Anda di halaman 1dari 13

Makalah

Antenatal Care (ANC)

Disusun oleh :

Nama : Anik Triwastuti, A.Md.Keb

NIP : 197409142002122004

TAHUN 2023
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter
sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan
antenatal. Pada setiap kunjungan antenatal care (ANC), petugas mengumpulkan dan
menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine, serta ada tidaknya masalah atau komplikasi
(Saifudin,dkk., 2002).
Berdasarkan data dan penelitian tentang kualitas penduduk indonesia 2011 tercatat
angka kematian ibu (AKI atau MMR) masih sebesar 228/100.000 kelahiran hidup.
Kementrian Kesehatan menargetkan, sampai tahun 2014 ini akan menurunkan jumlah
menjadi 118/100.000 kelahiran hidup dan tahun 2015 akan diupayakan menjadi 102/100.000
kelahiran hidup. Depkes menargetkan angka kematian ibu pada tahun 2010 sekitar 226 orang,
dan pada tahun 2015 menjadi 102 orang pertahun. Untuk mewujudkan hal ini, salah satu
upaya terobosan dan terbukti mampu meningkatkan keadaan ini masih jauh dari target
harapan yaitu 75% atau 125/100.000 kelahiran hidup (Eko Sutriyanto, 2012). Tujuan
pelayanan Antenatal Care adalah: a)  Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan
mental ibu dan bayi dengan memberikan pendidikan gizi, kebersihan diri dan proses
kelahiran bayi. b) Mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi medis, bedah ataupun
obstetri selama kehamilan. c) Mengembangkan persiapan persalinan serta rencana kesiagaan
menghadapi komplikasi. d) Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses,
menjalankan puerperium normal, dan merawat anak secara fisik, psikologi dan social
(Kusmiyati, et al., 2008). Berdasarkan salah satu tujuan di atas maka pelaksanaan ANC
puskesmadan BPM diharapkan mampu melakukan deteksi dini komplikasi sehingga bias
mengurangi terjadimya kegawatan pada ibu yang berujung pada kematian
Tingginya angka kematian ibu di Indonesia kemungkinan terjadi pada ibu hamil yang
berisiko tidak terdeteksi secara dini. Untuk itu bidan harus mampu dan terampil memberikan
pelayanan sesuai dengan standart yang ditetapkan khususnya bidan desa sebagai ujung
tombak, dengan peran serta yang proaktif dari petugas supervise sebagai penyelia untuk
bidan di desa diharapkan percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi di Indonesia
serta meningkatkan cakupan : kunjungan pertama ibu hamil (K1), kunjungan ke empat ibu
hamil (K4), dan semua persalinan harus ditolong oleh tenaga kerja terlatih, semua komplikasi
obstetric mendapat pelayanan rujukan yang adekuat, semua perempuan dalam usia reproduksi
mendapat akses pencegahan dan penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi
yang tidak aman (Linda, 2007).
Pelayanan antenatal berkualitas mempunyai kedudukan penting dalam upaya
menurunkan angka kematian ibu dan perinatal, karena melalui pelayanan antenatal yang
profesional dan berkualitas, ibu hamil memperoleh pendidikan tentang cara menjaga diri agar
tetap sehat, mempersiapkan kelahiran bayi yang sehat, serta meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan tentang kemungkinan adanya risiko atau terjadinya komplikasi dalam
kehamilan, sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal dalam menghadapi persalinan dan
nifasnya (Wijayanti YT, 2001).
Penerapan standar pelayanan akan sekaligus melindungi masyarakat, karena penilaian
terhadap proses dari hasil pelayanan dapat dilakukan dengan dasar yang jelas, sehingga
masyarakat akan mempunyai kepercayaan yang lebih mantap terhadap pelaksanaan
pelayanan.  Standar pelayanan perlu dimiliki oleh setiap pelaksana pelayanan karena
fungsinya yang penting dalam pelaksanaan, pemeliharaan dan penilaian kualitas pelayanan.

2. Tujuan

 Mengetahui gambaran pelaksanaan pelayanan antenatal care di komunitas.


 Mengkaji pelaksanaana pelayanan anrenatal care terkait evidence base dan prosedur
serta permasalahan yang sering muncul.
 Memberikan saran perbaikan mtu pelayanan antenatalcare.
BAB 2
PEMBAHASAN

1. Gambaran pelaksanaan ANC di Indonesia pada komunitas (Puskesmas dan


BPM)
Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2002/2003 adalah sebesar
307/100 ribu kelahiran hidup (SDKI, 2002/2003).  Angka tersebut telah mengalami
penurunan pada tahun 2005 menjadi 290,8/ 100 ribu kelahiran hidup (Depkes RI, 2005).
Target yang diharapkan pada tahun 2010 adalah angka kematian ibu (AKI) menjadi 125/100
ribu kelahiran hidup melalui pelaksanaan MPS (Making Pregnancy Safer) dengan salah satu
pesan kunci yaitu setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat
(Depkes RI, 2007).

Salah satu bentuk pelayanan yang adekuat selama proses kehamilan adalah pelayanan
antenatal care (ANC) dalam rangka menurunkan dan pemeliharaan kesehatan terhadap ibu
hamil.  Kehamilan merupakan satu ujian berat bagi ibu hamil, dan menimbulkan ketakutan-
ketakutan tertentu.  Ketakutan itu antara lain berupa kerisauan yang disebabkan oleh
kelelahan dan kesakitan jasmaniah, jadi bingung, kecemasan karena tidak mendapatkan
dukungan emosional, mengembangkan reaksi-reaksi kecemasan terhadap cerita dan takhayul
yang mengerikan, atau takut akan keadaan janinnya. Sehingga ibu hamil takut untuk
melakukan aktivitas yang dianggap membahayakan kehamilannya, seperti pemeriksaan
kehamilan (ANC). (Sloane, 1997).

Secara nasional jumlah cakupan pelayanan antenatal pada tahun 2005 cukup
meningkat yakni 69,25% dari target 75% dibandingkan dengan delapan tahun sebelumnya
yang berjumlah 65,72%. Namun jumlah tersebut belum menggembirakan kendati jumlah
tenaga kesehatan pelayanan antenatal terus bertambah. Sementara di Propinsi Lampung
jumlah cakupan pelayanan antenatal pada tahun 2005 sebanyak 124.751 kunjungan (69,39%)
dari target yang diharapkan sebesar 179.768 kunjungan 90%.  Ini berarti masih jauh dari yang
diharapkan (Depkes RI, 2006).

Pelayanan antenatal dalam penerapan operasionalnya dikenal dengan standar minimal


“7T” yang terdiri dari:
1.      Timbang badan dan tinggi badan dengan alat ukur yang terstandar.
Penimbangan dilakukan setiap kali ibu hamil memeriksakan diri, karena hubungannnya
erat dengan pertambahan berat badan lahir bayi. Berat badan ibu hamil yang sehat akan
bertambah antara 10-12 Kg sejak sebelum hamil (Nadesul, 2006). Tinggi badan hanya
diukur pada kunjungan pertama. Ibu dengan tinggi <145cm perlu diperhatikan
kemungkinan panggul sempit sehingga menyulitkan pada saat persalinan (Depkes RI,
1998).
2.      Mengukur tekanan darah dengan prosedur yang benar.
Pengukuran tekanan darah harus dilakukan secara rutin dengan tujuan untuk melakukan
deteksi dini terhadap terjadinya tiga gejala preeklamsi. Tekanan darah tinggi, protein urin
positif, pandangan kabur atau oedema pada ekstremitas. Apabila tekanan darah
mengalami kenaikan 15 mmHg dalam dua kali pengukuran dengan jarak 1 jam atau
tekanan darah > 140/90 mmHg , maka ibu hamil mengalami preeklamsi. Apabila
preeklamsi tidak dapat diatasi maka akan menjadi eklamsi (Mufdlillah, 2009).
3.     s Mengukur Tinggi fundus uteri dengan prosedur yang benar.
Pengukuran tinggi fundus uteri dilakukan secara rutin untuk mendeteksi secara dini
terhadap berat badan janin. Indikator pertumbuhan janin intrauterin, tinggi fundus uteri
juga dapat digunakan untuk mendeteksi terhadap terjadinya molahidatidosa, janin ganda
atau hidramnion (Nadesul, 2006)
4.      Pemberian imunisasi tetanus toksoid (TT) lengkap (sesuai jadwal).
Pemberian imunisasi TT untuk mencegah terjadinya penyakit tetanus.
Tabel 2. Jadwal pemberian imunisasi TT
Antige Interval (selang waktu Lama %
n minimal) Perlindungan perlindungan
TT1 Pada kunjungan - -
antenata pertama
TT2 4 minggu setelah TT1 3 tahun * 80
TT3 6 bulan setelah TT2 5 tahun 95
TT4 1 tahun setelah TT3 10 tahun 99
TT5 1 tahun setelah TT4 25 tahun/seumur 99
hidup
Ket : * artinya apabila dalam waktu 3 tahun WUS tersebut melahirkan, maka bayi yang
dilahirkan akan terlindung dari TN (Tetanus Neonatorum) sumber: (Prawirohardjo,
2006).
5.      Pemberian Tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.
Pemberian tablet tambah darah dimulai setelah rasa mual hilang satu tablet setiap hari,
minimal 90 tablet. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam
folat 500 μg. Tablet besi sebaiknya tidak minum bersama kopi, teh karena dapat
mengganggu penyerapan (Prawirohardjo, 2006).
6.      Tes laboratorium (rutin dan khusus).
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan hemoglobin, protein urine, gula
darah, dan hepatitis B. Pemeriksaan khusus dilakukan didaerah prevalensi tinggi dan atau
kelompok perilaku terhadap HIV, sifilis, malaria, tubercolusis, cacingan dan thalasemia.
(Meilani, et al., 2009).
7.      Temu wicara (konseling).
Memberikan penyuluhan sesuai dengan kebutuhan seperti perawatan diri selam hamil,
perawatan payudara, gizi ibu hamil, tandatanda bahaya kehamilan dan janin sehingga ibu
dan keluarga dapat segera mengambil keputusan dalam perawatan selanjutnya dan
mendengarkan keluhan yang disampaikan (Meilani, et al., 2009)

Temu wicara (persiapan rujukan)dilakukan untuk memberikan konsultasi atau melakukan


kerjasama terhadap penanganan kesehatan ibu hamil. Tindakan yang harus dilakukan bidan
dalam temu wicara antara lain : 1) Merujuk ke dokter untuk konsultasi, menolong ibu
menentukan pilhan yang tepat. 2) Melampirkan kartu kesehatan ibu beserta surat rujukan. 3)
Meminta ibu untuk kembali setelah konsultasi dan membawa surat hasil rujukan. 4)
Meneruskan pemantauan kondisi ibu dan bayi selama kehamilan. 5) Memberikan asuhan
antenatal. 6) Perencanaan dini jika tidak aman melahirkan di rumah. 7) Menyepakati diantara
pengambil keputusan dalam keluarga tentang rencana proses kelahiran. 8) Persiapan dan
biaya persalinan (Daffmox, 2010). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Wilayah Kerja
Puskesmas Baitussalam Kabupaten Aceh Besar menunjukkan bahwa dari 31 bidan yang
diwawancarai diperoleh bahwa 15 orang bidan (48,4 %) jarang melakukan temu wicara
terhadap ibu hamil.

Seperti yang kita ketahui, kunjungan K1 adalah kunjungan pertama ibu hamil ke puskesmas
untuk mendapatkan standar pelayanan kesehatan Berdasarkan penelitian yang dilakukan di
Wilayah Kerja Puskesmas Baitussalam Kabupaten Aceh Besar menunjukkan bahwa dari 31
bidan yang diwawancarai diperoleh bahwa keseluruhan bidan (100%) telah memenuhi target
K1 dalam hal jumlah cakupan kunjungan ibu hamil. Pemeriksaan kehamilan dapat
dilaksanakan dengan kunjungan ibu hamil. Kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu
hamil dengan petugas kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkn
pemeriksaan kehamilan. Istilah kunjungan, tidak mengandung arti bahwa selalu ibu hamil
yang dikunjungi petugas kesehatan dirumahnya atau diposyandu (Prawirohardjo, 2002).
yaitu 7T.

2. Pelaksanaana Pelayanan Anrenatal Care Terkait Evidence Base Dan Prosedur


Serta Permasalahan Yang Sering Muncul.

Salah satu aspek yang harus dipenuhi dalam memberikan asuhan kebidanan yang
bertanggung jawab adalah dengan mengacu pada hasil penelitiann yang paling up to date.
Hasil penelitian yang didapatkan besrta rekomendasidari  peneliti dijadikan sebagi acuan
dalam memberikan pelayanan. Praktik kebidanan sekarang lebih didasarkan pada bukti
ilmiah hasil penelitian dan pengalaman praktik dari para praktisi dari seluruh penjuru dunia.
Praktik berdasarkan penelitian merupakan penggunaan yang sistematik, ilmiah dan eksplisit
dari penelitia terbaik saat ini dalam pengambilan keputusan tentang asuhan pasien secara
individu. Hal ini menghasilkan asuhan yang efektif dan tidak selalu memerlukan intervensi.
Kajian ulang intervensi secara historis memunculkan asumsi bahwa sebagian besar
komplikasi obstetri yang mengancam jiwa bisa diprediksi atau dicegah.
Menurut MNH ( Maternal Neonatal Health ) asuhan antenatal merupakan prosedur
rutin yang dilakukan oleh petugas kesehatan ( dokter/bidan/perawat ) dalam membina suatu
hubungan dalam proses pelayanan pada ibu hamil untuk persiapan persalinannya.
Sesuai dengan evidence based practice, pemerintah telah menetapkan program
kebijakan asuhan kehamilan sebagai berikut:

1.      Kunjungan ANC minimal 4 kali Kunjungan

No Trimester Waktu Alasan perlu kunjungan


1. Trimester I Sebelum empat 1.mendeteksi masalah yang dapat
(4) minggu. ditanagni sebelum membahayakan
jiwa.
2.mencegah masalah, misal :
tetanus neonatal, anemia, dan
kebiasaan tradisional yang
berbahaya.
3.membangun hubungan saling
percaya .
4. memulai persiapan kelahiran
dan kesiapan mengahdapi
komplikasi
5.mendorong perilaku sehat
( nutrisi, kebersihan, olahraga,
istirahat, seks, dll)
2. Trimester 2 14-28 minggu Sama sengan trimester I , ditambah
: kewaspadaan khusus terhadap
hipertesi kehamilan ( deteksi
gejala pre-eklampsi, pantau
tekanan darah, evaluasi edema,
proteinuria ).
3. Trimester 3 I.28-36 minggu -sama dengan trimester
sebelumnya ditambah deteksi
II.>36 minggu kehamilan ganda.
-sama dengan trimester
sebelumnya, ditambah kelainan
letak atau kondisi yang
memerlukan persalinan di rumah
sakit

2.      Pemberian suplemen mikronutrien


Tablet yang mengandung FeSO4, 320 mg ( setara dengan zat besi 60 mg ) dan asam
folat 500 gr. Sebanyak 1 tablet per hari segera setelah rasa mual hilang. Pemberian selama 90
hari ( 3 bulan ). Ibu hamil harus dinasehati agar tidak meminumnya bersama dengan teh/ kopi
agar tidak mengganggu penyerapannya. Berdasarkan penelitian yang ada, suplemen
mikronutrien berguna untuk mengurangi angka kesakitan ( morbiditas ) dan kematian
( mortalitas ) ibu hamil secara langsung yakni dengan mengobati penyakit pada kehamilan
atau secara tidak langsung dengan menurunkan risiko komplikasi saat kehamilan dan
persalinan.

3.      Imunisasi TT 0,5 cc
Imunisasi adalah proses untuk membangun kekebalan sebagai upaya untuk
pencegahan ter hadap infeksi tetanus. Vaksin tetanus yaitu toksin kuman tetanus yang telah
dilemahkan dan kemudian dimurnikan.

TT Interval Lama Perlindungan % Perlindungan


TT 1 Kunjungan ANC - -
pertama
TT 2 4 minggu setelah 3 tahun 80%
TT 1
TT 3 6 Bulan betelan 5 tahun 95%
TT 2
TT 4 1 Tahun setelah 10 tahun 99%
TT 3
TT 5 1 Tahun setelah 25 tahun / seumur 99%
TT 4 hidup

4.      10 T dalam pemeriksaan kehamilan dan 4 Terlalu


Pada pemeriksaan kehamilan bidan wajib memeriksa dan memberikan 10 T  ( Depker RI,
2009 ) yaitu:
a.       Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
b.      Tablet Fe
c.       Tekanan darah
d.      Tetanus Toksoid ( suntik TT )
e.       Tentukan status gizi ( mengukur LILA )
f.       Tinggi Fundus Uteri
g.      Tentukan presentasi Janin dan DJJ
h.      Temu wicara
i.        Tes PMS
j.        Tes Laboratorium
Bidan juga harus melakukan konseling pada saat kehamilan atau mengadakan
penyuluhan kepada masyarakat tentang bahaya 4 terlalu, yaitu:
a. Terlalu muda
Dimana ibu hamil dengan usia terlalu tua atau kurang dari 20 tahun
b. Terlalu sering hamil
Ibu yang hamil dengan jarak tiap anak kurang dari 2 tahun.
c. Terlalu banyak anak
Ibu hamil dengan jumlah anak lebih dari 4 anak,
d.  Terlalu tua hamil
Ibu hamil dengan usia saat kehamilan lebih dari 35 tahun.
4 terlalu dapat mengakibatkan komplikasi pada kehamilan, seperti cacat pada janin,
perdarahan, bahkan sampai kematian ibu dan janin (Manuaba, 2010).

5.      Perkiraan hemoglobin pada kehamilan


Dalam kehamilan normal akan terjadi penurunan kadar hemoglobin. Kadar Hb
terendah terjadi sekitar pada umur kehamilan 30 minggu. Oleh karena itu pemeriksaan Hb
harus dilakukan pada kehamilan dini untuk melihat data awal, lalu diulang pada sekitar 30
minggu. Untuk saat ini anemia dalam kehamilan di Indonesia ditetapkan dengan kadar Hb
<11g%. Pada Trimester I dan III atau Hb <10,5g% pada trimester II. Apabila hanya terjadi
anemia ringan, sebab yang paling sering adalah difisiensi zat besi dan dapat diobati secara
efektif dengan suplementasi besi 60 mg/hari elemental besi dan 50µg asam folat untuk
profilaksi anemia. Program Kemenkes RI memberikan 90 tablet bsi selama 3 bulan. Semua
ibu hamil yang dapat suplementasi besi harus menghindari tembakau, teh dan kopi serta
dipastikan mereka mengonsumsi makanan kaya protein dan vitamin C.

6.      Perkiraan Tinggi Fundus Uteri


.Pengukuran Tinggi Fundus UteriTinggi fundus uteri adalah tinggi puncak tertinggi rahim
sesuai usia kehamilan. Biasanya pengukuran inidilakukan saat pemeriksaan abdomen ibu
hamil tepatnya saat melakukan Leopold 1. Dari pengukuranTFU dapat diketahui taksiran usia
gestasi dan taksiran berat badan janin. Pengukuran TFU menggunakan jari pemeriksa sebagai
alat ukurnya, namun kelemahannya tiap orang memiliki ukuran jari yang berbeda.TFU lebih
baik diukur menggunakan metylen dengan satuan cm, ujung metylen ditempelkan
padasimfisis pubis sedangkan ujung lain ditempelkan di puncak rahim.
a.       TFU untuk mengetahui tafsiran usia kehamilan (UK).

Jika Fundus belum melewati pusat : UK (minggu) = Hasil ukur + 4


Jika Fundus sudah melewati pusat : UK (minggu ) = hasil ukur + 6

b.      TFU untuk taksiran Berat Badan Janin.

TBJ ( gram ) =  (TFU – 12) X 155 gram

Terdapat variasi yang lebar antara operator yang melakukan pengukuran TFU dengan cara
tradisional ( jari tangan ). Menggunakan pita ukur untuk mengukur jarak antara tepi atas
simpisis pubis dengan fundus uteri dalam centimeter adalah metoda yang dapat diandalkan
untuk memperkirakan TFU. Jarak tersebut ( dalam cm ) sesuai dengan umur kehamilan
( dalam minggu ) setelah umur kehamilan 24 minggu.

7..      Hipotensi Pada Saat Berbaring Terlentang.


Posisi terlentang mempengaruhi fisiologi ibu dan janin. Setiap ibu hamil hendaknya
menghindari posisi terlentang terutama pada kehamilan lanjut. Hal ini disebabkan karena
apabila berbaring terlentang akan terjadi penekanan oleh uterus pada vena pelvis major dan
vena cava inferior yang akan mengurangu sirkulasi darah  ke jantung bagian kanan dan akan
mengakibatkan pengaliran oksigen ke otak dan akan mengakibatkan pingsan.
Keadaan tersebut lebih terkenal dengan supine hypotensif syndrome yang dapat
mengakibatkan denyut jantung janin ( DJJ ) abnormal. Namun apabila posisi terlentang
dibutuhkan maka dianjurkan untuk meletakkan bantal kecil dibawah sisi kiri punggung
bawah.
Secara ringkas penelitian menunjukan hasil:
1. Posisi terlentag mempengaruhi fisiologi ibu dan janin.
2. Setiap ibu hamil hendaknya menghindari posisi terlentang terutama pada kehamilan
lanjut.
3. Bila posisi terlentang dibutuhkan maka dianjurkan untuk meletakkan bantal kecil
dibawah sisi kiri punggung bawah.
8.      Pentingnya Deteksi Penyakit Bukan Penilaian/Pendekatan Risiko.

Pendekatan risiko yang mempunyai rasionalisasi bahwa asuhan antenatal adalah


melakukan screening untuk memprediksi faktor-faktor  resiko untuk memprediksi suatu
penyakit, tetapi berdasarkan hasil study di Zaire membuktikan bahwa 71% persalinan macet
tidak bisa diprediksi , 90% ibu yang diidentifikasi beresiko tidak pernah mengalami
komplikasi dan 88% dari wanita yang mengalami perdarahan pasca persalinan tidak memiliki
riwayat yang prediktif.
Pendekatan risiko mempunyai nila prediksi lebih buruk, oleh karena itu tidak dapat
membedakan mereka yang akan mengalami dan yang mengalami komplikasi, juga keamanan
palsu oleh karena banyak ibu yang dimasukan dalam risiko rendah mengalami komplikasi,
namun mereka tidak pernah mendapat informasi mengenai komplikasi kehamilan dan cara
penanganannya. Bila terpaku pada ibu rrisiko tinggi makan pelayanan kehamilan ( pada
wanita hamil ) yang sebetulnya bisa berisiko akan terabaikan.
Dapat dikatakan bahwa wanita hamil mempunyai risiko untuk mengalami komplikasi
dan haruus mempunyai akses terhadap asuhan ibu bersalin yang berkualitas. Bahkan wanita
yang digolongkan dalam risiko rendah bisa saja mengalami komplikasi.
Jadi pendekatan risiko bukan merupakan strategi yang efisien ataupun efektif untuk
menurunkan angka mortalitas ibu karena:
a. Faktor risiko tidak dapat memperkirakan komplikasi, biasanya bukan penyebab
langsung terjadinya komplikasi.
b. Apa yang akan anda lakukan bila megidentifikasi pasien beresiko tinggi dan apa yang
harus dilakukan pada pasien dengan risiko rendah?
c. Mortalitas ibu relatif rendah pada populasi yang beresiko ( semua wanita usia subur ).
Faktir risiko secara relatif adalah umum pada populasi yang sama, faktir risiko
tersebut bukan merupakan indikator yang baik dimana para ibu mungkin akan
mengalami komplikasi.
d. Mayoritas ibu yang mengalami komplikasi dianggap berisiko rendah, sebagian besar
ibu yang dianggap berisiko rendah melahirkan bayinya tanpa komplikasi.
e. Setiap wanita hamil berisiko mengalami komplikasi dan harus mempunyai akses
terhadap asuhan ibu bersalin yang berkualitas , sehingga pendekatan risiko tidak
efektif.
f. Bahkan wanita berisiko rendah pun  bisa mengalami komplikasi.
g. Tidak ada jumlah penapisan yang bisa membedakan wanita mana yang akan
membutuhkan asuhan kegawatdaruratan dan mana yang tidak memerluka asuhan
tersebut.

Atas dasar itu dianjurkan untuk memberikan intervensi yang berorientasi pada tujuan
yang akan memberikan kerangkan asuhan antenatal yang efektif meliputi:
a.       Deteksi dini penyakit
b.      Konseling dan promosi kesehatan
c.       Persiapan persalinan
d.      Kesiagaan menghadapi komplikasi
Permasalahan dengan pendekatan risiko meliputi:
1. Mempunyai nilai prediksi yang buruk dan tidak bisa membedakan ibu yang akan
mengalami komplikasi dan mana yang tidak.
2. Memakai sumber daya yang jarang didapat-anyak ibu yang dimasukan dalam
kelompok “risiko tinggi” tidak pernah mengalami komplikasi tetapi memakai
sumber daya yang jarang didapat.
3. Keamanan palsu, banyak ibu yang dimasukan dalam kelompok “risiko rendah “
mengalami komplikasi tapi tidak pernah diberi tahu bagaimana cara mengetahui
atau cara menangani komplikasi tersebut.
4. Sumber daya dialihkan jauh dari perbaikan pelayanan untuk semua ibu.

Anda mungkin juga menyukai