Anda di halaman 1dari 8

Pulau Kakak-Beradik

Karena dianggap sudah cukup umur, Mina dan Lina dipanggil ibu mereka untuk
membicarakan rencana perkawinan kakak-beradik itu. “Kalian sudah cukup
dewasa. Sudah waktunya kalian membangun rumah tangga,” kata sang ibu. “Kami
mau dikawinkan dengan satu syarat,” kata Mina dan Lina. “Apa syaratnya?” tanya
sang ibu. “Karena kami kakak-beradik, suami kami juga harus kakak-beradik”
jawab Mina dan Lina.

Sang ibu tahu, itu adalah cara mereka menolak perkawinan. Menurut Mina dan
Lina, perkawinan membuat orang kehilangan segala sesuatu yang mereka cintai:
orang tua, teman, sanak-saudara, bahkan kampung halaman. Demikianlah, karena
tak ada laki-laki kakak-beradik yang menyunting Mina dan Lina, mereka tak
kunjung menikah. Waktu pun terus berlalu. Ibu Mina dan Lina meninggal karena
usia yang semakin tua. Sepeninggal ibunya, gadis kakak-beradik itu tinggal
bersama dengan paman mereka.

Pada suatu hari, sekelompok bajak laut menculik Lina. Pemimpin bajak laut itu
ingin memperistri Lina. Lina menolak dan meronta sekuat tenaga. Penculikan itu
diketahui oleh Mina. Karena tak ingin terpisah dari adiknya, Mina bertekad
menyusul Lina. Dengan perahu yang lebih kecil, Mina mengejar perahu penculik
Lina. Teriakan orang sekampung tak dihiraukannya. Mina terus mengejar sampai
tubuhnya tak kelihatan lagi.

Tiba-tiba mendung datang. Tak lama kemudian hujan pun turun. Halilintar
menggelegar, petir menyambar-nyambar. Orang-orang berlarian ke rumah masing-
masing. Ombak bergulung-gulung. Menelan perahu penculik Lina, menelan Lina,
menelan Mina, menelan semuanya. Ketika keadaan kembali normal, orang-orang
dikejutkan oleh dua pulau yang tiba-tiba muncul di kejauhan. Mereka yakin, pulau
itu adalah penjelmaan Mina dan Lina. Kedua pulau itu diberi nama Pulau Sekijang
Bendera dan Sekijang Pelepah, tetapi kebanyakan orang menyebutnya Pulau
Kakak-Beradik.
RAJAWALI YANG CERDIK

Di suatu hari yang panas seekor rajawali sangat haus dan ingin minum. Sungai
amat jauh dan sangat melelahkan jika terbang ke sana untuk minum. Ia tidak
melihat kolam air di mana pun. Ia terbang berputar-putar. Akhirnya ia melihat
sebuah buyung (tempat untuk membawa air yang besar perutnya yang terbuat dari
tanah) di luar rumah. Rajawali terbang turun ke buyung itu. Di sana ada sedikit air
di dasar buyung. Rajawali memasukkan kepalanya ke dalam buyung tetapi ia tidak
menggapai air itu. Ia memanjat ke atas buyung. Ia memasukkan lagi kepalanya ke
dalam buyung  tetapi paruhnya tidak bisa mencapai air itu.

Kemudian ia mencari akal. Rajawali itu terbang tinggi dan kemudian turun menuju
ke buyung untuk memecahkannya dengan paruhnya tetapi buyung itu amat kuat. Ia
tidak dapat memecahkannya.  Rajawali itu keluar terbang kearah buyung kemudian
ia menabrakkan sayapnya. Ia mencoba memecahkannya, agar airnya akan keluar
membasahi lantai. Tetapi buyung itu amat kuat. Rajawali itu amat letih bila harus
terbang lebih jauh lagi. Ia berpikir ia akan mati kehausan.

Rajawali itu duduk termenung di sarangnya. Ia berpikir terus menerus  Ia tidak


mau mati karena kehausan. Ia melihat banyak batu-batu kecil di tanah. Ia
mendapatkan ide. Ia mengambil batu itu dan memasukkannya ke dalam buyung. Ia
memasukkan dan memasukkan terus. Air itu naik lebih tinggi setiap kali batu jatuh
ke dalam buyung. Buyung itu hampir penuh dengan batu. Air telah naik sampai ke
permukaan. Rajawali yang pintar itu memasukkan paruhnya  dan ia mendapatkan
air. Pepatah mengatakan bahwa “ Jika ada kemauan pasti ada jalan. “ Rajawali itu
telah membuktikannya.
Peri dan Hutan Berkabut
Di sebuah desa hiduplah seorang anak perempuan yang lugu. Sheila namanya. Ia
senang sekali bermain di tepi hutan. Ibunya selalu mengingatkannya agar tak
terlalu jauh masuk ke hutan. Penduduk desa itu percaya, orang yang terlalu jauh
masuk ke hutan, tak akan pernah kembali. Bagian dalam hutan itu diselubungi
kabut tebal. Tak seorang pun dapat menemukan jalan pulang jika sudah tersesat.

Sheila selalu mengingat pesan ibunya. Namun ia juga penasaran ingin mengetahui
daerah berkabut itu. Setiap kali pergi bermain, ibu Sheila selalu membekalinya
dengan sekantong kue, permen, coklat, dan sebotol jus buah. Sheila sering datang
ke tempat perbatasan kabut di hutan. Ia duduk di bawah pohon dan menikmati
bekalnya di sana. Sheila ingin sekali melangkahkan kakinya ke dalam daerah
berkabut itu. Namun ia takut.

Suatu kali, seperti biasa Sheila datang ke daerah perbatasan kabut. Seperti biasa ia
duduk menikmati bekalnya. Tiba-tiba Sheila merasa ada beberapa pasang mata
memperhatikannya. Ia mengarahkan pandangan ke sekeliling untuk mencari tahu.
Namun Sheila tak menemukan siapa-siapa. “Hei! Siapa pun itu, keluarlah! Jika
kalian mau, kalian dapat makan kue bersamaku,” teriak Sheila penasaran.

Mendengar tawaran Sheila, beberapa makhluk memberanikan diri muncul di depan


Sheila. Tampak tiga peri di hadapan Sheila. Tubuh mereka hanya separuh tinggi
badan Sheila. Di punggungnya ada sayap. Telinga mereka berujung lancip. Dengan
takut-takut mereka menghampiri Sheila. Anak kecil pemberani itu tanpa ragu-ragu
menyodorkan bekalnya untuk dimakan bersama-sama. Peri-peri itu bernama Pio,
Plea, dan Plop. Ketiga peri itu kakak beradik.

Sejak saat itu Sheila dan ketiga kawan barunya sering makan bekal bersama-sama.
Kadang mereka saling bertukar bekal. Suatu hari Sheila bertanya kepada ketiga
temannya, “Pio, Plea, Plop. Mengapa ada daerah berkabut di hutan ini? Apa
isinya? Dan mengapa tak ada yang pernah kembali? Kalian tinggal di hutan
sebelah mana?” tanya Sheila penuh ingin tahu. Mendengar pertanyaan Sheila
ketiga peri itu saling bertukar pandang. Mereka tahu jawabannya namun ragu
untuk memberi tahu Sheila. Setelah berpikir sejenak, akhirnya mereka
memberitahu rahasia hutan berkabut yang hanya diketahui para peri.
Jack dan Pohon Kacang
Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang anak laki-laki yang bernama Jack. Ia
tinggal di rumah dengan ibunya. Hidup mereka sangat memprihatinkan, dan harta
yang mereka miliki hanyalah seekor sapi tua yang produksi susunya mulai
berkurang. Hingga suatu hari, ibu menyuruh Jack pergi ke pasar untuk menjual
sapi mereka satu-satunya itu. Uang hasil penjualan sapi tersebut nantinya akan
digunakan untuk membeli biji gandum dan kemudian akan menanamnya di ladang
belakang rumah mereka.

Keesokan harinya, Jack pergi ke pasar untuk menjual sapinya. Di tengah


perjalanan menuju ke pasar, Jack bertemu dengan seorang kakek. Kakek tersebut
lalu menyapa Jack. “Hai nak, mau dibawa kemana sapi itu?” Lalu Jack
menjawab,”Aku mau menjual sapi ini ke pasar Kek”. Setelah mendengar jawaban
Jack, kakek itu lalu menawarkan untuk menukar sapinya dengan sebutir kacang.
“Maukah engkau menukar sapimu dengan kacang ajaib ini?”, kata kakek itu. “Apa,
menukar sebutir kacang dengan sapiku?” kata Jack terkejut. “Jangan menghina, ya!
Ini adalah kacang ajaib. Jika kau menanamnya dan membiarkannya semalam,
maka pagi harinya kacang ini akan tumbuh sampai ke langit, kata kakek itu
menjelaskan. “Jika begitu baiklah,” jawab Jack.

Sesampainya di rumah, Jack menceritakan semuanya kepada ibunya. Setelah


mendengar cerita Jack, ibu sangat terkejut dan marah. “Bagaimana bisa kau tukar
sapi itu dengan sebutir biji kacang ini? Bagaimana mungkin kita hidup hanya
dengan sebutir biji kacang?” Saking marahnya, sang Ibu melempar biji kacang
tersebut keluar jendela. Tapi apa yang terjadi keesokan harinya? Ternyata ada
pohon raksasa yang tumbuh sampai mencapai langit. “Wah, ternyata benar apa
yang dikatakan oleh kakek itu, gumam Jack”. Lalu dengan hati-hati ia langsung
memanjat pohon raksasa itu. “Aduh, mengapa tidak sampai juga ke ujung pohon
ya?” kata Jack dalam hati.

Tidak berapa lama kemudian, Jack melihat ke bawah. Ia melihat rumah-rumah


menjadi sangat kecil. Akhirnya Jack sampai ke awan. Di sana ia bisa melihat
sebuah istana yang sangat besar sekali. “Aku haus dan lapar, mungkin di istana itu
aku menemukan makanan,” gumam Jack. Sesampainya di depan pintu istana, ia
mengetuknya dengan keras. “Kriek…” pintu yang besar itu terbuka. Ketika ia
menengadah, muncul seorang raksasa wanita yang besar. “Ada apa nak?”, kata
wanita itu. “Selamat pagi, saya haus dan lapar, bolehkah saya minta sedikit
makanan?” Wah, kau anak yang sopan sekali. Masuklah! Makan di dalam saja,
ya!” kata wanita itu ramah.
Alibaba dan Penyamun
Pada jaman dahulu dikota Persia, hidup 2 orang bersaudara yang bernama Kasim
dan Alibaba. Kedua saudara itu memiliki perbedaan dalam hidupnya. Alibaba
hidup dalam kemiskinan dan tinggal di daerah pegunungan. Ia mengandalkan
hidupnya dari penjualan kayu bakar yang dikumpulkannya. Berbeda dengan
kakaknya yang hidup kecukupan, tetapi serakah.

Suatu hari, ketika Alibaba pulang dari mengumpulkan kayu bakar, ia melihat
segerombol penyamun yang berkuda. Alibaba segera bersembunyi karena takut
dibunuh jika para penyamun melihatnya. Dari tempat persembunyiannya, Alibaba
memperhatikan para penyamun sedang sibuk menurunkan harta rampokannya dari
kuda mereka. Kepala penyamun tiba-tiba berteriak, “Alakazam ! Buka…..”. Pintu
gua yang ada di depan mereka tiba-tiba terbuka perlahan-lahan. Setelah itu mereka
segera memasukkan seluruh harta rampokan mereka. “Alakazam ! tutup… ” teriak
kepala penyamun, pintu gua pun tertutup.

Setelah para penyamun tersebut pergi, Alibaba memberanikan diri keluar dari
tempat sembunyinya. Ia mendekati pintu gua tersebut dan meniru teriakan kepala
penyamun tadi. “Alakazam! Buka…..” pintu gua yang terbuat dari batu itu terbuka.
“Wah… Hebat!”, teriak Alibaba sambil terpana sebentar karena melihat harta yang
bertumpuk-tumpuk seperti gunung. “Gunungan harta ini akan Aku ambil sedikit,
semoga aku tak miskin lagi, dan aku akan membantu tetanggaku yang kesusahan”.
Setelah mengarungkan harta dan emas tersebut, Alibaba segera pulang setelah
sebelumnya menutup pintu gua. Istri Alibaba sangat terkejut melihat barang yang
dibawa Alibaba. Alibaba kemudian bercerita pada istrinya apa yang baru saja
dialaminya. “Uang ini sangat banyak… bagaimana jika kita bagikan kepada orang-
orang yang kesusahan..” ujar istri Alibaba. Karena terlalu banyak, uang emas
tersebut tidak dapat dihitung Alibaba dan istrinya. Akhirnya mereka sepakat untuk
meminjam timbangan kepada saudaranya, Kasim. Istri Alibaba segera pergi
meminjam timbangan kepada istri Kasim. Karena istri Kasim sangat pencuriga,
maka ia mengoleskan minyak yang sangat lengket di dasar timbangan.

Keesokannnya, setelah timbangan dikembalikan, ternyata di dasar timangan ada


sesuatu yang berkilau. Istri Kasim segera memanggil suaminya dan memberitahu
suaminya bahwa di dasar timbangan ada uang emas yang melekat. Kasim segera
pergi ke rumah Alibaba untuk menanyakan hal tersebut. Setelah semuanya
diceritakan Alibaba, Kasim segera kembali kerumahnya untuk mempersiapkan
kuda-kudanya. Ia pergi ke gua harta dengan membawa 20 ekor keledai. Setibanya
di depan gua, ia berteriak “Alakazam ! Buka…”, pintu batu gua bergerak terbuka.
Kasim segera masuk dan langsung mengarungkan emas dan harta yang ada
didalam gua sebanyak-banyaknya. Ketika ia hendak keluar, Kasim lupa mantra
untuk membuka pintu, ia berteriak apa saja dan mulai ketakutan. Tiba-tiba pintu
gua bergerak, Kasim merasa lega. Tapi ketika ia mau keluar, para penyamun sudah
berada di luar, mereka sama-sama terkejut. “Hei maling! Tangkap dia, bunuh!”
teriak kepala penyamun. “Tolong… saya jangan dibunuh”, mohon Kasim. Para
penyamun yang kejam tidak memberi ampun kepada Kasim. Ia segera dibunuh.
Si Kancil dan Siput
Pada suatu hari si kancil nampak ngantuk sekali. Matanya serasa berat sekali untuk
dibuka. “Aaa….rrrrgh”, si kancil nampak sesekali menguap. Karena hari itu cukup
cerah, si kancil merasa rugi jika menyia-nyiakannya.

Ia mulai berjalan-jalan menelusuri hutan untuk mengusir rasa kantuknya. Sampai


di atas sebuah bukit, si Kancil berteriak dengan sombongnya, “Wahai penduduk
hutan, akulah hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar di hutan ini. Tidak ada
yang bisa menandingi kecerdasan dan kepintaranku”.

Sambil membusungkan dadanya, si Kancil pun mulai berjalan menuruni bukit.


Ketika sampai di sungai, ia bertemu dengan seekor siput. “Hai kancil !”, sapa si
siput. “Kenapa kamu teriak-teriak? Apakah kamu sedang bergembira?”, tanya si
siput. “Tidak, aku hanya ingin memberitahukan pada semua penghuni hutan kalau
aku ini hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar”, jawab si kancil dengan
sombongnya. Siput: “Sombong sekali kamu Kancil, akulah hewan yang paling
cerdik di hutan ini”, kata si Siput. “Hahahaha……., mana mungkin” ledek Kancil.

“Untuk membuktikannya, bagaimana kalau besok pagi kita lomba lari?”, tantang si
Siput. “Baiklah, aku terima tantanganmu”, jawab si Kancil. Akhirnya mereka
berdua setuju untuk mengadakan perlombaan lari besok pagi. Setelah si Kancil
pergi, si siput segera mengumpulkan teman-temannya. Ia meminta tolong agar
teman-temannya berbaris dan bersembunyi di jalur perlombaan, dan menjawab
kalau si kancil memanggil. Akhirnya hari yang dinanti sudah tiba, kancil dan siput
pun sudah siap untuk lomba lari. “Apakah kau sudah siap untuk berlomba lari
denganku”, tanya si kancil. “Tentu saja sudah, dan aku pasti menang”, jawab si
siput. Kemudian si siput mempersilahkan kancil untuk berlari dahulu dan
memanggilnya untuk memastikan sudah sampai mana si siput. Kancil berjalan
dengan santai, dan merasa yakin kalau dia akan menang. Setelah beberapa langkah,
si kancil mencoba untuk memanggil si siput. “Siput….sudah sampai mana kamu?”,
teriak si kancil. “Aku ada di depanmu!”, teriak si siput. Kancil terheran-heran, dan
segera mempercepat langkahnya. Kemudian ia memanggil si siput lagi, dan si siput
menjawab dengan kata yang sama.”Aku ada didepanmu!”

Akhirnya si kancil berlari, tetapi tiap ia panggil si siput, ia selalu muncul dan
berkata kalau dia ada depan kancil. Keringatnya bercucuran, kakinya terasa lemas
dan nafasnya tersengal-sengal. Kancil berlari terus, sampai akhirnya dia melihat
garis finish. Wajah kancil sangat gembira sekali, karena waktu dia memanggil
siput, sudah tidak ada jawaban lagi. Kancil merasa bahwa dialah pemenang dari
perlombaan lari itu.

Betapa terkejutnya si kancil, karena dia melihat si siput sudah duduk di batu dekat
garis finish. “Hai kancil, kenapa kamu lama sekali? Aku sudah sampai dari tadi!”,
teriak si siput. Dengan menundukkan kepala, si kancil menghampiri si siput dan
mengakui kekalahannya. “Makanya jangan sombong, kamu memang cerdik dan
pandai, tetapi kamu bukanlah yang terpandai dan cerdik”, kata si siput. “Iya,
maafkan aku siput, aku tidak akan sombong lagi”, kata si kancil.
Semut dan Kepompong

Dikisahkan ada sebuah hutan yang sangat lebat, disana tinggallah bermacam-
macam hewan, mulai dari semut, gajah, harimau, badak, burung dan sebagainya.
Pada suatu hari tiba-tiba datanglah badai yang sangat dahsyat. Badai itu membuat
panik seluruh hewan penghuni hutan itu. Seketika semua hewan langsung panik
dan berlari ketakutan menghindari badai yang datang tersebut.

Keesokan harinya, matahari muncul dengan sangat hangatnya dan kicauan burung
terdengar dengan merdunya, namun apa yang telah terjadi? ternyata banyak pohon
di hutan tersebut tumbang berserakan sehingga membuat hutan tersebut menjadi
hutan yang berantakan. Seekor Kepompong sedang menangis dan bersedih akan
apa yang telah terjadi pada sebuah pohon yang sudah tumbang. “Hu…. huu….
betapa sedihnya kita, diterjang badai tapi tak ada tempat satu pun yang aman untuk
berlindung,” Sang Kepompong sedih meratapi keadaannya.

Tiba-tiba dari balik tanah, muncullah seekor semut yang dengan sombongnya
berkata, “Hai kepompong, lihatlah aku, aku terlindungi dari badai kemarin, tidak
seperti kau yang ada di atas tanah, lihat tubuhmu, kau hanya menempel di pohon
yang tumbang dan tidak bisa berlindung dari badai,” kata sang Semut dengan
kesombongnya. Si Semut semakin sombong dan terus berkata demikian kepada
semua hewan yang ada di hutan itu, sampai pada suatu hari si Semut berjalan
diatas lumpur hidup. Ternyata Si Semut itu tidak mengetahui kalau ia berjalan
diatas lumpur hidup yang bisa menelan dan menariknya kedalam lumpur tersebut.
“Tolong…tolong…. aku terjebak di lumpur hidup… tolong”, teriak si semut
meminta bantuan kepada hewan lain. Lalu suara semut terdengar dari atas,
“Kayaknya kamu lagi sedang kesulitan ya, semut?”

Semut menengok ke atas mencari sumber suara tadi, ternyata suara tadi berasal
dari seekor kupu-kupu yang sedang terbang di atas lumpur hidup tadi. “Siapa
kau?” tanya si Semut galau.

“Aku adalah kepompong yang waktu itu kau hina,” jawab si Kupu-kupu. Semut
merasa malu sekali dan meminta bantuan si Kupu-kupu untuk menolong dia dari
lumpur yang menghisapnya.

“Tolong aku kupu-kupu, aku minta maaf waktu itu aku sangat sombong sekali bisa
bertahan dari badai cuma hanya karena aku berlindung dibawah tanah”.

Akhirnya kupu-kupu pun menolong si Semut dan semut pun selamat. Ia pun
berjanji pada kupu-kupu agar tidak lagi menghina semua makhluk ciptaan Tuhan
yang ada di hutan tersebut.
Gajah dan Buaya yang Serakah
Pada disebuah pinggiran sungai, hidup seekor buaya yang tengah kelaparan. Sudah
selama tiga hari ia tidak makan apapun. Dan kini perutnya sangat lapar dan jika ia
tidak makan, maka bisa-bisa ia mati.

Kemudian ia pun masuk ke dalam sungai dan berenang di dalamnya untuk mecari
makanan.Akhirnya, sang buaya melihat ada seekor bebek yang tengah berenang.
Ketika sang bebek tahu sedang diincar oleh buaya, ia pun akhirnya menepi.

Melihat bebek yang hendak dimangsa tersebut kabur, akhirnya buaya pun
mengejarnya dan alhasil bebek tertangkap olehnya.Sembari menangis ketakutan
sang bebek berkata, “Ampun buaya, lepaskanlah aku. Dagingku hanya sedikit.
Mengapa engkau tidak memangsa kambing saja di hutan”.

Sembari menunjukkan taring tajamnya, sang buaya berkata,”Baiklah kalau begitu


antarkan aku ke tempat persembunyian kambing di hutan sekarang”.

Kemudian tidak jauh dari tempat itu, ada lapangan hijau dimana banyak kambing
yang sedang mencari rumput untuk dimakan. “Pergi sana, aku akan memangsa
kambing saja”.

Akhirnya bebek merasa sangat senang dan berlari dengan kecepatan yang penuh.

Akhirnya buaya pun mendapati seekor anak kambing yang berhasil ia tangkap
sesudah beberapa lama. Karena saking takutnya, anak kambing tersebut
berkata,”Tolong jangan makan aku.

Aku masih sangat kecil sehingga dagingku tidaklah banyak. Mengapa engkau tidak
memakan gajah saja yang dagingnya lebih banyak dariku. Aku akan mengantarmu
kesana”.

“Baiklah, antarkan aku kesana sekarang juga!” Pinta gajah. Akhirnya, buaya diajak
ke tepian danau yang sangat luas oleh anak kambing tersebut. Dan benar saja, di
sana sudah ada anak gajah yang besar.Akhirnya, buaya langsung mengejar dan
kemudian menggigit kaki anak gajah tersebut. Namun, kulit gajah sangat tebal
sehingga itu tidak dapat melukainya.

Anak gajah pun berteriak dan meminta tolong kepada sang ibu. Sedangkan buaya
terus saja berusaha untuk menjatuhkan gajah tersebut.

Namun sayangnya tidak bisa. Mendengar teriakan sang anak, sekumpulan


gajahpun akhirnya mendatangi dan menginjak buaya hingga ia tidak bisa bernapas.

Akhirnya, sang buaya tetap saja tidak mampu melawan karena ukuran ibu gajah
yang amat besar. Belum lagi ia dalam keadaan lemas karena belum makan. Setelah
itu, buaya pun mati karena sudah kehabisan tenaga.

Anda mungkin juga menyukai