Zaman dahulu hidup seorang wanita yang bernama Endang di sebuah yaitu Desa Ngasem. Ia sedang dalam keadaan hamil. Namun, yang ia lahirkan bukanlah seorang bayi melainkan seekor naga yang diberi nama Baru Klinting. Ia bisa berbicara seperti halnya manusia biasa. Suatu ketika, sang anak bertanya tentang keberadaan ayahnya dan sang ibu akhirnya menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Ia diberi klinting sebagai bukti bahwa ia merupakan anak dari ayahnya. Ia segera menemui ayahnya yang sedang melakukan pertapaan. Kemudian, klinting pemberian dari ibunya ia tunjukkan. Namun, ayahnya masih belum yakin dan menginginkan ia melakukan sesuatu yaitu dengan memintanya melingkari sebuah gunung. Baru Klinting pun akhirnya menunjukkan bahwa ia mampu melakukannya. Mengetahui hal tersebut sang ayah percaya dan mengakuinya sebagai anak. Sang ayah meminta Baru Klinting untuk bertapa. Suatu waktu, para warga sedang mencari-cari hewan yang bisa dijadikan santapan untuk pesta. Tetapi mereka tidak juga menemukannya. Akhirnya mereka memutuskan untuk menangkap Baru Klinting yang sedang bertapa dan ingin menjadikannya sebagai santapan pesta. Arwah dari Baru Klinting berubah menjadi seorang anak kecil yang nampak begitu kumal. Ia datang menuju ke pesta tersebut ingin meminta makanan tapi malah diusir. Kemudian ia bertemu dengan seorang nenek yang sangat baik hati dan mau memberinya makanan. Ia mempunyai pesan kepada nenek supaya ketika nenek mendengar suara gemuruh segera menyiapkan sebuah lesung. Sesudah itu, ia kembali lagi ke tempat pesta tersebut dan yang terjadi adalah ia diusir lagi. Ia menantang para warga untuk mencabut pedang yang sudah ia tancapkan sebelumnya. Tidak ada satu orang pun yang bisa mencabut pedang tersebut sampai pada akhirnya ia mencabut pedang tersebut sendiri. Seketika munculah air yang akhirnya menggenangi desa tersebut. Seluruh warga desa ikut tenggelam kecuali seorang nenek yang sudah baik hati menolongnya. Nah, itulah cerita tentang asal mula terbentuknya rawa pening. Cerita Rakyat Sangkuriang
Cerita Rakyat Sangkuriang
Dikisahkan terdapat seorang anak yang bernama Sangkuriang di sebuah desa. Ia sering pergi menuju ke hutan untuk melakukan perburuan. Suatu ketika, ia melihat seekor burung yang sedang bertengger di pohon. Kemudian ia menembaknya dan tepat terkena sasaran. Tumang disuruhnya untuk mengambilnya tetapi Tumang melaksanakan perintahnya. Hal ini tentu saja membuat Sangkuriang menjadi marah dan tidak membolehkan Tumang untuk ikut pulang. Sesudah sampai di rumah, ia menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Ibunya langsung marah-marah dan memukulnya. Hal inilah yang membuat Sangkuriang memutuskan untuk pergi dari rumah serta mengembara. Ibunya menyesal sudah melakukan hal tersebut kepada anaknya. Ia selalu berdoa supaya kelak dipertemukan kembali dengan anaknya. Doanya tersebut akhirnya dikabulkan dan ia diberikan wajah yang cantik serta awet muda. Setelah sekian lama mengembara, Sangkuriang kembali ke kampung halamannya. Melihat banyak perubahan yang terjadi di kampung halamannya membuatnya terkejut. Ketika di perjalanan ia bertemu dengan ibunya yaitu Dayang Sumbi. Namun, Sangkuriang tidak mengetahui bahwa wanita tersebut sebenarnya ibunya. Ia langsung melamar dan mengajak wanita tersebut menikah dengan persetujuan Dayang Sumbi tentunya. Suatu ketika Dayang Sumbi diminta oleh Sangkuriang untuk mengeratkan ikatan yang terdapat di kepalanya. Dayang Sumbi melihat bekas luka yang sama persis seperti yang ada di kepala anaknya. Sejak mengetahuinya, Dayang Sumbi ingin membuat gagal rencana pernikahan mereka. Ia mengatakan bahwa Sangkuriang merupakan anaknya dan Sangkuriang tidak mempercayai hal tersebut. Pada akhirnya Dayang Sumbi meminta 2 syarat agar dipenuhi oleh Sangkuriang. Kedua syarat tersebut yaitu membendung sungai Citarum serta membuat sampan yang harus selesai sebelum tiba fajar. Sangkuriang menuruti permintaan Dayang Sumbi dan meminta bantuan teman-temannya yaitu para jin untuk menyelesaikan apa yang diminta oleh Dayang Sumbi. Ia mengawasi kinerja dari Sangkuriang. Ia terkejut melihat Sangkuriang bisa menyelesaikan tantangan yang Dayang Sumbi berikan. Dayang Sumbi mencari cara. Ia meminta bantuan dari warga untuk menggagalkan apa yang dikerjakan oleh Sangkuriang. Ia beserta warga menggelar kain sutera yang berwarna merah di bagian sebelah timur kota. Jadi, seolah-olah waktu fajar sudah tiba. Karena tidak bisa menyelesaikan tantangannya, Sangkuriang merasa kecewa dan juga kesal. Kemudian bendungan yang sebelumnya sudah dibuat ia jebol. Timbulah banjir yang akhirnya menenggelamkan kota tersebut. Ia juga menendang sebuah sampan yang sudah berhasil dibuatnya. Sampan tersebut jatuh tertelungkup dan berubah menjadi gunung yaitu dengan nama gunung tangkuban perahu.