Anda di halaman 1dari 2

ASAL-USUL DESA MIJEN

Mijen berasal dari kata Miji yaitu istilah dari petugas yang hanya seorang untuk menghimpun keadaankeadaan masyarakat setempat maupun pendatang dari luar negeri maupun luar daerah.Petugas di negara yang hanya seorang itu,diangkat pada zaman mataram hindu yang berpusat di8 Yogyakarta,hubungannya dengan muria dengan Raja Kalingga. Jadi mijen itu tempatnya diantara kerajaan Kalingga dan Mataram Hindu.Petugas Ijen yang diangkat dari mataram yang disebut sekarang dengan Intel,yang merupakan polisi yang pekerjaannya menyelidiki kejadiankejadian yang melanggar negara. Apa sebabnya diMijen diberi petugas Intel atau Ijen,soalnya Mijen itu dekat dengan bandara besar,bandaranya sekarang yang menjadi desa Bandaran.Dari bandara itu,orang-orang dari luar negeri ada dari India,Kamboja,Tiongkok (Cina).Kebanyakan orang-orang menetap sampai sekarang disekitar Bandaran adalah orang-orang Cina.Cina datang ke Bandaran dengan membawa alat-alat kebudayaan yang ada hubungannya dengan agama yaitu agama Kon Fut Syu (Kong Hucu). Sampai sekarang alat-alat itu masih ada disimpan didalam kelenteng (tempat ibadah umat kong hucu) kelenteng diwelahan itu,termasuk kelenteng yang tertua di pulau jawa. Desa Mijen ada 3 pendukuhan yaitu: 1.Mijen kerajaan (tempat raja). 2.Dukuh Gedangan. Dukuh Gedangan berasal dari kata Gedang yang tumbuh karena terbawa oleh arus sungai serang.Gedangan terpecah menjadi 2:ikut Mijen,dan Welahan.Bandaran ikut kelurahan Pecuk. 3.Dukuh Bengkal.

Pda zaman Demak Bintoro para pembntu pemerintahan dan penyiar agama disebut Wali.Para wali yang jumlahnya ada 10.Tiap jumatan berkumpul di masjid Agung Demak yang pada waktu itu dipegang oleh Sultan Fattah. Termasuk Sunan Kudus kalau jumatan berangkat dari kudus ke Demak dengan naik perahu (nambangi)tukang tambang pada waktu itu bernama mbah norman, kalau nambangi lingkupnya luas dari kudus ke demak, dari bandaran ke dempet wilayah demak yang dilewati mbah norman masih berwujud rawa-rawa. suatu ketika setelah jumatan kanjeng sunan kudus belum juga sampai beberapa hari,istrinya yang bernama mlati norowito menjemput sunan kudus ke demak dengan naik perahunya mbah norman juga. karena mbah norman kasihan kepada istri wali maka naik turun dari perahu digendong. masih diberi uang untuk kebutuhan dalam perjalanan . mendengar cerita dari melati norowito sunan kudus malah menjadi cemburu mbah norman dibunuh mayatnya terapung- apung sampai didesa bengkal. mayat mbah norman diketahui oleh orang dari kedung waru yang sedang mencari kerbaunya dirawa rawa sebanyak satu amet (40 kerbau).orang dari kedung waru namanya Tompel dan sogle, kemudian nadar apabila nanti kerbaunya sudah ditemukan ,mayat mbah norman akan diruwat (dikubur)setelah kerbaunya ketemumbah norman dikubur di pemakaman yang sampai sekang masih ada yaitu pemakaman dukuh bengkal.makam mbah norman terkenal dengan kyai nambangan. mbah norman asli dari jleper (mantan lurah) harta benda mbah norman ditanam didalam desa bengkal dengan diberi tanda batang bambu kuning sekarang sudah dirombak karena disitu didirikan masjid. orang-orang yang melewati bambu kuning (pring gading)terutama orang-orang luar begkal menjadi bingung kata orang-orang dulu namanya kesandung oyot mimang. didesa bengkal ada rawa kecil yang namanya mintorogo, menurut cerita wayang mintorogo ada tempatnya bertapa begawan mintorogo. orang-orang yang menempati tanah mintorogo/ yang mempersoalkan tanah mintorogo untuk dimiliki biasanya membawa korban.

ASAL-USUL DESA PRAMBATAN


PADA sebuah siang yang tidak terlalu terik, beberapa lelaki bertelanjang dada terlihat sibuk dengan aktivitas mereka nithiki (memecah atau membelah hingga menjadi butiran yang lebih kecil) batu di tepian Sungai Gelis. Di tempat aktivitas memecah batu tersebut, sekitar tiga kilometer dari pusat Kota Kudus, tepatnya di Desa Panjang, Kecamatan Bae, yang sudah berlangsung beberapa rentang dasawarsa itulah, nama dukuh tersebut berasal. ''Nama Dukuh Nggithikan, memang diperkirakan berasal dari aktivitas nithikitersebut,'' kata Kasi Kebahasaan, Kesenian, dan Nilai Tradisional (KKNT) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kudus, Giyono, yang bersama timnya mengadakan penelusuran tentang asal-usul sejumlah desa di Kota Kretek. Nama Nggithikan, kata dia, menurut legenda yang disarikan oleh beberapa tetua di daerah tersebut, berhubugan dengan pembangunan pintu air di Kedung Gupit, yang masih berada di wilayah Dukuh Panjang. Untuk memenuhi material bangunan tersebut, pemerintah kolonial Belanda waktu itu memobilisasi warga di sekitar lokasi proyek untuk nithiki batu-batu besar yang ada di tempat itu. Tidak kalah uniknya dengan asal nama dukuh sentra batu kris (batu material berukuran kecil) tersebut, kisah desa bernama Prambatan. Desa yang terletak di Kecamatan Kaliwungu tersebut, lagi-lagi menurut legenda yang turun

temurun melalui gethok tular dari generasi terdahulu ke generasi penerusnya yang lebih muda, berkait dengan kisah Ratu Kalinyamat, istri Pangeran Hadirin yang tewas di tangan Haryo Penangsang. Kepada penguasa saat itu, yakni Sunan Kudus, ia bermaksud menuntut balas atas kematian suaminya. Namun ternyata, sang Sunan menolak upaya tersebut. Ratu Kalinyamat pun akhirnya kembali ke Jepara, tempat asalnya, diiringi pengikutnya dengan tertatih-tatih (merambat-rambat) karena sedih tuntutannya untuk membalas kematian suaminya tidak disetujui. Maka, pengikutnya pun mengamati perilaku Sang Ratu, dan akhirnya menamakan daerah tersebut dengan Desa Prambatan.

KALIWUNGU
kaliwungu yang konon katanya dulu kaliyamat yang disabit dengan parang, tubuhnya berlumur darah dan dia sembunyi sekalian membersihkan darah dan kali tersebut berubah menjadi wungu.

ASAL-USUL PANGERAN DAN RATU KALINYAMAT


Nama asli Ratu Kalinyamat adalah Retna Kencana, puteri Sultan Trenggono, raja Demak (1521-1546). Pada usia remaja ia dinikahkan dengan Pangeran Kalinyamat. Pangeran Kalinyamat berasal dari luar Jawa. Terdapat berbagai versi tentang asal-usulnya. Masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang, seorang saudagar Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut. Ia terdampar di pantai Jepara, dan kemudian berguru pada Sunan Kudus. Versi lain mengatakan, Win-tang berasal dari Aceh. Nama aslinya adalah Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Aceh(1514-1528). Toyib berkelana ke Tiongkok dan menjadi anak angkat seorang menteri bernama Tjie Hwio Gwan. Nama Win-tang adalah ejaan Jawa untuk Tjie Bin Thang, yaitu nama baru Toyib. Win-tang dan ayah angkatnya kemudian pindah ke Jawa. Di sana Win-tang mendirikan desa Kalinyamat yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Kalinyamatan, sehingga ia pun dikenal dengan nama Pangeran Kalinyamat. Ia berhasil menikahi Retna Kencana putri bupati Jepara, sehingga istrinya itu kemudian dijuluki Ratu Kalinyamat. Sejak itu, Pangeran Kalinyamat menjadi anggota keluarga Kerajaan Demak dan memperoleh gelar Pangeran Hadiri. Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Jepara. Tjie Hwio Gwan, sang ayah angkat, dijadikan patih bergelar Sungging Badar Duwung, yang juga mengajarkan seni ukir pada penduduk Jepara.

KEMATIAN PANGERAN KALINYAMAT


Pada tahun 1549 Sunan Prawata raja keempat Demak mati dibunuh utusan Arya Penangsang, sepupunya yang menjadi bupati Jipang. Ratu Kalinyamat menemukan keris Kyai Betok milik Sunan Kudus menancap pada mayat kakaknya itu. Maka, Pangeran dan Ratu Kalinyamat pun berangkat ke Kudus minta penjelasan. Sunan Kudus adalah pendukung Arya Penangsang dalam konflik perebutan takhta sepeninggal raja Trenggana (1546). Ratu Kalinyamat datang menuntut keadilan atas kematian kakaknya. Sunan Kudus menjelaskan semasa muda Sunan Prawata pernah membunuh Pangeran Sekar Seda Lepen ayah Arya Penangsang, jadi wajar kalau ia sekarang mendapat balasan setimpal. Ratu Kalinyamat kecewa atas sikap Sunan Kudus. Ia dan suaminya memilih pulang ke Jepara. Di tengah jalan, mereka dikeroyok anak buah Arya Penangsang. Pangeran Kalinyamat tewas. Konon, ia sempat merambat di tanah dengan sisa-sisa tenaga, sehingga oleh penduduk sekitar, daerah tempat meninggalnya Pangeran Kalinyamat disebut desa Prambatan. Menurut cerita. Selanjutnya dengan membawa jenazah Pangeran Kalinyamat, Ratu Kalinyamat meneruskan perjalanan sampai pada sebuah sungai dan darah yang berasal dari jenazah Pangeran Kalinyamat menjadikan air sungai berwarna ungu, dan kemudian dikenal daerah tersebut dengan nama Kaliwungu. Semakin ke barat, dan dalam kondisi lelah, kemudia melewatiPringtulis. Dan karena selahnya dengan berjalan sempoyongan (moyangmoyong) di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Mayong. Sesampainya di Purwogondo, disebut demikian karena di tempat inilah awal keluarnya bau dari jenazah yang dibawa Ratu Kalinyamat, dan kemudia melewati Pecangaan dan sampai di Mantingan.

Anda mungkin juga menyukai