Anda di halaman 1dari 14

Kisah Bawang Merah dan Bawang Putih

7 Juni

Alkisah di sebuah kampung, hiduplah seorang janda yang memiliki dua orang anak
gadis yang cantik, Bawang Merah dan Bawang Putih. Ayah kandung Bawang Putih telah
lama meninggal dunia. Bawang Merah dan Bawang Putih memiliki sifat dan perangai yang
sangat berbeda dan bertolak belakang. Bawang Putih adalah gadis sederhana yang rendah
hati, tekun, rajin, jujur dan baik hati. Sementara Bawang Merah adalah seorang gadis yang
malas, sombong, suka bermewah-mewah, tamak dan pendengki. Sifat buruk Bawang Merah
kian menjadi-jadi akibat ibunya selalu memanjakannya. Sang janda selalu memenuhi semua
permintaan dan tuntutan Bawang Merah. Selain itu semua pekerjaan di rumah selalu
dilimpahkan kepada Bawang Putih. Mulai dari mencuci pakaian, memasak, membersihkan
rumah, hampir semua pekerjaan rumah selalu dikerjakan oleh Bawang Putih seorang diri,
sementara Bawang Merah dan Ibu Tiri selalu berdandan dan bermalas-malasan. Jika mereka
memerlukan sesuatu, tinggal menyuruh-nyuruh Bawang Putih.
Bawang Putih tak pernah sekalipun mengeluhkan nasib buruknya. Ia selalu siap sedia
melayani sang Ibu Tiri dan Saudari Tirinya dengan senang hati. Pada suatu hari Bawang
Putih tengah mengerjakan pekerjaan rumah mencuci pakaian milik Ibu Tiri dan Saudari
Tirinya. Akan tetapi Bawang Putih tak menyadari bahwa sehelai kain milik Ibu Tirinya telah
hanyut terbawa arus sungai. Ketika Bawang Putih menyadarinya, ia sangat sedih dan takut
bila diketahui hilangnya kain itu, maka ia akan dimarahi dan disalahkan oleh Ibu Tirinya.
Bukan mustahil bahwa Bawang Putih akan dihukum bahkan diusir dari rumahnya.
Khawatir kehilangan kain tersebut, Bawang Putih dengan gigih dan tekun tetap
mencarinya sambil berjalan menyusuri sepanjang sungai yang berarus deras itu. Tiap kali
bertemu seseorang di sungai ia selalu menanyakan apakah mereka melihat kain tersebut.
Sayang sekali tak seorangpun yang melihat di mana kain hanyut itu berada. Hingga pada
akhirnya Bawang Putih tiba di bagian sungai yang mengalir ke dalam gua. Ia sangat terkejut
ketika mengetahui ada seorang nenek tua yang tinggal di dalam gua tersebut. Bawang Putih
menanyai nenek tua itu mengenai keberadaan kain Ibu Tirinya. Nenek tua itu mengetahui di
mana kain itu berada, akan tetapi ia mengajukan syarat bahwa Bawang Putih harus membantu
pekerjaan sang nenek tua. Karena telah terbiasa bekerja keras, dengan senang hati Bawang
Putih menyanggupi untuk membantu sang nenek merapikan dan membersihkan gua tersebut.
Nenek tua itu sangat puas dengan hasil pekerjaan Bawang Putih. Pada sore harinya Bawang
Putih berpamitan kepada sang nenek. Sang nenek itu kemudian mengembalikan kain milik
Ibu Tiri Bawang Putih yang hanyut di sungai, seraya menawarkan kepada Bawang Putih dua
buah labu sebagai hadiah atas pekerjaannya. Dua buah labu itu berbeda ukuran, satu besar
dan yang lainnya kecil. Karena Bawang Putih tidak serakah dan tamak, ia memilih labu yang
lebih kecil.
Ketika kembali ke rumah, sang Ibu Tiri dan Saudari Tirinya amat marah karena
Bawang Putih terlambat pulang. Bawang Putih pun menceritakan apa yang telah terjadi. Ibu
Tiri yang tetap marah karena Bawang Putih hanya membawa sebutir labu kecil, ia kemudian
merebutnya dan membanting buah itu ke tanah. "Prak..." pecahlah labu itu, akan tetapi terjadi
suatu keajaiban, di dalam labu itu terdapat perhiasan emas, intan, dan permata. Mereka semua
terkejut dibuatnya. Akan tetapi karena Ibu Tiri dan Bawang Merah adalah orang yang tamak,
mereka tetap memarahi Bawang Putih karena membawa labu yang lebih kecil. Jika saja
Bawang Putih memilih buah yang lebih besar, tentu akan lebih banyak lagi emas, intan, dan
permata yang mereka dapatkan.
Karena sifat serakah dan tamak, Bawang Merah berusaha mengikuti apa yang
dilakukan Bawang Putih. Dengan sengaja ia menghanyutkan kain milik ibunya, kemudian
berjalan mengikuti arus sungai dan menanyai orang-orang yang ia temui. Akhirnya Bawang
Merah tiba di gua tempat nenek itu tinggal. Tidak seperti Bawang Putih, Bawang Merah yang
malas menolak membantu nenek itu. Ia bahkan dengan sombongnya memerintahkan nenek
tua itu untuk menyerahkan labu besar itu. Maka nenek tua itu pun memberikan labu besar itu
kepada Bawang Merah. Dengan riang dan gembira Bawang Merah membawa pulang labu
besar pemberian nenek tua itu. Telah terbayang dalam benaknya betapa banyak perhiasan,
intan, dan permata yang akan ia miliki. Sang Ibu Tiri pun dengan gembira menyambut
kepulangan putri kesayangannya itu. Tak sabar lagi mereka berdua memecahkan labu besar
itu. Akan tetapi apakah yang terjadi? Bukannya perhiasan yang didapat, dari dalam labu itu
keluar berbagai macam ular (terutama ular sendok) dan hewan berbisa. Mereka berdua lari
ketakutan. Baik Ibu Tiri maupun Bawang Merah akhirnya menyadari sifat buruk dan
ketamakan mereka. Mereka menyesali bahwa selama ini telah berbuat buruk kepada Bawang
Putih dan memohon maaf pada Bawang Putih. Bawang Putih yang baik hati pun memaafkan
mereka berdua.
Legenda Sangkuriang

Awalnya diceritakan di kahyangan ada sepasang dewa dan dewi yang berbuat
kesalahan, maka oleh Sang Hyang Tunggal mereka dikutuk turun ke bumi dalam wujud
hewan. Sang dewi berubah menjadi babi hutan (celeng) bernama Celeng Wayung Hyang
(atau Wayungyang), sedangkan sang dewa berubah menjadi anjing bernama si Tumang.
Mereka harus turun ke bumi menjalankan hukuman dan bertapa mohon pengampunan agar
dapat kembali ke wujudnya menjadi dewa-dewi kembali.
Diceritakan bahwa Raja Sungging Perbangkara tengah pergi berburu. Di tengah hutan
Sang Raja membuang air seni yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan), dalam
versi lain disebutkan air kemih sang raja tertampung dalam batok kelapa. Seekor babi hutan
betina bernama Celeng Wayung Hyang yang tengah bertapa sedang kehausan, ia kemudian
tanpasengaja meminum air seni sang raja tadi. Wayung Hyang secara ajaib hamil dan
melahirkan seorang bayi yang cantik, karena pada dasarnya ia adalah seorang dewi. Bayi
cantik itu ditemukan di tengah hutan oleh sang raja yang tidak menyadari bahwa ia adalah
putrinya. Bayi perempuan itu dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama Dayang
Sumbi alias Rarasati. Dayang Sumbi tumbuh menjadi gadis yang amat cantik jelita. Banyak
para raja dan pangeran yang ingin meminangnya, tetapi seorang pun tidak ada yang diterima.
Akhirnya para raja saling berperang di antara sesamanya. Dayang Sumbi pun atas
permintaannya sendiri mengasingkan diri di sebuah bukit karena terkena penyakit kelamin.
Ketika sedang asyik menenun kain, torompong (torak) yang tengah digunakan bertenun kain
terjatuh ke bawah balai-balai. Karena merasa malas, terlontar ucapan Dayang Sumbi tanpa
dipikir dulu, dia berjanji bahwa siapa pun yang mengambilkan torak yang terjatuh, bila laki-
laki akan dijadikan suaminya, dan jika perempuan akan dijadikan saudarinya. Si Tumang
mengambilkan torak dan diberikan kepada Dayang Sumbi. Akibat perkataannya itu Dayang
Sumbi harus memegang teguh sumpah dan janjinya, maka ia pun mengawini si Tumang.
Karena malu, kerajaan mengasingkan Dayang Sumbi ke hutan untuk hidup hanya ditemani si
Tumang. Pada malam bulan purnama, si Tumang dapat kembali ke wujud aslinya sebagai
dewa yang tampan, Dayang Sumbi mengira ia bermimpi bercumbu dengan dewa yang
tampan yang sesungguhnya adalah wujud asli si Tumang. Maka Dayang Sumbi akhirnya
melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Sangkuriang tumbuh menjadi anak
yang kuat dan tampan.
Suatu ketika Dayang Sumbi tengah mengidamkan makan hati menjangan (rusa), maka
ia memerintahkan Sangkuriang ditemani si Tumang untuk berburu ke hutan. Setelah sekian
lama Sangkuriang berburu, tetapi tidak tampak hewan buruan seekorpun. Hingga akhirnya
Sangkuriang melihat seekor babi hutan yang gemuk melarikan diri. Sangkuriang menyuruh si
Tumang untuk mengejar babi hutan yang ternyata adalah Celeng Wayung Hyang. Karena si
Tumang mengenali Celeng Wayung Hyang, yang adalah nenek dari Sangkuriang sendiri,
maka si Tumang tidak mau menuruti perintah itu. Saking kesalnya Sangkuriang kemudian
menakut-nakuti si Tumang dengan panah, akan tetapi secara tak sengaja anak panahnya
terlepas dan si Tumang terbunuh tertusuk oleh anak panah. Sangkuriang menjadi bingung;
dan lalu karena tidak memperoleh hewan buruan maka Sangkuriang pun menyembelih tubuh
si Tumang dan mengambil hatinya. Oleh Sangkuriang, hati si Tumang itu diberikannya
kepada Dayang Sumbi, yang kemudian dimasak dan dimakannya. Setelah Dayang Sumbi
mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati si Tumang, suaminya sendiri, maka
kemarahannya pun meledak; dengan serta-merta kepala Sangkuriang dipukul
dengan centong (sendok nasi) yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga terluka.
Kesakitan dan ketakutan, Sangkuriang lari meninggalkan rumah. Dayang Sumbi, yang
menyesali perbuatannya telah mengusir anaknya, mencari Sangkuriang ke hutan dan
memanggil-manggil serta memohonnya untuk segera pulang; akan tetapi Sangkuriang telah
pergi jauh. Dayang Sumbi sangat sedih dan memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar
kelak dipertemukan kembali dengan anaknya. Untuk itu Dayang Sumbi menjalankan tapa dan
laku hanya memakan tumbuh-tumbuhan dan sayuran mentah (lalapan). Sangkuriang sendiri
pergi mengembara mengelilingi dunia. Sangkuriang pergi berguru kepada banyak pertapa
sakti, sehingga Sangkuriang setelah beberapa tahun telah tumbuh menjadi seorang pemuda
yang kuat, sakti, dan gagah perkasa. Setelah sekian lama berjalan ke arah timur akhirnya
sampailah Sangkuriang di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di tempat Dayang
Sumbi berada. Namun Sangkuriang tidak mengenali bahwa putri cantik yang ditemukannya
adalah Dayang Sumbi - ibunya. Karena Dayang Sumbi melakukan tapa dan laku hanya
memakan tanaman mentah, maka Dayang Sumbi menjadi tetap cantik dan awet muda.
Dayang Sumbi pun mulanya tidak menyadari bahwa sang ksatria tampan itu adalah putranya
sendiri. Lalu kedua insan itu berkasih mesra. Saat Sangkuriang tengah bersandar mesra dan
Dayang Sumbi menyisir rambut Sangkuriang, tanpa sengaja Dayang Sumbi melihat tanda
luka di kepala Sangkuriang, bekas pukulan sendok Dayang Sumbi; dengan demikian ia
mengetahui bahwa Sangkuriang adalah putranya. Walau demikian Sangkuriang tetap
memaksa untuk menikahinya. Dayang Sumbi sekuat tenaga berusaha untuk menolak. Maka
ia pun bersiasat untuk menentukan syarat pinangan yang tak mungkin dipenuhi Sangkuriang.
Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan perahu dan telaga (danau) dalam
waktu semalam dengan membendung aliran Sungai Citarum. Sangkuriang menyanggupinya.
Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon besar yang tumbuh di sebelah timur; kelak,
tunggul atau pangkal pohon itu berubah menjadi gunung yang bernama Bukit Tunggul.
Rantingnya (Sd.: rangrang) ditumpukkan di sebelah barat dan kelak menjadi Gunung
Burangrang. Dengan bantuan para guriang (makhluk halus), lewat tengah malam bendungan
pun hampir selesai dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi memohon kepada Sang Hyang Tunggal
agar niat Sangkuriang tidak terlaksana. Dayang Sumbi lalu membentangkan helai kain boeh
rarang (kain putih hasil tenunannya) di atas bukit di timur, sehingga kain putih itu tampak
bercahaya bagai fajar yang merekah di ufuk timur. Sementara itu ia pun berulang-ulang
memukulkan alu ke lesung, seolah-olah sedang menumbuk padi. Para guriang makhluk halus
anak buah Sangkuriang pun ketakutan karena mengira hari mulai pagi, mereka lalu lari
menghilang bersembunyi di dalam tanah. Dengan demikian pembuatan bendungan pun tidak
terselesaikan. Karena gagal memenuhi syarat Dayang Sumbi, Sangkuriang menjadi gusar dan
mengamuk. Perahu yang telah dikerjakannya dengan bersusah payah lalu ditendangnya ke
arah utara dan jatuh menangkup menjadi Gunung Tangkuban Perahu. Di puncak
kemarahannya, dinding bendungan yang berada di sebelah barat dijebolnya; kelak lubang
tembusan air Citarum ini dikenal sebagai Sanghyang
Tikoro (Sd.: tikoro, tenggorokan atau kerongkongan). Sumbat aliran Citarum dilemparkannya
ke arah timur dan menjelma menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun menjadi
surut kembali; bekas danau ini kelak menjadi lokasi Kota Bandung.
Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi yang berlari menghindari kejaran anaknya
yang telah kehilangan akal sehatnya itu. Dayang Sumbi hampir tertangkap oleh Sangkuriang
di Gunung Putri dan ia pun memohon kepada Sang Hyang Tunggal agar menyelamatkannya,
maka Dayang Sumbi pun berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Adapun Sangkuriang
setelah sampai di sebuah tempat yang disebut dengan Ujung Berung akhirnya menghilang ke
alam gaib (ngahiyang).
Kisah Roro Jonggrang

Dahulu kala, di Desa Prambanan, ada sebuah kerajaan yang dipimpin oleh Prabu
Baka. la memiliki seorang putri yang sangat cantik bernama Roro Jonggrang.

Suatu ketika, Prambanan dikalahkan oleh Kerajaan Pengging yang dipimpin oleh
Bandung Bondowoso. Prabu Baka tewas di medan perang. Dia terbunuh oleh Bandung
Bondowoso yang sangat sakti.

Bandung Bondowoso kemudian menempati Istana Prambanan. Melihat putri dari


Prabu Baka yang cantik jelita yaitu Roro Jonggrang, timbul keinginannya untuk memperistri
Roro Jonggrang.

Roro Jonggrang tahu bahwa Bandung Bondowoso adalah orang yang membunuh
ayahnya. Karena itu, ia mencari akal untuk menolaknya. Lalu, ia mengajukan syarat
dibuatkan 1.000 buah candi dan dua buah sumur yang dalam. Semuanya harus selesai dalam
semalam.

Bandung Bondowoso menyanggupi persyaratan Roro Jonggrang. Ia meminta


pertolongan kepada ayahnya dan mengerahkan balatentara roh-roh halus untuk membantunya
pada hari yang ditentukan. Pukul empat pagi, hanya tinggal lima buah candi yang belum
selesai dan kedua sumur hampir selesai.

Mengetahui 1.000 candi telah hampir selesai, Roro Jonggrang ketakutan. “Apa yang
harus kulakukan untuk menghentikannya?” pikirnya cemas membayangkan ia harus
menerima pinangan Bandung Bondowoso yang telah membunuh orangtuanya.

Akhirnya, ia pergi membangunkan gadis-gadis di Desa Prambanan dan


memerintahkan untuk menghidupkan obor-obor dan membakar jerami, memukulkan alu pada
lesung, dan menaburkan bunga-bunga yang harum. Suasana saat itu menjadi terang dan riuh.
Semburat merah memancar di langit dengan seketika.
Ayam jantan pun berkokok bersahut-sahutan. Mendengar suara itu, para roh halus
segera meninggalkan pekerjaan. Mereka menyangka hari telah pagi dan matahari akan segera
terbit. Pada saat itu hanya tinggal satu sebuah candi yang belum dibuat.

Bandung Bondowoso sangat terkejut dan marah menyadari usahanya telah gagal.
Dalam amarahnya, Bandung Bondowoso mengutuk Roro Jonggrang menjadi sebuah arca
untuk melengkapi sebuah buah candi yang belum selesai.

Batu arca Roro Jonggrang diletakkan di dalam ruang candi yang besar. Hingga kini,
candi tersebut disebut dengan Candi Roro Jonggrang. Sementara itu, candi-candi di
sekitarnya disebut dengan Candi Sewu (Candi Seribu) meskipun jumlahnya belum mencapai
1.000.
ANDE – ANDE LUMUT

Lembu Amiluhur, raja yang bertahta di Kerajaan Jenggala memiliki putra yang
tampan bernama Raden Panji Kudawaningpati atau dikenal dengan nama Raden Putra. Raden
Putra dinikahkan dengan seorang putri Kerajaan Kediri yaitu Dewi Candrakirana anak dari
Lembu Peteng.

Pernikahan Raden Putra yang bergelar Pangeran Adipati Anom dan Dewi
Candrakirana sempat menikmati masa bahagia bersama. Namun Lembu Amiluhur yang
merasa sudah terlalu tua dan lelah menginginkan Pangeran Adipati Anom naik tahta
menggantikannya. Pangeran Adipati Anom menolak naik tahta sebelum ayahnya mangkat
sehingga Lembu Amiluhur marah besar dan mengusirnya dari kerajaan.

Pangeran Adipati Anom akhirnya berangkat meninggalkan kerajaan dan istrinya


menjalani kehidupan di dalam hutan bersama dua pengawal setianya. Mereka bertahan di
hutan hingga akhirnya merasa terdesak dan memutuskan untuk singgah di Kota Dadapan.
Kemudian mereka tinggal di rumah seorang janda miskin dengan menggunakan nama Ande
Ande Lumut, dan dua pengawalnya bernama Gempol dan Ceblung.

Sementara itu Dewi Candrakirana menangis tak henti mengetahui suaminya pergi dari
istana meninggalkannya. Tangisannya didengar oleh Batara Narada yang kemudian
memberinya syarat agar bisa menemui suaminya kembali.

Ia harus berjalan ke barat dan bekerja pada seorang janda tua, dengan berbekal sebuah
senjata berupa Cis. Dewi Candrakirana menuruti syarat itu dan menemukan rumah seorang
janda tua di tengah hutan yang kemudian memberinya nama Klenting Kuning. Namun
hidupnya di rumah janda tua penuh siksaan dari Klenting Abang, Klenting Biru, dan Klenting
Ungu.
Suatu hari Klenting Kuning diminta untuk mencuci dandang yang sangat kotor yang
mustahil untuk dibersihkan. Karena gagal membersihkannya, Klenting Kuning disiksa hingga
pingsan hingga tak berani pulang ke rumah. Tiba-tiba datang seekor Garuda yang
membantunya membersihkan dandang tersebut, namun dengan syarat Klenting Kuning harus
menikah dengannya. Klenting Kuning menerima syarat tersebut dengan berat hati, dan
bergegas membawa pulang dandang yang bersih itu.

Keesokan harinya, Klenting Kuning mendatangi Garuda dengan niat menepati janji
namun ternyata sosok itu berubah menjadi Batara Narada. Ternyata hal ini membuktikan jika
Klenting Kuning telah lolos dari ujian dan bisa bertemu dengan suaminya. Dengan gembira,
Klenting Kuning pulang dengan menyimpan berita tersebut dan hendak berpamitan dengan
sang janda tua.

Di waktu yang sama, Klenting Abang, Klenting Biru, dan Klenting Ungu juga hendak
berangkat untuk melamar anak janda yang tampan di Dadapan. Klenting Abang, Klenting
Biru, dan Klenting Ungu yang mengetahui Klenting Kuning hendak pergi bersama mereka
menyiksanya di tengah jalan dengan mengikatnya di pohon serta melumuri tubuhnya dengan
kotoran.

Ketika hendak menyeberang, Klenting Abang, Klenting Biru, dan Klenting Ungu
bertemu dengan Yuyu Kangkang yang merayu mereka untuk menyeberangkan dengan
bayaran sebuah kecupan. Ketiganya setuju dan bisa menyeberangi sungai dengan selamat
hingga sampai di rumah sang janda tua. Ternyata Klenting Abang, Klenting Biru, dan
Klenting Ungu hanya bisa memasuki rumah dengan syarat memberi kecupan kepada penjaga
pintu.

Kembali mereka bertiga memberikan kecupan dan bertemu dengan sang janda tua
untuk mengutarakan maksudnya. Sang janda tua bertanya kepada Ande Ande Lumut tentang
lamaran ketiga wanita tersebut, namun sang pangeran menolaknya karena ketiganya telah
memberi kecupan pada Yuyu Kangkang dan penjaga pintu.

Sementara Klenting Kuning bisa melepaskan ikatan dan melanjutkan perjalanan


hingga bertemu Yuyu Kangkang. Yuyu Kangkang kembali menawarkan jasanya untuk
menyeberang namun Klenting Kuning menolaknya dan justru mengeluarkan Cis dan
mengeringkan seluruh sungai.

Setelah Klenting Kuning berhasil menyeberang, Yuyu Kangkang memohon dan


menangis agar air sungai tersebut dikembalikan karena ia tak dapat hidup tanpa air yang
kemudian ia kabulkan.

Klenting Kuning kembali melanjutkan perjalanan ke Desa Dadapan hingga bertemu


sang penjaga pintu. Niatnya bertemu Ande Ande Lumut sempat diremehkan karena tubuhnya
yang kotor dan penuh kotoran. Namun kemudian Klenting Kuning diijinkan masuk dan
bertemu janda tua yang menyuruhnya untuk membersihkan diri terlebih dulu. Terkejutlah
Ande Ande Lumut saat melihat sosok Klenting Kuning yang ternyata adalah istri yang
dicintai dan dirindukan selama ini.

Ande Ande Lumut dan Klenting Kuning kemudian menceritakan sosoknya sebagai
Pangeran Adipati Anom dan Dewi Candrakirana kepada sang janda tua. Mereka kemudian
memutuskan kembali ke kerajaan, dan akhirnya Pangeran Adipati Anom dan Dewi
Candrakirana hidup bahagia selama-lamanya.
LUTUNG KASARUNG

Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang putri bernama Purbasari. Dia merupakan
anak bungsu dari Prabu Tapa Agung yang merupakan raja kerajaan pasir batang. Purbasari
memiliki enam orang kakak perempuan yaitu Purbararang, Purbadewata, Purbaendah,
Purbakancana, Purbamanik dan Purbaleuih.

Purbasari sangat baik sifat dan kelakuannya. Dia lembut, manis budi, ddan suka
menolong. Siapapun juga yang membutuhkan pertolongan dengan senang hati dibantunya.
Selain hatinya yang elok, Purbasari juga memiliki paras yang cantik dan rupawan, setiap
orang yang melihatnya pasti jatuh hati pada pandangan pertama. Sayangnya kecantikan dan
kebaikan hati purbasari tidak menurun dari kakak sulungnya Purbararang yang berperangai
sangat buruk. Walaupun cantik Purbararang sangat kasar, sombong, kejam dan iri hati
terhadap siapapun juga.

Setelah bertahta dalam waktu yang cukup lama, Prabu Tapa Agung berniat turun
tahta. Telah dipikirkan masak-masak, bahwa untuk melanjutkan kepemimpinannya dia akan
menunjuk Purbasari. Sang Prabu telah mengamati selama puluhan tahun bahwa Purbasari
adalah sosok yang paling pantas menggantikannya, bukan Purbararang walaupun Purbararang
adalah anak sulungnya. Pemikirian dari sang Prabu yang bijaksana ini terutama karena sifat
dan perilaku anak sulungnya yang buruk. Prabu Tapa agung khawatir, jika Purbararang
menjadi Raja maka ketentraman dan kedamaian kehidupan rakyat akan terganggu dan bahkan
menjadi rusak akibat kepemimpinan Purbararang yang memiliki sifat sangat buruk.

Dihadapan seluruh pembesar kerajaan dan juga ketujuh putrinya raja, Prabu Tapa
Agung menyerahkan takhtanya kepada Purbasari. Prabu Tapa Agung lantas meninggalkan
istana kerajaannya untuk memulai hidup barunya sebagai pertapa.

Purbararang sangat marah luar biasa mendapati takhta Kerajaan Pasir Batang
diserahkan kepada adik bungsunya dan tidak kepada dirinya. Maka, berselang satu hari sejak
penobatan Purbasari menjadi Ratu Kerajaan Pasir Batang, Purbararang menghubungi
Indrajaya tunangannya. Keduanya kemudian meminta bantuan nenek sihir untuk mencelakai
Purbasari.

Nenek sihir jahat memberikan boreh (zat berwarna hitam yang dibuat dari tumbuhan)
kepada Purbararang. Nenek sihir itu berkata.” Semburkan boreh ini kewajah dan seluruh
tubuh dari Purbasari.”

Purbararang segera melaksanakan pesan dari si nenek sihir. Boreh itu disemburkan ke
wajah dan seluruh tubuh Purbasari. Akibatnya diseluruh tubuh Purbasari bermunculan
bercak-bercak hitam yang mengerikan. Dengan kondisi tersebut Purbararang memiliki alsan
untuk mengusir Purbasari dari istana.

“ Orang yang dikutuk hingga memiliki penyakit mengerikan ini tidak pantas menjadi
Ratu kerajaan Pasir Batang. Sudah seharusnya dia diasingkan ke hutan agar penyakitnya
tidak menular.” Kata Purbararang.

Purbararang kemudian mengambil tahta Kerajaan Pasir Batang. Dia memerintahkan


Uwak Batara yang merupakan penasihat istana mengasingkan Purbasari ke hutan.

Ketika Purbasari tengah diasingkan dihutan, terjadilah masalah besar di khayangan.


Pangeran Guru Minda tidak berkenan menikah dengan bidadari khayangan seperti yang
diperintahkan Sunan Ambu ibunya. Pangeran Guruminda hanya berkenan menikah dengan
perempuan yang kecantikannya setara dengan Sunan Ambu ibunya.

Sunan ambu menjelaskan bahwa sosok perempuan yang secantik dirinya hanya akan
ditemui Pangeran Guruminda di dunia manusia. Namun jika pangeran Guruminda bersikeras
ingin menemui wanita sesuai keinginannya itu, dia harus pergi ke dunia tidak dalam bentuk
pangeran Guruminda yang gagah dan tampan, melainkan harus dalam wujud penyamaran
berupa lutung.” Lutung kasarung namamu.” Kata sunan Ambu.” Apakah engkau bersedia
melakukannya?”

Pangeran Guruminda menyatakan kesediannya. Setelah menjelma menjadi seekor


Lutung Kasarung, Pangeran Guru Minda segera turun ke dunia manusia. Dia tiba di hutan.
Dalam waktu singkat saja Lutung Kasarung sudah menjadi raja para lutung dan kera dihutan
tersebut. Hal ini sangat wajar karena tidak ada kera dan lutung yang mampu menandingi
kesaktian, kecerdasan dan kekuatan dari Pangeran Guruminda.

Lutung Kasarung mengetahui keburukan dan kekejaman dari Purbararang yang


bertakhta sebagai ratu di kerajaan Pasir Batang. Lutung Kasarung atau Pangeran Guruminda
benar-benar ingin memberi pelajaran kepada Ratu yang kejam tersebut. Maka, ketika dia
mendengar rencana Purbararang mencari hewan kurban di hutan, Lutung Kasarung
membiarkan dirinya ditangkap oleh orang-orang suruhan Purbararang.

Sebelum dijadikan hewan kurban, Lutung Kasrung tiba-tiba mengamuk dan


menimbulkan kerusakan di istana Pasir Batang. Para prajurit kerajaan Pasir Batang yang
berniat menangkapnya dibuat tidak berdaya. Kalang kabut semua yang berniat meringkusnya.
Lutung Kasarung sepertinya menunjukan permusuhan dengan semua prajurit Kerajaan Pasir
Batang.

Melihat kondisi prajuritnya yang terus terdesak. Purbararang meminta Uwak Barata
untuk menjinakan Lutung Kasarung. Anehnya saat Uwak Batara maju ke medan laga, Lutung
Kasarung seperti tidak berniat menyakiti Uwak Batara. Bahkan saat Uwak Batara
menangkapnya Lutung Kasarung tidak melawan. Purbararang segera meminta Uwak Batara
membuang Lutung Kasarung ke hutan dimana Purbasari diasingkan. Dia menghendaki
Purbasari tewas dimangsa Lutung Kasarung yang dianggapnya sebagai hewan buas.

Uwak Batara Lengser membawa Lutung Kasarung ke hutan dimana Purbasari


diasingkan. Uwak Batara Lengser yakin bahwa Lutung Kasarung bukanlah hewan biasa, oleh
karena itu dia memberikan pesan kepada Lutung Kasarung saat mereka bertemu Purbasari.”
Lutung, puteri yang saat ini ada didepanmu adalah putri dari Prabu Tapa Agung. Ia adalah
Putri yang baik hati dan seharusnya menjadi Ratu Kerajaan Pasir Batang. Hanya karena
kekuatan jahatlah dia diasingkan dan tersingkir ke hutan ini. Oleh karena itu hendaklah
engkau menjaga junjungan kami ini.”

Lutung Kasarung menganggukan kepala tanda mengerti. Maka sejak saat itu Lutung
Kasarung menjadi penjaga sekaligus menjadi sahabat dekat Purbasari. Dengan hadirnya
Lutung Kasarung disisinya membuat kesedihan Purbasari perlahan sirna. Dia mendapatkan
sahabat yang menghibur dan melindunginya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Lutung
Kasarung memerintahkan para kera untuk membawa makanan dan buah-buahan untuk
Purbasari. Kelembutan hati, kebaikan dan sifat baik Purbasari membuat Lutung Kasarung
semakin lama semakin sayang kepada Purbasari. Sedangkan sikap tanggung jawab,
kepemimpinan dan kecerdasan dari Lutung Kasarung membuat Purbasari menjadi jatuh cinta.
Semakin lama mereka merasa tidak dapat dipisahkan lagi.

Tanpa diketahui Purbasari, Lutung Kasarung memohon kepada ibundannya Sunan


Ambu untuk dibuatkan taman yang indah dengan tempat pemandian untuk Purbasari. Sunan
ambu lantas memerintahkan para dewa dan para bidadari turun ke bumi untuk mewujudkan
keinginan dari putranya. Para Dewa dan Bidadari membuatkan taman dan tempat mandi yang
sangat indah untuk Purbasari. Pancurannya terbuat dari emas murni. Dinding dan lantainya
terbuat dari batu pualam. Air telaga yang mengalir berasal dari telaga kecil yang murni bersih
dan dengan doa-doa dari para dewa. Para Dewa dan Bidadari menyebut taman yang indah itu
Jamban Salaka. Selain dibuatkan telaga dan taman yang indah, para bidadari menyiapkan
beberapa pakaian indah untuk Purbasari. Pakaian itu sangat indah dan lembut. Terbuat dari
awan yang lembut dengan hiasan batu-batu permata dari dalam lautan. Tidak ada pakaian di
dunia ini yang mampu menandingi keindahan pakaian Purbasari.

Pada saat melihat telaga dengan pancuran yang indah. Purbasari segera berniat mandi
untuk membersihkan diri. Pada saat itulah boreh kutukan yang menempel di wajah dan
tubuhnya perlahan sirna. Kecantikannya telah kembali. Lutung Kasarung yang melihat hal
tersebut menjadi terperangah tidak menyangka orang yang selama ini disayangi ternyata
wanita yang sangat cantik mempesona. Bahkan kecantikan Purbasari dapat mengalahkan
kecantikan dari Sunan Ambu. Lutung Kasarung dan Purbasari sangat senang dengan keadaan
ini. Walaupun Purbasari telah kembali kewujudnya yang cantik rupawan, kasih sayang
Purbasari terhadap Lutung Kasarung tidak berkurang, malah bisa dikatakan semakin
bertambah.

Kabar mengenai kembalinya kecantikan Purbasari didengar Purbararang. Purbararang


tidak percaya dengan berita ini, dia masih percaya diri karena tahu bahwa boreh yang
disemburkan kepada Purbasari mengandung kutukan yang sangat jahat dan kuat. Purbararang
lantas mengajak tunangannya untuk melihat kebenaran berita tersebut. Betapa kagetnya dia
melihat Purbasari telah kembali kesosok nya yang cantik rupawan. Purbasari terlihat semakin
mempesona dengan balutan pakaian dari para bidadari.

Purbararang khawatir, telah kembalinya kecantikan adiknya Purbasari akan


mengancam takhta yang saat ini dikuasainya. Dia pun memutar otak mencari cara untuk
kembali menyingkirkan adiknya tersebut, bahkan kali ini dia berniat menyingkirkan
Purbasari untuk selama-lamanya. Purbararang lantas menantang Purbasari untuk beradu
panjang rambut. Katanya.” Jika rambutku lebih panjang dibandingkan rambut Purbasari,
maka leher Purbasari harus dipenggal algojo kerajaan.”

Purbararang menelan kekecewaan yang besar setelah terbukti rambutnya yang sebetis
kalah panjang dengan rambut Purbasari yang sepanjang tumit. Purbararang sangat malu
mendapati kekalahannya. Untuk menutupi kekalahannya. Purbararang mengemukakan
tantangan baru untuk Purbasari. Tidak tanggung-tanggung tantangan ini diucapkan didepan
seluruh masyarakat Kerajaan Pasir Batang. Dengan suara lantang agar didengar warga
masyarakat, Purbararang berkata.” Jika wajah tunanganmu lebih tampan dibandingkan wajah
tunanganku, takhta Pasir Batang akan kuserahkan kepadamu. Namun jika sebaliknya, maka
engkau hendaklah merelakan lehermu dipenggal algojo kerajaan.”

Purbasari paham dia tidak akan mampu menang pada tantangan kali ini. Namun
cintanya kepada Lutung Kasarung membuatnya tegar. Dia menggenggam tangan Lutung
Kasarung. “ Aku mencintaimu dan ingin engkau menjadi suamiku.” Ucapnya kepada Lutung
Kasarung. Air mata berlinang mengalir dikedua pipinya. Lutung Kasrung balas
menggenggam tangan Purbasari kemudian mengusap air mata dipipi putri cantik jelita itu.

Purbararang tertawa terbahak-bahak.” Monyet hitam itu tunanganmu?”

“ Iya.” Jawab Purbasari lantang dan mantap.

Sebelum Purbararang memerintahkan algojo untuk memenggal Purbasari. Lutung


Kasarung tiba-tiba duduk bersila dengan mata terpejam. Mulutnya terlihat komat-kamit.
Tiba-tiba asap tebal menyelimuti tubuh Lutung Kasarung. Tidak dalam waktu yang lama,
asap tebal menghilang, sosok lutung kasarung dengan wajah jelek, menghilang seiring
berlalunya asap pekat. Berganti dengan sosok Pangeran guru Minda yang sangat tampan dan
gagah.

Terperanjatlah semua yang hadir ditempat itu mendapati keajaiban yang luar biasa
tersebut. Betapa tampannya Pangeran Guru Minda, bahkan sangat jauh melebihi ketampanan
Indrajaya tunangan dari Purbararang.

Pangeran Guruminda lantas mengumumkan bahwa ratu kerajaan Pasri Batang yang
sebenarnya adalah Purbasari. Purbararang telah mengalami kekalahan dari tantangan yang
dibuatnya sendiri.

Dalam kondisi seperti itu, Purbararang tidak dapat menyangkal dan mau tidak mau
mengakui kekalahannya. Tidak ada lagi yang dapati diperbuatnya selain menyerakan takhta
kerajaan pasri batang kepada adiknya Purbasari. Dia pun memohon ampun atas kejahatan
yang telah dilakukannya bersama Indrajaya tunangannya. Dengan kebaikan hatinya,
Purbasari memaafkan kesalahan kakak sulungnya itu.

Sejak saat itu Purbasari kembali bertakhta sebagai Ratu. Segenap rakyat sangat
bergembira menyambut ratu mereka yang baru, dan sekaligus terlepas dari belenggu
pemerintahan Purbararang yang jahat. Mereka semakin berbahagia mengetahuii bahwa Ratu
Mereka Purbasari menikah dengan Pangeran guruminda yang tampan dan gagah. Purbasari
dan Pangeran guruminda pun hidup berbahagia.
KISAH JAKA TARUB

Pada masa lalu hiduplah seorang pemuda bernama Jaka Tarub. Dia merupakan
pemuda desa yang gemar berburu. Suatu hari, dia sedang berburu burung di tengah hutan.

Selama seharian Jaka Tarub belum menemukan burung buruan. Dia masuk hutan
semakin dalam. Di tengah belantara, sayup-sayup dia mendengar suara beberapa wanita
sedang berbincang.

Suara perempuan itu beradu dengan suara air gemericik. Karena penasaran, Jaka
Tarub mencari sumber suara tersebut.

Betapa terkejutnya dia saat melihat ternyata ada sekelompok bidadari yang tengah
mandi di telaga. Paras para bidadari itu sangatlah cantik. Kemudian timbul sebuah ide nakal.

Jaka Tarub mengambil salah satu baju milik bidadari itu. Kemudian dia kembali
bersembunyi sambil membawa pakaian itu.

Menjelang sore, para bidadari itu selesai mandi. Mereka mengenakan pakaian mereka
kembali dan pulang menuju langit.

Namun, ada satu bidadari yang tertinggal dan tidak ikut pulang. Sebab, dia kehilangan
pakaiannya. Bak malaikat penolong, Jaka Tarub muncul meminjamkan kain kepada bidadari
itu. Bidadari bernama Nawang Wulan itu lantas diajak pulang ke rumah.

Mereka berdua kemudian menikah. Nawang Wulan kini juga harus bekerja seperti
layaknya manusia, seperti memasak dan mencuci.

Namun, sebagai seorang bidadari dia memiliki kesaktian. Setiap hari dia hanya
memasukkan sehelai padi ke dalam periuk. Anehnya, hasilnya bisa menjadi nasi yang cukup
dimakan sekeluarga.

Namun, kesaktiannya itu bisa hilang jika ada orang yang membuka periuk saat dia
memasak nasi. Dia selalu berpesan kepada Jaka Tarub untuk tidak membuka periuk itu.

Anda mungkin juga menyukai