Anda di halaman 1dari 5

c  

WS Rendra

mengenangkan ibua dalah mengenang buah-buahan.


istri adalah makanan utama. pacar adalah lauk pauk.
dan Ibu adalah pelengkap sempurna. kenduri besar kehidupan.
wajahnya adalah langit senjakala
:keagungan hari yang telah merampungkan tugasnya.
suaranya menjadi gema dari bisikan hati nuraniku.

mengingat ibu, aku melihat janji baik kehidupan.


mendengar suara ibu, aku percaya akan kebaikan hati manusia.
melihat foto ibu, aku mewarisi naluri kejadian alam semesta.
berbicara dengan kamu, saudara-saudaraku,
aku pun ingat bahwa kamu juga punya ibu.

aku jabat tanganmu, aku peluk kamu di dalam persahabatan.


kita tidak ingin saling menyakitkan hati,
agar kita kita tidak saling menghina ibu kita masing-masing
yang selalu, bagai bumi, air dan langit,membela kita dengan kewajaran.
maling punya ibu. Pembunuh punya ibu.demikian pula koruptor,
tiran, facist,wartawan amplop, dan anggota parlemen yang dibeli,
mereka pun juga punya ibu. macam manakah ibu mereka?
apakah ibu mereka bukan merpati di langit jiwa?
apakah ibu mereka bukan pintu kepada alam?

ibu, kini aku mengerti nilaimu.


kamu adalah tugu kehidupanku, yang tidak dibikin-bikin dan hambar
seperti Monas dan Taman Mini. kamu adalah Indonesia raya.
kamu adalah hujan yang kulihat di desa.
kamu adalah hutan di sekitar telaga.
kamu adalah teratai kedamaian samadhi.
kamu adalah kidung rakyat jelata.
kamu adalah kiblat hati nurani di dalam kelakuanku


D. Zawawi Imron

kalau aku merantau lalu datang musim kemarau


sumur-sumur kering, daunan pun gugur bersama reranting
hanya mataair airmatamu ibu, yang tetap lancar mengalir
bila aku merantauaku ingat sedap kopyor susumu dan ronta kenakalanku
di hati ada mayang siwalan memutikkan sari-sari kerinduan
lantaran hutangku padamu tak kuasa aku bayar

ibu adalah gua pertapaanku


dan ibulah yang meletakkan aku di sini
saat bunga kembang menyerbak bau sayang ibu menunjuk ke langit,
kemudian ke bumiaku mengangguk meskipun kurang mengerti
bila kasihmu ibarat samudra sempit lautan teduhtempatku mandi,
mencuci lumut pada diritempatku berlayar,
menebar pukat dan melempar sauhlokan-lokan,
mutiara dan kembang laut semua bagiku

kalau aku ikut ujian lalu ditanya tentang pahlawan


namamu ibu, yang akan kusebut paling dahulu
lantaran aku tahu engkau ibu dan aku anakmu
bila aku berlayar lalu datang angin sakal Tuhan
yang ibu tunjukkan telah kukenal
ibulah itu , bidadari yang berselendang bianglala
sesekali datang padaku
menyuruhku menulis langit biru dengan sajakku

ï 

½  
Ô Mustofa Bisri

seorang ibu mendekap anaknya yang durhaka saat sekarat


airmatanya menetes-netes di wajah yang gelap dan pucat
anaknya yang sejak di rahim diharap-harapkan menjadi cahaya
setidaknya dalam dirinya
dan berkata ³anakku jangan risaukan dosa-dosamu kepadaku,
sebutlah namaNya, sebutlah namaNya´
dari mulut si anak yang gelepotan lumpur dan darah
terdengar sedis mirip upaya sia-sia
sebelum semuanya terpaku
kaku

2000

     
Gunawan Muhammad

perempuan itu menggerus garam pada cobek


di sudut dapur yang kekal
³aku akan menciptakan harapan´ katanya, pada batu hitam
Asap tidak pernah singkat.
Bubungan seperti warna dunia dalam mimpi Yeremiah

Ia sendiri melamunkan ikan, yang berenang di akuarium,


Seperti balon-balon malas yang tak menyadari warnanya,
Ungkapannya, di angkasa. ³merekalah yang bermimpi´,
katanya dalam hati.

Tapi ia sendiri bermimpi. Ia mimpikan busut-busut terigu,


yang turun, seperti hujan menggerutu. Di sebuah ladang.
Enam orang berlari seakan ketakutan akan matahari.
³Itu semua anakku´, katanya.
³Semua anakku´

Ia tidak tahu ke mana mereka pergi, karena sejak itu


tidak ada yang pulang.
Si bungsu, dari sebuah kota Rusia, tak pernah menulis surat.
Si sulung hilang. Empat saudara kandungnya
hanya sempat mengirimkan sebuah kalimat
³Mak, kami hanya pengkhianat´.

Barangkali masih ada seorang gadis, di sajadah yang jauh,


(atau mungkin mimpi itu hanya kembali),
yang tak mengenalnya. Ia sering berpesan dengan bahasa diam
asap pabrik. Ia tak berani tahu siapa dia, ia tidak berani tahu.

Perempuan itu hanya menggerus garam pada cobek


di sudut dapur yang kekal.

ï 

Ô  
Doko Pinurbo

Ranjang meminta kembali tubuh


Yang pernah dilahirkan dan diasuhnya
Dengan sepenuh cinta.

³Semoga anakku yang pemberani,


yang jauh merantau ke negeri-negeri igauan
menemukan jalan untuk pulang;
pun jika aku sudah lapuk dan karatan.´

Tapi tubuh sudah begitu jauh mengembara.


Ôalaupun sesekali datang, ia datang
hanya untuk menabung luka.

Dan ketika akhirnya pulang


ia sudah mayat tinggal rangka.

Ranjang yang demikian tegar lagi penyabar


memeluknya erat: ³aku rela jadi keranda untukmu.´
ï 

    
Dorothea Rosa erliany

kupanggil ia ibu seluruh waktu,


perempuan dengan kebaya di ladang
menanam benih berabad menyebar dan menuai,
tak mengerti mengapa tak menolak segala,
mengapa menggigil dalam igau dan tak meronta.

ibu yang tak membaca buku-buku


dan tak menonton iklan layanan,
berdiri di luar gedung pertemuan
dan tak terlihat di antara kerumunan unjukrasa.

ia sendiri membajak sawah,


menyebar benih dan menuai kesunyian.

berabad kupanggil ia ibu kesunyian,


mengeja erangan sendiri yang bisu dan kosong,
membaca dongeng lelaki yang menempelkan dengus di zakarnya.

ibu yang tak menangisi kekecewaan


menerima dengan dekapan tulus, dengan pangkuan hangat
sepuluh rahwana yang memburunya.

kupanggil ia ibu
perempuan yang menyimpan satu birahi untuk Rama yang menolaknya.
menerima kobaran api dan rintihan yang mengalirkan kesucian cinta.

berabad kupanggil ia ibu,


yang sendirian dan menangis.
menanti benihbenih berabad tak tumbuh menjadi kehidupan
ilalang liar dan gundukan tanah dengan rumput kering,
kupanggil ia ibu yang berias daun bayam
menanak tiwul untuk seratus bocah lapar
dan memulas dahaga dengan harum keringatnya.

kupanggil ia ibu
yang bercermin gerimis sepanjang musim
menghitung jembar sawah berhektar
dan kebun rimbun kebijakan.

aku menangis melihat seribu lelaki


memperkosaku tak hentihenti
Maret,

c  
Wiji Thukul

ibu pernah mengusirku minggat dari rumah


tetapi menangis ketika aku susah
ibu tak bisa memejamkan mata
bila adikku tak bisa tidur karena lapar
ibu akan marah besarbila kami merebut jatah makan yang bukan hak kami

ibuku memberi pelajaran keadilan dengan kasih sayang


ketabahan ibuku mengubah rasa sayur murah jadi sedap
ibu menangis ketika aku mendapat susah
ibu menangis ketika aku bahagia
ibu menangis ketika adikku mencuri sepeda
ibu menangis ketika adikku keluar penjara

ibu adalah hati yang rela menerima


selalu disakiti oleh anak-anaknya
penuh maaf dan ampunkasih sayang
ibu adalah kilau sinar kegaiban tuhan
membangkitkan haru insan dengan kebajikan
ibu mengenalkan aku kepada tuhan

`  ,ï 

½  
Nenden Lilis

tak kutemukan catatan atau jejak nasib


pada garis tanganku
kecuali masa-masa yang tertahan dan menumpuk
di matamu ibu, dan telah menjadi tugu

tak ada kenangan yang bergoyang dan tersenyum


di antara dahan-dahan anggrek di taman rumah
angin menguburkannya di bukit-bukit dan gunung
yang mengelilingi hidup kita
dan tak mampu meramal masa datangku

ketika suaramu semakin parau


tubuhmu kian tipis
tak beranjak dari depan tungku

Anda mungkin juga menyukai