Disusun oleh :
NIP : 197409142002122004
TAHUN 2023
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter
sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan
antenatal. Pada setiap kunjungan antenatal care (ANC), petugas mengumpulkan dan
menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi
(Saifudin,dkk., 2002).
Berdasarkan data dan penelitian tentang kualitas penduduk indonesia 2011 tercatat
angka kematian ibu (AKI atau MMR) masih sebesar 228/100.000 kelahiran hidup.
Kementrian Kesehatan menargetkan, sampai tahun 2014 ini akan menurunkan jumlah
menjadi 118/100.000 kelahiran hidup dan tahun 2015 akan diupayakan menjadi 102/100.000
kelahiran hidup. Depkes menargetkan angka kematian ibu pada tahun 2010 sekitar 226 orang,
dan pada tahun 2015 menjadi 102 orang pertahun. Untuk mewujudkan hal ini, salah satu
upaya terobosan dan terbukti mampu meningkatkan keadaan ini masih jauh dari target
harapan yaitu 75% atau 125/100.000 kelahiran hidup (Eko Sutriyanto, 2012). Tujuan
pelayanan Antenatal Care adalah: a) Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan
mental ibu dan bayi dengan memberikan pendidikan gizi, kebersihan diri dan proses
kelahiran bayi. b) Mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medis, bedah ataupun
obstetri selama kehamilan. c) Mengembangkan persiapan persalinan serta rencana kesiagaan
menghadapi komplikasi. d) Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses,
menjalankan puerperium normal, dan merawat anak secara fisik, psikologi dan social
(Kusmiyati, et al., 2008). Berdasarkan salah satu tujuan di atas maka pelaksanaan ANC
puskesmadan BPM diharapkan mampu melakukan deteksi dini komplikasi sehingga bias
mengurangi terjadimya kegawatan pada ibu yang berujung pada kematian
Tingginya angka kematian ibu di Indonesia kemungkinan terjadi pada ibu hamil yang
berisiko tidak terdeteksi secara dini. Untuk itu bidan harus mampu dan terampil memberikan
pelayanan sesuai dengan standart yang ditetapkan khususnya bidan desa sebagai ujung
tombak, dengan peran serta yang proaktif dari petugas supervise sebagai penyelia untuk
bidan di desa diharapkan percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia
serta meningkatkan cakupan : kunjungan pertama ibu hamil (K1), kunjungan ke empat ibu
hamil (K4), dan semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kerja terlatih, semua komplikasi
obstetric mendapat pelayanan rujukan yang adekuat, semua perempuan dalam usia reproduksi
mendapat akses pencegahan dan penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi
yang tidak aman (Linda, 2007).
Pelayanan antenatal berkualitas mempunyai kedudukan penting dalam upaya
menurunkan angka kematian ibu dan perinatal, karena melalui pelayanan antenatal yang
profesional dan berkualitas, ibu hamil memperoleh pendidikan tentang cara menjaga diri agar
tetap sehat, mempersiapkan kelahiran bayi yang sehat, serta meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan tentang kemungkinan adanya risiko atau terjadinya komplikasi dalam
kehamilan, sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal dalam menghadapi persalinan dan
nifasnya (Wijayanti YT, 2001).
Penerapan standar pelayanan akan sekaligus melindungi masyarakat, karena penilaian
terhadap proses dari hasil pelayanan dapat dilakukan dengan dasar yang jelas, sehingga
masyarakat akan mempunyai kepercayaan yang lebih mantap terhadap pelaksanaan
pelayanan. Standar pelayanan perlu dimiliki oleh setiap pelaksana pelayanan karena
fungsinya yang penting dalam pelaksanaan, pemeliharaan dan penilaian kualitas pelayanan.
2. Tujuan
Salah satu bentuk pelayanan yang adekuat selama proses kehamilan adalah pelayanan
antenatal care (ANC) dalam rangka menurunkan dan pemeliharaan kesehatan terhadap ibu
hamil. Kehamilan merupakan satu ujian berat bagi ibu hamil, dan menimbulkan ketakutan-
ketakutan tertentu. Ketakutan itu antara lain berupa kerisauan yang disebabkan oleh
kelelahan dan kesakitan jasmaniah, jadi bingung, kecemasan karena tidak mendapatkan
dukungan emosional, mengembangkan reaksi-reaksi kecemasan terhadap cerita dan takhayul
yang mengerikan, atau takut akan keadaan janinnya. Sehingga ibu hamil takut untuk
melakukan aktivitas yang dianggap membahayakan kehamilannya, seperti pemeriksaan
kehamilan (ANC). (Sloane, 1997).
Secara nasional jumlah cakupan pelayanan antenatal pada tahun 2005 cukup
meningkat yakni 69,25% dari target 75% dibandingkan dengan delapan tahun sebelumnya
yang berjumlah 65,72%. Namun jumlah tersebut belum menggembirakan kendati jumlah
tenaga kesehatan pelayanan antenatal terus bertambah. Sementara di Propinsi Lampung
jumlah cakupan pelayanan antenatal pada tahun 2005 sebanyak 124.751 kunjungan (69,39%)
dari target yang diharapkan sebesar 179.768 kunjungan 90%. Ini berarti masih jauh dari yang
diharapkan (Depkes RI, 2006).
Seperti yang kita ketahui, kunjungan K1 adalah kunjungan pertama ibu hamil ke puskesmas
untuk mendapatkan standar pelayanan kesehatan Berdasarkan penelitian yang dilakukan di
Wilayah Kerja Puskesmas Baitussalam Kabupaten Aceh Besar menunjukkan bahwa dari 31
bidan yang diwawancarai diperoleh bahwa keseluruhan bidan (100%) telah memenuhi target
K1 dalam hal jumlah cakupan kunjungan ibu hamil. Pemeriksaan kehamilan dapat
dilaksanakan dengan kunjungan ibu hamil. Kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu
hamil dengan petugas kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkn
pemeriksaan kehamilan. Istilah kunjungan, tidak mengandung arti bahwa selalu ibu hamil
yang dikunjungi petugas kesehatan dirumahnya atau diposyandu (Prawirohardjo, 2002).
yaitu 7T.
Salah satu aspek yang harus dipenuhi dalam memberikan asuhan kebidanan yang
bertanggung jawab adalah dengan mengacu pada hasil penelitiann yang paling up to date.
Hasil penelitian yang didapatkan besrta rekomendasidari peneliti dijadikan sebagi acuan
dalam memberikan pelayanan. Praktik kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti
ilmiah hasil penelitian dan pengalaman praktik dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia.
Praktik berdasarkan penelitian merupakan penggunaan yang sistematik, ilmiah dan eksplisit
dari penelitia terbaik saat ini dalam pengambilan keputusan tentang asuhan pasien secara
individu. Hal ini menghasilkan asuhan yang efektif dan tidak selalu memerlukan intervensi.
Kajian ulang intervensi secara historis memunculkan asumsi bahwa sebagian besar
komplikasi obstetri yang mengancam jiwa bisa diprediksi atau dicegah.
Menurut MNH ( Maternal Neonatal Health ) asuhan antenatal merupakan prosedur
rutin yang dilakukan oleh petugas kesehatan ( dokter/bidan/perawat ) dalam membina suatu
hubungan dalam proses pelayanan pada ibu hamil untuk persiapan persalinannya.
Sesuai dengan evidence based practice, pemerintah telah menetapkan program
kebijakan asuhan kehamilan sebagai berikut:
3. Imunisasi TT 0,5 cc
Imunisasi adalah proses untuk membangun kekebalan sebagai upaya untuk
pencegahan ter hadap infeksi tetanus. Vaksin tetanus yaitu toksin kuman tetanus yang telah
dilemahkan dan kemudian dimurnikan.
Terdapat variasi yang lebar antara operator yang melakukan pengukuran TFU dengan cara
tradisional ( jari tangan ). Menggunakan pita ukur untuk mengukur jarak antara tepi atas
simpisis pubis dengan fundus uteri dalam centimeter adalah metoda yang dapat diandalkan
untuk memperkirakan TFU. Jarak tersebut ( dalam cm ) sesuai dengan umur kehamilan
( dalam minggu ) setelah umur kehamilan 24 minggu.
Atas dasar itu dianjurkan untuk memberikan intervensi yang berorientasi pada tujuan
yang akan memberikan kerangkan asuhan antenatal yang efektif meliputi:
a. Deteksi dini penyakit
b. Konseling dan promosi kesehatan
c. Persiapan persalinan
d. Kesiagaan menghadapi komplikasi
Permasalahan dengan pendekatan risiko meliputi:
1. Mempunyai nilai prediksi yang buruk dan tidak bisa membedakan ibu yang akan
mengalami komplikasi dan mana yang tidak.
2. Memakai sumber daya yang jarang didapat-anyak ibu yang dimasukan dalam
kelompok “risiko tinggi” tidak pernah mengalami komplikasi tetapi memakai
sumber daya yang jarang didapat.
3. Keamanan palsu, banyak ibu yang dimasukan dalam kelompok “risiko rendah “
mengalami komplikasi tapi tidak pernah diberi tahu bagaimana cara mengetahui
atau cara menangani komplikasi tersebut.
4. Sumber daya dialihkan jauh dari perbaikan pelayanan untuk semua ibu.