Anda di halaman 1dari 13

ASAL-USUL DUSUN BATUR TUGEL, DESA KWARAKAN,

KECAMATAN KALORAN, KABUPATEN TEMANGGUNG


Oleh: Nurhayati

Pada zaman dahulu jauh sebelum ada penjajahan dan


kemerdekaan Indonesia, didalam sejarah ada sebuah cerita pendiri
kerajaan-kerajaan yang didirikan dan menyebar di berbagai pulau-pulau
yang ada di Indonesia, oleh seorang yang ahli dalam sebuah ilmu agama
terutama agama islam, budha, dan hindu. Salah satunya yaitu Walisongo
yang di beri gelar sebagai sunan/mubaling karena merupakan sebutan
bagi orang-orang yang di agungkan atau di hormati pada masanya.
Walisongo ini adalah seorang ilmuan dari agama islam.
Sejarah Desa Batur Tugel ini cukup menarik dimana asal-usulnya
tidak lepas dari cerita pada zaman dahulu yaitu pada saat penyebarluasan
agama islam pada waktu dulu. Namun dalam sejarah ini Walisongo
tidaklah membuat sebuah kerajaan, namun mendirikan sebuah masjid
untuk umat islam. Petilasan atau peninggalan sejarahnya pun mempunyai
cerita tersendiri di Desa Batur Tugel ini. Salah satu tokoh atau pelakunya
yaitu Walisongo, wali yang berarti wakil dan songo dalam bahasa jawa
yang berarti Sembilan. Walisongo ini beranggotakan 9 sunan diantaranya
yaitu sunan gunung jati, sunan ampel (raden rahmat), sunan
gresik( maulana malik Ibrahim), sunan bonang ( raden makhdum), sunan
giri ( raden paku), sunan drajat (raden qasim), sunan muria (raden umar
said), sunan kudus (ja'far shadiq), dan sunan kalijaga ( raden sahid).
Mereka mempunyai cara-caranya tersendiri dan unik dalam
menyebarluaskan agama islam dengan jalan berdakwah untuk
masyarakat di tanah jawa ini.
Menurut cerita dari narasumber Bapak Prayitno warga Dusun
Batur Tugel yang saya dengar, dahulu kala walisongo datang ke pulau
jawa untuk menyebarkan agama islam dengan cara yang sangat unik dan
tanpa ada paksaan sama sekali. Walisongo datang ke pulau jawa dengan
niat dan tujuan yang sungguh mulia sekali. Pada masanya, dahulu
masyarakat kebanyakan orang beragama hindu dan budha, hanya sedikit
orang yang yang beragama islam dan bahkan ada yang tidak mempunyai
agama karena kurang pemahamannya tentang agama dan zaman dahulu
belum se modern zaman sekarang.
Menurut cerita, Walisongo berniat menyebarkan agama islam
dengan datang ke pulau jawa karena merupakan pusat perekonomian
tertinggi pada waktu itu sehingga jawa banyak di kunjungi oleh pedagang
dari luar jawa, Walisonggo berpendapat kemungkinan dengan cara seperti
ini akan lebih cepat dalam penyebaran agama islam yang kemudian
mereka akan menyebarkan agama islam ke daerahnya masing masing.
Suatu ketika Walisongo datang ke pulau jawa dan melakukan
dakwah kepada tiap-tiap masyarakat tentang agama islam. Dalam sebuah
perjalanan ke pulau jawa ini, banyak tempat-tempat yang beliau kunjungi.
Walisongo memulai perjalanannya, yang kemudian menemukan sebuah
tempat dan beristirahat sebentar. Dalam pemikiranya mereka berinisiatif
untuk membuat suatu tempat barulah mereka melakukan rundingan dan
bersepakat untuk membuat sebuah masjid yang besar atau sebuah
pondok yang dapat di gunakan sebagai awal untuk melaksanakan niatnya
itu. Di temukanlah sebuah tempat yang sekarang bernama Dusun
Ngadiroso, tempat ini sebenarnya ingin di buat masjid namun ternyata
sudah ada peninggalan atau petilasan terdahulunya yang telah di beri
nama Punden. Di Punden ini ada sebuah batu besar dan juga sumber
mata air yang masih ada sampai sekarang di Dusun Ngadiroso, Desa
Wonokerso, Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung.
Kemudian Walisongo melanjutkan perjalannya kembali untuk
mencari tempat lain. Barulah di temukanya sebuah tempat yang dahulu
belum ada penghuni dan masih rata dengan tumbuhan semak-semak
belukar. karena tempatnya yang dekat dengan sumber mata air dan
tempatnya yang mendukung maka dari itulah salah satu cara yang kuat
untuk memulai menyebarkan ilmu dan berdakwah di daerah tempat
tersebut meskipun masih jauh dari pemukiman warga.
Walisongo yang beranggotakan Sembilan itu bekerja sama untuk
mencari bahan-bahan yang bisa di gunakan untuk pembuatan bangunan
tersebut, mereka mencari kayu yang kuat dan bergotong- royong untuk
menyelesaikan tugasnya tersebut. Walisongo di kenal memiliki kekuatan
dan ilmu yang begitu luar biasa, tak heran apabila pekerjaan yang berat
maupun susah dan mustahil rasanya apabila di lakukan oleh manusia
biasa, Walisongo ini bisa mengerjakan dengan sangat gampang yang
dapat terselesaikan dengan cepat dan tepat dalam waktu yang singkat.
Menurut Bapak Jasrokim dahulu Walisongo mempunyai sebuah
target akan menyelesaikan pembuatan bangunan ini dalam satu hari dan
selesai sebelum ayam jantan berkokok yang menandakan hari sudah
pagi. Walisongo mulai membuat masjid itu dengan penuh keyakinan.
Mereka mencari bahan-bahan untuk pembuatan masjid tersebut dengan
mengandalkan kekuatan dan ilmu yang mereka miliki dengan cepat dan
tepat agar masjid itu selesai dalam waktu yang sudah di tetapkan. Namun
alhasil takdir berkata lain, bangunan itu hampir sudah selesai namun
ternyata ayam jantan telah berkokok sedangkan bangunan belumlah
terselesaikan. Kemudian Walisongo menamainya dengan nama Punden
yang di hormati oleh masyarakat hingga saat ini. Mereka tidak yakin akan
melanjutkan pembuatan masjid tersebut, barulah Walisongo berniat akan
melanjutkan perjalanannya kembali mencari tempat lain yang akan
mereka buatkan sebuah masjid.
Dalam suatu perjalanan salah satu sunan dari kesembilan orang
tersebut jalan dengan menggunakan tongkat bambu karena sebagai
sumber kekuatan untuk berjalan yang cukup jauh. Selama perjalanannya
itu mereka menemukan sebuah gumuk atau sebuah dataran tinggi yang
begitu tinggi dan tidak memungkinkan untuk di lalui ketika jalan kaki.
kemudian di potonglah gumuk tersebut dengan menggunakan tongkat
bamboo tersebut. Dengan kekuatan dari kuasa allah SWT yang akhirnya
di berikanlah nama Batur Tugel atau dalam bahasa Indonesia adalah
tanah yang di potong dan kemudian jadilah sebuah desa.
Perjalanan itu masih tetap berlanjut hingga akhirnya telah sampai
di suatu tempat, karena Walisongo merasa kelelahan maka berniat untuk
beristirahat terlebih dahulu setelah melalui perjalanan yang cukup jauh. Di
tempat itulah salah satu sunan menancapkan tongkat bambu tersebut ke
tanah. Kuasa allah memang sungguh luar biasa tongkat bambu tersebut
tumbuh menjadi pohon bambu yang subur dan bertumbuh banyak.
Tempat ini berbentuk seperti kebun atau masyarakat desa biasa
menyebutnya alas/tegal, yang kemudian di beri nama Alas Kudan. Hingga
sampai saat ini masyarakat daerah sekitar sering mengambil dan
memanfaatkan bambu tersebut untuk kebutuhannya masing-masing.
Bekas perjalanan Walisongo ternyata meninggalkan sebuah jejak
dimana bekas tarikan dari tongkat bambu tersebut telah menjadi sebuah
aliran air atau kali wangan yang sangat bermanfaat sekali sampai
sekarang di gunakan untuk pengairan lahan pertanian milik masyarakat
daerah sekitar. Kali wangan tersebut terbentang dari perjalanan awal yaitu
dari Dusun Batur Tugel yang juga kemudian melewati Desa Kwarakan,
yang dahulunya disini ada sebuah binatang yg di sebut warak yang besar
di sawah dan kemudian dinamakanlah Desa Kwarakan yang
berkecamatan di Kaloran Kabupaten Temanggung. Cerita berakhir di
tempat peristirahatan Walisongo yaitu di Dusun Traju, Desa Gentan,
Kecamatan Krangan Kabupaten Temanggung.
Dalam peristirahatanya itu Walisongo bermusyawarah dan berniat
untuk mewujudkan impiannya yaitu membuat sebuah masjid yang
sebelumnya telah gagal. Di temukan lah sebuah tempat yang mereka
inginkan tepatnya tidak jauh dari Alas Kudan tersebut. Dari situlah
Walisongo berhasil membuat sebuah sebuah masjid. Dari sinilah
Walisongo memulai untuk membuatnya, dengan menggunakan bahan-
bahan yang ada di sekitaran daerah tersebut. Namun dalam masa
pembuatanya itu Walisongo kekurangan satu bahan yaitu tiang. Kemudian
mengambilnya tanpa seijin orang yang di situ. Tempat itu yang sekarang
bernama Desa Guano. Kemudian kayu ini di bawa dan di kumpulkan di
sebuah tempat yang sekarang bernama Lapangan Semaling. Sampai
sekarang Ini bekas peninggalan kayu tersebut masih ada karena memang
Walisongo hanya mengambilnya satu buah kayu. Masyarakat Desa
semaling tidak terima kalau kayunya di ambil kemudian Desa Guano dan
Desa Traju bersepakat, orang Desa Guano berkata apabila
masyarakatnya tidak menjual kendi maka darimana mereka akan
menghasilkan uang sedangkan orang Desa Traju menginginkan kayu itu
untuk kebutuhannya karena apabila tidak meminta atau mengambil
barang milik orang lain tidak akan bisa makan. Tercapailah kesepakatan
tersebut kemudian di bangunkanlah sebuah masjid di Desa Traju. Lokasi-
lokasi yang Walisongo cari untuk bahan pembuatan masjid tidak begitu
jauh dari tempat pembuatan masjid tersebut. Walisongo menyelesaikan
masjid itu hanyalah dalam hitungan jam, entah lah yang tau akan hal itu
hanya mereka, orang yang sangat kuat dan mempunyai ilmu yang luar
biasa. Orang-orang sampai sekarang banyak yang binggung mendengar
cerita, yang sepertinya mustahil untuk di lakukan manusia namun bisa di
lakukanya oleh Walisongo dengan sangat murah.
Di Dusun Traju, Desa Gentan, Kecamatan Kranggan Kabupaten
Temanggung, ini adalah nama tempat yang di bangunkan sebuah masjid
oleh Walisongo yang kemudian telah di tinggalkan dan seseorang telah
menemukanya. Dahulu ini adalah tempat yang dulunya belum ada
penghuni dan masih dalam bentuk semak belukar daerah hutan.
Masyarakat tidak tahu kapan berdirinya tepat sebuah masjid tersebut
berdiri. Menurut Bapak Prayit yang bercerita dahulu ada seseorang
menemukan sebuah masjid tersebut di tengah-tengah semak belukar
yang dahulu tempat ini belum ada penghuni sama sekali mereka berniat
untuk menempati wilayah tersebut mereka menjaga dan merawatnya.
Seiring berjalannya waktu kemudian jumlah penduduk berkembang
menjadi semakin banyak. Sebuah masjid yang telah berdiri sangat besar
dan megah yang ada di tengah-tengah Dusun Traju ini. Masyarakat
meyakini bahwa masjid itu merupakan suatu peninggalan seorang
walisongo karena bangunannya seperti bangunan masa lampau seperti
pemakaian jumlah pilar yang banyak, terdapat bangunan masjid yang
terbuat seperti bahan dari tatal kayu serta bangunannya yang tidak
menjulang tinggi seperti layaknya bangunan masa kini. Dan ada keunikan
dari batu pelataran depan masjid ada sebuah batu berisi air yang berasal
dari sumur di gunakan untuk mensucikan diri dan di percaya dapat
menyembuhkan berbagai penyakit dan dapat mendatangkan berkah
Setelah sekian lama Desa Batur Tugel ini ditinggalkan oleh
Walisonggo dalam perjalanannya, kemudian barulah ada seseorang yang
menemukan sebuah bangunan yang baru setengah jadi di antara semak
belukar entah siapa yang pernah tinggal disini namun bangunannya belum
jadi sudah di tinggalkan dan tidak tau sejak kapankah bangunan ini mulai
di bangun. kemudian orang itu berniat untuk bertempat tinggal di daerah
Tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu penghuni semakin bertambah
menjadi banyak seperti sekarang ini. Masyarakat pun menyakini itu adalah
peninggalan dari walisonggo pada zaman dulu dari cerita nenek moyang
terdahulu yang sudah wafat dan cerita itu turun-temurun ke anak cucu
masyarakat sini.
Setelah selesai dalam tugasnya, Walisongo memulai untuk
menyebar ilmu agamanya dengan cara berdakwah. Namun dalam setiap
perjalanannya itu ada saja yang sering menganggunya. Mereka adalah
orang-orang yang tidak mau mengikuti ilmu ajaran dari walisongo bahkan
mereka memberontak dan ingin mencelakai Walisongo. Suatu ketika
Walisongo yang hanya beranggotakan 2 orang sedang melakukan
perjalanan untuk berdakwah di suatu tempat, namun ada yang
menghadangnya. Sekelompok orang masing-masing membawa pedang
dengan tiba-tiba menyerang kedua Walisongo tersebut. Mungkin dalam
hati bersihnya Walisongo berfikir untuk tidak melukai mereka atau bahkan
sampai membunuhnya, meskipun beliau mempunyai ilmu kekuatan yang
luar biasa. Dalam peperangan itu Walisongo tidak membawa senjata
apapun, keduanya terdesak hingga lengah dan akhirnya tewas karena
terkena tusukan dari pedang tersebut. Kemudian 2 Walisongo ini wafat di
tempat yang sekarang benama Desa Kerengan yang lokasinya tidak
begitu jauh dari Desa Traju. Desa kerengan ini dahulu di kenal dengan
desa yang masyarakatnya angkuh atau juga sering di sebut sebagai
pemberontak yang suka berperang. Maka di Desa Kerengan inilah 2
Walisongo wafat dan di makamkan, sampai sekarang tempat makammnya
nya pun sering di datangi oleh pengunjung yang ingin berziarah. Untuk ke
7 lainya dari Walisongo tersebut masih dalam melanjutkan niatnya untuk
berdakwah hingga akhirnya ada yang wafat karena peperagan maupun
karena faktor usia.
Setelah zaman Walisongo ini selesai dalam sejarahnya, barulah
muncul Bangsa Belanda yang datang ke Indonesia sekitar abad ke-16.
Dahulu mereka datang untuk berdagang namun karena keserakahannya
mereka ingin merampas dan menguasai hasil rempah-rempah yang ada di
tanah jawa ini, hingga akhirnya melakukan tindakan keji pada waktu dulu
kepada indonesia. Bangsa Belanda datang ke pulau jawa terutama di
daerah Temanggung ini, yang Sudah banyak peninggalan-peninggalan
sejarah dan cerita dari nenek moyang terdahulu.
Menurut cerita dari Bapak Tambeng, kisah nenek moyang zaman
terdahulu itu turun-temurun ke anak cucunya. Orang dulu menyebutnya
sebagai zaman gegeran/lebih di kenal dengan zaman penjajahan. Dahulu
Belanda datang dengan membuat kericuhan kepada warga sehingga
membuat warga menjadi ketakutan karena apabila tindak menurutk apa
kata mereka maka yang di ancam adalah nyawa dan sudah banyak
korban dari ulah Belanda tersebut. Banyak hal yang di lakukan oleh
Belanda untuk mencelakai masyarakat Indonesia. Orang jaman dahulu
sering ketakutan dan jarang keluar rumah, mereka hanya keluar kalau
untuk hal-hal yang penting saja, masyarakat selalu waspada ketika
mendengar kabar-kabar bahwa Belanda telah datang pasti mereka akan
berniat untuk menyelamatkan diri dan bersembunyi. Suatu ketika pernah
terjadi, ada sebuah pesawat terbang milik Belanda yang datang
menjatuhkanya sebuah bom dari atas langit, yang berniat untuk
mencelakai masyarakat indonesia.
Masyarakat pada zaman dahulu sering memasak di dapur dengan
menggunakan tungku, sehingga bekas pembakaran kayunya akan
mengeluarkan asap dan naik ke atas langit-langit, dari situlah Belanda
akan mengetahuinya apabila ada asap yang tampak kelihatan dari atas
maka disanalah pasti akan ada orang. Masyarakat berantisipasi apabila
mendengar ada suara pesawat terbang dari atas maka mereka langsung
bergegas untuk mematikan api tersebut dengan cara menguyurnya
dengan air dan sesegera mungkin untuk bersembunyi ke tempat yang
lebih aman.
Banyak masyarakat dari luar desa juga yang datang/lari hingga
menginap beberapa hari untuk menggungsi atau bersembunyi di Dusun
Batur Tugel ini, tepatnya di daerah aliran air atau kali wangan bekas
peninggalan Walisongo terdahulu yang lokasi tempat nya berada di
alas/ladang klampok. Tempat ini adalah tempat yang paling aman
menurut masyarakat untuk menghindari dari usikan Belanda pada waktu
itu, karena tempatnya yang rimbun banyak pepohonan dan jarang di
datangi oleh orang sehinga sangat memungkinkan untuk tempat
persembunyian.
Di Dusun Batur Tugel ini dahulu di katakan desa yang paling
aman dari deda-desa yang lainya, yang dimana apapun bentuk tindakan
kejahatan atau keburukan pasti akan di jauhkankanya. Dusun ini di jaga
dan muliakan oleh peninggalan Walisongo yaitu Punden yang sampai saat
ini masih berdiri kokoh di desa ini. Dahulu waktu terjadinya penjajahan
belanda Walisongo memang sudah ada untuk dusun ini hingga Punden di
sebut-sebut sebagai penyelamat yang di utus allah melewati Walisongo
untuk dusun ini.
Suatu ketika saat belanda ingin bertindak jahat yaitu ingin
menjatuhkan sebuah bom ke desa ini dari atas pesawatnya, dengan
memantaunya dari atas langit. Namun semua itu gagal karena di halau
oleh Punden dengan kekuatan dari Yang Maha Kuasa. Punden
menjadikanya tempat ini nampak gelap dan hitam apabila di dilihat dari
atas langit, sehingga belanda tidak dapat melihat keberadaaan
masyarakat yang ada di dusun ini. Kemudian Belanda menjatuhkannya
bom itu ke tempat lain. Punden ini adalah suatu anugerah yang di berikan
oleh allah untuk desa ini, yang menjaga dan melindungi seluruh umatnya.
Hingga pada akhirnya Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda
maupun jepang, masyarakat mulai tenang dan damai sejak saat itu.
Dahulunya masyarakat tinggal tidak jauh dari Punden tersebut,
tetapi lama kemudian muncul satu persatu rumah penduduk. Di sekitaran
lokasi Punden saat itu banyak pepohohan yang besar dan rimbun,
sehingga membuatnya menjadi gelap dan tampak menyeramkan.
Masyarakat banyak yang takut meskipun hanya sekedar untuk lewat dan
mendekatinya. Pada saat itulah masyarakat bergotong-royong berniat
untuk menebang pohon-pohon tersebut dan memanfaatkan kayunya
untuk bahan pembuatan rumah penduduk. Hingga akhirnya, suasana
Punden berubah menjadi terang, bersih, dan ramai tidak seperti sebelum-
sebelumnya.
Waktu kecil dulu saya dan teman-teman saya sering bermain di
sekitaran Punden itu, karena memang rumah teman saya yang berada
dekat tepatnya di atas bangunan Punden tersebut. Depan teras Punden
tersebut cukup luas sehingga sering di buat mainan anak-anak bahkan
dulu sering di buat sepak bola oleh orang dewasa, sehingga membuat
tempat ini menjadi ramai dari sebelum-sebelumnya. Banyak cerita yang
saya dapat dari orang tua saya atau orang terdekat waktu dulu tentang
punden meskipun sudah banyak yang lupa. Seingat saya, saya tidak
boleh masuk ke dalam punden tersebut sehingga saya dan teman-teman
saya tidak berani untuk masuk, sering kali penasaran sebenarnya apa
yang ada di dalam Punden tersebut. Hingga akhirnya memberanikan diri
untuk melihatnya dari luar dan mengintipnya dari jendela kaca, yang saya
liat jelas adalah ada sebuah patung garuda Negara republik Indonesia
yang berukuran sedang berada di dalamnnya. Dari luar terasa bau
kemenyan, karena memang di dalamnnya terdapat kemenyam yang di
bakar dan tradisi itu memang sudah di lakukan sejak dulu hingga sampai
sekarang.
Lokasi Punden itu terletak di bagian wetan atau sebelah paling
timur dari Desa Batur Tugel dan sebelahnya terdapat sumber mata air
yang mengalir berasal dari kali atas punden/berasal dari alas/ladang
gumuk yang disana terdapat seperti gentong besar peninggalan sejarah
terdahulu. Menurut cerita Bapak Tambeng, di dalam Punden ini terdapat
banyak barang-barang kuno/antik milik peninggalan Walisongo pada
masanya itu. Terutama alat-alat pewayangan seperti gamelan, kendang,
gong, kenong, bonang, dan sebagainya. Dan terdapat pula peralatan
dapur lengkap seperti piring, gelas, teko air minum, sendok, tungku dan
sebagainya. Barang-barang itu sebenarnya ada di dalam punden tersebut
namun tidak semua orang dapat melihatnya, hanya orang tertentu saja
yang dapat melihatnya bahwa di situlah barang-barang itu tertata rapi.
Dulu ada salah satu orang yang berniat ingin meminjam alat-alat
pewayagan untuk suatu pertunjukan wayang, namun entah apa yang telah
di lakukanya tersebut sehingga malah membuat alat dan barang-barang
itu jadi menghilang. Mungkin karena sudah perintah Walisongo ataupun
karena apa juga tidak tahu , dan sampai sekarang inilah barang-barang itu
menghilang dan tidak terlihat oleh orang biasa. Meskipun begitu Punden
adalah tempat yang sangat sacral dan sangat di hormati oleh masyarakat
Dusun Batur Tugel, sehingga Dari zaman dulu sampai sekarang
masyarakat merawat dan menjaga kebersihan, keutuhan dari isi maupun
daerah bangunan tersebut.
Sudah bertahun-tahun lamanya bangunan ini berdiri di Dusun
Batur Tugel ini, namun seiring dengan berjalannya waktu terpaan angin
dan tergerus hujan deras setiap musim penghujan terus menerus
membuat bangunan punden menjadi terkikis, rusak, dan bahkan genting-
gentingnya pun roboh.
Di Desa Batur Tugel ini ada salah satu orang yang menjadi orang
kepercayaaan Walisongo. Pada jaman dahulu adalah bernama Bapak
Mitro, yang kemudian wafat dan sekarang di gantikan oleh Bapak
Daryanto. Apapun nasihat, larangan, atau masukan yang ingin Walisongo
sampaikan untuk tujuan kemakmuran desa ini akan selalu di beritahukan
melewati orang yang beliau percayai ini. Maka dari itulah semua mimpi
atau pesan-pesan yang Bapak Daryanto dapat dari Walisongo ini
diberitahukan kepada seluruh masyarakat. Ia mengatakan bahwa
Walisongo akan datang atau sekedar singgah ke Punden untuk melihat
semua keadaan tentang desa ini. Masyarakat sangatlah yakin bahwa
sang pencipta menjaga dan melindungi desa ini melewati Walisongo untuk
selalu bersyukur atas apa yang telah di berikannya.
Suatu hari Bapak Daryanto bermimpi bahwa dia didatangi salah
satu dari Walisonggo dan meminta dengan penuh keyakinan agar
membangunkan nya kembali punden itu menjadi yang lebih baik lagi dan
layak untuk iya singgahi, Bapak Daryanto menangis nyata dalam mimpi itu
Kemudian Bapak Daryanto menyampaikan mimpi itu kepada
masyarakat. Kemudian masyarakat bermusyawah dan mulai bergotong-
royong bergegas membangunkan kembali Punden itu dengan uang dari
kas masyarakat. Setelah berbulan-bulan lamanya akhirnya bangunan
punden sudah selesaikan dengan ukuran nya pun yang cukup luas.
Apabila di lihat dari luar punden ini terlihat sejuk dengan adanya
pepohonan yang di tanam oleh masyarakat dan membuatnya lebih hijau,
bersih, dan indah.
Punden ini biasa digunakan masyarakat untuk kegiatan
mujhadahan atau yasinan setiap kaum pria pada malam jumat keliwon,
dan penduduk yang ikut dalam yasinan tersebut biasa pulang dengan
membawa air punden yang sudah di doakan dan di percaya dapat
menyembuhkan penyakit atau segala permohonan yang kita inginkan
akan di kabulkan dengan doa melewati Walisongo. Setiap satu tahun 2
kali juga di adakan sadranan yang biasa masyarakat rayakan untuk hari
desa atau biasa menyebutnya hari kadesa, hari kadesa ini adalah hari
yang cukup meriah karena banyak makanan yang merupakan ucapan
syukur atas rejeki yang telah di berikan oleh allah untuk desa ini. Saat
sadranan biasanya masyarakat menyajikan makanan tiap-tiap keluarga
khususnya untuk kaum pria yang beramai-ramai ikut merayakannya.
Masyarakat membaginya dalam dua tempat setiap tahunnya yaitu dengan
cara bergiliran merayakan sadranan di tempat makan dan di depan teras
Punden.
Suatu ketika ada seorang pak haji yang sekarang namanya sudah
lupa, datang untuk mengunjungi Punden tersebut, beliau juga sudah tau
dan menyakini bahwa punden ini merupakan peninggalan Walisonggo
pada zaman dahulu. Pak haji ini melakukan rundingan bersama pak lurah
dan masyarakat setempat yang bercerita bahwa masjid peninggalan
Walisongo ini ada di beberapa tempat termasuk wilayah Temanggung,
terutama punden ini, masjid Traju dan masjid yang terletak di Tembarak
dan peninggalan lain yang terletak di Kabupaten Temanggung. Setelah
bercerita panjang lebar beliau ingin mengadakan pengajian dan
memberikan dana bantuan untuk pembuatan sebuah mushola yang
tepatnya berada di depan sebelah barat Punden.
Pak haji dan rekan-rekannya ini membantu cukup banyak
sumbangan dari mulai pasir, batu, genting hingga seluruh kebutuhan yang
ada di dalam mushola tersebut seperti sajadah, korden, dan sebagainya
sampai mushola itu selesai di bangun. Dalam pengajian itu dilaksanakan
pada pagi hari, yang hanya mengundang seluruh penduduk Batur Tugel
saja pada waktu itu. Isi dakwah yang diberikan oleh pak haji singkat cerita
bahwa Punden ini adalah peninggalan Walisongo pada saat perjalanan
ingin menyebarluaskan agama islam di pulau jawa khususnya di Dusun
Batur Tugel ini yang alhamdulilah semua peduduknya beragama islam,
namun Walisongo belum berhasil untuk menyelesaikan pembuatan
punden yang dahulunya akan di buat sebuah masjid akan tetapi
melanjutkan perjalanannya dengan membuat masjid di Dusun Traju.
Sebagai umat islam wajib menjaga dan melestarikan peinggalan-
peninggalan sejarah zaman dahulu karna peninggalan walisonggo
sangatlah bermanfaat untuk kita dan merupakan tolok ukur dimana agama
islam sangat di perjuangkan pada masa itu dan sudah terbukti dengan
petilasan yang mereka tinggalkan. Hati kita seharusnya iba jikalau tidak
meneruskan dan menjaga petilasan Punden ini karena pertama kali
bangunan ini ada yang terletak di desa ini sehingga mengundang
penduduk untuk mengisi desa dari satu dua penduduk hingga menjadi
seperti sekarang ini. Dalam pengajian ini di sahkan juga peletakan batu
pertama yang di saksikan langsung oleh penduduk dalam pengajian
tersebut.
Pembangunan mushola ini hanyalah memperkerjakan
masyarakat penduduk Dusun Batur Tugel saja, karena memang tidak
terlalu membutuhkan banyak tenaga dan masyarakat bersedia untuk
membangunkanya. Bangunan ini cukup berukuran besar untuk ukuran
mushola, dan sekarang desa ini sudah terdiri dari masjid . Dahulu
suasana yang sepi karena hanya di kunjungi pada hari tertentu saja,
sekarang ramai dan hidup yang setiap hari untuk kegiatan beribadah dan
banyak anak kecil mengaji setiap sorenya.
Nah itulah sedikit cerita sejarah dari Dusun Batur Tugel ini, dari
sebelum desa ini ada hingga menjadi seperti sekarang ini. Meskipun desa
saya ini hanya sebagai tempat persinggahan namun cerita ini sangatlah
menarik bagi saya. Dengan adanya petilasan-petilasan dari peninggalan
Walisongo yang sangat bermanfaat sampai sekarang dan kekuatan kuasa
Punden untuk selalu menjaga desa ini dari marabahaya adalah suatu
karunia emas yang di berikan oleh allah SWT untuk desa ini, sehingga
masyarakat sangat menghormati dan menjaga Punden ini dengan sebaik-
baiknya.
Dokumentasi dan petilasan Walisongo

Peninggalan sejarah Punden yang terletak di Dusun Batur Tugel, Desa


Kwarakan, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung
Peninggalan sejarah masjid Walisongo yang terletak di Dusun Traju, Desa
Gentan, Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung.
Narasumber :
1. Bapak Jasrokim
2. Bapak Tambeng
3. Bapak Prayitno

Foto Bapak Jasrokim selaku narasumer warga Dusun Batur Tugel

Anda mungkin juga menyukai