Anda di halaman 1dari 2

NAMA : RIA FARISKA

KELAS` : XII IPS 3

NO : 22

LEGENDA TELAGA NGEBEL


Pada jaman dahulu kala di puncak gunung Wilis di wilayah Jawa Timur
sebelah barat, tinggallah seorang pendeta. Pendeta itu bernama Begawan Wida.
Begawan Wida mempunyai seorang putri yang sangat cantik parasnya. Putri
tersebut mempunyai perilaku yang kurang baik. Karena itu mendapat kutukan dari
Tuhan Yang Maha Kuasa melahirkan seorang putra yang berwujud seekor ular.

Sang putri merasa sangat malu memiliki anak seekor ular. Karena
menanggung malu itu kemudian ia sakit-sakitan dan meninggal dunia. Setelah
kejadian tersebut, tak lama pula Begawan Wida menyusul meninggal dunia. Bekas
tempat tinggal Begawan Wida sekarang disebut desa Ganda Wida. Si Ular, cucu
Begawan Wida, yang ditinggal mati oleh orang tuanya itu menjadi bingung sebab
ia tidak mengerti siapa orang tuanya. Dalam kebingungan itu ia kemudian bertekad
untuk pergi bertapa bertahun-tahun lamanya.

Di sebelah barat desa Ganda Wida hiduplah seorang kaya raya, Kari
Kelinting namanya. Karena kekayaannya, ia amat sombong. Pada suatu hari Kari
Kelinting berniat mengawinkan putri tunggalnya. la bermaksud mengadakan pesta
secara besar-besaran. Karena niatnya itu, maka semua keluarga disuruhnya berburu
ke hutan. la mengerahkan semua keluarganya, karena ia menginginkan hasil
perburuan yang banyak.

Sampai tengah hari, tak seekor binatang pun yang dapat ditangkapnya.
Semua pemburu menjadi heran dan kesal hatinya. Semuanya mengajak beristirahat
untuk melepaskan lelah. Mereka duduk-duduk di bawah sebuah pohon besar. Salah
seorang pemburu menancapkan parangnya pada pohon besar itu. Akan tetapi
pohon besar itu mulai bergerak.Semua pemburu merasa heran ketika dilihatnya
bahwa yang dikiranya sebatang pohon besar itu ternyata seekor ular raksasa. Maka
beramai-ramailah pemburu itu menyerang ular raksasa itu. Mereka membawa
pulang daging ular itu untuk pesta perkawinan putri Kari Kelinting.
Pesta itu pun disiapkan. Semua penduduk menghadirinya tidak ada yang
terkecuali. Pesta perkawinan itu adalah yang terbesar yang pernah ada di kampung
itu. Di tengah-tengah gemerincingnya bunyi piring, masuklah seorang anak yang
berpakaian compang-camping, membungkuk meminta sesuap nasi. Tak seorang
pun yang memperhatikan anak itu. Sebagian besar berusaha mengusirnya dengan
kasar.Tiba-tiba datanglah seorang wanita tua, Nyai Latung namanya yang
bermaksud menolongnya. Diambillah sebungkua nasi untuk anak miskin itu.
Setelah makan berkatalah anak miskin itu, “Wahai Nyai Latung, terima kasih atas
pertolonganmu. Pertolonganmu akan tetap saya ingat. Oleh karena itu, segeralah
cepat-cepat meninggalkan tempat ini sebab di tempat ini akan ada bahaya. Guna
menghadapi bahaya nanti mulai sekarang buatlah perahu lesung dan enthong.
Kalau nanti ada bahaya segeralah Nyai naik di ataa perahu lesung itu.”

Tiba-tiba dengan suara lantang anak miskin itu berseru, “Keluarlah semua
orang congkak. Cabutlah lidi yang kutancapkan ini. Tentu tak seorang pun di
antara kalian yang dapat.” Karena merasa terhina, semua yang hadir keluar rumah
menuju ke lidi itu. Seorang demi seorang berusaha mencabutnya. Tak seorang pun
yang kuat menarik lidi yang kecil itu. Maka anak miskin itu pun tampil ke depan
dan berkata, “Tahukah kalian bahwa saya adalah roh ular yang kalian makan.
Sekarang terimalah pembalasanku.” la berkata demikian sambil mencabut lidi itu.

Tiba-tiba memancarlah air dengan derasnya dari dalam tanah. Semakin lama
semakin deras air itu. Telah banyak orang yang tenggelam karenanya. Sebagian
berusaha lari, akan tetapi air itu seakan-akan mengejarnya. Sampai semua
penduduk itu habis ditelan air, tidak ketinggalan pula Kari Kelinting yang congkak
itu.

Hanya Nyai Latung yang terhindar dari bahaya tersebut. Karena saat air
mengalir dengan derasnya, Nyai Latung segera naik perahu “lesung” yang telah
dibuatnya tadi. Akhirnya Nyai Latung beserta perahunya dapat meninggalkan
tempat itu dengan selamat. Tempat yang tergenang air itu sekarang disebut Telaga
Ngebel.

Anda mungkin juga menyukai