Anda di halaman 1dari 11

LEGENDA DANAU TOBA

Pada zaman dahulu kala, ada seorang pemuda yang bernama Toba, ia yatim piatu dan bekerja
sebagai petani di bagian utara pulau Sumatera. Daerah tersebut sangatlah kering. Selain
bertani terkadang Toba suka memancing dan menangkap ikan (Dalam terminology orang
Batak disebut mandurung, yang artinya menangkap ikan dengan cara menjaring).
Hingga pada suatu hari ia pergi mandurung. Sudah setengah hari ia melakukan pekerjaan itu
namun tak satu pun ikan di dapatnya. Karena hari sudah mulai gelap maka Toba pun
bergegas hendak pulang ke rumah. Namun tanpa sengaja ia melihat seekor ikan yang besar
dan indah, ikan itu berwarna kuning emas.
Toba menangkap ikan besar itu dan dengan segera membawanya pulang. Sesampainya di
rumah karena sangat lapar maka ia hendak langsung memasak ikan itu, namun saat melihat
ikan indah itu, dia pun mengurungkan niatnya. Ia lebih memilih untuk memeliharanya. Lalu
Toba menaruhnya di sebuah wadah yang besar dan memberi ikan tersebut makanan.
Keesokan harinya seperti biasa, ia pergi bertani ke ladangnya, dan hingga tengah hari ia pun
pulang ke rumah dengan tujuan hendak makan siang. Tetapi alangkah terkejut dirinya, ketika
melihat didalam rumahnya telah tersedia masakan yang siap untuk dimakan dan tampak
terhampar beberapa keping uang emas. Ia sungguh terheran heran. Lama ia berpikir siapa
yang melakukan semua itu, tetapi karena perutnya sudah lapar akhirnya ia pun menyantap
dengan lahap masakan tersebut.
Kejadian ini pun terus berulang-ulang. Setiap kali ia pulang hendak makan, masakan demi
masakan telah terhidang di rumahnya. Hingga pemuda tersebut mempunyai siasat untuk
mengintip siapa yang melakukan semua itu.
Keesokan harinya Toba mulai menjalankan siasatnya. Seperti biasanya, dia berangkat dari
rumah, seakan mau pergi ke lading. Lalu, ia tiba-tiba melompat dan mulai bersembunyi
diantara pepohonan dekat rumahnya. Lama ia menunggu, hingga akhirnya begitu ia ingin
keluar dari persembunyiannya, ia melihat mulai ada asap di dapur rumahnya. Dengan
perlahan ia berjalan menuju kebelakang rumahnya untuk melihat siapa yang melakukan
semua itu.
Toba sangat terkejut ketika ia melihat ada seorang wanita yang sangat cantik dan berambut
panjang sedang memasak didapur rumahnya. Toba menjadi sangat terpesona karena wajah
perempuan yang berdiri dihadapannya luar biasa cantiknya. Dia belum pernah melihat
perempuan secantik itu.
Diceritakan oleh perempuan itu bahwa dia adalah penjelmaan dari ikan besar yang telah
didapat oleh Toba disungai. Kemudian dijelaskan pula bahwa beberapa keping uang emas
yang terletak didapur itu adalah penjelmaan sisiknya.
Hingga pada suatu hari Toba si petani melamar perempuan tersebut untuk jadi istrinya.
Perempuan itupun ternyata menyatakan bersedia menerima lamarannya dengan syarat lelaki
itu harus bersumpah bahwa seumur hidupnya dia tidak akan pernah mengungkit asal-usul
istrinya penjelmaan dari ikan. setelah lelaki itu bersumpah demikian, kawinlah mereka.
Setahun kemudian, mereka dikarunia seorang anak laki-laki yang mereka berinama Samosir.
Anak itu sangat dimanjakan ibunya yang mengakibatkan anak itu bertabiat kurang baik dan
pemalas.
suatu hari, anak itu disuruh ibunya mengantarkan nasi keladang untuk ayahnya. Akan tetapi
ditengah jalan, sebagian nasi dan lauk-pauknya di makan sang anak. Setibanya diladang, sisa
nasi itu yang hanya tinggal sedikit dia berikan kepada ayahnya. Saat menerimanya, sang ayah
sudah merasa sangat lapar maka Toba jadi sangat marah ketika melihat nasi yang diberikan
kepadanya hanya sisa-sisa.
Amarah Toba semakin bertambah ketika anaknya mengaku bahwa dia yang memakan
sebagian besar dari nasi itu. Kesabarannya sang ayah jadi hilang dan dia pukuli anaknya
sambil mengatakan.”Anak yang tidak bisa diajar. Tidak tahu diuntung, Betul-betul kau anak
keturunan perempuan yang berasal dari ikan”
Sambil menangis, anak itu berlari pulang menemui ibunya dirumah. Kepada ibunya dia
adukan bahwa dia dipukuli ayahnya. Semua cercaan yang diucapkan ayahnya kepadanya dia
ceritakan pula. mendengar cerita anaknya itu, si ibu sedih sekali, terutama karena suaminya
sudah melanggar sumpahnya dengan kata-kata cercaan yang dia ucapkan kepada anaknya itu.
Si ibu menyuruh anaknya agar segera pergi mendaki bukit yang terletak tidak begitu jauh dari
rumah mereka dan memanjat pohon kayu tertinggi yang terdapat dipuncak bukit itu. tanpa
bertanya lagi, si anak Samosir segera melakukan perintah ibunya. dia berlari-lari menuju
kebukit tersebut dan mendakinya.
Lalu sang ibu berlari menuju sungai yang tidak begitu jauh letaknya dari dari rumah mereka.
Ketika dia tiba ditepi sungai itu kilat menyambar disertai bunyi guruh yang menggelegar.
Sesaat kemudian dia melompat kedalam sungai dan tiba-tiba berubah menjadi seekor ikan
besar. pada saat yang sama, sungai itupun banjir besar dan turun pula hujan yang sangat lebat.
Berselang beberapa waktu kemudian, air sungai itu sudah meluap kemana-mana dan
tergenanglah lembah tempat sungai itu mengalir. Pak Toba tidak bisa menyelamatkan
dirinya, ia mati tenggelam oleh genangan air. lama-kelamaan, genangan air itu semakin luas
dan berubah menjadi danau yang sangat besar yang kemudian hari dinamakanDanau Toba.
Dan Pulau kecil ditengah-tengahnya diberinama pulau samosir.
LEGENDA TANGKUBAN PERAHU ( SANGKURIANG )

Pada jaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa Barat bernama Dayang
Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut
sangat gemar berburu Ia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana.
Sangkuriang tidak tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.

Pada suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan.
Maka anjing tersebut diusirnya ke dalam hutan. Ketika kembali ke istana, Sangkuriang
menceritakan kejadian itu pada ibunya. Bukan main marahnya Dayang Sumbi begitu
mendengar cerita itu. Tanpa sengaja ia memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi
yang dipegangnya. Sangkuriang terluka. Ia sangat kecewa dan pergi mengembara.

Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya. Ia selalu berdoa dan sangat
tekun bertapa. Pada suatu ketika, para dewa memberinya sebuah hadiah. Ia akan selamanya
muda dan memiliki kecantikan abadi. Setelah bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang
akhirnya berniat untuk kembali ke tanah airnya. Sesampainya disana, kerajaan itu sudah
berubah total. Disana dijumpainya seorang gadis jelita, yang tak lain adalah Dayang Sumbi.
Terpesona oleh kecantikan wanita tersebut maka, Sangkuriang melamarnya. Oleh karena
pemuda itu sangat tampan, Dayang Sumbi pun sangat terpesona padanya.

Pada suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu. Ia minta tolong Dayang Sumbi
untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat bekas
luka di kepala calon suaminya. Luka itu persis seperti luka anaknya yang telah pergi
merantau. Setelah lama diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan
wajah anaknya. Ia menjadi sangat ketakutan. Maka kemudian ia mencari daya upaya untuk
menggagalkan proses peminangan itu. Ia mengajukan dua buah syarat. Pertama, ia meminta
pemuda itu untuk membendung sungai Citarum. Dan kedua, ia minta Sangkuriang untuk
membuat sebuah sampan besar untuk menyeberang sungai itu. Kedua syarat itu harus sudah
dipenuhi sebelum fajar menyingsing.

Malam itu Sangkuriang melakukan tapa. Dengan kesaktiannya ia mengerahkan mahluk-


mahluk gaib untuk membantu menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang Sumbi pun diam-diam
mengintip pekerjaan tersebut. Begitu pekerjaan itu hampir selesai, Dayang Sumbi
memerintahkan pasukannya untuk menggelar kain sutra merah di sebelah timur kota. Ketika
menyaksikan warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira hari sudah menjelang pagi.
Ia pun menghentikan pekerjaannya. Ia sangat marah oleh karena itu berarti ia tidak dapat
memenuhi syarat yang diminta Dayang Sumbi.

Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah banjir besar


melanda seluruh kota. Ia pun kemudian menendang sampan besar yang dibuatnya. Sampan
itu melayang dan jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama “Tangkuban Perahu.”
LEGENDA MALIN KUNDANG

Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir pantai wilayah Sumatra.
Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak laki-laki yang diberi nama Malin
Kundang. Karena kondisi keuangan keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk
mencari nafkah di negeri seberang dengan mengarungi lautan yang luas.

Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka. Seminggu, dua minggu, sebulan, dua
bulan bahkan sudah 1 tahun lebih lamanya, ayah Malin tidak juga kembali ke kampung
halamannya. Sehingga ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.
Malin termasuk anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam dan
memukulnya dengan sapu. Suatu hari ketika Malin sedang mengejar ayam, ia tersandung batu
dan lengan kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dilengannya dan
tidak bisa hilang.

Setelah beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang banting tulang
mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri
seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi
seorang yang kaya raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang
dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya.

Malin kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang setuju
dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin Kundang
akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan
perlengkapan secukupnya, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya.
“Anakku, jika engkau sudah berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa
dengan ibumu dan kampung halamannu ini, nak”, ujar Ibu Malin Kundang sambil berlinang
air mata.

Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh dengan diiringi lambaian tangan Ibu
Malin Kundang. Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu
pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah perjalanan, tiba-tiba
kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para
pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal
dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat
beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi,
Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu.

Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya
terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke
desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh
masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya.
Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan
kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya.
Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang.
Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi
istrinya.

Berita Malin Kundang yang telah menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada
ibu Malin Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya telah
berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke dermaga, menantikan
anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.

Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang
besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang
yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke
pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau
yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya.

Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya
melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia
dekati adalah Malin Kundang. “Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama
tanpa mengirimkan kabar?”, katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang terjadi
kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga
terjatuh. “Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku”, kata Malin
Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu
dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. “Wanita itu
ibumu?”, Tanya istri Malin Kundang. “Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura
mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku”, sahut Malin kepada istrinya. Mendengar
pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah.
Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak,
ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata “Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku
sumpahi dia menjadi sebuah batu”. Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang
dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin
Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu
karang.
FABEL SEMUT DAN GAJAH

Di sebuah padang rumput terdapat seekor gajah, karena tubuhnya yang besar, dia selalu
meremehkan/menyakiti binatang-binatang kecil lainnya. Binatang-binatang kecil sangat takut
kepadanya, oleh sebab itu gajah menjadi sombong.

Pada suatu hari, sehabis makan karena tidak ada pekerjaan, gajah berjalan-jalan dengan santai
di padang rumput. Gajah menundukkan kepalanya berjalan pada saat itu dia melihat ada
seekor semut yang sedang sibuk bekerja.

Ketika semut sedang sibuk bekerja tidak hati-hati dia tersandung jatuh oleh sebatang rumput.

“Hai mahluk kecil, sungguh kasihan engkau.” Gajah menghentikan langkahnya dengan
tertawa mengejeknya.

Semut kecil mengangkat kepalanya, memandang mahluk yang besar bagaikan gunung ini
“Apakah engkau sedang berbicara dengan saya, tuan Gajah?”

“Iya.” Gajah dengan tertawa mengejek melanjutkan berkata :”sejujurnya saya katakan,
engkau sungguh sangat mungil, sebatang kecil rumput saja dapat membuatmu jatuh tunggang
langgang, ai… sungguh kasihan .”

“Saya memang kecil.” Semut dengan jujur menjawab, “tetapi saya tidak merasa saya perlu
dikasihani, setiap barang yang ada didunia ini mempunyai harganya masing-masing, apa
yang membuatmu sombong begitu? Apakah engkau sombong karena bentuk tubuh dan
kekuatanmu.”

Gajah tertawa dengan terbahak-bahak :”mahluk kecil yang menyedihkan, tahukah engkau?
dipadang rumput ini singa yang paling galakpun ketika melihat saya akan menghindar,
dengan belalai saya, saya dapat mencabut pohon yang paling besar dengan akar-akarnya, dan
itu tidak memerlukan tenaga, apakah engkau bisa melakukannya?”

“Tuan gajah, itu memang saya tidak bisa melakukannya, kami semut sebenarnya memang
sangat kecil, seluruh keluarga semut kami berkumpul beratnya tidak bisa dibandingkan
dengan satu kakimu yang besar ini, kami tidak bisa seperti kamu mencabut sebatang pohon
dengan akar-akarnya juga tidak bisa menakuti seekor singa, tetapi tenaga kami belum tentu
lebih kecil daripada tenagamu.”

Gajah dengan sombong tertawa keras –keras :”ha…ha..ha…ini adalah lelucon yang paling
lucu yang pernah saya dengar, ha…haa… haa.. semut berani beradu tenaga dengan gajah! ---
dengan sebelah kaki saya saja dapat memijak kalian sampai hancur lebur!”

“Tuan, engkau hanya mengandalkan tubuhmu yang besar. Mencabut sebatang pohon besar
dapat engkau lakukan hanya dengan belalaimu, tetapi, jika pohon itu sebesar 5 orang baru
bisa memeluknya Apakah dengan belalaimu engkau dapat mencabutnya? Dan Jika engkau
merasa tenagamu cukup besar, dapatkah engkau menghancurkan titi papan di sungai ini?

Gajah mengangkat kepalanya berpikir tentang pohon besar yang hanya bisa dipeluk oleh 5
orang, dan memandang titi papan di sungai, lalu dia menggeleng kepalanya berkata : ”kalau
yang ini, saya tidak bisa melakukannya.”
“Tetapi, kami komunitas semut bersatu dapat membuat pohon besar ini lapuk dan tumbang,
dan dapat menghancurkan titi papan disungai juga. Walaupun kami kecil, tidak mempunyai
tubuh dan tenaga besar sepertimu, tetapi kami bisa melakukan hal yang tidak bisa engkau
lakukan. Jika hendak menghancurkan dunia, tenaga kami sebagai semut lebih besar daripada
engkau tuan gajah! Apakah engkau berhak meremehkan mahluk yang lebih kecil
daripadamu?”

Gajah yang sombong ini tanpa berkata sepatah katapun membalikkan badan meninggalkan
tempat itu.

Mulai saat itu, gajah yang sombong merubah sifatnya yang sombong, tidak meremehkan dan
menyakitkan mahluk kecil lagi, tidak menganggap remeh kepada tenaga mahluk yang lebih
kecil lagi.
FABEL KELINCI DAN KURA – KURA

Dahulu kala hiduplah seekor kelinci yang sangat sombong,dia selalu memamerkan kecepatan
berlarinya,setiap ada hewan lain yang bertemu dengan nya dia selalu menyombongkan diri..
Pagi hari yang cerah si kelinci sedang asik bersandar di bawah pohon yang rimbun sambil
memakan wortel kesukaannya..sambil sesekali mengunyah makanan di dapatinya seekor
kerbau yang sedang asik memakan rumput..tiba-tiba datanglah si kelinci menghampiri si
kerbau..”hey kamu kerbau.panggil si kelinci pada si kerbau”. ada apa kelinci? sahut si
kerbau..lalu si kelinci berkata..untuk apa kamu makan banyak rumput??kalau ternyata rumput
itu hanya membuat tubuh mu semakin gemuk dan semakin sulit engkau untuk berlari..coba
kamu lihat aq..tak banyak makan dan lari ku pun begitu cepat..ucap si kelinci dengan
sombongnya,aku tak perduli dengan kecepatan berlarimu balas sang kerbau..hhuuhh..dasar
kau kerbau pemalas..gerutu si kelinci sambil pergi berlari..
 
Ketika sedang asik berlari..di dapatinya seekor kura-kura yang sedang asik berjalan.hey kamu
kura-kura tegur si kelinci..ada apa sahut si kura-kura..jalan mu sangat lambat kura-kura..ledek
si kelinci kepada kura-kura..dengan santai nya si kura-kura menjawab..aku lambat berjalan
karena aku harus membawa tempurung ku yang berat.tapi walau pun begitu aku sangat
menikmatinya karena tempurung ini adalah pelindung ku..jawab si kura-kura..maksud mu
pelindung apa?? Tanya si kelinci..tempurung ini bisa ku jadikan sebagai rumah ku,tempurung
ini juga bisa melindungi ku dari serangan hewan buas..jawab si kura-kura..
Merasa di ledek si kelinci pun menantang si kura-kura..oohh begitu yaa..baik lah kalo itu
kelebihan mu..tapi dengan kelebihan mu itu ada yang tak bisa kamu lakukan  kura-
kura..kamu tak bisa berlari cepat seperti aku..ucap si kelinci. kura-kura hanya tertunduk
berusaha tak menghiraukan ucapan si kelinci..begini saja kura-kura aku akan menantang mu
untuk berlomba..ucap si kelinci..berlomba apa???tanya si kura-kura..aku akan menantang mu
berlari menuju sebuah desa kecil yang ada di ujung jalan sana..siapa yang sampai di sana
terlebih dahulu maka dia adalah pemenangnya dan yang kalah harus mengakui
kelemahnya..ucap kelinci dengan sombong..sebenarnya si kura-kura sedikit ragu karna dia
sadar betul kalau dia pasti tak akan mampu menandingi kecepatan lari si kelinci..tapi apa bila
dia tak mencobanya itu berarti dia telah menyerah sebelum mencoba..maka kura-kura pun
menyetujui tantangan si kelinci..baiklah kalau begitu aku akan mencobanya jawab si kura-
kura..hhahah..bersiaplah untuk kalah kura-kura..ledek si kelinci
Besok pagi kira-kira saat terbit matahari kita akan memulai perlombaan ini..kata si
kelinci..jangan lupa kau undang teman-teman mu yang lain..juga hewan lain agar perlombaan
esok lebih ramai..kata si kelinci..baiklah aku akan mengundang teman-teman yang lain untuk
menyaksikan perlombaan kita..
 
Pagi pun menjelang..si kelinci dan kura-kura pun tengah mempersiapkan segalanya..dari
mulai memakan makanan yang dapat membantu untuk menambah tenaga,para hewan lain
pun menyaksikan pertarungan mereka dengan lantang para hewan saling menyerukan idola
mereka..dari memanggil si kura-kura..hingga yang menjagokan si kelinci..perlombaan pun di
mulai..saat itu sang gajah lah yang menjadi wasitnya karena suaranya yang
lantang..dan..secepat kilat si kelinci berlari sementara si kura-kura masih terengah-
engah..matahari sedikit lebih tinggi tapi si kura-kura pu tak nampak..si kelinci berlari
perlahan..hahaha dasar kura-kura lamban dia tak akan mampu menandingi kecepatan
ku..ucap kelinci dalam hati..karena lama menunggu si kelinci merasa bosan akhirnya dia
bersandar di bawah pohon yang ridang sambil mengunyah makanan..angin sepoy-sepoy
membuat si kelinci merasa mengantuk dan dalam sekejap si kelinci terlelap…waktu terus
berjalan..si kura-kura terus berusaha melajutkan perlombaan dengan masih  terengah-engah.
ia terus melanjutkan langkah nya tanpa istirahat sedikit pun..ketika sedang melanjutkan
langkahnya si kura-kura terkejut melihat si kelinci yang sedang asik terlelap tidur di bawah
pohon..tanpa menghiraukan si kelinci yang terlelap si kura-kura terus menajutkan langkah
nya dan terus mempercepatnya..
 
Matahari kian meninggi..si kura-kura semakin menpercepat laju langkah nya..karena di depan
sana teman-teman nya siap menunggu calon pemenang..dengan nafas terengah-engah,si kura-
kura terus melaju langkahnya..sementara itu si kelinci telah tersadar dari tidurnya..dia sangat
terkejut..aadduuhh aku ketiduran ..dan oohh tidak pasti si kura-kura sudah sampai di garis
finish..si kelinci berlari sekencang mungkin.. hingga tak terasa si kura-kura dapat mencapai
garis kemenangan..dan si kelinci pun kalah dan merasa malu karna terlau menyombongkan
diri..itulah buah dari hasil watak sombong serta  sifat malas nya si kelinci..akhirnya para
hewan pun memberikan selamat pada si kura-kura karena telah memenangkan perlombaan
itu.dan si kelinci berjanji tidak akan menyombongkan kecepatan berlarinya lagi.
FABEL KANCIL DAN HARIMAU

Suatu hari Si Kancil, binatang yang katanya cerdik itu, sedang berjalan-jalan di pinggir hutan.
Dia hanya ingin mencari udara segar, melihat matahari yang cerah bersinar. Di dalam hutan
terlalu gelap, karena pohon-pohon sangat lebat dan tajuknya menutupi lantai hutan. Dia ingin
berjemur di bawah terik matahari. Di situ ada sungai besar yang airnya dalam sekali. Setelah
sekian lama berjemur, Si Kancil merasa bahwa ada yang berbunyi di perutnya,..krucuk…
krucuk…krucuk. Wah, rupanya perutnya sudah lapar. Dia membayangkan betapa enaknya
kalau ada makanan kesukaannya, ketimun. Namun kebun ketimun ada di seberang sungai,
bagaimana cara menyeberanginya ya? Dia berfikir sejenak. Tiba-tiba dia meloncat
kegirangan, dan berteriak: “Buaya….buaya…. ayo keluar….. Aku punya makanan
untukmu…!!” Begitu Kancil berteriak kepada buaya-buaya yang banyak tinggal di sugai
yang dalam itu.

Sekali lagi Kancil berteriak, “Buaya…buaya… ayo keluar… mau daging segar nggak?”

Tak lama kemudian, seekor buaya muncul dari dalam air, “Huaahhh… siapa yang teriak-
teriak siang-siang begini.. mengganggu tidurku saja.” “Hei Kancil, diam kau.. kalau tidak aku
makan nanti kamu.” Kata buaya kedua yang juga muncul.

“Wah…. bagus kalian mau keluar, mana yang lain?” kata Kancil kemudian. “Kalau cuma dua
ekor masih sisa banyak nanti makanan ini. Ayo keluar semuaaa…!” Kancil berteriak lagi.
“Ada apa Kancil sebenarnya, ayo cepat katakan,” kata buaya.
“Begini, maaf kalau aku mengganggu tidurmu, tapi aku akan bagi-bagi daging segar buat
buaya-buaya di sungai ini,” makanya harus keluar semua.

Mendengar bahwa mereka akan dibagikan daging segar, buaya-buaya itu segera memanggil
teman-temannya untuk keluar semua. “Hei, teman-teman semua, mau makan gratis nggak?
Ayo kita keluaaaar….!” buaya pemimpin berteriak memberikan komando. Tak berapa lama,
bermunculanlah buaya-buaya dari dalam air.

“Nah, sekarang aku harus menghitung dulu ada berapa buaya yang datang, ayo kalian para
buaya pada baris berjajar hingga ke tepi sungai di sebelah sana,” “Nanti aku akan menghitung
satu persatu.”

Tanpa berpikir panjang, buaya-buaya itu segera mengambil posisi, berbaris berjajar dari tepi
sungai satu ke tepi sungai lainnya, sehingga membentuk seperti jembatan.
“Oke, sekarang aku akan mulai menghitung,” kata Kancil yang segera melompat ke
punggung buaya pertama, sambil berteriak, “Satu….. dua….. tiga…..” begitu seterusnya
sambil terus meloncat dari punggung buaya satu ke buaya lainnya. Hingga akhirnya dia
sampai di seberang sungai. Hatinya tertawa, “Mudah sekali ternyata.”

Begitu sampai di seberang sungai, Kancil berkata pada buaya, “Hai buaya bodoh, sebetulnya
tidak ada daging segar yang akan aku bagikan. Tidakkah kau lihat bahwa aku tidak membawa
sepotong daging pun?” “Sebenarnya aku hanya ingin menyeberang sungai ini, dan aku butuh
jembatan untuk lewat. Kalau begitu saya ucapkan terima kasih pada kalian, dan mohon maaf
kalau aku mengerjai kalian,” kata Kancil.

“Ha!….huaahh… sialan… Kancil nakal, ternyata kita cuma dibohongi. Aws kamu ya.. kalau
ketemu lagi saya makan kamu,” kata buaya-buaya itu geram.
Si Kancil segera berlari menghilang di balik pohon, menuju kebun Pak Tani untuk mencari
ketimun.

Anda mungkin juga menyukai