Anda di halaman 1dari 3

Cerita Rakyat Maluku Legenda Empat

Kapitan
Cerita Rakyat Maluku Legenda Empat Kapitan. Mari kita simak dongeng legenda cerita
rakyat Maluku selengkapnya.

Dongeng Cerita Rakyat Maluku Legenda Empat Kapitan

Legenda Empat Kapitan


gambar via go-moluccas.blogspot.co.id

Pada zaman dulu, di Maluku ada sebuah daerah yang bernama Nunusaku, daerah itu berada
di Pulau Seram. Nunusaku menjadi pusat kota Pulau Seram dan disebut juga Pulau Ina.
Penduduk disana tersebar, mereka di pimpin oleh empat orang kapitan. Di setiap arah
pengembaraan, ke empat kapitan ini selalu berembuk kemana arah tujuan mereka. Akhirnya
mereka sepekat untuk pergi ke hilir Sungai Tala. Sebelum melakukan perjalanan, mereka
mengadakan upacara adat terlebih dahulu.

Baca juga : dongeng legenda anak raja dan batu amparan gading

Setelah itu mereka berjalan ke Negeri Watui untuk mencari bambu guna membuat rakit,
dengan menggunakan rakit itu, mereka mulai mengembara melalui sungai Tala dengan di
pimpin Kapitan besar turunan moyang Potala yaitu Nunusaku. Semua harta Nunusaku dibawa
mengembara, tak ketinggalan seeokor burung nuri dan sebuah pinang juga dibawa.

Kapitan yang akan menjadi moyang dari mata rumah Wattimury duduk paling belakang
kemudi, untuk uang duduk di tengah rakit adalah kapitan yang akan menjadi moyang
Nanlohy, sedangkan yang duduk di belakang sebelah kanan kapitan yang akan menjadi
moyang Talakua, dan untuk menjaga harta yang mereka bawa ditunjuklah kapitan Nanlohy.
Aturan hukum adat, ia bertindak sebagai Dati dan menentukan pembagian harta pribadi
ataupun bersama.

Saat Rakit melaju kencang menuju Tala, tiba-tiba rakit itu kandas dan hampir terbalik di Batu
Pamali. Kapitan Wattimena Wael terkejut dan teriak kepada Kapitan di dekatnya.
Talakuang yang berarti tikan tahan gusepa. Di saat rakit nyaris terbalik, Kapitan Watimena
membuka tempat sirih pinang miliknya menjadi terjatuh, dan burung nuri nya pun juga
terbang. karena kejadian itu kapitan Watimena marah dan mengucap sumpah yang menjadi
pantangan untuk mata rumah Wattimena Wael. Sumpah tersebut adalah tak boleh memakan
sirih pinang dan memelihara burung nuri.

Baca juga : cerita dongeng binatang burung nuri yang rajin

Setelah mereka tiba di Tala, mereka membuat perjanjian dengan menanam sebuah batu yang
dinamakan Manuhurui dan berubah menjadi Huse. Isi perjanjian itu adalah Walau mereka
bercerai berai, namun persaudaraan tetap dipertahankan, mereka harus saling tolong
menolong satu sama lain dalam hal apapun dan saling mengunjungi diantara mereka. Tempat
perjanjian ini menjadi batu pertanda kenang-kenangan dari keturunan negeri Mahariki, Luhu,
Portho, dan Amahai.

Setelah perjanjian itu selesai, Kapitan Wattimuri dan Kapitan Wattimena tidur, sementara
Kapitan Talakua dan Nanlohy naik ke rakit, namun karena derasnya arus sungai, rakit iru
terbawa arus dan hanyut. Karena kejadian itu Kapitan Wattimuri dan Wattimena terbangun
dan melihat lambaian tangan saat rakit itu hanyut. Rakit itu terkatung-katung di Tanjung
Hualoi. Kapitan Nanlohy mencoba meloncat dan berenang melawan arus, namun karena
lelah, ia terdampar di Nanahulu yang berarti berenang dan terdampar di hulu.

Kapitan Talakua terbawa arus hingga ke Tanjung Uneputty dan terdampar di teluk pulau
Saparua. Disana dibangun negeri yang bernama Portho. Kabar itu di dengar oleh Kapitan
Nanlohy dan ia bergegas pindah dari Lugu ke Portho untuk bergabung dan hidup bersama
untuk mengembangkan menjadi satu mata rumah yang besar. Sementara itu Kapitan
Wattimuri dan Wattimena Wael tinggal di daerah Manuhurui kampung Sanuhu, disana
mereka mempunyai banyak sahabat termasuk Kapitan di daerah itu yang dijadikan pengintai.

Pada suati saat pengintai membawa kabar bahwa ada kapitan dari gunung sembilan datang
bersama laskarnya. mendengar kabar itu, kedua kapitan menyambut mereka di tempat yang
tersembunyi sambil mengintai gerak gerik mereka. Setibanya disana, kapitan gunung
sembilan kecewa, karena tempat itu kosong. Di persebunyiannya, mereka merasa nyaman dan
aman, namun persediaan air telah habis dan mereka kehausan. Melihat hal itu, Kapitan
Wattimena mengambil tombak dan menancapkan ke tanah, saat itu pula air keluar dari alam
tanah. Akhirnya mereka bisa makan dan minum sepuasnya dan mereka jadi kekenyangan,
maka tempat itu dinamakan Hule yang berarti kekenyangan.

Baca juga : cerita rakyat papua legenda batu keramat

Setelah suasana aman, kapitan Wattimena melanjutkan perjalanan untuk membuka daerah
baru. Dengan berat hati penduduk setempat melepas kepergian kedua kapitan itu. Sebenarnya
mereka dilarang pergi oleh penduduk setempat, namun karena mereka bersikeras tetap
melanjutkan perjalanan, akhirnya penduduk setempat merelakan kedua kapitan itu pergi,
sebelum pergi, mereka berjanji untuk saling mengunjungi dan saling membantu satu sama
lain. Kedua kapitan itu lalu pergi ke tempat yang bernama Boboth dengan menyusuri Seram
Selatan hingga Timur. Hari hampir malam, namun mereka belum menemukan tempat yang
cocok.

Kita akan membuat obor dan melanjutkan lagi perjalanan. Dimana obor itu padam
disitulah kita akan menetap dan membangun desa kata kapitan Wattimena.

Kemudian mereka membuat obot besar dan melanjutkan perjalanan. Disaat obot itu padam, di
tempat itulah mereka mendirikan kemah, lalu mereka membuat daerah baru yang disebut Api
Loba atau Japisuru. Lalu nama itu diubah menjadi nama Mahariki. Setelah beberapa lama,
kapitan Wattimura meminta untuk pindah dan mendirikan tempat baru, hanya berjarak 7
kilometer dari japisuru. Kapitan Wattimuri memberi nama temapt barunya Amahai. Lalu
diubah menjadi Ruta hingga sekarang ini.

Demikianlah Cerita Rakyat Maluku Legenda Empat Kapitan. Semoga bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai