Anda di halaman 1dari 5

BAHAN STORYTELLING

*di ceritakan sebelum memulai pelajaran

KELAS 1 DAN 2
MALIN KUNDANG
Dahulu di sebuah dusun nelayan, tepatnya di Sumatra Barat, hiduplah seorang anak laki-
laki bernama Malin Kundang. Ia tinggal bersama ibundanya, Mande Rubayah. Sang ayah telah
lama pergi meninggalkan ibu dan anak semata wayangnya itu.
Malin tumbuh menjadi anak yang cerdas dan pemberani, tapi sedikit nakal. Mereka hidup
serba kekurangan. Hingga suatu ketika saat Malin beranjak dewasa, ia berpikir untuk mencari
peruntungan di negeri seberang. Dengan harapan nantinya saat kembali ke kampung halaman, ia
sudah menjadi saudagar kaya raya.
Malin tertarik dengan ajakan seorang nahkoda kapal dagang yang dulunya miskin sekarang
sudah menjadi seorang yang kaya raya. Tekadnya semakin kuat, Malin meminta izin kepada
ibundanya. Mande Rubayah sempat tidak setuju dengan keinginan anaknya, tetapi karena Malin
terus mendesak akhirnya ia mengizinkan.
"Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan lupa
dengan ibumu dan kampung halamanmu ini, Nak," pesan dari ibunya.
Ternyata keberadaan Malin di kapal itu sangat disukai. Selain karena ia sangat rajin dan
selalu siap menolong, ia juga seorang pekerja keras.
Beberapa tahun berlalu, kini Malin telah menjadi seorang nahkoda yang mengepalai
banyak kapal dagang. Ia pun berhasil memperistri salah seorang putri raja yang cantik jelita. Kabar
kesuksesannya sampai kepada ibunda Malin. Setiap hari Mande Rubayah menyempatkan diri pergi
ke dermaga berharap bisa bertemu putranya, Malin.
Suatu ketika, sampailah kapal mereka di kampung tempat Malin dulu dibesarkan. Malin
Kundang pun turun dari kapal. Kemudian disambut oleh ibundanya.
"Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar," katanya
sambil memeluk Malin.
Malin Kundang justru malah segera melepaskan pelukan tersebut dan mendorong
ibundanya hingga terjatuh.
"Wanita tidak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku," kata Malin kepada
ibunya. Malin berpura-pura tidak mengenal ibunya, karena malu melihat ibunya yang sudah tua
dan memakai baju compang-camping.
"Wanita itu ibumu?" tanya istri Malin. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura
mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan hartaku," sahut Malin.
Melihat tingkah Malin yang congkak di depan istrinya, Mande Rubayah sangat sakit hati.
Ia melihat kapal anaknya yang bertolak dari pantai, sambil berdoa dalam hatinya agar Tuhan
menghukum anaknya.
Badai besar kemudian menerjang kapal Malin Kundang sampai seluruh isinya hancur
berhamburan. Ternyata serpihan kapal ini berubah menjadi batu karang, termasuk sosok Malin
Kundang yang sedang bersimpuh.

KELAS 2 DAN 3
SI KANCIL DAN BUAYA

Di suatu hutan terdapat banyak hewan yang tinggal di sana, salah satunya ada seekor hewan
lincah dan cerdik bernama kancil. Suatu hari yang terik, kancil merasa haus dan lapar karena sudah
seharian ia tidak mendapat makanan. Alhasil ia merasa tubuhnya sangat lemas.

Meski demikian kancil tetap berusaha menemukan makanan di sekitarnya hingga akhirnya
ia tiba di sebuah sungai yang airnya cukup dalam dan arusnya pun cukup deras. Di seberang sungai,
ia melihat terdapat tanaman mentimun yang sedang berbuah. Nah, tanaman mentimun tersebut
adalah kesukaan kancil.

Ia pun sangat gembira dan berniat segera menyeberangi sungai untuk mengambil
mentimun yang disukainya itu. Kancil pun berpikir bagaimana caranya untuk menyeberangi
sungai tersebut sementara dirinya tidak pandai berenang.
Tiba – tiba datang seekor buaya yang menghadang dan berniat memakannya. Kancil pun
mundur ketakutan namun rasa laparnya semakin menyiksa diri dan batinnya sehingga ia pun
memanfaatkan buaya yang hendak menyerangnya tersebut.
Kancil bertanya kepada buaya, “Kamu benar – benar ingin menyantapku buaya?”
Buaya pun menjawab, “Iyalah, aku akan segera menyantapmu. Kamu adalah makanan lezat
bagiku”
“Berapa jumlah teman – temanmu buaya?, apakah kalian berjumlah banyak?”
“Ya, kami berjumlah banyak” jawab buaya
“Bagaimana kalau kalian membantuku. Kamu tahu bukan kalau dagingku masih kecil. Aku masih
kurus, sungguh tak lezat rasanya jika kamu menyantapku sekarang. Bagaimana kalau kamu dan
teman – temanku menyantap dagingku nanti ketika aku sudah makan banyak sehingga badanku
gemuk. Setuju buaya?”
Buaya pun mengangguk setuju dan mengumpulkan teman – temannya untuk membantu
kancil menyeberang sungai. Buaya dan teman – temannya pun berbaris di sepanjang sungai dan
kemudian kancil menyeberang di atasnya sambil berhitung.
Akhirnya kancil pun tiba di lahan mentimun seberang sungai. Lalu ia berkata agar para
buaya menunggunya dengan tenang sambil menyejukkan diri di dekat pepohonan yang cukup
rindang. Buaya pun setuju.
Sementara si kancil berkata kalau dirinya akan kembali ketika badannya sudah gemuk agar
rombongan buaya bisa menyantapnya dengan lahap. Kancil pun berlari ke kebun mentimun dan
meninggalkan buaya yang berangsur – angsur berusaha menepi untuk berteduh.
Cukup lama buaya menunggu namun kancil tak kunjung datang. Hingga akhirnya buaya
sadar bahwa dirinya dan teman – temannya sudah ditipu oleh kancil. Kancil tersebut tidak
menepati janjinya dan pergi tanpa kabar begitu saja.

KELAS 4 DAN 5
BAWANG MERAH DAN BAWANG PUTIH
Di sebuah desa, tinggalah seorang janda yang hidup dengan dua anak perempuannya yang
memiliki wajah menawan, yaitu Bawang Merah dan Bawang Putih. Ayah kandung Bawang Putih
yang juga suami dari ibu Bawang Merah telah meninggal dunia, jadi Bawang Putih adalah saudara
tiri dari Bawang Merah.
Bawang Merah dan Bawang Putih memiliki sifat karakter serta kepribadian yang berbeda.
Bawang Putih memiliki sifat yang rajin, baik hati, jujur, dan rendah hati. Sementara, Bawang
Merah memiliki sifat yang malas, sombong, iri hati.
Kepribadian Bawang Merah yang malas juga diperburuk karena ibunya yang
memanjakannya. Ibunya selalu memberi Bawang Merah apapun yang diinginkannya.
Sedangkan Bawang Putih yang melakukan semua pekerjaan rumah, mencuci, memasak,
membersihkan rumah, dan ia hanya melakukannya sendiri. Sementara itu, Bawang Merah dan
ibunya hanya menghabiskan waktu untuk diri mereka sendiri.
Ketika mereka membutuhkan sesuatu, mereka hanya meminta Bawang Putih. Bawang
Putih tak pernah mengeluhkan nasib buruknya yang dia hadapi. Ia selalu melayani ibu tiri dan
saudara perempuannya dengan gembira.
Suatu hari, Bawang Putih, mencuci baju ibu tiri dan Bawang Merah di sungai. Bawang
Putih tak menyadari jika sepotong kain milik ibunya hanyut di sungai. Ia pun merasa sedih,
berpikir jika kain itu tidak ditemukan, ia akan disalahkan, dihukum, atau diusir dari rumah.
Takut kain ibunya tidak bisa ditemukan, Bawang Putih terus mencari dan berjalan di
sepanjang sungai. Setiap kali ia melihat seseorang di tepi sungai, dia selalu bertanya tentang kain
ibunya yang hanyut, tetapi semua orang tak melihat di mana kain itu.
Akhirnya Bawang Putih sampai ke suatu tempat di mana sungai itu mengalir ke sebuah
gua. Anehnya, ia melihat ada seorang perempuan yang sangat tua di dalam gua tersebut. Bawang
Putih pun bertanya pada perempuan tua itu jika ia melihat kain milik ibunya.
Perempuan tua itu tahu di mana kain itu, tapi ia memberi syarat sebelum menyerahkannya
ke Bawang Putih. Syaratnya ia harus bekerja membantu perempuan itu. Karena sebelumnya ia
terbiasa bekerja keras, hingga ia bersedia membantu perempuan tua itu.
Saat hari sudah sore, Bawang Putih pun mengucapkan selamat tinggal pada perempuan tua
kemudian perempuan itu juga menyerahkan kain padanya. Karena kebaikan Bawang Putih,
perempuan tua itu menawarkan hadiah labu.
Ada dua labu, yang satu lebih besar dari yang lain. Bawang Putih diminta untuk memilih
labu yang diinginkannya. Karena Bawang Putih tidak serakah, ia memilih labu yang kecil. Setelah
itu Bawang Putih kembali ke rumahnya.
Ibu tirinya dan Bawang Merah sangat marah karena Bawang Putih terlambat. Bawang
Putih kemudian menceritakan apa yang terjadi. Ibu tirinya masih marah karena Bawang Putih
terlambat dan hanya membawa satu labu kecil. Jadi, ibunya membanting labu itu.

“prak….” dan labunya pun pecah.

Tapi aneh, ternyata dalam labu ada perhiasan emas yang indah dan berkilauan. Ibu tirinya
dan Bawang Merah sangat terkejut. Mereka kemudian merasa akan menjadi sangat kaya jika
memiliki perhiasan yang begitu banyak.

Tetapi karena keserakahannya, mereka malah berteriak pada Bawang Putih dan
membentaknya kenapa Bawang Putih tak mengambil labu yang besar. Dalam pikiran Bawang
Merah dan Ibunya, jika labu yang besar diambil, pasti mereka mendapatkan lebih banyak
perhiasan.

Untuk memenuhi keserakahan mereka, Bawang Merah mengikuti langkah-langkah yang


diceritakan oleh Bawang Putih. Ia rela menghanyutkan kain ibunya, berjalan di sepanjang sungai,
bertanya pada orang-orang dan akhirnya datang ke gua tempat perempuan tua itu tinggal.
Namun, tidak seperti Bawang Putih, Bawang Merah menolak membantu perempuan tua itu untuk
bekerja dan ia bahkan dengan arogan memerintahkan perempuan tua itu untuk memberinya labu
yang lebih besar.

Perempuan tua itu memenuhi permintaan Bawang Merah memberikan labu yang besar untuk
Bawang Merah.

Bawang merah dengan senang hati membawa labu besar yang diberikan perempuan tua, sambil
membayangkan berapa banyak perhiasan yang ia akan dapatkan.

Sekembalinya ke rumah, Ibunya pun menyambut Bawang Merah. Tidak lama setelah itu, labunya
dihancurkan ke tanah.
Bukan isi perhiasan, berbagai ular berbisa yang menakutkan keluar dari dalam labu. Bawang
Merah dan Ibu tiri akhirnya menyadari apa yang mereka lakukan selama ini salah, dan meminta
Bawang Putih untuk memaafkan mereka.

Anda mungkin juga menyukai