Anda di halaman 1dari 6

TUGAS PROSA FIKSI

KARYA SASTRA DAERAH KAMPUNG HALAMAN

Dosen pengampu : Drs. Yusra D.M.Pd.

Disusun oleh :
Nama : Frisha Salsabillah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2022/2023
BIODATA NARASUMBER
NAMA : ENI INDAH
TTL : 25 OKTOBER 1980
UMUR : 41 TAHUN
PEKERJAAN : WIRAUSAHA
AGAMA : ISLAM
ALAMAT : JLN. DONOREJO KEL.PASIR PUTIH

Cerita Rawa Pening


Dahulu kala terdapat sebuah desa bernama desa Ngasem. Desa ini terletak di sebuah
lembah antara Gunung Merbabu dengan Telomoyo. Di sana bermukim sepasang suami istri
bernama Ki Hajar dan Nyai Selakanta.

Pasangan suami istri ini dikenal sebagai pribadi yang suka menolong dan murah hati. Oleh
sebab itu mereka sangat dihormati masyarakat sekitar. Hanya saja hidup mereka belum
lengkap karena mereka masih tak kunjung dikaruniai anak.

Sampai suatu hari, Nyai Selakanta terlihat duduk termenung di depan rumahnya seorang
diri. Melihat hal tersebut, Ki Hajar kemudian menghampiri istrinya tersebut dan mengambil
tempat duduk di samping sang istri.

Saat itu, Nyai Selakanta lantas menyampaikan keinginannya kepada sang suami. Ia sangat
ingin memiliki anak. Ia sampai meneteskan air mata ketika menyampaikan keinginannya
tersebut kepada sang suami.

Ki Hajar yang mendengar keluhan istrinya itu kemudian meminta izin kepada sang istri untuk
bertapa. Barangkali dari bertapa, dirinya akan mendapat wangsit. Keesokan harinya, Ki Hajar
berangkat ke lereng Gunung Telemoyo untuk mulai pertapaannya.

Selama bertapa, Nyai Selakanta menunggu sang suami dengan sabar. Hanya saja, bulan
demi bulan sudah terlewati dan sang suami tak kunjung pulang. Hingga suatu hari, Nyai
Selakanta merasa mual dan muntah.

Ia berpikir bahwa dirinya sedang hamil dan ternyata apa yang dipikirannya tersebut benar.
Semakin hari perutnya semakin membesar hingga tiba waktunya ia melahirkan. Hanya saja
ketika melahirkan, Nyai Selakanta sangat terkejut karena yang dilahirkan adalah seekor
naga.

Anak itu kemudian dinamai Baru Klinthing yang diambil dari nama tombak milik suaminya.
Nama Baru berasal dari bra yang artinya keturunan Brahmana. Brahmana ini merupakan
seorang resi yang kedudukannya lebih tinggi dari pendeta. Sementara nama Klinthing
berarti lonceng.

Meski berwujud seekor naga, namun Baru Klinthing juga dapat berbicara selayaknya
manusia. Namun di sisi lain Nyai Selakanta juga merasa malu karena melahirkan seekor
naga. Akhirnya ia berniat membawa Baru Klinthing ke Bukit Tugur yang jauh dari
pemukiman warga.

Namun sebelum rencananya tersebut dilakukan, Nyai Selakanta harus merawat Baru
Klinthing sampai agak besar dulu agar perjalanan jauh bisa ditempuh. Tiba suatu hari ketika
Baru Klinthing sudah menginjak masa remaja. Ia bertanya tentang sang ayah.

Nyai Selakanta kaget namun ia juga berpikir sang anak perlu tahu perihal sang ayah. Ia
kemudian menyuruh Baru Klinthing menyusul sang ayah yang sedang bertapa di lereng
Gunung Telemoyo. Nyai Selakanta juga meminta agar Baru Klinthing ke sana sembari
membawa pusaka tombak bernama Baru Klinthing milik ayahnya.

Baru Klinthing pun berangkat ke lereng Gunung Telemoyo membawa pusaka tersebut. Di
sana ia melihat seorang laki – laki bersemedi. Baru Klinthing langsung bersujud di hadapan
sang ayahBaru Klinthing pun melakukan tugas ayahnya dengan menggunakan kesaktian
yang dimiliki. Akhirnya Ki Hajar pun percaya dan mengakui sang anak. Ia kemudian
memerintahkan sang anak bertapa di Bukit Tugur agar tubuhnya berubah menjadi manusia
sepenuhnya.

Di sisi lain, ada sebuah desa bernama Pathok. Desa Pathok sangat Makmur hanya saja
penduduk desanya sangat angkuh. Suatu hari, penduduk desa yang angkuh itu bermaksud
mengadakan pesta sedekah bumi setelah panen.

Pesta tersebut juga menampilkan berbagai pertunjukan seni dan tari. Beragam jamuan lezat
pun rencananya akan dihidangkan. Untuk mempersiapkan pesta, warga pun beramai –
ramai berburu binatang di Bukit Tugur. Awalnya Ki Hajar tak percaya dia
adalah anaknya namun melihat tombak pusaka yang dibawa Baru Klinthing akhirnya Ki Hajar
pun percaya bahwa naga tersebut adalah anaknya.

Namun Ki Hajar juga butuh bukti dan memberikan Baru Klinthing tugas. Ki Hajar berkata,
“Baik, aku percaya jika kamu anakku. Namun tombak pusaka yang kamu bawa belum cukup
sebagai bukti bagiku. Kalau kamu memang benar anakku, coba kamu lingkari Gunung
Telemoyo ini!”

Hanya saja tak ada satu binatang pun tertangkap. Namun ketika hendak kembali ke desa,
mereka melihat seekor naga bertapa. Nah, Naga yang bertapa tersebut adalah Baru
Klinthing. Warga desa pun beramai – ramai menangkap dan memotong daging naga
tersebut.

Daging naga pun dimasak untuk dijadikan hidangan pesta. Ketika pesta dimulai dengan
aneka hidangan yang dibuat termasuk daging naga, ada seorang anak laki – laki dengan
tubuh penuh darah dan berbau amis mendekat.

Nah, anak laki – laki tersebut merupakan jelmaan Baru Klinthing yang wujud naganya sudah
dipotong – potong oleh warga. Baru Klinthing dalam wujud anak laki – laki penuh darah
meminta bagian makanan kepada warga namun diusir begitu saja.

Dia pun meninggalkan desa. Kemudian di tengah perjalanan, ia bertemu janda tua bernama
Nyi Latung. Nyi Latung yang baik hati pun mengajak Baru Klinthing datang ke rumahnya dan
memakan makanan di rumahnya saja.

Di tengah perbincangan, Baru Klinthing meminta Nyi Latung membantunya memberi


pelajaran bagi warga. Nyi Latung diminta jika mendengar suara gemuruh agar menyiapkan
alat menumbuk padi dari kayu.

Setelah makan di rumah Nyi Latung, Baru Klinthing kembali ke pesta warga membawa
sebatang lidi. Tiba di tengah keramaian, ia menancapkan lidi ke tanah. Ia meminta warga
mencabut lidi yang ditancapkan itu.
Beramai – ramai warga mencabut lidi namun tak ada satu orang pun yang berhasil.
Sementara dengan kesaktian yang dimiliki, Baru Klinthing bisa mencabut lidi itu dengan
mudah. Begitu lidi tercabut, suara gemuruh terdengar.

Dari bekas lidi yang tertancap itu, air pun keluar hingga semakin lama terjadi banjir besar
dan penduduk langsung menyelamatkan diri. Hanya saja air dengan cepat memporak
porandakan desa hingga membuat semua warga tenggelam dan desa tersebut berubah
menjadi sebuah rawa yang sekarang dikenal sebagai Rawa Pening.
ANALISIS DARI CERITA RAWA PENING

DENGAN PENDEKATAN STRUKTURAL HERMENEUTIK

A. Analisis cerita Rawa Pening dengan pendekatan Struktural Hermeneutika

Dalam cerita ini mengisahkan legenda rawa pening yang dimana mengisahkan tentang
seorang pemuda berwujud naga bernama Klinting ibunya bernama Endang Sawitri, dan
ayahnya seorang petapa di lereng gunung Telemoyo bernama Ki Hajar Salokantara

Di dalam cerita asal kata Rawa Pening merupakan pemberian Jaka Wening (Baruklinting)
yang berasal dari bahasa jawa “sok sopo wae sing bisa kraga nyawa lahir batin, isoh
ngepenke lahane jagat, entok kawelasih kang Maha wening” yang artinya barang siapa
yang bisa menjaga lahir batin, menjaga jagat raya, dia akan mendapatkan kasih saying
dari Yang Maha Kuasa.

Sekarang Rawa pening yang merupakan salah satu ikon tempat wisata asal Jawa Tengah
ini juga memiliki legenda mengenai asal mula terjadinya.

Pada akhirnya rawa tersebut dijadikan tempat wisata dimana

Dan dalam legenda ii pada akhinya mengajarkan kita untuk tidak mengambil sesuatu
yang bukan milik kita, serta jangan mengambil hak orang lain apalagi sampai mencurinya

Cerita yang ditulis Tri Wahyuni berasal dari Jawa Tengah, inti dari cerita tentang Baro
Klinting, seekor naga, anak dari Endang Sawitri , putri Kepala Desa Ngasem.

Karena sebuah kutukan, Endang Saitri harus mengandung dan melahirkan seorang anak
yang berwujud naga seorang diri.

Anda mungkin juga menyukai