Anda di halaman 1dari 5

Burung Bangau yang Angkuh

Seekor bangau berjalan dengan langkah yang anggun di sepanjang sebuah sungai
kecil, matanya menatap air sungai yang jernih, leher dan paruhnya yang panjang
siap untuk menangkap mangsa di air sebagai sarapan paginya. Saat itu, sungai
dipenuhi dengan ikan-ikan yang berenang, tetapi sang Bangau merasa sedikit
angkuh di pagi hari itu.

Ads by
ADVERTISEMENT

Ads by

"Saya tak mau makan ikan-ikan yang kecil," katanya kepada diri sendiri. "Ikan yang
kecil tidak pantas dimakan oleh bangau yang anggun seperti saya."

Sekarang, seekor ikan yang sedikit lebih besar dari ikan lain, lewat di dekatnya.

"Tidak," kata sang Bangau. "Saya tidak akan merepotkan diri saya untuk membuka
paruh dan memakan ikan sebesar itu!"

Saat matahari mulai meninggi, ikan-ikan yang berada pada air yang dangkal dekat
pinggiran sungai, akhirnya berenang pindah ke tengah sungai yang lebih dalam dan
dingin. Sang Bangau yang tidak melihat ikan lagi, terpaksa harus puas dengan
memakan siput kecil di pinggiran sungai.

Cerita ini mengajarkan anak untuk tidak bersikap angkuh, Bunda. Karena sifat ini
hanya akan merugikan, baik orang lain maupun pada diri sendiri.

Baca Juga :10 Film Kartun Terbaik untuk Anak yang Mendidik

Kancil dan Buaya


Suatu hari, ada seekor kancil yang sedang berjalan-jalan di dalam hutan untuk
mencari makanan. Karena makanan di sekitar kediamannya telah berkurang, Sang
Kancil pun pergi untuk mencari di luar kawasannya. Di tengah jalan, ia harus
menyeberang sungai yang dihuni banyak sekali buaya besar yang sangat lapar.
Kancil pun berpikir sejenak, lalu ia mendekat ke tepi sungai.
"Hai buaya, apakah kau sudah makan siang?" tanya kancil dengan suara yang
dikeraskan.

Tak lama kemudian, munculah seekor buaya dari permukaan air, "Siapa yang
berteriak siang-siang begini? Mengganggu tidur saja."

"Hai kancil, diam kau! Kalau tidak, aku makan nanti kamu," timpal buaya yang lain.

"Aku datang ke sini untuk menyampaikan pesan dari raja hutan, jadi janganlah kau
makan aku dulu," jawab kancil.

"Ada apa sebenarnya kancil, ayo cepat katakan," kata buaya.

"Baiklah. Raja hutan memintaku untuk menghitung jumlah buaya yang ada di sini.
Raja hutan hendak memberikan hadiah untuk kalian," ujar kancil.

"Jadi sekarang, panggil semua temanmu," lanjutnya.

Mendengar hal itu, buaya sangat senang dan langsung memanggil semua
kawannya untuk berbaris berjajar di permukaan sungai. Namun, mereka semua
ternyata hanya diperdaya oleh si kancil.

Dengan cerdik, si kancil langsung pergi setelah menghitung buaya terakhir di ujung
sungai dan lolos dari cengkraman buaya yang lapar.

Kisah kancil dan buaya mengajarkan bahwa kecerdikan dapat mengalahkan


kekuatan. Meskipun berada di situasi sesulit apapun. Meski begitu, berbohong juga
tidak patut dibenarkan ya, Bunda.

Aji Saka
Pada dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah
oleh raja bernama Prabu Dewata Cangkar yang buas dan suka makan manusia.
Setiap hari sang raja memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul
Muda. Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-
diam ke daerah lain.
Di dusun Medang Kawit hidup lah pemuda yang bernama Aji Saka yang sakti, rajin
dan baik hati. Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang
sedang dipukuli oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang akhirnya diangkat
menjadi ayah oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang Kamulan.

Mendengar cerita kebiasaan Prabu Dewata Cangkar, Aji Saka berniat menolong
rakyat Medang Kamulan.

Singkat cerita, Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Sementara di Istana
Prabu Dewata Cangkar sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa
korban untuk sang prabu.

Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cangkar dan menyerahkan diri
untuk disantap oleh sang Prabu dengan imbalan Tanah seluas serban yang
digunakannya.

Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus
memanjang sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cangkar. Prabu
marah setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya. Namun, dengan sigap Aji
Saka melilit kuat tubuh sang prabu yang kemudian dilempar ke laut hingga hilang
ditelan ombak.

Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan serta memboyong
ayahnya ke Istana. Berkat pemerintahannya yang adil dan bijaksana, Aji Saka
mengantarkan kerajaan ke zaman keemasan.

Cerita ini mengajarkan untuk menjalankan amanat hendaklah dilakukan dengan


sebaik-baiknya. Sebab, orang yang memegang dan menjalankan amanat dengan
baik akan mendapatkan kehormatan di kemudian hari.

Malin Kundang
Batu malin kundang/ Foto: I Gede Leo Agustina/ d'Traveler

Pada dahulu kala, hiduplah seorang perempuan miskin bersama anak tunggalnya,
bernama Malin Kundang. Sehari-hari perempuan itu bekerja sebagai nelayan.
Namun, penghasilannya tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga
mereka hidup berkekurangan.

Saat Malin Kundang beranjak dewasa, dia memutuskan untuk merantau ke kota
untuk mengadu nasib di sana. Meskipun berat hati, ibunya pun mengizinkan Malin
untuk merantau.

Beberapa tahun kemudian, Malin berhasil mengubah nasibnya. Dia telah menjadi
saudagar yang kaya raya serta juga mempersunting seorang perempuan
bangsawan yang sangat cantik.

Suatu hari Malin ingin melihat keadaan desanya yang sudah lama ditinggali selama
bertahun-tahun. Dia datang membawa banyak uang untuk dibagi-bagikan kepada
para penduduk.

Penduduk di desanya sangat senang. Di antara mereka ada yang mengenali Malin,
yakni tetangganya sendiri. Orang itu pun segera pergi serta hendak memberikan
kabar gembira tersebut kepada ibu Malin.
"Ibu, apakah kau sudah tahu, anakmu Malin sekarang telah menjadi orang kaya,"
seru tetangga itu.

"Dari mana kau tahu itu? Selama ini aku tak pernah mendapat kabar darinya," ucap
ibu Malin, terkejut.

"Sekarang pergilah ke dermaga. Anakmu Malin ada di sana. Dia terlihat sangat
tampan, dan istrinya juga sangat rupawan," ucap tetangganya.

Ibu Malin tak percaya. Matanya berkaca-kaca. Sungguh, ia sangat merindukan


anaknya selama beberapa tahun ini. Maka ia pun segera berlari menuju dermaga.
Benar saja, di sana terlihat Malin dengan istrinya yang sangat rupawan.

"Malin, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?" katanya
sambil memeluk Malin Kundang.

Malin yang merasa malu mengakui ibunya yang berpakaian lusuh tersebut dan
bergegas melepaskan pelukan ibunya.

"Apa benar orang tua ini adalah ibumu?" tanya istri Malin, bingung.

"Dia bukan ibuku, dia pengemis yang mengaku-ngaku sebagai ibuku," jawab Malin.

Mendengar hal itu, ibunya sangat sakit hati atas perbuatan Malin, hingga akhirnya
ibu Malin mengutuknya menjadi sebuah Batu. Yang mana batu tersebut sekarang
terkenal menjadi sebuah cerita rakyat Malin Kundang.

Dari kisah Malin Kundang ini, mengajari anak untuk senantiasa menghormati dan
berbakti kepada orang tua.

Anda mungkin juga menyukai