Anda di halaman 1dari 2

Asal usul desa Karangpucung menurut kisah, keterangan dan penjelasan dari orang tua dan

leluhur di desa Karangpucung. Dimana sesepuh-sesepuh yang mempunyai peranan penting di


sekitar wilayah,menjelaskan babad tentang nama Karangpucung, memberi keterangan atau kisah
hal tersebut.
Pada hakekatnya masyarakat ingin mengerti tentang asal usul Desa Karangpucung.
Pada masa penjajahan Belanda yang sampai 350 tahun lamanya, sangat banyak pergolakan dan
penindasan terhadap bangsa indonesia. Bangsa kita selalu diadu domba dengan bangsa kita
sendiri oleh penjajah Belanda. Dalam situasi sulit dan susah, para sesepuh sangat berfikir untuk
bisa lepas dari penjajah.
Waktu itu masih jaman kerajaan, diantaranya kerajaan Majapahit, Mataram, Pajajaran di Jawa
Barat dan sebagainya.
Seperti juga Kesultanan Surakarta dan Yogyakarta. Kisah cerita dari Demak, para sesepuh
menjelaskan, Kerajaan Demak waktu itu terdesak dari penjajah Belanda sehingga tetap harus
mempertahankan wilayah jangan sampai diduduki oleh penjajah.
Seorang tua Wirya Manggala namanya bersemedi mohon kepada Tuhan Yang Maha Esa, agar
bangsa dan masyarakat kita tetap mempertahankan Kesultanan Demak. Diantara para raja, patih
dan para punggawa selalu bekoordinasi bahu membahu untuk tetap tabah dan beriman membela
keutuhan daerah kerajaan atau kesultanan masing-masing.
Kala itu adik Wirya Manggala, Rana Manggala ditugaskan untuk ke Prabon Cirebon untuk
memenuhi Sangga Buana agar tetap teguh menghadapi cobaan dan tetap tekun syiar agama
Islam, karena waktu itu masih banyak masyarakat beraliran budhis, animisme, dinamisme.
Sehingga sangat perlu bimbingan dan ajaran yang diterapkan dengan cara lewat budaya seni,
bercocok tanam dan sebagainya.
Di wilayah Cirebon cukup lama, sampai masyarakat sudah bisa membangun tempat beribadah,
mushola, surau, masji.
Alhamdulillah masyarakat semakin menyadari dengan hidup rukun dan gotong royong.
Bertahun-tahun bertahan untuk tetap hidup berdampingan.
Pada zaman itu, Rana Manggala mempunyai saudara sepupu, namanya Pernah Drana, ditugasi
untuk pergi ke wilayah selatan dari Cirebon. Pada masa itu orang sangat patuh atas perintah
sesepuh atau orangtua. Pernah Drana diberi wangsit oleh Rana Menggala untuk pergi berangkat
pada hari Anggara Kasih atau selasa kliwon, menuju daerah Tirta Kencana atau Banyumas.
Dengan penu kesadaran dan prihatin berjalan kaki sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun. Dengan susah payah mbah Pernah Drana berhenti di suatu tempat karena sangat lelah.
Mbah Pernah Drana akhirnya membuka lahan untuk bertani, menanam singkong, ubi, jagung dan
lain sebagainya. Bertahun-tahun menetap di wilayah tersebut.
Kebetulan sedatangnya mbah Pernah Drana di tempat hutan tersebut ada pohon Kluwak atau
Pucung. Dimana mbah Pernah Drana membuat gubug atau rumah kecil dengan atap memakai
ilalang. Di tanah pekarangan sekitar pohon buah pucung, yang hidup subur, buah pucung sangat
enak untuk bumbu masak dan ramuan masak, sehingga banyak orang yang suka sampai
sekarang.
Turunan ketujuh dari Pernah Drana adalah Ranadiwirya, wafat dalam usia 106 tahun, dibawah
ini foto dari Ranadiwirya diambil pada tahun 1964.
Sebelum meninggal mbah Pernah Drana memberi keterangan kepada seluruh warga dan
masyarakat agar tetap gotong royong, hidup rukun, lakukan agama dengan tetap beriman kepada
Allah SWT.
Di daerah ini akan saya berinama sesuai dengan alam sekitar. Dan karena wilayah pekarangan ini
aman dan tentram, subur makmur banyak pepohonan Kluwak atau Pucung, oleh karena itu di
wilayah ini diberi nama Karangpucung. Sampai saat ini menjadi desa dan kecamatan.
Menurut sesepuh yang memerintah Desa Karangpucung sampai tahun 2013 sudah 13 kali
pergantian Kepala Desa, adapun yang menjadi lurah pertama sampai sekarang adalah sebagai
berikut:
1. Reksa Candra
2. Penatus Dullah Peki
3. Sanbarja
4. Caslam
5. San murpi
6. Sengkut Danu
7. Tayasa atau Lurah Rokomba
8. Sunarja mulai tahun 1962 (26 tahun)
9. Ali Kusmanto
10. Supar
11. Suyono
12. Adeh
13. Heri

Anda mungkin juga menyukai