Anda di halaman 1dari 2

BARU KLINTING

Dahulu kala ada pasangan suami istri yaitu Ki Ageng Mangir dan Nyai Roro
Kijang. Suatu hari Nyai Roro Kijang membuat kesalahan, yaitu memangku Pusaka
Cundrik milik Ki Mangir. Untuk menebus kesalahannya, dia harus bertapa di tengah
rawa. Ketika bertapa Nyai Roro Kijang memiliki seorang anak. Namun, alangkah
terkejutnya, mengetahui anak yang dilahirkan bukanlah anak manusia, melainkan
anak ular yang memiliki mahkota dan bersisik emas. Kejadian tersebut membuat
Nyai Roro Kijang merasa malu. Dia memberikan lonceng dan meninggalkan anak ular
tersebut.

Ketika ular tersebut sudah dewasa, dia mulai kebingungan mencari tahu siapa
orang tuanya. Setiap bergerak terdengar suara lonceng. Akhirnya ular itu bisa
bertemu dengan Nyai Roro Kijang ibu kandungnya. Kemudian Nyai menyuruhnya
untuk bertemu dengan sang ayah yang sedang bertapa di kaki Gunung Wilis, dan
ular itu diberi nama "Baru Klinting" Singkat cerita di Gunung Wilis Baru Klinting dapat
bertemu dengan ayahnya. Akhirnya Baru Klinting diberi perintah untuk bertapa
melingkari Gunung Wilis, syarat agar bisa menjadi manusia. Baru Klinting
menyanggupi dan melaksanakannya.

Tiga ratus tahun kemudian ada sebuah desa yang akan mengadakan kegiatan
bersih desa. Kepala desa meminta tolong kepada warganya agar memburu hewan di
hutan untuk jamuan. Namun, ternyata dari pagi hingga siang tidak ada satu pun
hewan yang bisa ditangkap. Semua mulai merasa kelelahan. Akhirnya, para warga
beristirahat sambil menunggu jika ada hewan yang melintas. Salah satu warga
menancapkan kapaknya pada pohon besar yang roboh. Seketika pohon itu bergerak.
Semua warga terkejut sekaligus gembira karena bisa menemukan hewan yang besar.
Tanpa berpikir panjang, semua warga memotong dan mengambil daging hewan
tersebut.

Dengan bersuka cita semua warga pulang ke desa. Kegiatan bersih desa
berjalan lancar. semua warga berkumpul dan menikmati makanan yang lezat. Di saat
yang sama ada seorang anak kecil yang tubuhnya penuh luka. Anak itu merasa
kelaparan, kemudian meminta belas kasihan kepada warga agar diberikan makanan.
Akan tetapi dengan sombong warga mengusirnya supaya segera pergi. Semua warga
termasuk kepala desa tidak suka acara tersebut diganggu oleh anak yang buruk rupa
seperti itu.

Melihat kejadian tersebut ada seorang nenek tua bernama Nyai Latung dan
dia merasa iba. Dia lantas memberikan makanan. Dengan senang anak itu melahap
makanannya. Selesai makan seketika itu tubuhnya menjadi sehat kembali. Karena
kebaikan Nyai Latung anak itu memberikan pesan, Jika terjadi sesuatu pada desa ini,
seketika itu bawalah centong nasi dan bergegas naik ke atas lesung. Meskipun Nyai
Latung masih merasa bingung dengan apa yang dimaksudkan, tetapi dia tetap
menyanggupinya.

Lalu anak kecil itu pergi ke halaman rumah kepala desa. Ia menancapkan
ranting dan langsung mengumumkan ”Tidak akan ada satu pun orang yang mampu
mencabut ranting ini, kecuali aku." Karena merasa tertantang, banyak orang yang
mencoba mencabutnya. Namun, tidak ada yang sanggup. Kemudian anak itu
berkata, “Jangan merasa besar kepala dan merendahkan orang lain. Semua orang
yang ada di sini akan mendapat karma, karena sudah memakan dagingku ketika
masih menjadi Baru Klinting, ular besar yang bertapa di tempat dahulu kalian
berburu.” Lalu anak itu mencabut ranting yang menancap dengan mudah. Dari bekas
tertancapnya, lalu keluar sumber air yang deras, sampai menenggelamkan halaman
rumah kepala desa. Karena derasnya air, permukiman, persawahan, dan semua warga
tenggelam, kecuali Nyai Latung dan Baru Klinting yang sebelumnya sudah
mempersiapkan lesung sebagai perahu dan centong sebagai dayungnya. Kemudian
Baru Klinting berganti nama menjadi Joko Baru, dan daerah yang tenggelam tersebut
menjadi sebuah telaga dengan sebutan “Telaga Ngebel."

Anda mungkin juga menyukai