Anda di halaman 1dari 11

Pulau Tikus

(Madura)

Dahulu, ada seorang petani yang rajin dan suka bekerja keras.
Abdulah namanya. Ia harus menghidupi istri dan anak-anaknya. Namun
sayang, tanahnya yang hanya sepetak tak cukup membiayai keluarganya.
Sehingga ia pergi mengadu nasib ke kota di pulau lain dengan hanya
membawa uang sedikit. Namun dalam perjalanan, ia bertemu dengan seorang
perempuan tua yang menggendong anaknya yang sakit sambil membawa 3
ekor kucing. Perempuan itu menawarkan kucingnya kepada Abdulah. Karena
iba, Abdullah akhirnya membeli 3 ekor kucing tersebut. Kini uangnya hanya
tersisa untuk ongkos berlayar saja.

Setiba di pelabuhan, ia memilih perahu kecil agar biayanya lebih


murah. Namun di tengah lautan, ternyata angin berhembus sangat kencang.
Nahkoda perahu tidak mampu mengendalikan perahunya. Akhirnya, perahu
itu terdampar di sebuah pulau yang banyak sekali dihuni tikus. Sehingga
pulau itu dinamakan Pulau tikus.

Ternyata semua penduduk di pulau Tikus sudah kewalahan menumpas


tikus-tikus yang bebas berkeliaran di mana-mana. Padi di lumbung atau di
sawah, juga persediaan makanan para penduduk, sering habis dimakan oleh
tikus-tikus itu. Abdulah jadi teringat pada kucing-kucingnya. Ketika
ditanyakan, ternyata warga Pulau Tikus belum mengenal kucing. Ia pun
langsung melepas kucingnya untuk menangkap tikus-tikus itu. Dalam waktu
yang tak terlalu lama, jumlah tikus di sana pun kian hari mulai berkurang
karena terus diburu dan dimakan oleh kucing-kucing yang dibawa Abdullah.

Atas jasanya itu, kemudian warga Pulau Tikus memberi hadiah


sekantung uang emas pada Abdullah. Dengan uang sebanyak itu, Abdullah pun
kembali ke desanya dan bisa hidup dengan berkecukupan .
Ikan Sura dan Buaya
(Surabaya)

Suatu hari Singasari diserang oleh pasukan Tartar, Cina. Dalam


penyerangan itu, Singasari dapat dikalahkan dan kekuasaannya pun runtuh.
Untung di kemudian hari, Raden Wijaya dari Majapahit bisa merebut
kembali Singasari dengan mengalahkan pasukan Tartar. Dalam pertempuran
hebat itu muncul dua orang prajurit Majapahit yang gagah berani dan bisa
disebut pahlawan. Mereka adalah Jaka Sura dan Jaka Baya. Namun sangat
disayangkan, ternyata mereka adalah prajurit yang sombong.

Suatu hari, seorang kakek sakti menemui kedua prajurit itu. Karena
kesombongan mereka, Sang kakek kemudian menghukum mereka. Jaka Sura
yang tiba-tiba berubah menjadi ikan Hiu besar bernama ikan Sura.
Sedangkan Jaka Baya lalu dikutuk menjadi seekor Buaya. Mereka kemudian
dilepaskan ke sebuah lautan luas. Di lautan mereka saling berkelahi berebut
mangsa. Akhirnya datang kakek tua itu untuk memisahkan mereka. Jaka
Baya ditempatkan di muara, sementara Jaka Sura di lautan. Namun Jaka
Sura merasa mangsanya kurang. Ia pun pergi ke tempat Jaka Baya untuk
mencuri mangsa dari sana.

Perkelahian dahsyat pun terjadi lagi. Mereka saling cakar, saling gigit,
dan saling banting. Dalam pertempuran itu, Jaka Sura dapat dikalahkan dan
kabur ke laut lepas. Sementara itu Jaka Baya pergi dan tinggal di sungai.
Semenjak itu, keduanya tak pernah bertemu lagi. Raden Wijaya terkesan
dengan kejadian dahsyat itu. Ia kemudian mengabadikan tempat itu dengan
nama Surabaya, yang berasal dari nama Jaka Sura dan Jaka Baya. Sampai
sekarang nama Surabaya dipakai sebagai nama ibu kota Jawa Timur.
Hadiah dari Ular Raksasa
(Aceh)

Pada zaman dahulu di negeri Semeulue ada seorang raja yang kaya
raya, arif, dan bijaksana. Sayangnya ia tidak memiliki seorang putra
mahkota. Setelah menunggu lama, berkat usaha dan doa akhirnya Permaisuri
melahirkan seorang putra yang diberi nama Rohib. Raja dan permaisuri
sangat sayang dan memanjakan anaknya. Rohib pun tumbuh besar, ia lalu
dikirim ke kota untuk menuntut ilmu. Sayangnya, Rohib tak menyelesaikan
sekolahnya. Raja menjadi sangat marah. Rohib diusir dan diberi modal uang
untuk berdagang.

Di tengah perjalanannya, Rohib melihat banyak orang yang menganiaya


binatang. Rohib tidak tega melihatnya. Ia menawarkan sebagian uangnya
agar mereka berhenti menganiaya binatang. Modal Rohib untuk berdagang
pun nyaris habis. Ia berhenti di tengah hutan dan menangis meratapi
nasibnya. Tiba-tiba, datang seekor ular besar mendekatinya. Rohib sangat
ketakutan. Tetapi ular itu berkata, “Jangan takut anakku. Aku takkan
memangsamu. Sesungguhnya aku hendak memberimu hadiah, karena kamu
telah melindungi binatang yang ada di hutan ini dari aniaya manusia,” kata si
ular pada Rohib sambil mengeluarkan sesuatu dari mulutnya. Ular memberi
Rohib sebuah benda yang disebut mentiko bertuah, yaitu benda yang dapat
mengabulkan semua permintaan.

Rohib pun memberanikan diri pulang ke istana. Agar tidak hilang,


Rohib pergi ke tukang emas untuk menempa mentiko bertuah menjadi cincin.
Sayangnya, si tukang emas menipunya dan lari membawa mentiko bertuah.
Rohib lalu meminta pertolongan pada anjing, kucing, dan tikus. Anjing
berhasil menemukan jejak si tukang emas. Tikus berhasil mengambil cincin
itu. Sebelum mentiko bertuah dikembalikan ke Rohib, tikus menipu kedua
temannya dengan mengatakan bahwa mentiko bertuah terjatuh ke dalam
sungai. Rohib pun mengira hanya tikus yang paling berjasa menemukan
kembali mentiko bertuahnya. Mengetahui hal itu kucing dan anjing sangat
kesal pada tikus. Sejak saat itu, kucing dan anjing jadi sangat membenci dan
memusuhi tikus.
Si Kera dan Ayam
(Sulawesi)

Di pinggir sebuah hutan, tinggal seekor kera dan seekor ayam hutan.
Pada suatu hari, Ayam Hutan mengajak Kera bermain ke tengah hutan. Maka,
pergilah mereka hingga jauh ke tengah hutan. Di tengah hutan, tiba-tiba si
Kera lapar ingin makan, namun tak ada sedikit pun makanan tersedia di sana.
Sampai tengah malam, Kera belum juga mendapatkan makanan. Sementara
Ayam Hutan sudah tertidur di dekatnya. Karena rasa laparnya sudah tak
terhankan lagi, timbullah keinginan si Kera untuk memangsa si Ayam Hutan.
Si Kera mulai mencabuti bulu-bulu si Ayam Hutan yang sedang tidur. Si
Ayam Hutan terperanjat kaget, ketika tahu bulu-bulunya sedang dicabuti si
Kera.

“Tolong! Tolong!” Dengan ketakutan, si Ayam Hutan pun langsung


terbang ke tepi sungai menjauhi si Kera. “Hei, Ayam Hutan jangan lari!” seru
Si Kera sambil berlari mengejar Ayam Hutan. Di tepi sungai hutan, Ayam
Hutan bertemu dengan si Kepiting. Si Ayam Hutan segera menceritakan
kejadian yang dialaminya. Mendengar hal itu, si Kepiting menyusun rencana
hendak melawan si Kera. Setelah si Kera tiba di tepi sungai, si Ayam Hutan
lalu mencerikan kepada si Kera bahwa kata si Kepiting di tepi sungai
terdapat banyak makanan. Diajaklah si Kera menyebrangi sungai
menggunakan perahu yang terbuat dari tanah liat.

Di tengah sungai, si Ayam Hutan mematuk-matuk perahu itu hingga


bocor. Ketika perahu itu bocor dan mulai terisi air, si Kepiting kemudian
melompat dan berenang ke pinggir sungai. Demikian pula si Ayam Hutan
terbang tinggi ke daratan. Tinggallah si Kera sendirian di atas perahu di
tengah sungai. Ia tak bisa berenang seperti si Kepiting dan tak bisa terbang
seperti si Ayam Hutan. Si Kera hanya bisa meratapi nasibnya, hingga ia
tenggelam bersama perahunya.
Perselisihan Ikan Tongkol dan Ayam Jantan
(Riau)

Dahulu, terdapat kisah persahabatan ayam jantan dan ikan tongkol.


Mereka saling membantu dalam kesulitan. Suatu hari, rakyat ayam mengajak
rakyat ikan tongkol menghadiri acara syukuran nelayan di pinggir pantai.
Sebelum datang ke acara itu, Kepala Suku Ikan Tongkol meminta agar
rakyat ayam memberitahu mereka bila fajar tiba. Karena jika terbit fajar,
air laut akan surut dan menjadi kering. Oleh karena itu, rakyat ikan tongkol
harus segera kembali ke laut. Kepala Suku Ayam menyanggupi permintaan
Kepala Suku Ikan Tongkol itu.

Rakyat ikan tongkol kemudian berbondong-bondong mendatangi


pantai. Rakyat ikan tongkol sangat menikmati syair-syair dan zikir di acara
itu. Tanpa disadari, hari sudah sangat larut dan rakyat ikan tongkol tertidur
pulas. Tanpa diduga, ternyata rakyat ayam juga ikut tertidur pulas. Saat
Subuh tiba, tak ada satu pun rakyat ayam jantan yang berkokok. Padahal air
laut sudah surut. Bencana pun menimpa rakyat ikan tongkol. Rakyat ikan
tongkol kaget bukan kepalang. Ketika mereka bangun dari tidur, hari sudah
pagi dan daratan sudah kering. Mereka tidak dapat kembali lagi ke laut. Para
ikan tongkol pun segera berhamburan ke lubang-lubang karang yang berisi
air di sekitar pantai. Tapi, sebagian besar lagi terjebak di daratan dan tidak
bisa pergi ke mana-mana.

Pagi itu, seluruh penduduk pantai terkejut melihat banyak sekali ikan
tongkol yang menggelepar-gelepar kekeringan di sekitar pantai. Kemudian
para penduduk pantai beramai-ramai menangkap ikan tongkol itu.
Mengetahui kejadian itu, Kepala Suku Ikan Tongkol sangat marah kepada
ayam jantan yang tidak berkokok dan membangunkan mereka. Sejak saat itu,
ayam dan ikan tongkol bermusuhan. Para nelayan pun sejak saat itu dengan
mudah mendapatkan ikan tongkol jika umpannya adalah bulu ayam jantan.
Tanduk Si Anjing
(Bali)

Pada zaman dahulu ada seekor Anjing memiliki tanduk dan berekor
pendek. Sebaliknya, Kambing tak punya tanduk, namun ekornya panjang. Pada
waktu itu keduanya bersabahat karib. Ke mana Anjing pergi, Kambing pun
turut serta. Begitu pun sebaliknya. Mereka hidup berdua dengan rukun dan
damai. Namun sebenarnya, diam-diam Kambing iri dengan keindahan tanduk
Anjing. Sudah lama ia ingin memiliki tanduk seperti itu. Namun, apa daya, ia
tak tahu bagaimana cara memilikinya.

Suatu ketika, Kambing mendapatkan undangan untuk suatu pesta.


Maka, ia pun memohon pada Anjing untuk meminjamkan tanduk miliknya
padanya. Akhirnya, meski dengan berat hati, Anjing meminjamkan tanduknya
pada Kambing. Dengan gembira Kambing langsung mengenakannya di kepala.
Tanduk itu bertengger indah di kepala Kambing. Keesokan harinya, Anjing
hendak mengambil kembali tanduknya. Namun, Kambing tak mau
mengembalikan tanduk itu pada Anjing.

Melihat Anjing datang, Kambing cepat berlari menjauh. Terjadilah


kejar-mengejar. Anjing terus mengejar Kambing. Sampai akhirnya, kaki
Kambing mulai terasa lelah. Namun Anjing masih gigih terus berlari, ingin
mendapatkan tanduknya kembali. Lalu, tahu-tahu Anjing sudah berada dekat
di belakang Kambing. Karena geram, Anjing langsung menggigit ekor Kambing
sekuatnya. “Auuukhhh!!!” Si Kambing merintih kesakitan. Ekornya putus.
Karena ketakutan, ia berlari sekencang-kencangnya. Akhirnya, ia dapat
meloloskan diri dari kejaran Anjing. Sejak saat itu, tanduk milik Anjing itu
terus melekat pada Kambing. Dan Kambing pun tak pernah punya ekor
panjang. Sebaliknya, Anjing tak punya tanduk, namun ekornya panjang.
Rusa dan Sepuluh Siput Laut
(Maluku)

Dahulu kala hidup sekelompok rusa yang suka membanggakan


kemampuan larinya. Mereka senang menantang hewan lain lomba lari. Apabila
mereka dapat memenangkan lomba lari itu, mereka akan mengambil tempat
tinggal hewan yang sudah mereka kalahkan. Tak jauh dari mereka, tinggal
seekor siput laut bernama Kulomang yang cerdik dan sangat setia kawan.
Suatu hari, si Rusa menantang Kulomang untuk lomba lari dari Bukit Kesatu
sampai Bukit Kesebelas. Hadiahnya adalah tepi pantai tempat tinggal
Kulomang dan teman-temannya.

Si Rusa sudah pasti akan menang, karena Si Kulomang berjalan sangat


lambat. Pada hari perlombaan, si Kulomang sudah menyiapkan teman-
temannya. Sepuluh ekor siput laut dengan wajah dan tubuh mereka persis si
Kulomang. Setiap ekor siput itu disuruh menunggui bukit, mulai dari Bukit
Kedua hingga Bukit Kesebelas. Kulomang sendiri akan berada di Bukit
Kesatu, tempat dimulainya perlombaan. Ia juga menyuruh teman-teman
siputnya agar menjawab setiap pertanyaan si Rusa.

Saat pertandingan dimulai, si Rusa langsung berlari kencang


mendahului si Kulomang. Selang beberapa jam, ia sudah sampai di Bukit
Kedua. Nafasnya terengah-engah. Dalam hati ia yakin, bahwa si Kulomang
jauh tertinggal di belakang. Dengan sombongnya ia berteriak-teriak,
“Kulomang, sekarang kau ada di mana?” Teman si Kulomang yang disuruh
menunggui di Bukit Kedua pun menjawab, “Aku ada tepat di belakangmu.”
Betapa terkejutnya si Rusa, ia tidak menyangka si Kulomang bisa
mengejarnya. Ia tak tahu kalau siput laut itu temannya Kulomang.

Ia pun segera berlari kembali sekencangnya. Hal yang sama terjadi


berulang kali, hingga ke Bukit Kesepuluh. Setiap kali sampai di bukit, si Rusa
melihat Kulomang selalu sudah ada duluan di sana, sebelum dirinya datang.
Memasuki Bukit Kesebelas, si Rusa sudah kehabisan napas. Ia pun jatuh
tersungkur tak sadarkan diri.

Kenapa Si Puyu Berekor Pendek


(Nusa Tenggara Barat)

Di sebuah hutan, tinggal seekor Musang yang sangat licik. Hampir


semua binatang di hutan menjadi korban kelicikannya. Musang juga seekor
hewan yang sangat malas dan rakus. Musang selalu membuat onar dan menipu
para binatang untuk mendapatkan makanan yang banyak. Untuk itu ia tak
segan-segan menempuh segala cara. Ibu Ayam pun yang sedang mencari
makan bersama anak-anaknya pernah tertipu Si Musang. Sampai akhirnya
semua anak ayamnya habis dimakan musang. Alangkah sedihnya hati Ibu
Ayam. Ia lalu mengadu ke teman-temannya di hutan.

Ternyata hampir semua binatang pernah tertipu Si Musang. Mereka


lalu berkumpul mengatur cara untuk mengusir Musang dari hutan itu. Maka
dipanggillah si Burung Puyuh yang cerdik. Selain cerdik, Burung Puyuh juga
adalah musuh bebuyutan Si Musang. Kata Si Puyuh, ia akan menyebarkan
rahasia memalukan si Musang supaya si Musang marah padanya. Kemudian
setelah itu Si Puyuh akan pergi jauh dari hutan supaya Si Musang
mengejarnya keluar hutan. Cara Si Puyuh mengusir Musang dari hutan
berjalan dengan lancar.

Si Musang malu mendengar para binatang di hutan ramai


membicarakan rahasia memalukan dan menjelek-jelekkan dirinya. Akhirnya,
dengan marah si Musang mengejar Burung Puyuh ke luar hutan. Hutan pun
kini menjadi aman tanpa adanya si Musang. Di suatu hari, akhirnya Si Musang
berhasil menemukan Si Puyuh. Maka si Musang pun langsung mengejar Si
Puyuh. Untung karena cerdik, Si Puyuh berhasil meloloskan diri. Tapi Si
Musang masih sempat berhasil menangkap ekor Si Puyuh dari belakang
hingga ekornya terputus. Karena malu, Si Musang pun sejak itu tak berani
lagi kembali ke hutan itu. Dan konon dari sanalah asal mula burung puyuh
hingga kini tak mempunyai ekor seperti burung lainnya.
Berburu Hati Ikan Hiu
(Kalimantan)

Di tepi sebuah telaga, tinggal seekor tupai yang bersahabat dengan


seekor ikan gabus. Pada suatu hari, si Ikan Gabus jatuh sakit. Badannya
menjadi sangat lemah. Dengan setia, kemudian si Tupai menunggui temannya
itu. Karena sakit, si Ikan Gabus jadi tidak mau makan apa-apa. Ia baru mau
makan, bila dengan hati ikan hiu. Mengetahui keinginan si Ikan Gabus
tersebut, Si Tupai menjadi sangat bingung. Sulit sekali baginya memenuhi
permintaan sahabatnya itu. Ikan hiu adalah hewan yang sangat ganas dan
hanya hidup di lautan lepas. Namun, karena ia amat sayang pada Ikan Gabus,
akhirnya ia putuskan juga untuk mencari ikan hiu.

Maka si tupai pun melompat-lompat dari satu pohon ke pohon lainnya


hingga sampai ke sebuah pohon kelapa yang batangnya menjulur ke laut.
Dengan cekatan, si Tupai melubangi sebutir biji kelapa. Setelah air
kelapanya dibuang, ia pun masuk ke dalam buah kelapa itu. Dari dalam buah
kelapa itu, ia kemudian menggerogoti tangkai buah kelapa itu hingga terlepas
dari tangkainya dan tercebur ke laut lepas. Ombak laut itu sangat besar.
Sehingga dalam waktu tidak lama, buah kelapa itu sudah berada di tengah
laut lepas.

Tiba-tiba, datang seekor Ikan hiu besar. Dengan cepat, ia menelan


bulat-bulat biji kelapa tersebut. Setelah berada di dalam perut ikan hiu, si
Tupai lalu menggigiti hati ikan hiu. Uh, ikan hiu itu menggelepar-gelepar
kesakitan menuju pantai. Sampai di pantai, ikan hiu sudah kehabisan tenaga
dan akhirnya mati. Dengan senang hati, Si Tupai membawa hati ikan hiu itu
untuk diberikan kepada sahabatnya. Dengan seizin Tuhan, setelah memakan
hati ikan hiu itu. Beberapa hari kemudian, Si Ikan Gabus pun sembuh dari
sakitnya. Ia pun berjanji akan menolong si Tupai, kalau suatu saat nanti
temannya itu sakit atau perlu bantuan
Puteri Ikan
(Sumatera)

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang Petani Muda yatim piatu di pulau
Sumatera. Pada suatu hari, ia memancing seekor ikan yang sangat indah.
Warnanya kuning keemasan. Ketika dipegangnya, tiba-tiba ikan tersebut
berubah menjadi seorang Putri Jelita. Ternyata, Putri Jelita itu adalah
wanita yang dikutuk karena melanggar suatu larangan. Ia kemudian akan
berubah menjadi sejenis makhluk yang pertama kali menyentuhnya. Nah,
karena yang pertama kali menyentuhnya manusia yaitu seorang petani muda,
maka ia pun berubah menjadi manusia.

Petani Muda lalu meminta Putri Jelita untuk menjadi isterinya.


Lamaran tersebut diterima Putri Jelita dengan satu syarat, Petani Muda
tidak akan pernah menceritakan asal-usulnya yang berasal dari ikan pada
siapa pun. Petani Muda menyanggupi syarat tersebut. Setahun kemudian,
mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang mempunyai kebiasaan buruk.
Ia amat suka makan. Ia akan makan semua makanan yang ada.

Pada suatu hari, anak itu memakan semua makanan yang disediakan
untuk orang tuanya. Padahal Petani Muda dan istrinya belum sempat makan
makanan itu.Tapi si anak masih terus merengek-rengek minta makan. Petani
Muda menjadi sangat jengkel dan tak sengaja ia berseru, “Dasar anak
keturunan ikan!” Perkataan itu dengan sendirinya telah membuka rahasia
isterinya. Dengan demikian janji mereka telah dilanggar.

Setelah kejadian tersebut, tiba-tiba istri dan anaknya menghilang


tanpa jejak. Namun, di tanah bekas pijakan mereka menyemburlah mata air.
Lama-kelamaan air yang mengalir dari mata air tersebut makin besar. Dan
akhirnya menjadi sebuah danau yang sangat luas. Danau itu kini bernama
Danau Toba.

Anda mungkin juga menyukai