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama dan 5 kadus, yang diwakili oleh
H. Nasri (sepi), H. Sidik (Lemer), Amaq Muhaidi (Belongas), Lalu Margine
(Pengantap) dan H. Mustapa (Bengkang). Beberapa nama diusulkan, namun
akhirnya Lalu Gine (pengantap) dan H. Mustafa (bengngkang) mengususlkan
‘Buwun Mas’ sebagai nama baru desa yang akan mekar, nama itu diambil dari
nama sebuah legenda sumur yang sangat sarat dengan mitos yang terletak di
Dusun Pengantap tepatnya di menange bise (menange : kanal air musiman
yang mengalir ke laut). Kalau kita artikan secara harfiah Buwun Mas
merupakan gabungan dari dua kata, yaitu Buwun dan Mas (dari kata Emas).
Buwun adalah Sumur (dalam bahasa sasak) dan Mas atau emas. Legenda yang
dipercaya oleh masyarakat, konon zaman dahulu di dekat dusun Pengantap
terdapat sumur dan yang digunakan sebagai centongnya terbuat dari emas,
semacam gayung yang terbuat dari emas.
Namun siapa sangka dikemduian hari, nama Buwun Mas terbukti dan banyak
sumur-sumur (galian/lobang) yang mengandung emas.
Buwun Mas definitif menjadi Desa (1993) dan merupakan bagian dari wilayah
Kecamatan Sekotong yang terletak di bagian selatan. Sejak terbentuknya, Desa
Buwun mas masih terdiri dari 5 (lima) dusun seperti tersebut diatas.
Dibangunnya Kantor Desa atas swadaya masyarakat, saat itu setiap dusun
dimintakan sumbangan nntuk pembangunan kantor Desa, ada yang
menyumbangkan kayu, genteng, batu kali, batu bata dan tenaga.
Tahun 2001-2005 Desa Buwun Mas melakukan pemekaran Dusun, semula 5 dusun menjadi 11
dusun, yaitu ; Dusun Lemer, Dusun Kombang, Dusun Sepi, Dusun Pangsing,
Dusun Bengkang, Dusun Eyat Bau, Dusun Pengantap, Dusun Selodong,
Dusun Tangin-angin, Dusun Sauh dan Dusun Belongas.
Tahun tahun 2006 Newmont pernah melakukan penelitian di Sekotong. Hasil penelitian
- 2007 menemukan kandungan emas, namun potensinya rendah. Kemudian
dilanjutkan oleh Indontan. yang sempat membangun basecamp. Karena
terbentur Perda Nomor 11/2006 tentang RTRW NTB, disebutkan kalau Pulau
Lombok bukan daerah tambang logam, Indotan tutup.
Diceritakan oleh mantan penambang, bahwa dari hasil survey tersebut, eks
pegawai Indotan menginformasikan bahwa di desa Buwun Mas terdapat
kandungan emas, akhirnya kabar ini tersebar dari dari mulut ke mulut dan
warga mulai mencari sendiri di lahan kawasan pegunungan di Desa Buwun
Mas.
Tahun 2008-2010 Warga masyarakat Buwun Mas mulai berineteraksi dengan aktifitas
penambangan yang ada di Pelangan, awalnya mereka hanya mendengar dan
melihat aktifitas pertambangan. Ada beberapa warga diajak temannya ikut
serta dalam kegiatan penambangan dengan pola ‘ngeloyong’ (menambang
batu permukaan hingga kedalaman 1 meter). Warga hanya mengumpulkan
batu permukaan, istilah mereka ‘ngeloyong’, dan mendapatkan bagi hasil atau
djual dari batu yang diperoleh kepada pemilik modal. Seiring waktu, warga
masyarakat yang menjadi penambang semakin bertambah. Awalnya warga
hanya sebagai buruh angkut batu dari bukit-bukit. Kemudian batu dipecah oleh
tenaga perempuan untuk di jual, sebagian di gelondong dengan membayar jasa
ke luar desa.
Dari pengalaman dan belajar dari pendatang luar daerah seperti jawa barat,
manado, kalimantan dan Sulawesi, beberapa warga desa yang cukup modal,
membeli alat gelondong untuk disewakan ke para penambang yang
memperoleh batu dari ngeloyong.
Terdapat dua bukit legendaris dikalangan penambang, yakni Bukit batu
Montor dan Bukit batu Malaikat, keduanya termasuk wilayah Desa Buwun
Mas, tepatnya di dusun Belongas. Istilah bukit Batu Montor dan bukit
Malaikat ini bukan tanpa sebab, dinamakan bukit montor oleh kalangan
penambang emas, karena di bukit tersebut ada batu yang besarnya seperti
montor (mobil), sebagian lagi warga mengatakan bahwa kekayaan warga pada
masa jayanya diukur dari banyaknya motor dan mobil yang dimiliki, dan
dinamakan bukit malaikat karena jalan ke bukit tersebut sangat sulit dan terjal
seakan-akan diintai oleh malaikat. Di masa kejayaan tambang emas, setiapkali
mengatakan dapat batu dari Batu Montor, maka orang-orang akan bilang
“cair.” Istilah Cair ini menjadi sebutan untuk mendapatkan emas. Sejak itu
warga luar desa dan luar daerah lain mulai datang dan ikut beraktifitas
penambangan di Buwun Mas, tidak sedikit hadir juga ‘pemodal’ besar dari luar
daerah yang membiayai pengusaha lokal untuk beraktifitas di penambangan.
Tahun 2011-2014 Penggunaan ‘air-raksa’ oleh pemilik gelondong mulai marak dilakukan, saat
itu hasil gelondongan berupa ‘Poya’ (poya adalah hasil gelondongan berupa
butiran batu mengandung serpihan emas yang masih kasar, belum menjadi
lumpur halus). Selanjutnya Poya yang sudah bercampur merkuri dicor/dibakar
untuk menghasilkan emas. Sisa air gelondongan yang bercampur lumpur
ditampung pada bak-bak tidak permanen, dan menjadi bagian keuntungan
pemilik gelondong.
Dari sisa olahan gelondong berupa poya, oleh pemilik gelondong digelondong
lagi dan dari hasil tersebut pemilik gelondong mulai punya modal, dan
mengusahakan penambangan sendiri dengan pola ‘belobang’. Istilah belobang
adalah menambang dengan cara menggali dan membuat lobang-lobang untuk
mengambil batu yang mengandung emas.
Warga Desa yang sukses mulai belajar menjadi ‘Bos’ tambang, mereka
berkongsi menyediakan modal dan membentuk kelompok kecil penambang
pada titik wilayah potensial di kawasan pegunungan. Warga yang awalnya
sebagai petani dan nelayan beralih profesi dan semakin banyak menjadi
penambang.
Tahun 2015 - 2018 Dimulainya proyek pembangunan jalan (propinsi) dari Pelangan melalui jalur
selatan (pantai Mekaki) melewati dusun Sauh, Selodong, belongasn, Telise,
Kombang hingga pertigaan Pasar Desa Buwun Mas.
Penambangan Emas Rakyat menjadi perhatian pemerintah daerah, karena
ilegal, banyaknya korban, maraknya pemakaian merkuri dan kerusakan
lingkungan sebagai pemicunya. Penertiban terhadap penambangan emas tanpa
izin dilakukan oleh Pemda Lobar, namun tidak menyurutkan penambang hal
ini dipengaruhi karena penambangan sudah menjadi mata pencaharian warga
dan pemilik modal dari luar daerah yang tidak ingin lokasi tambang
ditertibkan.
Beberapa program pemberdayaan masuk ke desa, contoh program dari IFAD,
yang melakukan studi untuk mengembangkan wilayah pesisir sebagai altenatif
aktifitas ekonomi masyarakat. Penelitian tentang dampak bahaya merkuri juga
pernah dilakukan di Desa Buwun Mas.
Peristiwa terjadinya gempa Lombok, otomatis aktifitas penambangan terhenti
dengan sendirinya, namun hal itu tidak berlangsung lama.
Perekonomian Desa Buwun Mas bertumbuh, beberapa yang sukses membuka
usaha dengan mendirikan toko baju, toko bangunan, bengkel, warung
kelontong, warung nasi dengan bangunan permanen.
Tahun 2019-2020 Pasca gempa Lombok, aktifitas penambangan mulai ramai lagi dan Pemda
Lobar bersama dengan institusi kepolisian, perguruan tinggi, lembaga luar
melakukan sosialisasi sebagai upaya pengendalian pemakaian merkuri kepada
pengusaha gelondong dan penambang.
Kejayaan tambang emas dirasakan Warga mulai surut, sebagian masyarakat
mulai kembali ke aktifitass pertanian ladang dan peternakan. Di Lemer mulai
ditanam ‘Porang’ sebagai komoditas. Sedangkan di wilayah Sepi, pangsing
hingga bengkang dikembangkan perikanan laut, budidaya rumput laut dan
penanaman mangrove.
Beberapa warga terjun ke dunia wisata, atas inisiatif seorang tokoh dan
anggota legislative dari Desa Buwun Mas, dilakukan promosi destinasi wisata
yang ada di Desa Buwun Mas, antara lain Tanjung Jagog dan Paralayang di
Pantai Nambung Pengantap, Buwun Mas Hills dan Buwun Mas View di dusun
Lemer, Hutan mangrove di dusun Bengkang, Pantai untuk diving di dusun
Sepi, Teluk Belongas, gili Sepatang, Gili Panggang, Gili Wayang di Belongas
semuanya dikemas dengan Jargon ‘Sekotong Mendunia’. Mulailah sejak itu
beberapa wisatawan berkunjung dan berwisata ke desa.
Kantor desa dibangun menjadi 2 lantai dari dana ADD. Dilakukannya
pemekaran dusun dari 11 dusun menjadi 24 dusun, karena ada desakan warga
untuk pemecahan desa induk menjadi 3 desa, yakni desa Buwun Mas, Desa
Pengantap dan Desa Belongas (pada tahun 2015, Belongas sebelumnya pernah
diusulkan menjadi desa sendiri namun gagal).
Di Buwun Mas berdiri Pondok Pesantren ‘Zainul Hafidz At-Taufiq’, metode
Amtsilati, menurut H. Ahyar (pendiri), berdirinya ponpes tidak terlepas dari
hasil penambangan yang diusahakannya.
Di Desa dibangun 3 alat gelondong vertical berskala besar, yang disebut
dengan ‘TONG’, merupakan alat gelondogan berukuran tinggi mencapai 6-10
meter dengan diameter 2-3 meter. Tong ini mampu menggelondong hingga
50-100 karung batuan (ton) dengan biaya 5-8 juta sekali nge-tong.
Operasionalnya masih menggunakan merkuri, carbon dikombinasi dengan
sianida, dan air dari pengolahan itu dibuang ke kolam yang dibangun di dekat
tong.
Tahun 2021 Program dari UNDP masuk di Desa Buwun Mas, mensosialisasikan
penghentian penggunaan Merkuri dan menginisiasi kelompok memiliki
WPR/IPR untuk beralih teknologi pengolahan pertambangan emas dengan
menggunakan Sianida. Proses pengajuan WPR dilakukan oleh Koperasi
Syariah Ponpes di Buwun Mas, diketuai oleh Heru.
Desa Persiapan Belongas dengan 10 dusun dan Desa Persiapan Pengantap
dengan 7 dusun memperoleh SK sebagai desa pemekaran dari Desa induk
Desa Buwun Mas hanya dengan 7 dusun.
Catatan Proses :
Proses penyusunan Alur sejarah desa bersumber dari beberapa responden, antara lain tokoh Adat, Kadus,
pendidik dan beberapa orang warga dari dusun yang berbeda. Tidak sedikit informasi yang diberikan tidak
akurat dari sisi waktu saat peristiwa itu terjadi, sehingga perkiraan waktu kejadian dihubungkan dengan
peristiwa yang terjadi di daerah maupun nasional. Penentuan tahun kejadian/peristiwa dituliskan dalam rentang
waktu yang tidak tetap.

Anda mungkin juga menyukai