Anda di halaman 1dari 6

Aki Tirem dari Kampung Warakas

"ini sejarah.."
Ada Pembeli yang datang dari luar negeri, atau daerah lain di Nusantara
untuk menjemput priuk, dan ada juga dengan cara membawa priuk itu ke
tempat-tempat tuiuan di kota-kota di Nusantara dan di luar negeri melalui
pelayaran.

Priuk Yang diperdagangkan itu ditempatkan di tepi kali Tirem. Untuk


pengamanannya, Para pedagang tersebut memmpercayakannya kepada
seorang pangulu, atau kepala, kampung yang bernama Aki Tirem. la
tinggal bersama isteri dan seorang anaknya yang bernama Larasati di
sebuah kampung di Pinggir kali Tirem, yang kemudian hari dikenal
sebagai kampung Warakas. Warakas berasal dari bahasa Kawi yang
artinya sakti

Bajak sering merampok priuk Yang disimpan di tempat penyimpanannya di


tepi kali Tirem. Aki Tirem melakukan perlawanan terhadap kawanan
perampok itu seorang diri. Lama kelamaan Aki Tirem merasa bahwa
perlawanan seorang diri dengan kadang-kadang dibantu penduduk
kampung, tidak memadai. Karena bajak laut itu kadang-kaadang datang
dengan jumlah yang besar sekitar 100 orang.

Aki Tirem berpikir alangkah baiknya jika perdagangan priuk itu dilindungi
oleh sebuah kerajaan. Aki Tirem merasa bahwa dirinya tidak patut untuk
menjadi raja, maka jabatan sebagai raja dipercayakannya kepada
menantunya yang bernama Dewawarman. Dewawarman adalah seorang
berilmu yang berasal dari India. Ia menikahi puteri Aki Tirem, yaitu
Larasati. Maka pada tahun 130 berdirilah kerajaan pertama di Jawa.
Kerajaan yang didirikan Aki Tirem itu bernama Salakanagara. Salaka
dalam bahasa Kawi berarti perak.

Keberadaan kerajaan Aki Tirem itu disebut oleh sumber Tiongkok.


Disebutkan bahwa pada tahun 132 raja Ye Tiau bernama Tiao Pien
mengirim utusan ke Cina pada jaman dinasti Han. Ye Tiau ditafsirkan
Jawa, dan Tiau Pien adalah Dewawarman.

Sebelum berdirinva kerajaan Tarumanagara pada abad ke-4, kerajaan


Holotan telah berkali-kali mengirim utusan ke Cina. Prof. Slamet Mulyana
menafsirkan Holotan berasal dari kali Ciaruteun, Bogor, Padahal tidak
tertutup kemungkinan Holotan berasal dari olot, yaitu tua.

Pada tahun 160, seorang ahh geografi Yunani bernama Claudius


Ptolomeus menulis sebuah buku bernama Geographia. Dalam buku itu
disebutkan bahwa Iabadiou ada sebuah negeri yang subur, menghasilkan
banyak emas, dan mempunyai bandar niaga bernama Argyre yang
tempatnya di ujung barat negeri itu. lobadiou adalah Jawa. Sedangkan
Argyre adalah bahasa Yunani yang berarti perak.

Claudius Ptolomeus adalah seorang ahli geografi yang semula sering


berada di pelabuhan kota-kota Yunani untuk mendengarkan cerita pelaut-
pelaut yang baru kembali dari pelayaran. Ptolemeus tidak puas hanya
mendengar laporan pelaut di kota-kota pelabuhan Yunani. Ptolomeus ingin
sekali memperoleh cerita-cerita dari pelaut Arab yang kabarnya berlayar
sampai ke negeri yang jauh di bawah angin, atau khatulistiwa. Maka ia
mencari tempat tinggal baru di Iskandariah, Mesir. Laporan tentang
Iobadiou itu didengarnya dari pelaut Arab.

Mengapa Aki Tirem memilih Salakanagara sebagai nama kerajaannya,


besar kemungkinan hal itu berkaitan dengan sistem kepercayaan
penduduk waktu itu yang menganggap bahwa gunung menyimpan
kekuatan spiritual yang amat dahsyat. Sebuah gunung di dekat Leuwiliang,
dimana priuk dibuat, sering terlihat berwarna keperak-perakan bila sinar
matahari sedang memancar terang. Maka gunung itu diberi nama Gunung
Salak. Warna perak juga ditemui pada buah yang kulitnya berduri dan
berwarna coklat, dan jika dikupas daging buahnya berwarna keperakan.
Dan buah itu bernama salak.

Holotan bukan nama kerajaan. Holotan bukan nama yang dianggap resmi
bagi kerajaan bersangkutan. Holotan, yang berasal dari holot, itu hanya
menjelaskan bahwa kerajaan Salakanagara adalah kerajaan tua.

Dimanakah letak kerajaan Salakanagara itu? Dapatlah dipastikan bahwa


kerajaan Salakanagara tidak berada di pesisir pantai. Menjadi kebiasaan
orang jaman dulu di Jawa mendirikan kerajaan di pedalaman karena lebih
aman dari kemungkinan serangan musuh. Pesisir pantai tidaklah tepat
dijadikan pusat kerajaan, karena sewaktu-waktu musuh dapat saja datang
menyerbu dengan cara yang mudah.

Letak Salakanagara dapat saja di Condet (Ci-ondet). Tidak dapat


dipastikan apa arti ondet itu. Tetapi ada beberapa perkataan dalam
bahasa Betawi lama yang mempunyai suku kata awal on, misalnya oncor
dan onteng, keduanya berarti lentera, atau obor. Ondel-ondel adalah
boneka besar yang dulu dipergunakan sebagai alat kelengkapan ritual
sesudah musim memotong padi. Boleh jadi ondet adalah tanaman seperti
halnya onje. Juga ada onde-onde, nama kue, dan oncom

Condet memenuhi persyaratan sebagai pusat kerajaan. Karena letaknya


jauh dari pantai. Condet berada di tepi sungai. Dan di Condet terdapat
nama-nama tempat yang mempunyai makna bersejarah, seperti Bale
Kambang dan Batu Ampar. Bale Kambang adalah pesanggrahan raja-raja.
Batu Ampar adalah batu besar yang paling tidak berukuran 3 x 4 meter
yang permukaannya datar. Batu ampar, atau di Tangerang dinamakan
batu ceper, adalah tempat untuk meletakkan sesaji (sesajen, bahasa
Jawa).

Di Condet masih terdapat makam yang dikeramatkan penduduk yaitu,


antara lain, makam kramat Gerowak dan makam Ki Balung Tunggal. Ini
makam kuno. Pada makam kramat Gerowak terdapat pohon berduri, jenis
pohon kuno, yang disebut pohon gerowak (ejaan Klapa Dua ceruwak, RS),
dan batu berpahat di makam Ki Balung Tunggal adalah batu pahat berasal
dari jaman lampau.

Tidak diketahui dengan pasti siapa yang dimakamkan di kramat Gerowak.


Tetapi biasanya makam dengan pohon gerowak adalah makam resi.
Mengenai Ki Balung Tunggal, dapatlah dikatakan bahwa ini bukan nama
sebenarnya, kemungkinan besar ini sebuah julukan yang berarti orang
yang tetap melakukan perlawanan walau pun tulangnya tinggal sepotong.
Boleh jadi Ki Balung Tunggal adalah seorang pemimpin pasukan kerajaan
pada jaman Tanjung Kalapa.

Di samping itu dapatlah ditambahkan di sini bahwa bumi Condet amatlah


subur dengan tanaman salak.

Dari tinjauan arkhaelogis tidaklah dapat diragukan lagi bahwa Condet telah
dihuni orang sejak 3500 tahun yang lalu. Hal ini terbukti dari penggalian
yang dilakukan pada tahun 1970-an yang berhasil menemukan gigi gledek
atau kapak batu yang berasal dari jaman neolithicum, kurang lebih 3000-
4000 tahun lalu.

Penduduk Salakanagara bekerja menghasilkan beras. Pada jaman ini


persawahan telah dikenal, tentu bersifat tadah hujan. Besar kemungkinan
mereka masih berladang berpindah, mengingat dalam nama-nama tempat
(toponim) di Jakarta terdapat nama Cegres. Cegres berarti tanah tandus.
Srengseng, terdapat di Jakarta Barat dan Srengseng Sawah di Jakarta
Selatan. Srengseng berarti tanah yang tak dapat dicetak menjadi sawah.

Penduduk juga mencari ikan, baik ikan laut mau pun ikan sungai. Di
daerah Basmul, Jakarta Barat, terdapat nama tempat Pesalo. Pesalo
artinya penangkap ikan. Selain itu penduduk juga menanam hortikultura.

Mata pencaharian penduduk yang agraris itu ikut membentuk sistem


kepercayaannya. Meski pun raja-raja Salakanagara. beragama Hindu,
tetapi penduduk mempunyai kepercayaan agama “nenek moyang”.

Penduduk menjalankan ritualisme yang berkaitan dengan musim-musim


(tahapan) menanam padi. Bila tiba musim motong (panen) penduduk
menyambut dengan upacara menghormati Dewi Seri (Sri), yang dianggap
sebagai dewi pembawa kemakmuran. Tebu, sebagai tanaman yang
mennimbulkan kemakmuran ditebang; dan berikut daunnya diikat di tiang-
tiang rumah. Mereka juga mengarak ondel-ondel, boneka besar, yang
merupakan perlambang dari pembantu-pembantu Dewi Seri yang siap
menghalau setan-setan jahat yang akan mengganggu sawah ladang
mereka.

Para pesalo mengadakan ritualisme menyambut perginya musim barat.


Perkataan barat di sini bukan berarti arah mata angin, melainkan artinya
susah/sulit.Perkataan “berat” yang biasa diucapkan banyak orang
misalnya dalam kalimat, “Wah berat deh persoalannya”. Maka kata "berat"
di sini sebenamya mengacu pada"barat" yang artinya sulit dan bukan
"berat" dalam arti bobot.

Musim barat datang selama 4 bulan dalam setahun, dimana pesalo,


terutama yang di laut, sulit mencari nafkah. Penduduk bergembira bila
musim barat, dimana angin dan taufan datang silih berganti, telah berlalu.
Kegembiraan itu dinyatakan dengan melakukan upacara nyadran yaitu
menyembelih kerbau dimana kepalanya dihanyutkan ke laut.

Kesenian yang sudah berkembang di masa ini adalah Musik sampyong,


yaitu alat musik semacam gambang yang terbuat dari kayu yang dipotong
secara "kasar", kulitnya tidak dibuang. Potongan kayu dengan ukuran
berbeda itu diikatkan pada tali, kemudian untaian potongan kayu itu
diletakkan di atas dua batang bambu yang melintang.

Musik sampyong mengiringi tari uncul, dan permainan ujungan. Ujungan


adalah permainan dimana dua pasangan laki-laki saling memukul betis
lawannya dengan tongkat rotan sepanjang 80 cm.

Dapat dipastikan dari adanya permaian ujungan maka seni bela diri telah
dikenal. Bahkan Aki Tirem menurut naskah kuno Wangsakerta dikenal
sebagai ahli berkelahi. Aki Tirem sudah terbiasa melumpuhkan 50 bajak
laut.

Pada tahun 363 kerajaan Salakanagara berakhir. Raja terakhirnya adalah


Dewawarman VIII yang memerintah sejak 340. Putera Dewawarman VIII,
yaitu Dewawarman IX menjadi raja "kerajaan bawahan" Tarumanagara.

Kerajaan Salakanagara eksis selama 233 tahun, kerajaan ini dipimpin


pertama kali oleh tokoh asal India, Dewawarman I. Dewawarman II adalah
putera hasil perkawinan Dewawarman I dengan Larasati binti Aki Tirem.
Jadi pada diri Dewawarman II mengalir darah campuran, dan begitu pula
seterusnya sampai dengan Dewawarman VIII. Maka warna asli kerajaan
ini makin lama makin kuat. Karena itu Salakanagara tidak pernah
berperang untuk menaklukkan kekuatan mana pun.

Anda mungkin juga menyukai