Anda di halaman 1dari 6

Cerita :

"Bawang Putih dan Bawang Merah"

Alkisah, pada dahulu kala di sebuah desa yang asri, hiduplah sepasang ayah dan anak
perempuannya. Anak perempuan itu bernama Bawang Putih. Dia tidak hanya memiliki paras
yang cantik, tetapi juga hati dan sikap yang sangat baik.
Kehidupan Bawang Putih mulai berubah ketika ayahnya memutuskan untuk menikahi seorang
wanita yang telah memiliki anak bernama Bawang Merah. Seolah bertolak belakang dengan
Bawang Putih, Bawang Merah merupakan anak perempuan yang tidak sopan, gampang marah,
dan selalu bersikap jahat kepada Bawang Putih. Begitu pula, sang ibu tiri. Ia selalu bersikap pilih
kasih dan lebih menyayangi Bawang Merah.
Meskipun begitu, Bawang Putih tidak pernah membenci ibu dan saudara tirinya. Dia selalu
bersikap baik dan mematuhi segala perintah mereka.
Pada suatu hari, Bawang Putih menghadapi masalah besar karena ia menghayutkan salah satu
baju milik ibu tirinya ketika mencuci pakaian di pinggir sungai. Bawang Putih menyusuri setiap
sisi sungai untuk menemukan keberadaan baju ibu tirinya itu.
Bawang Putih takut, jika ia tidak menemukannya, ibu tirinya pasti akan sangat marah. Pencarian
tersebut berakhir ketika Bawang Putih menemukan seorang wanita tua yang berhasil
menyelamatkan baju itu sehingga tidak hanyut bersama arus sungai. Namun, wanita tua itu
memberikan syarat kepada Bawang Putih agar membantu pekerjaannya.
Dengan senang hati, Bawang Putih membantu seluruh pekerjaan wanita tua itu. Bawang Putih
berterima kasih karena wanita tua telah menyelamatkan baju milik ibu tirinya. Sebelum pulang
ke rumah, Bawang Putih ditawari labu oleh wanita tua itu. Bawang Putih diharuskan untuk
memilih di antara labu berukuran besar dan labu berukuran kecil. Tidak perlu berpikir lama,
Bawang Putih memilih labu berukuran kecil.
Sesampainya di rumah, alangkah terkejutnya Bawang Putih saat membelah buah labu
pemberian wanita tua. Ternyata, buah labu kecil itu berisikan emas dan perhiasan yang
berkilau-kilau. Ibu tiri dan Bawang Merah ikut terkejut melihat Bawang Putih bisa mendapatkan
labu berisi emas dan perhiasan. Mereka menyuruh Bawang Putih untuk menceritakan cara ia
mendapatkan labu ajaib itu.
Pada keesokan harinya, Bawang Merah melakukan hal yang persis sama dengan cerita dari
Bawang Putih. Akan tetapi, ketika ditawarkan labu oleh wanita tua itu, Bawang Merah memilih
labu berukuran besar.
Di perjalanan pulang, Bawang Merah sangat bahagia. Dia membayangkan bahwa labu
berukuran besar itu berisikan emas dan perhiasan yang jauh lebih banyak daripada milik
Bawang Putih.
Ibu tiri menyambut dengan tidak kalah bahagia Bawang Merah yang telah sampai di rumah.
Mereka berdua sangat bersemangat untuk mebelah buah labu itu. Namun, selanjutnya hal yang
tidak terduga terjadi. Bukannya berisi emas dan perhiasan yang lebih banyak, labu berukuran
besar yang dipilih oleh Bawang Merah ternyata berisikan ular-ular berbisa.
Ibu tiri dan Bawang Merah berteriak ketakutan. Bawang Putih segera membantu mereka
mengusir ular-ular berbisa itu. Setelah ular-ular berbisa itu pergi dari rumah mereka, Bawang
Putih dengan tulus memberikan emas dan perhiasan yang ia temukan di dalam buah labu kecil.
Atas kebaikan Bawang Putih serta kejadian buruk yang menimpa mereka, Ibu Tiri dan Bawang
Merah meminta maaf kepada Bawang Putih. Keduanya akhirnya menyadari kesalahan mereka
dan berjanji tidak akan bersikap jahat lagi kepada Bawang Putih.
Legenda
“Sangkuriang”

Pada zaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa Barat bernama Dayang
Sumbi. Dia mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut
sangat gemar berburu dia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana.
Sangkuriang tidak tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya. Pada suatu
hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan. Maka, anjing
tersebut diusirnya ke dalam hutan.
Ketika kembali ke istana, Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada Ibunya. Bukan main
marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar cerita itu. Tanpa sengaja dia memukul kepala
Sangkuriang dengan sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka. Dia sangat kecewa
dan pergi mengembara.
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya. Dia selalu berdoa dan sangat
tekun bertapa. Pada suatu ketika, para dewa memberinya sebuah hadiah. Dia akan selamanya
muda dan memiliki kecantikan abadi. Setelah bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang
akhirnya berniat untuk kembali ke tanah airnya. Sesampainya disana, kerajaan itu sudah
berubah total.
Di sana dijumpainya seorang gadis jelita, yang tak lain adalah Dayang Sumbi. Terpesona oleh
kecantikan wanita tersebut maka, Sangkuriang melamarnya. Oleh karena pemuda itu sangat
tampan, Dayang Sumbi pun sangat terpesona padanya. Pada suatu hari Sangkuriang minta
pamit untuk berburu. Dia minta tolong Dayang Sumbi untuk merapikan ikat kepalanya.
Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat bekas luka di kepala calon suaminya. Luka
itu persis seperti luka anaknya yang telah pergi merantau.
Setelah lama diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajah anaknya.
Dia menjadi sangat ketakutan. Maka kemudian dia mencari upaya untuk menggagalkan
lamaran Sangkurian. Dia mengajukan dua buah syarat. Pertama, dia meminta pemuda itu untuk
membendung sungai Citarum. Yang kedua, dia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah
sampan besar untuk menyeberang sungai itu. Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum
fajar menyingsing. Malam itu Sangkuriang melakukan tapa.
Dengan kesaktiannya dia mengerahkan makhluk-makhluk gaib untuk membantu menyelesaikan
pekerjaan itu. Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut.
Begitu pekerjaan itu hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk
menggelar kain sutera merah di sebelah timur kota. Ketika menyaksikan warna memerah di
timur kota, Sangkuriang mengira hari sudah selesai. Dia pun menghentikan pekerjaannya. Dia
sangat marah oleh karena itu berarti dia tidak dapat memenuhi syarat yang diminta Dayang
Sumbi. Dengan kekuatannya, dia menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah banjir besar
melanda seluruh kota. Dia pun kemudian menendang perahu besar yang dibuatnya. Perahu itu
melayang dan jatuh, menjadi sebuah gunung di bagian utara kota Bandung sekarang, yang
bernama “Tangkuban Perahu".
Cerita
Batu di Tepi Danau Laut Tawar

Hiduplah sepasang suami istri dengan anak perempuannya yang cantik jelita di Negeri
Aceh. Selain cantik, ia juga rajin dan sangat menyayangi keluarganya.
Seorang pemuda tampan ingin meminang gadis itu. Ia berasal dari keluarga terhormat
dan kaya raya di negeri seberang. Si gadis menerima pinangan si pemuda setelah
keluarganya memberi restu. Pesta pernikahan pun dilangsungkan dengan amat meriah.

Setelah beberapa hari, pemuda itu hendak pulang ke kampung halaman. Ia mengajak
istrinya. Hati sang istri amat berat meninggalkan keluarga dan desanya. Namun, ia harus
mengikuti ajakan suami sebagai tanda bakti dan kesetiaan kepada suaminya.
"Anakku, tinggallah di negeri suamimu," pesan sang ayah. "Ingatlah, selama dalam
perjalanan, jangan menoleh ke belakang. Jika melakukannya, kau akan menjadi batu!"

Si gadis dan suaminya pun meninggalkan desa. Mereka memulai perjalanan jauh menuju
negeri di seberang lautan. Hingga tibalah mereka di Danau Laut Tawar. Mereka menaiki
sebuah sampan dan menyeberangi danau itu.

Saat sampan mengarungi danau, si gadis mendengar suara ibunya. Suara itu terus
memanggil-manggil namanya. Kejadian itu berlangsung lama. Akhirnya, si gadis lebih
memilih menoleh. Petaka pun seketika terjadi. Sesaat setelah si gadis menolehkan
wajahnya ke belakang, tubuhnya berubah menjadi batu.
Betapa sedih hati sang suami. Karena terlalu cinta, sang suami ingin selalu bersama
istrinya. Ia lantas memohon kepada Tuhan agar dirinya berubah menjadi batu. Selesai
memohon, tubuh si pemuda berubah menjadi batu. Sepasang batu itu berada di tepi
Danau Laut Tawar.

Pesan moral: Dari kisah ini kita harus mematuhi nasihat orang tua dan hendaknya tidak
mengingkari janji, Bunda.

Anda mungkin juga menyukai