Anda di halaman 1dari 8

NAMA : ARIN AHADDINA

KELAS : VI – C

LEGENDA TUAN TAPA DAN PUTRI NAGA

Sejarah Tapaktuan dengan Legenda Tuan Tapa dan Putri Naga

Legenda Tuan Tapa dan Sepasang Naga


Tapaktuan sangat terkenal dengan sebuahLegenda Tuan Tapa dan Putri Naga. Cerita
tersebut sangat hidup didalam masyarakat disana. Cerita ini sangat mudah untuk dapat kita
dengar dari A sampai Z. Adapun Legenda tersebut dibarengi dengan ornamen ornamen yang
memiliki bentuk dan rupa seperti yang tersebut di dalam cerita tersebut. Ada baiknya saya
ceritakan sedikit tentang Legenda Tuan Tapa dan Putri Naga itu.

” Alkisah, dizaman dahulu kala, di Aceh Selatan hidup sepasang naga . Sepasang naga ini,
memiliki anak perempuan yang disebut Putri Naga atau Putri Bungsu. Putri ini cantik jelita.
Putri nan rupawan ini, menurut cerita didapat dari laut kepas disaat selesai badai dahsyat
yang menenggelamkan sebuah kapal dari daratan cina.

Konon, pada saat itu, sepasang naga tersebut sedang menyusuri lautan yang bergelombang.
Si Naga jantan tiba-tiba berhenti, tertegun memperhatikan sebuah titik hitam di tengah laut.
Titik hitam itu menarik perhatiannya. Lamat-lamat titik hitam itu kian mendekat ke arah sang
naga disebabkan oleh arus gelombang laut. Si Naga Jantan dan Betina terus memperhatikan
titik hitam itu. Ketika titik hitam itu semakin mendekat, Sang Naga melihat adanya kayu
pecahan dari sebuah kapal dan diantara kayu-kayu tersebut terdapat seorang bayi mungil
tersangkut diatas kayu yang mengapung.

Bayi mungil ini terapung-apung dipermainkan ombak hingga akhirnya sepasang naga itu
menolong dan mengasuhnya disarang mereka. Karena sepasang naga tersebut tidak
mempunyai keturunan lalu bayi mungil itu mereka jadikan sebagai anak pungut dan diberi
nama dengan Putri Bungsu atau lebih dikenal dengan nama Putri Naga. Syahdan, sepasang
naga dan si putri bungsu mendiami sebuah daratan disekitar Desa Batu Itam (nama sekarang-
red) Kecamatan Tapaktuan Aceh Selatan.

Memang pada masa itu memang sering terlihat masuknya kapal – kapal dagang dari negeri
asing ke wilayah Aceh Selatan untuk membeli rempah-rempah yang tumbuh subur didaerah
tersebut. Menurut cerita, nilam, cengkeh dan pala merupakan komoditi yang paling banyak
terdapat di daratan Aceh Selatan, makanya lalu lintas perairan dikawasan itu cukup ramai.

Kembali kecerita, Sepasang naga itu sangat


senang mendapatkan putri berbentuk manusia.
Dengan suka cita sepasang naga tersebut
mengasuh dan merawat si putri. Sementara itu,
setelah selamat dan menepi kedarat orangtua
kandung si Putri (asal dari cina –red) begitu
sedih kehilangan buah hatinya setelah perahu
mereka kandas dihempas badai dahsyat.
Mereka berpikir bahwa anak perempuan
kesayangannya sudah hilang tenggelam dalam
laut, sehingga dengan perasaan pilu (menurut
cerita) merekapun kembali kenegeri asal
dengan menumpang kapal dagang lain.

Kedua Naga itu sangat menyanyangi putri pungut mereka. Bahkan, Naga betina selalu
memeluk putri kecil itu dalam cengkeramnya agar tidak hilang. Layaknya anak-anak, Putri
bungsu setelah sadar dari pingsannya, ketakutan dan menangis sejadi-jadinya begitu melihat
sosok Naga yang menyeramkan. Walaupun sedih, sepasang naga tersebut berupaya agar Putri
bungsu tidak merasa ketakutan dan mau menerima mereka sebagai keluarga barunya. Seiring
waktu, Putri bungsu akhirnya menerima keadaannya dan bergaul dengan hangat dengan
sepasang naga tersebut.

Saking sayangnya pada Putri Bungsu, naga jantan menciptakan tempat bermain nan indah di
gunung itu. Mulai dari tempat pemandian si putri hingga tempat – tempat lainnya dipenuhi
agar Putri Bungsu suka dan tidak pergi dari mereka. Semua Semua itu dilakukan agar Putri
Bungsu betah tinggal bersama mereka.
Pemandian Tingkat 7
Begitulah, sementara itu waktu terus bergulir. Putri Bungsu pun sudah merangkak remaja.
Kedua ekor naga tersebut sangat memuji akan kecantikan Putri Bungsu. Matanya sedikit
sipit, kulit yang putih serta pembawaannya yang anggun membuat sepasang naga makin
sayang kepada Putri Bungsu. Mereka sangat memanjakan sang putri. Sementara itu, Putri
Bungsu yang bertahun-tahun tinggal dan menetap bersama dua ekor naga dalam sebuah gua
mulai merasa tidak betah. Berkali-kali dia meminta pada ‘orangtua asuhnya’ agar
diperkenankan untuk melihat daratan dan melihat orang-orang, namun kedua naga tidak
menyetujui. Dalam anggapan mereka, apabila si putri diizinkan keluar, maka kemungkinan
untuk ditinggalkan sudah tentu ada. Itulah sebabnya Putri Bungsu tidak pernah dibawa ke
daratan.

Hingga pada suatu hari, Putri Bungsu bertekat untuk segera meninggalkan kediaman orang
tua asuhnya tersebut. Niat untuk melarikan diri ini pun dirancang dengan matang sehingga
kedua naga yang cerdas itu tidak mengetahui. Hari demi hari terus berlalu, Putri Bungsu yang
jelita semakin patuh pada aturan sang naga. Hal ini membuat sepasang naga yakin dan
percaya bahwa si putri tidak akan meninggalkan mereka. Oleh karena itu, sering terlihat
sepasang naga pergi mengarungi lautan dan meninggalkan Putri Bungsu sendiri di goa
kediaman mereka.

Putri Bungsu bukanlah gadis yang bodoh. Walaupun sering ditinggalkan sendiri sehingga
peluang untuk pergi terbuka, tapi demi menjaga kepercayaan sang naga kepadanya, dia
membiarkan keadaan tersebut berlangsung. Bahkan, pada suatu hari ada terlihat sebuah kapal
yang melaju agak dekat dengan kediamannya. Dalam hatinya merasa sangat gembira
manakala terlihat olehnya manusia-manusia yang berpakaian rapi berdiri dianjungan kapal.
Saat itu dengan berani, Putri Bungsu mulai sering menampakkan diri dipenggir goa agar
kehadirannya disitu menjadi perhatian setiap kapal yang lewat.

Hingga pada ketika, disaat sepasang naga berpamitan untuk pergi agak lama sehingga harus
meninggalkan sang putri sendirian digoa. Putri Bungsu sangat girang karena dalam kurun
waktu tersebut, rencana untuk melarikan diri akan terlaksana. Begitulah, setelah puluhan
kilometer naga berlalu, ada sebuah kapal berlayar dan kebetulan sudah menyaksikan
keelokan sang putri dan nakhkoda kapal pun segera bersandar didekat pulau itu kemudian
membawa Putri Bungsu berlayar. Biasanya, setiap kapal tidak berani dekat-dekat dengan
pulau tersebut karena sering bertiup angin kencang dan sering membuat awak kapal sangat
kerepotan menjaga agar tidak tenggelam. Hal ini disebabkan oleh ulah kedua naga itu yang
tidak ingin tempat mereka didekati.

Setelah Sang Putri berlayar, ditempat lainnya, Naga betina merasa hatinya tidak nyaman
sehingga memutuskan untuk kembali kekediaman mereka. Namun betapa bingungnya kedua
naga itu karena keberadaan putri bungsu tidak terlihat. Seluruh sudut pulau itu mereka susuri
namun Putri Bungsu sudah hilang. Naga Betina sangat sedih sementara itu naga jantan
marah.

Akhirnya diputuskan untuk mencari Putri Bungsu dilautan lepas. Sasaran mereka adalah
kapal-kapal yang lewat. Kebetulan dilautan terlihat sebuah titik hitam yang melaju dekat
dengan sebuah pulau besar. Dengan segera kedua naga tersebut mengejarnya. Setelah
mengintai, mereka melihat Putri Bungsu berada disana. Kedua naga sangat marah, mengira
Putri mereka diculik manusia sehingga kapal dan seluruh penumpang menjadi terancam.
Dengan ketakutan, seluruh penumpang kapal berteriak – teriak. Angin membawa teriakan
mereka pada sebuah goa yang bernama Goa Kalam. Didalamnya terdapat seorang tua yang
sedang bertapa. (Tidak ada keterangan yang jelas siapa nama sebenarnya dari tokoh ini-red).
Orang tua ini disebut dengan Tuan Tapa. Tuan tapa yang mendengar jeritan dan teriakan
ketakutan merasa tidak tentram. Lalu, Tuan tapa mengambil tongkatnya dan keluar dari goa.
Dengan kesaktiannya, Tuan Tapa melihat dengan jelas ditengah lautan terjadi perkelahian
antara sepasang naga dengan penumpang kapal.

Goa Kalam
Tanpa menunggu, Tuan Tapa kemudian merubah ukuran tubuhnya menjadi besar. (menurut
cerita, laut didaerah Tapaktuan hanya sebatas pinggangnya -red). Setelah itu dengan pesat,
Tuan Tapa menengahi perkelahian yang tidak seimbang itu. Namun sepasang naga yang
sudah kalap berbalik menyerang Tuan Tapa. Karena terjadi gelombang besar akibat gerakan
sepasang naga itu, Kapal pun terlempar jauh. Perkelahian antara sepasang naga dengan Tuan
Tapa berlangsung seru. Bertubi – tubi kedua naga menyemburkan api dari mulutnya
sementara ekor dan cakar mereka tidak ketinggalan menyerang. Begitulah, berkat kesaktian
dari Tuan Tapa, semua serangan sepasang naga berhasil diredam.
Akibat perkelahian itu, Pulau besar yang berada ditengah laut pun hancur dan terpisah-pisah
menjadi 99 buah (selanjutnya disebut dengan Pulau Banyak, pulau ini berada di
kabupaten Aceh Singkil)

Hingga pada suatu ketika, Tongkat Tuan Tapa berhasil mengenai tubuh naga jantan sehingga
hancur terberai. Darahnya memancar keluar, sebagian besar terpencar ke bagian pesisir dan
membeku (Selanjutnya tempat dimana darah naga itu tumpah disebut dengan Desa Batu
Sirah atau Batee Mirah). Sementara hati dan jantungnya juga tercampak kepesisir (daerah
ini disebut dengan desa Batu Itam atau Batu yang menghitam -red). Naga Jantan mati
dengan tubuh hancur.

Melihat pasangannya mati, Naga betina ketakutan lalu melarikan diri. Demi menghindar
dari kematian, Naga Betina yang panik lari tanpa tujuan dan menabrak sebuah pulau lainnya
sehingga pecah menjadi dua pulau (selanjutnya disebut dengan Pulau Dua, berada
diwilayah laut Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan).

Sementara itu, akibat dari pertempuran antara sepasang Naga dan Tuan Tapa, masih
meninggalkan jejak berupa tongkat. Setelah dipugar, Tongkat itu, dipercayai sebagai tongkat
Tuan Tapa.

Kemudian, Bagaimana nasib sang Putri? menurut cerita, Sang Putri akhirnya kembali hidup
normal layaknya manusia dan hidup bahagia bersama kedua orangtuanya didaratan cina.

Dan Lagenda ini telah diperkuat dengan beberapa bukti yang telah ditinggalkan oleh Si Tuan
Tapa berupa Tongkat dan Topinya yang berada di tengah laut Tapaktuan dan hanya bisa di
lihat dari sebuah gunung yang bernama Gunung Lampu menjelang pasang sudah surut.
Kemudian sebuah Tapak kaki dan makam Tuan Tapa yang ukurannya besar.

Ornamen pendukung cerita Legenda Tuan tap dan Sepasang Naga


Begitulah sedikit cerita tentang Legenda Tuan Tapa dan Putri Naga dari Kota Tapaktuan
menurut versi yang saya kumpul dari beberapa tokoh masyarakat Aceh Selatan. Banyak versi
yang beredar didalam masyarakat. terlepas dari beragam versi tersebut semuanya tidak lain
hanya ingin memperkenalkan bahwa inilah Kota Naga, Inilah Tapaktuan dengan legendanya
yang hebat agar generasi mendatang mengetahui tentang asal usul sebutan Kota Naga yang
melekat dengan Kota Tapaktuan.

Keterangan gambar:

1). Batu Merah, 2). Batu Itam, 3).Makam Tuan Tapa, 4). Goa Kalam, 5). Alu Naga dan 6).
Bekas Tapak kaki tuan tapa

Anda mungkin juga menyukai