Anda di halaman 1dari 14

Namaku Aisyah binti Abdurrohman, sekarang aku berusia 20 tahun.

Aku dibesarkan di
keluarga yang menjunjung tinggi ajaran agama Islam. Aku memanggil ayahku dengan sebutan
Abi dan ibuku dengan sebutan Umi. ku seorang imam besar masjid Al-Barokah dan umi ku
adalah seorang ustadzah di pondok pesantren Al-Muttaqim. Semakin aku bertambah umur, aku
semakin dituntut ajaran islam. Aku anak kedua dari dua bersaudara. Kakak bernama Khoerul
Anwar bin Abdurrohman, dia sudah menikah dengan santriwati tauladan di pondok pesantren
yang bernama Kak Siti Fatimah binti Rozak.
Sabtu tujuh juli dua ribu delapan belas ba’da dzuhur ada seorang pria yang datang ke
pondok pesantren untuk menemui Abi ku. Aku tidak tahu maksud dan tujuannya dateng ke
pondok pesantren. Tetapi aku melihat dia membawa kedua orang tuanya.

Di ruang tamu pondok pesantren…..


“Assalamu’alaikum?” (Sapa pria itu dan kedua orang tuanya)
“Wa’alaikummussalam” (jawab Abi) “Silahkan duduk” (lanjut Abi, kemudian Abi memanggil
pembantu pondok pesantren untuk membuat minuman) “Bi, tolong bawakan mereka air”
(Perintah Abi) “Baik Abi” (Jawab pembantu tersebut)
“Waaah, kami jadi pak kyai” (Sahut ayah pria tersebut)
“Tidak apa-apa, sudah selayaknya kami sebagai tuan rumah menjamu tamu dengan baik, itu
adalah tata karma yang baik dan sopan.” “Oh iya, ada apakah gerangan Bapak, Ibu dan Adek
dating kemari? Apa Ade mau mendaftar untuk menjadi santri di sini?” (Lanjut Abi)
“Maaf bukan itu Abi” (Sahut pria itu)
“Lalu?” (Tanya Abi)
“Sebelumnya, perkenalkan nama saya Luqman, maksud kedatangan saya dan kedua orang tua
saya kesini adalah ingin mengajak ta’aruf putri Abi. Apakah Abi berkenan dan mengijinkan
saya?” (Jawab Luqman)
“Memangnya Adek sudah tahu putri saya?” (Jawab Abi)
“Sebenarnya saya satu fakultas dengan putri Abi, dan saya mengetahui latar belakang putri Abi,
hanya saja kami belum saling mengenal” (Jawab Luqman)
Dan tiba-tiba Aisyah lewat di depan ruang tamu pondok pesantren. Lalu Abi memanggi Aisyah.
“Aisyah?” (Sapa Abi, kemudian Aisyah langsung berhenti dan menghampiri Abi nya)
“Assalamu’alaikum” (Aisyah memberi salam kepada Abi dan para tamu)
“Wa’alaikummussalam” (Jawab mereka serempak)
“Iya Abi, ada apa?” (Tanya Aisyah kepada Abi nya)
“Duduklah Ai” (Perintah Abi) “Ini nak Luqman dan kedua orang tuanya datang kesini bermaksud
untuk mengajak kamu ta’aruf, apakah kamu bersedia?” (Lanjut Abi)
Kemudian Aisyah menjawab sambil menatap Ibunda Luqman “Jika kau mencintaiku karena
Allah, maka tunggulah, aku siap karena Allah. Karena hingga sekarang aku masih belum siap
untuk ta’aruf.” (sahut Aisyah kemudian berpamitan kepada Abi dan para tamu) “Aku pamit dulu
Abi, Bapak, Ibu dan (tidak berani melanjutkan) karna ada santri wati yang sudah menunggu saya
untuk mengisi materi. “Assalamu`alaikum” (sahut Aisyah) . Lalu Aisyah pergi meninggalkan Abi
nya dan para tamu.
“Wa’alaikummussalam” (Jawab mereka serempak)
“Mohon maaf atas sikap putri saya, Ai memang seperti itu jika ada laki-laki yang dating
melamarnya, dia selalu mengajukan pertanyaan yang sama pada setiap laki-laki yang
melamarnya. Bahkan diantara mereka ada yang bunuh diri karena Aisyah terlalu lama membalas
lamarannya. Jadi kalau kau benar-benar mencintai Aisyah kau harus bersabar, buktikanlah
padanya bahwa kau ini pantas untuk menjadi imamnya.”
“Terima kasih Abi, kalau begitu kami pamit, terima kasih atas jamuannya. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikummussalam”
Di tengah perjalanan menuju pulang dia melihat Aisyah yang sedang memberikan materi.
Keesokan harinya Luqman kembali lagi ke pondok pesantren berniat untuk mengenal jauh lebih
dalam lagi bagaimana sikap dan perilaku Aisyah. Ditemani kak Khoirul dan kak Fatimah,
Luqman mengajak Aisyah untuk menemaninya berkeliling dan melihat kondisi serta situasi
pondok pesantren Al-Muttaqim. Di akhir perjalanan mereka berempat pun duduk di kursi taman
pondok pesantren. Tetapi sebelum itu Luqman mengibas-ibaskan debu yang ada di kursi untuk
Aisyah duduki. Tetapi Aisyah malah menyuruh kakak iparnya untuk duduk di tempat yang sudah
dibersihkan Luqman itu. Dan adzan dzuhur pun berkumandang, segera mereka bergegas
mengambil air wudlu untuk melaksanakan sholat dzuhur berjamaah. Setelah mereka
melaksanakan sholat dzuhur berjamaah Luqman pun pergi dari sana. Di tengah perjalanan
menuju rumah, tiba-tiba kak Fatimah menanyai Aisyah.
“Jadi gimana Luqman itu menurut kamu?”
“Gimana apanya kak?”
“Maksudnya gimana, apakah dia sudah memenuhi kriteria mu?”
“Kayaknya enggak sih kak, aku masih ragu dengannya.”
“Yaaa….. itu sih terserah kamu, kakak sebagai kakak ipar kamu hanya mendukung yang terbaik
untukmu.”
“Terima kasih atas supportnya ya kak.”
Hari demi hari Luqman pun meyakinkan Aisyah bahwa dia itu pantas untuk
mendampinginya. Dan sikap itulah yang meluluhkan hati Aisyah. Dari ang dulunya sikap Aisyah
dingin kepada Luqman, tapi muai akhir-akhir ini sikapnya mulai berubah. Sikapnya mulai
menjadi hangat. Setelah itu hamper satu bulan Luqman tidak mengunjungi pondok pesantren lagi,
dan itu membuat hati Aisyah cemas, di dalam doanya dia berdoa memohon kepada Allah “Ya
Allah ya Robbi, berikanlah hamba ini petunjuk atau jalan keluar dari dilema hambamu ini.
Maafkan hamba jika hamba telah berdosa. Hamba merindukan seseorang yang bukan mahrom
hamba. Hamba menyesal melakukan itu. Tolong maafkan hamba mu ini. Hamba tau, Engkau
merindukan hamba-hambanya yang selalu bertaubat, hamba-hambanya yang memohon
perlindungan hanya kepada-Nya seperti Rasullulloh merindukan umat-umatnya yang belum
pernah ia temui, umat-umatnya yang mencontoh sikap dan perilakunya dan umat-umatnya yang
selalu mengerjakan sunnah-sunnahnya. Sedangkan aku, aku malah merindukan seseorang yang
bukan mahrom ku. Tolong maafkan kesalahan hambamu ini ya Rabb. Aamiin ya Robbal
Aa’laamiin.”
Aisyah berdoa di seperempat malam sambil menangis. Dan di pagi harinya sebelum
memulai kegiatan, Aisyah mengajak seluruh keluarga untuk ke ruang tamu karena ada hal yang
ingin dibicarakan dengan keluarganya. Lalu tiba-tiba sikap manja Aisyah pun keluar, dia
langsung duduk di dekat Abinya.
“Ada apa Ai kenapa tiba-tiba anak Abi ini jadi manja? Sebenarnya ada apa sih kok kelihatannya
senang sekali.” (Abi mulai menggoda Aisyah)
“Abi…. Soal itu….”
“Soal apa? Itu apa sih?”
“Dengerin dulu Abi…..”
“Iya maaf-maaf….”
“Aku menerima soal Luqman yang mengajakku ta’aruf itu..” (Aisyah berbicara dengan nada
yang sedikit malu-malu)
“Kenapa kok kelihatannya senang?” (Fatimah senyum-senyum sendiri)
“Ya senanglah, akhirnya adik ipar kesayanganku menikah juga” (Langsung memeluk Aisyah dan
disusul kak Khoirul Anwar dan membuat mereka terjatuh. Keluarga Aisyah pun tertawa bahagia
di pagi hari yang cerah ini.
“Naaah ini kan kabar gembira, harus disampaikan kepada yang bersangkutan.” (Fatimah meledek
Aisyah) dan kak Khoirul pun langsung menelepon Luqman, tapi sayangnya nomor Luqman tidak
aktif.
“Kenapa kak?”
“Tidak tahu, kenapa nomor Luqman tidak aktif ya…” (Aisyah pun mulai kecewa mendengar itu.)
“Tapi tenang, nanti ba’da dzuhur kakak dan Abi akan ke rumah Luqman, sudah satu bulan ini ya
Abi Luqman tidak kesini.” (Abi pun membenarkan perkataan kak Khoirul)
“Atau jangan-jangan Luqman sudah punya calon yang baru.”
“Anwar sudah hentikan jangan membuat adikmu tambah kecewa. Seharusnya kamu
menyemangati adikmu, karena sebentar lagi dia akan jadi pengantin.” (Sanggah Umi)
“Iya maaf Umi, maaf ya dek, kamu jangan khawatir kan masih ada abang mu yang tampan ini.”
“Euuuh dasar kakak ini menyebalkan sekali.” (Aisyah langsung memukul kakanya dengan
eksprese lucu dan seisi rumah pun tertawa lagi)
“Sudah hentikan, cepat gih sana kalian ke pondok, kasihan santri-santri menunggu kalian.”
“Baik Umi, kalau begitu kami berangkat dulu, Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikummussalam” (Jawab Abi dan Kak Fatimah)
Kemudian Aisyah, Kak Khoirul dan Abi pun berangkat ke pondok. Dan Umi pun
berpamitan kepada menantunya untuk pergi ke pengajian. Setelah kondisi rumah telah bersih, kak
Fatimah pun berangkat menuju pondok pesantren. Ba’ad dzuhur kak Khoirul tak henti-hentinya
menelepon Luqman tetapi nomornya tetap tidak aktif. Lalu kak Khoirul dan Abi pun bergegas
menuju kediaman Luqman. Sesampainya mereka disana, mereka hanya melihat rumah kosong
yang tak berpenghuni, kak Khoirul pun langsung menanyakan kepada salah satu tetangga.
“Assalamu’alaikum?”
“Wa’alaikummussalam.”
“Permisi bu, apakah benar ini rumahnya Luqman? Kok sepi ya, kira-kira mereka sedang
berpergian kemana ya?”
“Ooooh mereka sudah pergi satu bulan yang lalu.”
“Pergi? Kira-kira kemana ya bu?.”
“Waaah saya kurang tahu, tapi setau saya mereka pergi keluar kota.”
“Kalau begitu terima kasih ya bu atas informasinya, Assalamu’alaikum?”
“Wa’alaikummussalam.”
Lalu kak Khoirul dan Abi masuk ke dalam mobil meninggalkan kediaman Luqman dan
keluarga.
“Jadi mereka kemana?”
“Mereka sudah pergi Abi, pergi ke luar kota, mereka pergi sudah satu bulan yang lalu.”
“Astagfirullohaladziim, gimana kalau sampe Aisyah tahu kabar ini, mungkin dia akan sangat
sedih.” Engajarimu
“Iya abi, aku juga tidak tau bagaimana caranya aku memberi tahu Aisyah tentang kabar ini. Apa
aku harus berbohong Abi?”
“Jangan, apa Abi pernah mengajarimu untuk berbohong? Walaupun harus berbohong demi
kebaikan, jangan dilakukan. Karena sesungguhnya tidak ada kebohongan untuk kebaikan.
Jujurlah pada Aisyah, katakanlah semuanya jangan ada sesuatu yang kau sembunyikan darinya.
Akan tetapi kamu harus tetap berbicara kepada Aisyah.”
“Yaaa…. Kok jadi gitu sih, baiklah Abi.”
Dan mereka pun langsung pergi dari tempat itu dengan wajah yang kecewa. Sesampainya
di pondok, Aisyah langsung menyanyakannya kepada kakanya.
“Jadi gimana kak?”
“Sebaiknya kita duduk dulu.”
“Baiklah, jadi?”
Khoirul menghembuskan nafas panjang.
“Aisyah maaf….”
“Maaf kenapa kak?”
“Maaf jika pendapatku salah mengenai Luqman.”
“Memang Luqman kenapa kak?”
“Dia pergi entah kemana. Yang artinya dia tidak serius untuk melamarmu. Maaf telah
membuatmu kecewa.”
“Oh…. Nggak apa-apa kok kak, kalau begitu aku pergi dulu ya kak, Assalamu’alaikum?”
“Wa’alaikummussalam… pasti dia kecewa sekali.” (Gumam Khoirul)
Setelah itu Aisyah pun memutuskan untuk bercadar, dia ingin calon suaminya
mencintainya karena akhlak dan agamanya bukan karena parasnya. Tetapi disisi lain Rahman
sedang merawat ayahnya di rumah sakit. Akan tetapi, setelah beberapa hari di rawat, kondisi ayah
Rahman malah semakin memburuk. Tepat pada tanggal 15 September 2018 ayahnya Rahman
meninggal, tetapi sebelum ayah Rahman meninggal, dia mengatakan pesan-pesan terakhir pada
Rahman.
“Nak, jadilah orang yang berguna, orang yang lebih baik dari sebelumnya dan jangan pernah
tinggalkan sholat.”
“Baik ayah, yah, ayah, bangun ayah….”
Beberapa hari kemudian Rahman pun menjadi orang yang lebih baik lagi. Dia ingin
menjalankan semua amanah dari ayahnya.
Jumat dua puluh delapan September dua ribu delapan belas, pada waktu itu Rahman
terlihat sangat terburu-buru karena tidak mau terlambat melaksanakan sholat jumat. Karena tidak
mau terlambat dia pun berjalan dengan tergesa-gesa, dan terlihat dari depan Aisyah yang sedang
tergesa-gesa karena dia tidak mau Uminya sampai kecewa kalau dia sampai terlambat. Karena
Uminya menyerahkan semua buku materi ceramah pada Aisyah. Dan di tikungan jalan mereka
pun bertabrakan, semua buku yang dibawa Aisyah pun jatuh berserakan dan sajadah yang dibawa
Rahman pun ikut jatuh.
“Astagfirulloh…”
“Maafkan aku! Aku tidak sengaja, karena aku sedang terburu-buru, jadi aku tidak melihat ada
orang di depanku.”
“Iya tidak apa-apa ko, lagi pula ini salah ku juga, aku tidak hati-hati membawa buku-buku ini,
Assalamu’alaikum?”
Aisyah meninggalkan Rahman begitu saja. Setelah Rahman bertabrakan dengan Aisyah,
dia merasakan hal yang berbeda. Ternyata Aisyah gadis bercadar telah menggetarkan hati
Rahman dan dia pun malah senyum-senyum sendiri lalu menggelengkan kepala dan beristighfar.
“Astagfirulloh….”
Dan dalam perjalanan Aisyah menuju ke pengajian dia teringat wajah Rahman yang
memakai pecinya dengan miring lalu Aisyah pun senyum-senyum sendiri sepanjang jalan.
Setelah Rahman melaksanakan sholat jumat lalu di pun pulang, dilihat ada Sinta sepupu jauhnya
dengan seorang pria disampingnya.
“Assalamu’alaikum?”
“Wa’alaikummussalam, tumben kamu dating Sin, ada apa? Biasanya baru hari raya kamu kesini.”
“Loh emangnya enggak boleh gitu aku main kesini?”
“Enggak, bukan maksudnya begitu… dia siapa?”
“Oh iya, perkenalkan ini Luqman calon suamiku.”
“Jadi kau akan menikah?”
“Ya, ini kejutannya”
“Alhamdulillah kalau begitu.”
“Oh iya, antar aku yuk?”
“Kemana?”
“Membagikan undangan.”
“Emang nikahnya kapan sih?”
“3 hari lagi….. yaaaa… mau yaaa pliiis.”
“Apa sih yang nggak buat sepupuku ini.”
Lalu mereka pun pergi membagikan undangan dan tinggal 1 undangan lagi yang special.
“Loh kok itu undangannya beda sih?”
“Oh ini? Ini special untuk orang yang special juga”
(Rahman bergumam dalam hati) Aisyah binti Abdurrohman, nama yang bagus, kira-kira
seperti apa ya orangnya? Sampai-sampai Sinta bilang ini orang special.
(Dan nama itu yang membuat Rahman penasaran, lalu mereka pun sampai dirumahnya,
kebetulan Aisyah ada di rumah)
“Tok tok tok… Assalamu’alaikum Aisyah….”
“Wa’alaikummussalam…”
Lalu Aisyah membuka pintu rumahnya, terlihat Sinta ditemani Luqman. Melihat itu
Aisyah pun jadi menyadari semuanya dan Sinta langsung memeluk Aisyah yang sedang
tercengang di depan pintu, tetapi Luqman hanya tertunduk melihat momen itu. Dan Rahman yang
melihat kejadian itu dari dalam mobil merasa heran. Tiba-tiba Sinta melepaskan pelukannya dan
mulai memanggil Rahman di depan mobil.
“Rahman sini”
Dan Rahman pun menghampiri mereka yang sedang berdiri di depan rumah, lalu Aisyah
langsung mempersilahkan mereka masuk. Setelah itu Rahman melihat Aisyah dan langsung
bertanya.
“Loh, bukankah kamu yang tadi?”
Tapi Aisyah tidak menjawab pertanyaan itu, dia malah memberikan salam.
“Assalamu’alaikum?”
Seketika Ramhan langsung terdiam dan memikirkan jadi seorang muslim itu saat
berpapasan atau bertemu harus memberikan salam bukan kata hai atau hallo. Jadi, kata salam itu
ibaratkan seorang muslim mendoakan saudaranya dan kalau muslim itu menjawab salamnya, itu
berarti dia berterima kasih karena saudaranya telah mendoakannya.
“Wa’alaikummussalam, apa kabar? Kamu baik-baik saja?”
“Alhamdulillah aku baik-baik saja.”
“Alhamdulillah kalau begitu, maaf ya soal tadi.”
“Kan tadi udah minta maaf.”
“Oh iya ya”
“Iya kok nggak apa-apa.”
Lalu Sinta pun memotong pembicaraan
“Jadi kalian sudah saling kenal?”
Dan mereka berdua menggelengkan kepala sambil menunduk tersenyum. Melihat
kejadian itu, Luqman langsung cemburu.
“Trus?!”
“Jadi, kami itu tadi saling bertabrakan di belokan jalan”
“Tapi kau tidak apa-apa kan?”
“Oh iya, sejak kapan kamu pakai cadar?”
“Ini? Aku memakai cadar sejak aku telah berdosa yang mengharapkan seseorang yang bukan
mahrom ku, jadi aku ingin seorang imam yang mencintaiku benar-benar karena Allah, bukan
karena parasku.”
Disaat serius-seriusnya, tiba-tiba Rahman berkata :
“Subhanalloh…” (Lalu mereka pun tertuju pada Rahman)
“Apaan sih Rahman.” (Langsung melempar Rahman dengan majalan yang ada di rak buku)
“Oh ya, Umi Abi mana?”
“Mereka lagi ada di pondok.”
“Lain kali ajak aku ke pondok lagi ya.”
“Insya Allah”
“Astaga sampai lupa”
“Jangan astaga, tapi astagfirulloh, itu tidak baik tau.”
“Iya, iya maaf, oh ya perkenalkan ini Luqman, calon suami ku. Dan Luqman, ini Aisyah
sepupuku, dia itu orang yang menyebalkan. Dan Aisyah ini Rahman sepupu jauh ku.”
Dan Luqman malah menjabat tangannya ke Aisyah, tetapi Aisyah tidak membalasnya.
Sedangkan Rahman menyatukan kedua telapak tangannya dan menaruhnya di hadapan wajah
Rahman sambil tersenyum, dan Aisyah pun membalasnya dengan tersenyum juga. Lalu tiba-tiba
kak Khoirul dan kak Fatimah dating.
“Assalamu’alaikum?”
“Wa’alaikummusslam.” (Menjawab semuanya)
Setelah kak Khoitul dan kak Fatimah melihat Luqman di samping Sinta, mereka langsung
memahami keadaan lalu Sinta menyapa mereka berdua.
“Hai kak, apa kabar?”
Tetapi sapaan itu tidak di balas oleh kak Fatimah, dia malah pergi, sedangkan kak Khoirul
membalas sapaan itu.
“Alhamdulillah baik-baik saja, kamu sih gimana?”
“Alhamdulillah, aku baik-baik saja.”
“Oh ya, mereka ini siapa?”
Sinta langsung memperkenalkan mereka dengan semangat.
“Oh ya, sampai lupa.” (menaruh tangan dijidat)
“Perkenalkan ini sepupu jauhku, dan ini Luqman calon suamiku.”
Tetapi tidak ada reaksi apapun yang dikeluarkan oleh kak Khoirul.
“Baguslah. Tapi apa boleh kakak menanyakan sesuatu pada calon suami mu itu?”
“Aku ingin mengetahui apa dia ini pantas untuk mu.”
Seketika Sinta pun kaget dan berbicara terbata-bata.
“Oh, bo… boleh kok, eee… emangnya kakak mau nanya apa?”
“Silahkan, tapi kakak Aisyah menolaknya.”
“Tidak, aku ingin bicara berdua saja, apa boleh?”
“Dan Sinta pun mengijinkannya.” (Tentu)
Lalu Luqman dibawa di ruangan keluarga, sesampainya disana, Luqman ditanya oleh
kakak Khoirul.
“Mau apa kamu kesini? Kenapa kau tiba-tiba menghilang begitu saja? Padahal Aisyah baru
menerimamu menjadi suaminya. Tetapi nyatanya apa? Kau malah pergi entah kemana. Bahkan
tidak ada kabar sama sekali, dan sekarang kau tiba-tiba dating menghadap Aisyah membawa
undangan pernikahan mu dengan Sinta. Begitu menyedihkannya dirimu. Hah, baguslah, kau
menikah dengan Sinta, dengan begitu kami semua tahu seperti apa dirimu, untung saja kau tidak
menikah dengan adikku, kalau sampai itu terjadi maka aku tidak akan pernah memaafkan diriku
sendiri.”
Lalu tiba-tiba Aisyah dating di tengah-tengah obrolan itu.
“Hentikan kakak, ini semua bukan salahnya tapi ini salahku. Padahal Allah sudah melarang
hambanya agar tidak berharap pada makhluk ciptannya. Tapi nyatanya apa? Aku malah terus
menerus berharap pada manusia bukan pada Allah, dan akhirnya Dia berikan aku penyesalan,
sebaiknya kakak lepaskan saja dia. Pergilah dari sini, Sinta sangat khawatir di bawah, temui dia
dan jangan bilang apa-apa. Aku tidak mau Sinta menderita gara-gara aku.”
Luqman pun merenungkan semua perkataan Aisyah dan pergi.
“Maafkan aku Aisyah”
Sesampainya Luqman tiba di ruang tamu, tiba-tiba Sinta memeluknya di hadapan semua
orang. Lalu mereka pun duduk walau Sinta terus menerus khawatir karena dia sangat mencintai
Luqman dan tidak ingin kehilangan Luqman.
Tiba-tiba kak Ftimah dating dan langsung menyuruh mereka pergi.
“Maaf bila kakak mengganggu, tapi sebentar lagi Aisyah harus pergi, jadi, apa bisa kalian pergi
dari sini.”
Lalu Sinta menjawabnya dengan sangat semangat. “Oh gitu ya? Ya udah tidak apa-apa
kok kak, ya kan?” (Membenarkan perkataan Fatimah ke semuanya)
Dan mereka pun pergi. Setelah pergi Aisyah langsung bertanya kepada kak Fatimah.
“Kak, kenapa kakak berbohong kepada mereka? Apa salah mereka?”
Lalu kak Fatimah menjelaskan kenapa dia harus berbohong.
“Kau tahu, aku tidak mau melihat adik iparku menahan rasa sakitnya karena terus
menerus harus melihat mereka bermesraan di hadapanmu, makanya aku berbohong.”

Hari pernikahan….
Pada saat itu semuanya bergembira. Apalagi saat Luqman dan Sinta sah menjadi suami
istri, semua orang disana sangat-sangat bahagia. Tetapi tidak untuk Aisyah, dia harus berpura-
pura bahagia walau hatinya terus meronta ingin pergi dari sana tetapi apa boleh buat dia harus
menemani Sinta sebagai saudarinya. Disisi lain Rahman selalu memperhatikan Aisyah dari
kejauhan. Rahman begitu mencintai Aisyah, bukan karena kecantikannya bahkan dia pun belum
pernah melihat wajah Aisyah yang sangat mempesona itu. Tetapi karena agama, iman dan
merelakan perasaan demi saudarinya sendiri. Ya, Rahman sudah tau bahwa Aisyah mengagumi
Luqman, karena waktu sedang berbicara di ruang keluarga dia mendengar semuanya dan dengan
hebatnya dia menyembunyikan semua itu dari Sinta, karena dia tau sifat buruk Sinta, dan dia
begitu mencintai Aisyah wanita bercadar yang mempesona.
Saat pemotretan pun tiba. Begitu mesranya mereka saat berfoto, Sinta yang begitu cantik
dengan senum yang menggambarkan bahwa dia bahagia tapi di sisi lain terlihat Luqman yang
berpura-pura itupun terbaca oleh Rahman. Lalu tiba-tiba Sinta mengajak Aisyah dan Rahman
untuk berfoto, disaat mereka sedang berfoto tiba-tiba orang tua Sinta mengajak orang tua Aisyah
untuk berkenalan dengan orang tua Luqman. Disaat oarng tua Luqman bertemu dengan orang tua
Aisyah mereka pun menundukkan kepalanya, dan orang tua Aisyah pura-pura tidak mengenal
mereka. (orang tua Sinta)
“Assalamu’alaikum?” (orang tua Aisyah)
“Wa’alaikummussalam” (orang tua Luqman) dan orang tua Aisyah langsung pergi meninggalkan
kedua orang tua Luqman. Disisi lain saat Aisyah sedang mengantar Sinta tiba-tiba Rahman
mendekati Luqman.
“Aisyah cantik ya? Walau aku belum pernah melihat wajahnya.” (Rahman)
“Kau benar, dia memang cantik.” (Luqman)
“Apa kau mencintainya?” (Rahman)
“Ha (kaget) aku? Mana mungkin aku mencintainya, lagi pula dia kan sepupunya Sinta, itu tidak
mungkin.” (Luqman)
“Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, semuanya bias aja kok, kalau ada niat yang dalam,
iya kan? Iyalah, lagi pula siapa sih yang tidak tergoda dengan keanggunannya. Jika kau
menyukainya bilang saja padaku jangan sungkan.” (Rahman dengan nada suara yang sedikit
menyindir)
“Kenapa tiba-tiba menanyakan itu padaku?” (Luqman)
“Tidak, aku hanya mengetes ketulusanmu mencintai sepupuku.”
Setelah Sinta datang, pembicaraan itu akhirnya selesai.
“Sepertinya seru nih, lagi ngomongin apa sih? Pasti lagi ngomongin aku ya?” (Sinta dengan
perasaan yang sedikit geer)
“Idih! GR” (Rahman)
Sementara Aisyah hanya diam dari tadi, tetapi dengan bodohnya Sinta tidak menyadari
bahwa selama ini Luqman selalu memperhatikan Aisyah. Pada hari itu Aisyah ingin sekali pergi
dari tempat itu tapi sayangnya itu tidak mungkin dilakukan olehnya, karena kenapa? Karena hari
itu adalah hari yang sangat bahagia bagi sepupunya. Dan hari itu pun akhirnya selesai juga.
Keesokan harinya, Aisyah pun masuk kuliah. Saat dia sedang berjalan di koridor Aisyah
melihat Aisyah melihat kertas pemberitahuan di madding bahwa ada beasiswa ke Mesir. Dan
Aisyah pun berniat untuk mengejar beasiswa tersebut. Disisi lain Rahman pun ditugaskan oleh
bosnya untuk melamar pekerjaan di pondok pesantren. Dan dia puntau harus kemana. Tapi
sebelum itu, Rahman membawa kedua orang tuanya untuk melamar Aisyah. Dan mereka pun
datang ke pondok pesantren untuk menemui Abi.
“Assalamu’alaikum?” (Rahman dan kedua orang tuanya)
“Wa’alaikummussalam, sepertinya Abi pernah melihatmu tapi dimana ya?”
“Ayo… dimana?” (Rahman berusaha mengingatkan kembali ingatan Abi)
“Oh iya, Abi tau, di acara pernikahan Sinta ya?”
“Iya Abi”
“Maaf Abi lupa, nak Rahman? Iya kan?”
“Iya Abi”
“Ini?”
“Astagfirulloh sampai lupa, ini ayah dan ibuku, maksud dan tujuan saya kesini adalah saya ingin
melamar Aisyah putri Abi.”
“Tunggu ya, Abi tanya Aisyah dulu.”
Lalu Abi pergi untuk mencari Aisyah. Setelah itu Aisyah dibawa ke ruang tamu pondok
pesantren. Setelah Aisyah melihat ada Rahman di ruang tamu, dia jadi deg-degan . lalu Aisyah
duduk di dekat Abi nya/.
“Ah ini, nak Rahman dating kesini untuk mengajakmu ta’aruf.”
(Dalam hati Aisyah) “Ta’aruf?”
“Jika kau ingin mengajakku ta’aruf dan kau benar-benar mencintaiku karena Allah, maka
tunggulah aku siap karena Allah, karena sampai sekarang aku masih beum siap.” (Sahut Aisyah)
“Aku akan menunggu sampai kau siap, walau aku tidak tahu umurku sampai kapan. Tetapi insya
Allah, jika Allah mentakdirkan kita berjodoh walau tidak di dunia mungkin Allah akan
mempersatukan kita di Surga.”
“Aamiin.” (dalam hati Aisyah)
Selang satu minggu Rahman melamar pekerjaan di pesantren Al-Muttaqim dan dia pun
diterima menjadi guru honorer, dan Alhamdulillah Rahman mengajar santri-santri dengan baik
dan lancer. Rahman dikontrak selama 9 bulan. Tapi pada suatu hari tiba-tiba Abi menyuruh
Rahman untuk mengantar Aisyah.
Ditengah jalan saat rahman sedang mengantar Aisyah dengan jarak 1 meter, tiba-tiba
santriwan dan santriwati menyorak nyorak mereka berdua.
“Cie.... Kak Aisyah dengan kak Rahman, jangan-jangan ada hubungan nih”
Lalu rahman langsung membalasnya.
“Sekarang ini memang kami tidak ada hubungan, tapi nanti, kalian jangan kaget kalo
kami selalu bersama setiap saat ”
Dan para santri itu semakin menyorak nyorak mereka berdua dan aisyah langsung
membentak mereka.
“Sudah hentikan lebih baik kalian masuk asrama gih ”
Tapi ada santriwati yang ngeyel
“Asrama atau asmara? ”
Lalu Aisyah langsung memarahinya.
“Ngelawan lagi nanti aku kasih tau abi baru tau rasa” lanjut aisyah.
“Iya2 kak aku akan pergi Assalamualaikum” (pergi sambil berlari mengejar teman2nya)
“Dasar bocah, astagfirullah”
Lalu rahman langsung menjawab “Namanya juga bocah, kau harus sabar aja ngehadepin
sikap dan perilakunya”.
Beberapa hari rahman melihat selembaran brosur beasiswa ke mesir dimeja aisyah dan
diapun menyakan kepada aisyah “Assalamualaikum aisyah apa kau berminat untuk mengejar
beasiswa ke Mesir? Maaf ya kalo aku lancang menanyakan ini kepada mu karna aku insya Allah
bisa membantu mu, gimana apa kau mau?”
Dan aisyah pun memikirkan pendapat rahman. Setelah beberapa hari Aisyah pun setuju
dengan pendapatnya. Dan mereka berempat pun berusaha menyelesaikan tes tersebut, setelah tes
sudah selesai aisyah merasa bimbang ia benar-benar takut kalau usahanya itu tidak diterima dan
keputusan masih belum diberitahikan. Akhirnya kontrak rahman pun selesai dan diapun sudah
menyelesaikan tugas dari bos tinggal menagih janji bisanya tersebut. Saat Rahman pergi semua
santriwan dan santriwati menangis karna kepergiannya begitu juga dengan Abi, Umi kak Khoirul
dan kak Fatimah sedangkan Aisyah hanya bisa membendung air matanya.
Dan ternyata bonus dari bosnya itu adalah tiket umroh untuk 7 orang, kenapa Rahman
ngebut banget untuk menangkan bonus itu karna dia ingin mengajak Aisyah dan keluarganya.
Dan Rahman pun kembali kepondok dengan membawa kabar baik dan Alhamdulillah Aisyah dan
keluarganya menerima tawaran itu. Lalu Aisyah bertanya pada Rahman mengenai beasiswa itu.
“Rahman apa aku tidak di terima ya, beasiswa itu?”
Dan Rahman menyemangatinya
“Jangan seperti itu kata almarhum ayahku bahwa jadi orang itu harus optimis, aku yakin kok
kamu pasti akan pergi kemesir untuk menyambung kuliahmu percayalah padaku.” sahut Rahman.
Dan Aisyah menganggukan kepalanya. Setelah 1 bulan merekapun berangkat ke baitullah
mekah untuk melaksanakan umroh. Setelah selesai tawaf Aisyah pun berkata pada rahma.
“Rahman soal ta’aruf itu aku menerimanya.” sahut aisyah
“Alhamdulillah makasih ya Aisyah”
Jadi Aisyah menerima lamaran Rahman setelah 1 tahun dan Aisyah menerimanya
dihadapan ka'bah. Dan itu adalah hadiah terindah bagi keluarga Aisyah dan hadiah terbaik bagi
Rahman. Mendengar kabar bahwa rahman sudah ta’aruf, itu membuat hati Sinta sangat senang
tapi tidak bagi Luqman. Walau perasaannya sudah luntur pada Aisyah tapi dia tetap tidak rela
Aisyah dengan yang lain.

Anda mungkin juga menyukai