kemerdekaan Indonesia, didalam sejarah ada sebuah cerita pendiri kerajaan-kerajaan yang didirikan dan menyebar di berbagai pulau-pulau yang ada di Indonesia, oleh seorang yang ahli dalam sebuah ilmu agama terutama agama islam, budha, dan hindu. Salah satunya yaitu Walisongo yang di beri gelar sebagai sunan/mubaling karena merupakan sebutan bagi orang-orang yang di agungkan atau di hormati pada masanya. Walisongo ini adalah seorang ilmuan dari agama islam. Sejarah Desa Batur Tugel ini cukup menarik dimana asal-usulnya tidak lepas dari cerita pada zaman dahulu yaitu pada saat penyebarluasan agama islam pada waktu dulu. Namun dalam sejarah ini Walisongo tidaklah membuat sebuah kerajaan, namun mendirikan sebuah masjid untuk umat islam. Petilasan atau peninggalan sejarahnya pun mempunyai cerita tersendiri di Desa Batur Tugel ini. Salah satu tokoh atau pelakunya yaitu Walisongo, wali yang berarti wakil dan songo dalam bahasa jawa yang berarti Sembilan. Walisongo ini beranggotakan 9 sunan diantaranya yaitu sunan gunung jati, sunan ampel (raden rahmat), sunan gresik( maulana malik Ibrahim), sunan bonang ( raden makhdum), sunan giri ( raden paku), sunan drajat (raden qasim), sunan muria (raden umar said), sunan kudus (ja'far shadiq), dan sunan kalijaga ( raden sahid). Mereka mempunyai cara-caranya tersendiri dan unik dalam menyebarluaskan agama islam dengan jalan berdakwah untuk masyarakat di tanah jawa ini. Menurut cerita dari narasumber Bapak Prayitno warga Dusun Batur Tugel yang saya dengar, dahulu kala walisongo datang ke pulau jawa untuk menyebarkan agama islam dengan cara yang sangat unik dan tanpa ada paksaan sama sekali. Walisongo datang ke pulau jawa dengan niat dan tujuan yang sungguh mulia sekali. Pada masanya, dahulu masyarakat kebanyakan orang beragama hindu dan budha, hanya sedikit orang yang yang beragama islam dan bahkan ada yang tidak mempunyai agama karena kurang pemahamannya tentang agama dan zaman dahulu belum se modern zaman sekarang. Menurut cerita, Walisongo berniat menyebarkan agama islam dengan datang ke pulau jawa karena merupakan pusat perekonomian tertinggi pada waktu itu sehingga jawa banyak di kunjungi oleh pedagang dari luar jawa, Walisonggo berpendapat kemungkinan dengan cara seperti ini akan lebih cepat dalam penyebaran agama islam yang kemudian mereka akan menyebarkan agama islam ke daerahnya masing masing. Suatu ketika Walisongo datang ke pulau jawa dan melakukan dakwah kepada tiap-tiap masyarakat tentang agama islam. Dalam sebuah perjalanan ke pulau jawa ini, banyak tempat-tempat yang beliau kunjungi. Walisongo memulai perjalanannya, yang kemudian menemukan sebuah tempat dan beristirahat sebentar. Dalam pemikiranya mereka berinisiatif untuk membuat suatu tempat barulah mereka melakukan rundingan dan bersepakat untuk membuat sebuah masjid yang besar atau sebuah pondok yang dapat di gunakan sebagai awal untuk melaksanakan niatnya itu. Di temukanlah sebuah tempat yang sekarang bernama Dusun Ngadiroso, tempat ini sebenarnya ingin di buat masjid namun ternyata sudah ada peninggalan atau petilasan terdahulunya yang telah di beri nama Punden. Di Punden ini ada sebuah batu besar dan juga sumber mata air yang masih ada sampai sekarang di Dusun Ngadiroso, Desa Wonokerso, Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung. Kemudian Walisongo melanjutkan perjalannya kembali untuk mencari tempat lain. Barulah di temukanya sebuah tempat yang dahulu belum ada penghuni dan masih rata dengan tumbuhan semak-semak belukar. karena tempatnya yang dekat dengan sumber mata air dan tempatnya yang mendukung maka dari itulah salah satu cara yang kuat untuk memulai menyebarkan ilmu dan berdakwah di daerah tempat tersebut meskipun masih jauh dari pemukiman warga. Walisongo yang beranggotakan Sembilan itu bekerja sama untuk mencari bahan-bahan yang bisa di gunakan untuk pembuatan bangunan tersebut, mereka mencari kayu yang kuat dan bergotong- royong untuk menyelesaikan tugasnya tersebut. Walisongo di kenal memiliki kekuatan dan ilmu yang begitu luar biasa, tak heran apabila pekerjaan yang berat maupun susah dan mustahil rasanya apabila di lakukan oleh manusia biasa, Walisongo ini bisa mengerjakan dengan sangat gampang yang dapat terselesaikan dengan cepat dan tepat dalam waktu yang singkat. Menurut Bapak Jasrokim dahulu Walisongo mempunyai sebuah target akan menyelesaikan pembuatan bangunan ini dalam satu hari dan selesai sebelum ayam jantan berkokok yang menandakan hari sudah pagi. Walisongo mulai membuat masjid itu dengan penuh keyakinan. Mereka mencari bahan-bahan untuk pembuatan masjid tersebut dengan mengandalkan kekuatan dan ilmu yang mereka miliki dengan cepat dan tepat agar masjid itu selesai dalam waktu yang sudah di tetapkan. Namun alhasil takdir berkata lain, bangunan itu hampir sudah selesai namun ternyata ayam jantan telah berkokok sedangkan bangunan belumlah terselesaikan. Kemudian Walisongo menamainya dengan nama Punden yang di hormati oleh masyarakat hingga saat ini. Mereka tidak yakin akan melanjutkan pembuatan masjid tersebut, barulah Walisongo berniat akan melanjutkan perjalanannya kembali mencari tempat lain yang akan mereka buatkan sebuah masjid. Dalam suatu perjalanan salah satu sunan dari kesembilan orang tersebut jalan dengan menggunakan tongkat bambu karena sebagai sumber kekuatan untuk berjalan yang cukup jauh. Selama perjalanannya itu mereka menemukan sebuah gumuk atau sebuah dataran tinggi yang begitu tinggi dan tidak memungkinkan untuk di lalui ketika jalan kaki. kemudian di potonglah gumuk tersebut dengan menggunakan tongkat bamboo tersebut. Dengan kekuatan dari kuasa allah SWT yang akhirnya di berikanlah nama Batur Tugel atau dalam bahasa Indonesia adalah tanah yang di potong dan kemudian jadilah sebuah desa. Perjalanan itu masih tetap berlanjut hingga akhirnya telah sampai di suatu tempat, karena Walisongo merasa kelelahan maka berniat untuk beristirahat terlebih dahulu setelah melalui perjalanan yang cukup jauh. Di tempat itulah salah satu sunan menancapkan tongkat bambu tersebut ke tanah. Kuasa allah memang sungguh luar biasa tongkat bambu tersebut tumbuh menjadi pohon bambu yang subur dan bertumbuh banyak. Tempat ini berbentuk seperti kebun atau masyarakat desa biasa menyebutnya alas/tegal, yang kemudian di beri nama Alas Kudan. Hingga sampai saat ini masyarakat daerah sekitar sering mengambil dan memanfaatkan bambu tersebut untuk kebutuhannya masing-masing. Bekas perjalanan Walisongo ternyata meninggalkan sebuah jejak dimana bekas tarikan dari tongkat bambu tersebut telah menjadi sebuah aliran air atau kali wangan yang sangat bermanfaat sekali sampai sekarang di gunakan untuk pengairan lahan pertanian milik masyarakat daerah sekitar. Kali wangan tersebut terbentang dari perjalanan awal yaitu dari Dusun Batur Tugel yang juga kemudian melewati Desa Kwarakan, yang dahulunya disini ada sebuah binatang yg di sebut warak yang besar di sawah dan kemudian dinamakanlah Desa Kwarakan yang berkecamatan di Kaloran Kabupaten Temanggung. Cerita berakhir di tempat peristirahatan Walisongo yaitu di Dusun Traju, Desa Gentan, Kecamatan Krangan Kabupaten Temanggung. Dalam peristirahatanya itu Walisongo bermusyawarah dan berniat untuk mewujudkan impiannya yaitu membuat sebuah masjid yang sebelumnya telah gagal. Di temukan lah sebuah tempat yang mereka inginkan tepatnya tidak jauh dari Alas Kudan tersebut. Dari situlah Walisongo berhasil membuat sebuah sebuah masjid. Dari sinilah Walisongo memulai untuk membuatnya, dengan menggunakan bahan- bahan yang ada di sekitaran daerah tersebut. Namun dalam masa pembuatanya itu Walisongo kekurangan satu bahan yaitu tiang. Kemudian mengambilnya tanpa seijin orang yang di situ. Tempat itu yang sekarang bernama Desa Guano. Kemudian kayu ini di bawa dan di kumpulkan di sebuah tempat yang sekarang bernama Lapangan Semaling. Sampai sekarang Ini bekas peninggalan kayu tersebut masih ada karena memang Walisongo hanya mengambilnya satu buah kayu. Masyarakat Desa semaling tidak terima kalau kayunya di ambil kemudian Desa Guano dan Desa Traju bersepakat, orang Desa Guano berkata apabila masyarakatnya tidak menjual kendi maka darimana mereka akan menghasilkan uang sedangkan orang Desa Traju menginginkan kayu itu untuk kebutuhannya karena apabila tidak meminta atau mengambil barang milik orang lain tidak akan bisa makan. Tercapailah kesepakatan tersebut kemudian di bangunkanlah sebuah masjid di Desa Traju. Lokasi- lokasi yang Walisongo cari untuk bahan pembuatan masjid tidak begitu jauh dari tempat pembuatan masjid tersebut. Walisongo menyelesaikan masjid itu hanyalah dalam hitungan jam, entah lah yang tau akan hal itu hanya mereka, orang yang sangat kuat dan mempunyai ilmu yang luar biasa. Orang-orang sampai sekarang banyak yang binggung mendengar cerita, yang sepertinya mustahil untuk di lakukan manusia namun bisa di lakukanya oleh Walisongo dengan sangat murah. Di Dusun Traju, Desa Gentan, Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung, ini adalah nama tempat yang di bangunkan sebuah masjid oleh Walisongo yang kemudian telah di tinggalkan dan seseorang telah menemukanya. Dahulu ini adalah tempat yang dulunya belum ada penghuni dan masih dalam bentuk semak belukar daerah hutan. Masyarakat tidak tahu kapan berdirinya tepat sebuah masjid tersebut berdiri. Menurut Bapak Prayit yang bercerita dahulu ada seseorang menemukan sebuah masjid tersebut di tengah-tengah semak belukar yang dahulu tempat ini belum ada penghuni sama sekali mereka berniat untuk menempati wilayah tersebut mereka menjaga dan merawatnya. Seiring berjalannya waktu kemudian jumlah penduduk berkembang menjadi semakin banyak. Sebuah masjid yang telah berdiri sangat besar dan megah yang ada di tengah-tengah Dusun Traju ini. Masyarakat meyakini bahwa masjid itu merupakan suatu peninggalan seorang walisongo karena bangunannya seperti bangunan masa lampau seperti pemakaian jumlah pilar yang banyak, terdapat bangunan masjid yang terbuat seperti bahan dari tatal kayu serta bangunannya yang tidak menjulang tinggi seperti layaknya bangunan masa kini. Dan ada keunikan dari batu pelataran depan masjid ada sebuah batu berisi air yang berasal dari sumur di gunakan untuk mensucikan diri dan di percaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan dapat mendatangkan berkah Setelah sekian lama Desa Batur Tugel ini ditinggalkan oleh Walisonggo dalam perjalanannya, kemudian barulah ada seseorang yang menemukan sebuah bangunan yang baru setengah jadi di antara semak belukar entah siapa yang pernah tinggal disini namun bangunannya belum jadi sudah di tinggalkan dan tidak tau sejak kapankah bangunan ini mulai di bangun. kemudian orang itu berniat untuk bertempat tinggal di daerah Tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu penghuni semakin bertambah menjadi banyak seperti sekarang ini. Masyarakat pun menyakini itu adalah peninggalan dari walisonggo pada zaman dulu dari cerita nenek moyang terdahulu yang sudah wafat dan cerita itu turun-temurun ke anak cucu masyarakat sini. Setelah selesai dalam tugasnya, Walisongo memulai untuk menyebar ilmu agamanya dengan cara berdakwah. Namun dalam setiap perjalanannya itu ada saja yang sering menganggunya. Mereka adalah orang-orang yang tidak mau mengikuti ilmu ajaran dari walisongo bahkan mereka memberontak dan ingin mencelakai Walisongo. Suatu ketika Walisongo yang hanya beranggotakan 2 orang sedang melakukan perjalanan untuk berdakwah di suatu tempat, namun ada yang menghadangnya. Sekelompok orang masing-masing membawa pedang dengan tiba-tiba menyerang kedua Walisongo tersebut. Mungkin dalam hati bersihnya Walisongo berfikir untuk tidak melukai mereka atau bahkan sampai membunuhnya, meskipun beliau mempunyai ilmu kekuatan yang luar biasa. Dalam peperangan itu Walisongo tidak membawa senjata apapun, keduanya terdesak hingga lengah dan akhirnya tewas karena terkena tusukan dari pedang tersebut. Kemudian 2 Walisongo ini wafat di tempat yang sekarang benama Desa Kerengan yang lokasinya tidak begitu jauh dari Desa Traju. Desa kerengan ini dahulu di kenal dengan desa yang masyarakatnya angkuh atau juga sering di sebut sebagai pemberontak yang suka berperang. Maka di Desa Kerengan inilah 2 Walisongo wafat dan di makamkan, sampai sekarang tempat makammnya nya pun sering di datangi oleh pengunjung yang ingin berziarah. Untuk ke 7 lainya dari Walisongo tersebut masih dalam melanjutkan niatnya untuk berdakwah hingga akhirnya ada yang wafat karena peperagan maupun karena faktor usia. Setelah zaman Walisongo ini selesai dalam sejarahnya, barulah muncul Bangsa Belanda yang datang ke Indonesia sekitar abad ke-16. Dahulu mereka datang untuk berdagang namun karena keserakahannya mereka ingin merampas dan menguasai hasil rempah-rempah yang ada di tanah jawa ini, hingga akhirnya melakukan tindakan keji pada waktu dulu kepada indonesia. Bangsa Belanda datang ke pulau jawa terutama di daerah Temanggung ini, yang Sudah banyak peninggalan-peninggalan sejarah dan cerita dari nenek moyang terdahulu. Menurut cerita dari Bapak Tambeng, kisah nenek moyang zaman terdahulu itu turun-temurun ke anak cucunya. Orang dulu menyebutnya sebagai zaman gegeran/lebih di kenal dengan zaman penjajahan. Dahulu Belanda datang dengan membuat kericuhan kepada warga sehingga membuat warga menjadi ketakutan karena apabila tindak menurutk apa kata mereka maka yang di ancam adalah nyawa dan sudah banyak korban dari ulah Belanda tersebut. Banyak hal yang di lakukan oleh Belanda untuk mencelakai masyarakat Indonesia. Orang jaman dahulu sering ketakutan dan jarang keluar rumah, mereka hanya keluar kalau untuk hal-hal yang penting saja, masyarakat selalu waspada ketika mendengar kabar-kabar bahwa Belanda telah datang pasti mereka akan berniat untuk menyelamatkan diri dan bersembunyi. Suatu ketika pernah terjadi, ada sebuah pesawat terbang milik Belanda yang datang menjatuhkanya sebuah bom dari atas langit, yang berniat untuk mencelakai masyarakat indonesia. Masyarakat pada zaman dahulu sering memasak di dapur dengan menggunakan tungku, sehingga bekas pembakaran kayunya akan mengeluarkan asap dan naik ke atas langit-langit, dari situlah Belanda akan mengetahuinya apabila ada asap yang tampak kelihatan dari atas maka disanalah pasti akan ada orang. Masyarakat berantisipasi apabila mendengar ada suara pesawat terbang dari atas maka mereka langsung bergegas untuk mematikan api tersebut dengan cara menguyurnya dengan air dan sesegera mungkin untuk bersembunyi ke tempat yang lebih aman. Banyak masyarakat dari luar desa juga yang datang/lari hingga menginap beberapa hari untuk menggungsi atau bersembunyi di Dusun Batur Tugel ini, tepatnya di daerah aliran air atau kali wangan bekas peninggalan Walisongo terdahulu yang lokasi tempat nya berada di alas/ladang klampok. Tempat ini adalah tempat yang paling aman menurut masyarakat untuk menghindari dari usikan Belanda pada waktu itu, karena tempatnya yang rimbun banyak pepohonan dan jarang di datangi oleh orang sehinga sangat memungkinkan untuk tempat persembunyian. Di Dusun Batur Tugel ini dahulu di katakan desa yang paling aman dari deda-desa yang lainya, yang dimana apapun bentuk tindakan kejahatan atau keburukan pasti akan di jauhkankanya. Dusun ini di jaga dan muliakan oleh peninggalan Walisongo yaitu Punden yang sampai saat ini masih berdiri kokoh di desa ini. Dahulu waktu terjadinya penjajahan belanda Walisongo memang sudah ada untuk dusun ini hingga Punden di sebut-sebut sebagai penyelamat yang di utus allah melewati Walisongo untuk dusun ini. Suatu ketika saat belanda ingin bertindak jahat yaitu ingin menjatuhkan sebuah bom ke desa ini dari atas pesawatnya, dengan memantaunya dari atas langit. Namun semua itu gagal karena di halau oleh Punden dengan kekuatan dari Yang Maha Kuasa. Punden menjadikanya tempat ini nampak gelap dan hitam apabila di dilihat dari atas langit, sehingga belanda tidak dapat melihat keberadaaan masyarakat yang ada di dusun ini. Kemudian Belanda menjatuhkannya bom itu ke tempat lain. Punden ini adalah suatu anugerah yang di berikan oleh allah untuk desa ini, yang menjaga dan melindungi seluruh umatnya. Hingga pada akhirnya Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda maupun jepang, masyarakat mulai tenang dan damai sejak saat itu. Dahulunya masyarakat tinggal tidak jauh dari Punden tersebut, tetapi lama kemudian muncul satu persatu rumah penduduk. Di sekitaran lokasi Punden saat itu banyak pepohohan yang besar dan rimbun, sehingga membuatnya menjadi gelap dan tampak menyeramkan. Masyarakat banyak yang takut meskipun hanya sekedar untuk lewat dan mendekatinya. Pada saat itulah masyarakat bergotong-royong berniat untuk menebang pohon-pohon tersebut dan memanfaatkan kayunya untuk bahan pembuatan rumah penduduk. Hingga akhirnya, suasana Punden berubah menjadi terang, bersih, dan ramai tidak seperti sebelum- sebelumnya. Waktu kecil dulu saya dan teman-teman saya sering bermain di sekitaran Punden itu, karena memang rumah teman saya yang berada dekat tepatnya di atas bangunan Punden tersebut. Depan teras Punden tersebut cukup luas sehingga sering di buat mainan anak-anak bahkan dulu sering di buat sepak bola oleh orang dewasa, sehingga membuat tempat ini menjadi ramai dari sebelum-sebelumnya. Banyak cerita yang saya dapat dari orang tua saya atau orang terdekat waktu dulu tentang punden meskipun sudah banyak yang lupa. Seingat saya, saya tidak boleh masuk ke dalam punden tersebut sehingga saya dan teman-teman saya tidak berani untuk masuk, sering kali penasaran sebenarnya apa yang ada di dalam Punden tersebut. Hingga akhirnya memberanikan diri untuk melihatnya dari luar dan mengintipnya dari jendela kaca, yang saya liat jelas adalah ada sebuah patung garuda Negara republik Indonesia yang berukuran sedang berada di dalamnnya. Dari luar terasa bau kemenyan, karena memang di dalamnnya terdapat kemenyam yang di bakar dan tradisi itu memang sudah di lakukan sejak dulu hingga sampai sekarang. Lokasi Punden itu terletak di bagian wetan atau sebelah paling timur dari Desa Batur Tugel dan sebelahnya terdapat sumber mata air yang mengalir berasal dari kali atas punden/berasal dari alas/ladang gumuk yang disana terdapat seperti gentong besar peninggalan sejarah terdahulu. Menurut cerita Bapak Tambeng, di dalam Punden ini terdapat banyak barang-barang kuno/antik milik peninggalan Walisongo pada masanya itu. Terutama alat-alat pewayangan seperti gamelan, kendang, gong, kenong, bonang, dan sebagainya. Dan terdapat pula peralatan dapur lengkap seperti piring, gelas, teko air minum, sendok, tungku dan sebagainya. Barang-barang itu sebenarnya ada di dalam punden tersebut namun tidak semua orang dapat melihatnya, hanya orang tertentu saja yang dapat melihatnya bahwa di situlah barang-barang itu tertata rapi. Dulu ada salah satu orang yang berniat ingin meminjam alat-alat pewayagan untuk suatu pertunjukan wayang, namun entah apa yang telah di lakukanya tersebut sehingga malah membuat alat dan barang-barang itu jadi menghilang. Mungkin karena sudah perintah Walisongo ataupun karena apa juga tidak tahu , dan sampai sekarang inilah barang-barang itu menghilang dan tidak terlihat oleh orang biasa. Meskipun begitu Punden adalah tempat yang sangat sacral dan sangat di hormati oleh masyarakat Dusun Batur Tugel, sehingga Dari zaman dulu sampai sekarang masyarakat merawat dan menjaga kebersihan, keutuhan dari isi maupun daerah bangunan tersebut. Sudah bertahun-tahun lamanya bangunan ini berdiri di Dusun Batur Tugel ini, namun seiring dengan berjalannya waktu terpaan angin dan tergerus hujan deras setiap musim penghujan terus menerus membuat bangunan punden menjadi terkikis, rusak, dan bahkan genting- gentingnya pun roboh. Di Desa Batur Tugel ini ada salah satu orang yang menjadi orang kepercayaaan Walisongo. Pada jaman dahulu adalah bernama Bapak Mitro, yang kemudian wafat dan sekarang di gantikan oleh Bapak Daryanto. Apapun nasihat, larangan, atau masukan yang ingin Walisongo sampaikan untuk tujuan kemakmuran desa ini akan selalu di beritahukan melewati orang yang beliau percayai ini. Maka dari itulah semua mimpi atau pesan-pesan yang Bapak Daryanto dapat dari Walisongo ini diberitahukan kepada seluruh masyarakat. Ia mengatakan bahwa Walisongo akan datang atau sekedar singgah ke Punden untuk melihat semua keadaan tentang desa ini. Masyarakat sangatlah yakin bahwa sang pencipta menjaga dan melindungi desa ini melewati Walisongo untuk selalu bersyukur atas apa yang telah di berikannya. Suatu hari Bapak Daryanto bermimpi bahwa dia didatangi salah satu dari Walisonggo dan meminta dengan penuh keyakinan agar membangunkan nya kembali punden itu menjadi yang lebih baik lagi dan layak untuk iya singgahi, Bapak Daryanto menangis nyata dalam mimpi itu Kemudian Bapak Daryanto menyampaikan mimpi itu kepada masyarakat. Kemudian masyarakat bermusyawah dan mulai bergotong- royong bergegas membangunkan kembali Punden itu dengan uang dari kas masyarakat. Setelah berbulan-bulan lamanya akhirnya bangunan punden sudah selesaikan dengan ukuran nya pun yang cukup luas. Apabila di lihat dari luar punden ini terlihat sejuk dengan adanya pepohonan yang di tanam oleh masyarakat dan membuatnya lebih hijau, bersih, dan indah. Punden ini biasa digunakan masyarakat untuk kegiatan mujhadahan atau yasinan setiap kaum pria pada malam jumat keliwon, dan penduduk yang ikut dalam yasinan tersebut biasa pulang dengan membawa air punden yang sudah di doakan dan di percaya dapat menyembuhkan penyakit atau segala permohonan yang kita inginkan akan di kabulkan dengan doa melewati Walisongo. Setiap satu tahun 2 kali juga di adakan sadranan yang biasa masyarakat rayakan untuk hari desa atau biasa menyebutnya hari kadesa, hari kadesa ini adalah hari yang cukup meriah karena banyak makanan yang merupakan ucapan syukur atas rejeki yang telah di berikan oleh allah untuk desa ini. Saat sadranan biasanya masyarakat menyajikan makanan tiap-tiap keluarga khususnya untuk kaum pria yang beramai-ramai ikut merayakannya. Masyarakat membaginya dalam dua tempat setiap tahunnya yaitu dengan cara bergiliran merayakan sadranan di tempat makan dan di depan teras Punden. Suatu ketika ada seorang pak haji yang sekarang namanya sudah lupa, datang untuk mengunjungi Punden tersebut, beliau juga sudah tau dan menyakini bahwa punden ini merupakan peninggalan Walisonggo pada zaman dahulu. Pak haji ini melakukan rundingan bersama pak lurah dan masyarakat setempat yang bercerita bahwa masjid peninggalan Walisongo ini ada di beberapa tempat termasuk wilayah Temanggung, terutama punden ini, masjid Traju dan masjid yang terletak di Tembarak dan peninggalan lain yang terletak di Kabupaten Temanggung. Setelah bercerita panjang lebar beliau ingin mengadakan pengajian dan memberikan dana bantuan untuk pembuatan sebuah mushola yang tepatnya berada di depan sebelah barat Punden. Pak haji dan rekan-rekannya ini membantu cukup banyak sumbangan dari mulai pasir, batu, genting hingga seluruh kebutuhan yang ada di dalam mushola tersebut seperti sajadah, korden, dan sebagainya sampai mushola itu selesai di bangun. Dalam pengajian itu dilaksanakan pada pagi hari, yang hanya mengundang seluruh penduduk Batur Tugel saja pada waktu itu. Isi dakwah yang diberikan oleh pak haji singkat cerita bahwa Punden ini adalah peninggalan Walisongo pada saat perjalanan ingin menyebarluaskan agama islam di pulau jawa khususnya di Dusun Batur Tugel ini yang alhamdulilah semua peduduknya beragama islam, namun Walisongo belum berhasil untuk menyelesaikan pembuatan punden yang dahulunya akan di buat sebuah masjid akan tetapi melanjutkan perjalanannya dengan membuat masjid di Dusun Traju. Sebagai umat islam wajib menjaga dan melestarikan peinggalan- peninggalan sejarah zaman dahulu karna peninggalan walisonggo sangatlah bermanfaat untuk kita dan merupakan tolok ukur dimana agama islam sangat di perjuangkan pada masa itu dan sudah terbukti dengan petilasan yang mereka tinggalkan. Hati kita seharusnya iba jikalau tidak meneruskan dan menjaga petilasan Punden ini karena pertama kali bangunan ini ada yang terletak di desa ini sehingga mengundang penduduk untuk mengisi desa dari satu dua penduduk hingga menjadi seperti sekarang ini. Dalam pengajian ini di sahkan juga peletakan batu pertama yang di saksikan langsung oleh penduduk dalam pengajian tersebut. Pembangunan mushola ini hanyalah memperkerjakan masyarakat penduduk Dusun Batur Tugel saja, karena memang tidak terlalu membutuhkan banyak tenaga dan masyarakat bersedia untuk membangunkanya. Bangunan ini cukup berukuran besar untuk ukuran mushola, dan sekarang desa ini sudah terdiri dari masjid . Dahulu suasana yang sepi karena hanya di kunjungi pada hari tertentu saja, sekarang ramai dan hidup yang setiap hari untuk kegiatan beribadah dan banyak anak kecil mengaji setiap sorenya. Nah itulah sedikit cerita sejarah dari Dusun Batur Tugel ini, dari sebelum desa ini ada hingga menjadi seperti sekarang ini. Meskipun desa saya ini hanya sebagai tempat persinggahan namun cerita ini sangatlah menarik bagi saya. Dengan adanya petilasan-petilasan dari peninggalan Walisongo yang sangat bermanfaat sampai sekarang dan kekuatan kuasa Punden untuk selalu menjaga desa ini dari marabahaya adalah suatu karunia emas yang di berikan oleh allah SWT untuk desa ini, sehingga masyarakat sangat menghormati dan menjaga Punden ini dengan sebaik- baiknya. Dokumentasi dan petilasan Walisongo
Peninggalan sejarah Punden yang terletak di Dusun Batur Tugel, Desa
Kwarakan, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung Peninggalan sejarah masjid Walisongo yang terletak di Dusun Traju, Desa Gentan, Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung. Narasumber : 1. Bapak Jasrokim 2. Bapak Tambeng 3. Bapak Prayitno
Foto Bapak Jasrokim selaku narasumer warga Dusun Batur Tugel