Anda di halaman 1dari 2

D.

ISI
a.ASAL USUL MINANGKABAU
Pada suatu hari, datang sebuah kapal dari kerajaan jawa, dg tujuan penaklukan
daerah kerajaan Pagaruyung. Untuk menghindari perang, pemuka kerajaan
mengusulkan adu kerbau. jika rombongan nahkoda kalah maka mereka
bersedia memberikan kapal yang mereka bawa dengan semua isinya. Namun,
jika mereka menang, maka daerah ini akan menjadi daerah kekuasaannya.

Melihat kerbau yang mereka bawa, rakyat di sini kaget karena kerbau itu
sangat besar. Matanya merah, tanduknya runcing dan tajam. Panjang tanduk
kerbau itu hampir empat depa (dalam bahasa melayu juga dikenal dengan
hasta atau jengkal).Nahkoda dan anak buahnya turun dari kapal sambil
membawa kerbau besar itu. Rakyat bersama pemimpinnya menyambut
kedatangan nahkoda dengan ramah. Keramahan ini sesuai dengan ajaran adat
mereka yaitu “muluik manih, kucindan murah, budi baiak raso katuju, sanang
manarimo tamu datang“. Nahkoda dan anak buahnya kagum dengan
keramahan tersebut.Akan tetapi keduanya berjanji untuk mempersiapkan
segala keperluan selama tujuh hari. Setelah tujuh hari barulah adu kerbau
dilaksanakan.

Rakyat kagum atas keberanian pemimpinnya, namun mereka juga bingung


kemana akan dicari lawan kerbau besar yang dibawa oleh nahkoda itu, karena
tidak ada kerbau yang sebesar itu di daerah ini. Rakyat cemas kalau kerbau
pemimpinnya kalah dan daerah ini menjadi milik nahkoda.Setelah kedua belah
pihak sepakat untuk menunggu selama tujuh hari, nahkoda dan rombongan
kembali. Pihak kerajaan mengundang kaum cerdik pandai dan para pemimpin
untuk bermusyawarah.akhirnya diambil keputusan untuk mencari seekor
kerbau kecil (anak kerbau) yang sedang erat menyusu. Kerbau kecil tidak
disusukan selama dua hari. Pada saat akan di adu, kepala kerbau dipasangkan
dengan besi runcing yang dinamakan “minang”.

Ketika hari yang dinantikan tiba, semua orang berkumpul di lapangan. Kerbau
besar kerajaan jawa dilepaskan ke lapangan. Kerbau itu mendengus-dengus
sambil mengais tanah.Ketika kerbau kecil dilepaskan, ia langsung menyerbu
kerbau besar. Ia mengira kerbau besar itu adalah induknya. Ia langsung
menyerunduk perut kerbau besar seperti anak kerbau akan menyusu. Ketika
itu, tanduk anak kerbau yang dipasangkan besi runcing, menembus perut
kerbau besar (kerbau nahkoda). Kerbau besar melenguh kesakitan. Beberapa
saat kemudian, kerbau itu pun mati.
b.ASAL USUL ORANG MINANGKABAU

masyarakat Minangkabau umumnya sepakat mengatakan bahwa nenek-


moyang mereka berasal dari puncak gunung 3 merapi di Sumatera Barat,
sebagaimana terungkap dalam mamang adat sebagai berikut:

Dari mano titiak palito


Dari tangluang nan barapi
Dari mano asa nenek moyang kito
Dari puncak Gunuang Marapi
Di dalam Tambo Alam dikutipkan beberapa kalimat yang memberikan petunjuk,
bahwa nenek-moyang suku Minangkabau berdatangan dari Tanah Basa (India
Selatan) menempuh perjalanan laut. Serangkuman pantun berbunyi” :” Pisau
Sirauik bari hulunyo - Diasah mangko bamato-Lautan sajo daulunyo –Mangko
banamo Pulau Paco”. Cerita lisan yang disampaikan turun-temurun
menyatakan bahwa perjalanan laut memakan waktu yang sangat lama,
sehingga di dalam Tambo dibunyikan: “......dek lamo kalamoan nampaklah
gosong dari lauik nan sagadang talue itiek, sadang dilamun-lamun ombak”
(artinya: karena lama kelamaan tampaklah gosong dari laut yang “sebesar telur
itik” – kondisi saat itu, sedang dalam keadaan hilang-hilang timbul ditengah-
tengah ombak). Di sanalah berlabuh nenek-moyang bersama rombongannya.
Namun para ahli sejarah nampaknya telah sepakat mengatakan, bahwa nenek-
moyang suku Minangkabau terdiri dari sekelompok manusia yang telah
mendiami daerah selingkar (Bukit Barisan) gunung Merapi. Percampuran
bangsa Proto Melayu dan Deutro Melayu (yang datang bergelombang antara ±
2000 SM hingga ± 250 SM) yang menurunkan nenek-moyang suku
Minangkabau. Mereka menganut adat matrilinial, yang sampai kini dikatakan
“adat ndak lapuak kanai hujan dan ndak lakang dek paneh lekang ”
Kedatangan nenek-moyang ras Melayu Tua dan ras Melayu Muda sama saja
keadaannya, yakni mempergunakan perahu bercadik ke Pulau Perca atau
Warnadwipa ini. Ras Melayu Tua yang membudayakan neo-lithikum bercampur
dengan ras Melayu Muda yang membawa kebudayaan perunggu, kemudian
mengem- bangkan kembali kebudayaan megalithikum yang menghasilkan
bangunan dari batu-batu besar yang dianggap keramat.

Anda mungkin juga menyukai