Anda di halaman 1dari 5

ASAL MUASAL PENDUDUK DUSUN PETALING (EMPAT RUMPUN UTAMA)

Tulisan ini merupakan salinan dari buku yang di tulis oleh Drs. H. Ismail Habibun A.Tetap Bin Habibun
dengan Judul ” PETALING DUSUNKU DALAM INGATAN ; Analisis Antropologi Budaya dan Sosio-
Ekonomi Demografi”

A. Generasi pendatang permulaan diperkirakan zaman permulaan agama Islam masuk ke Sumatera
Selatan atau malahan sebelum itu, telah ada cikal bakal dusun petaling. sayangnya sisa-sisa
peninggalan masa itu hampir tidak ada sama sekali, yang tersisa hanyalah disekitar dusun ini ada
beberapa kumpulan kuburan tua dan rumah-rumah lama (rumah bari) itu tinggal beberapa bua saja
lagi.

bekas peninggalan yang paling tua adalah yang di sebut buyut candi berupa makam tua terletak dekat
muara sungai Batanghari leko. tepatnya kalau kearah hilir berada ditikungan sungai musi, sebelum
masuk ke muara sungai Batanghari leko

menurut cerita inilah batas daerah pedalaman kerajaan Sriwijaya yang menganut agama Hindu.
penduduk Dusun kecil ini adalah para prajurit kerajaan beserta keluarganya, cara turun menurun
menetap di sini.

sampai pada permulaan agama Islam masuk ke daerah ini mereka semuanya menghilang entah pergi
kemana diantaranya mungkin ada sebagian kecil berbaur dengan pendatang yang menetap di
seberang dusun Petaling sekarang yaitu daerah pinggiran muara sungai pengumbak. daerah ini
dikenal dengan nama buyut Kemang dan disini yang ada hanyalah makam-makam tua yang kemudian
menjadi tempat makam penduduk Dusun Petaling sampai sekarang. makam tua di sini
memperlihatkan tanda-tanda bahwa mereka sudah memeluk agama Islam dan makam buyut Kemang
sendiri ada disini. sayangnya makam ini tidak terpelihara sebagaimana mestinya karena di makam
yang nampak hanyalah hutan semak belukar.

seperti telah diungkapkan sebelumnya, bahwa kira-kira 2 km ke arah hulu dari dusun Petaling
terdapat pula sisa-sisa makam tua yang dikenal penduduk dengan nama buyut sentano. dapat dilihat
formasi pemakaman di sini menggambarkan struktur kedudukan mereka masing-masing di
kerajaannya. makam yang terletak paling depan kalau memasuki daerah ini dari tepi sungai ada
tempat berlabuh adalah orang yang dikenal dengan nama tuan bujang. beliau adalah pengawal raja
(buyut)sekaligus kepala keamanan negara dan panglima perang di masa itu dan kabarnya beliau tidak
pernah menikah.

sesudah itu ada sekelompok pemakaman lagi tersusun rapi adalah kuburan dari para petugas negara
atau pembantu buyut dalam menjalankan pemerintahan negeri itu untuk mengurus kepentingan
rakyat banyak. setelah kelompok pemakaman ini barulah ada tiga kuburan tua berikutnya yaitu buyut
santano, istrinya dan anak perempuannya.konon kabarnya anak perempuan satu-satunya meninggal
sebelum menikah.selain itu tidak ada lagi bekas bekas kuburan lainnya mungkin sudah lenyap
nisannya dimakan zaman atau hilang karena ada tangan-tangan yang jahil.ada cerita lain yang
mengisahkan bahwa wujud santano ini juga berasal dari Palembang yang memisahkan dari
rombongan mereka yang mengungsi ke daerah pedalaman karena kerajaan mereka ditaklukan oleh
pendatang baru ke Palembang.

sedangkan buyut kembang berasal dari rombongan sebagian penguasa kesultanan Palembang yang
setelah dikuasai orang Belanda juga mengungsi ke pedalaman. mereka ada para petinggi kesultanan
yang tidak mau takluk kepada para penguasa baru yang bekerjasama dengan Belanda ada setelah
Sultan Mahmud Badaruddin II, dibuang ke Makassar mereka menyingkir ke pedalaman. sisa-sisa
peninggalan mereka berupa kompleks pekuburan masih ada di rimba semiluan (dibelakang dusun
paldas). di sana ada kuburan Raden kelik ya itu adik Sultan Mahmud Badaruddin II dan sebagai
panglima kesultanan Palembang pada waktu itu, buyut Kemang sendiri adalah seorang ulama Islam
yang memisahkan diri dari rombongan Raden kelik, kemudian menetap di daerah muara sungai
pengumbak di seberang dusun Petaling sekarang dan makamnya masih ada di sana.selain itu tidak
banyak lagi di ketahui tentang cerita beliau, di sana juga ada beberapa kuburan tua lainnya yang tidak
dikenal.

B. Empat rumpun utama generasi pertama

para pendatang berikutnya tidak pernah diketahui mana yang lebih dulu bermukim di Dusun
Petaling.mereka datang dari tempat yang jauh dan sebagai pengembara seorang diri atau ada juga
yang datang bersama anak dan istrinya yang kemudian menetap di daerah ini.

1. Rumpun Pertama Penduduk Dusun Petaling-puyang Oemar dari karang dapo, Rawas

Menurut riwayat yang penulis dengar cerita dari haji Harun ar-rasyid (Wak haji Harun kakak dari
ibunda ha’imah). puyang Oemar adalah anak laki-laki pertama dari pesirah karang dapo
Rawas.sebagai anak pejabat di masa pemerintah Belanda termasuk kelas tertinggi di desanya.
Kemewahan hidup anak pesirah telah memanjakan beliau, sehingga kehidupan remaja nya penuh
kemewahan membuatnya lupa dengan masa depannya. kerjanya setiap hari menyabung ayam,
bermain dadu dan berfoya-foya saja.

Pendek cerita, ketika sampai saat pergantian pesirah beliau tidak diangkat untuk menggantikan
ayahnya, justru adiknya yang diangkat pemerintah kolonial Belanda menjadi pesirah menggantikan
ayah mereka. Oemar kecewa dan berkecil hati lalu diam-diam dia memutuskan untuk pergi
meninggalkan karang Depo. beliau pergi merantau (tandang bejalan), menurutkan kata hatinya,
kemana kaki mau melangkah. setelah bertahun-tahun menuruti kata hatinya dari satu desa ke desa
lain di daerah pedalaman Musi Rawas, akhirnya secara tidak sengaja beliau telah memasuki daerah
Musi Banyuasin, terus ke arah hilir mengikuti arus sungai Musi dan telah sekian banyak desa yang
disinggahi akhirnya beliau singgah atau menetap di tebing Dusun Petaling.

menurut kisahnya perjalanan bertahun-tahun dalam pengembaraannya beliau belum beristri. untuk
keperluan hidupnya terutama makan diperoleh dari belas kasihan orang-orang Dusun yang pernah
disinggahinya karena bekal yang beliau bawa hanya seperangkat dadu kuncang, sebuah gergaji untuk
memotong atau menggesek kayu untuk membuat papan dan seekor ayam jantan (ayam sabungan).

Di dusun dusun yang disinggahinya ada orang mengupahnya untuk memotong kayu atau menggesek
papan dan beliau mendapatkan upah ala kadarnya. dalam kesempatan lain kalau ada orang-orang
yang menyambung ayam beliau ikut taruhan juga sekedarnya. di dusun dusun ada hari kalangan
biasanya banyak orang yang iseng-iseng menunggu hari siang dengan bermain dadu kuncang. dari
pekerjaan pekerjaan itulah beliau menyambung hidup dari hari ke hari dalam perantauannya.

di Dusun Petaling pekerjaan-pekerjaan biasa semacam itulah yang beliau lakukan sampai suatu saat
ketika menemukan jodoh di Dusun ini dan semenjak menikah itu beliau tidak pergi lagi meninggalkan
Dusun seperti masa lajangnya. beliau membuka ladang seperti orang dusun lainnya untuk menghidupi
anak dan istrinya ia juga menangkap ikan sebagai penghasilan tambahan atau dikonsumsi bersama
keluarganya karena di sungai Batanghari Leko banyak terdapat jenis jenis ikan sungai dan mudah
menangkapnya.

sayangnya nama dari istri puyang Omar ini tidak ada yang ingat.konon dari pernikahan itu beliau
memperoleh 4 orang anak yang terdiri dari 2 orang anak laki-laki dan dua orang lagi perempuan. anak
laki-laki yang tertua bernama Makosim (Muhammad kosim) dan yang kedua bernama Bakarusin,
sedangkan kedua anak perempuan nya tidak ada lagi yang mampu mengingatnya.

Makosim sendiri kemudian diangkat menjadi punggawa (nama jabatan perangkat desa di zaman itu).
beliau juga telah menunaikan ibadah haji ( orang Petaling yang kedua pergi haji yang pertama adalah
H. Badarudin anak Depati Engguh)

H.Makosim memiliki 3 orang anak yaitu H.A. Rahim, H. Djemahir dan satu anak perempuan bernama
Rida yang menikah dengan Senen (di juluki “Senen Punggur”, karena beliau ini mengidap penyakit
ayan).

Bakarusin menikah dengan Tino atau nenek Dagok (anak dari Nalijah/cucuh dari Depati Engguh). anak
beliau ini ialah H. Mesir, Jemat dan lain lain. anak puyang Oemar yang ketiga juga semua sudah tidak
ada lagi yang ingat namanya, mempunyai 5 orang anak yaitu 4 orang laki-laki dan 1 orang
perempuan.anak yang keempat perempuan juga sama sekali tidak ada lagi yang ingat siapa namanya
dan siapa pula keturunannya.

anak-anak dari anak perempuan puyang Oemar yang ketiga adalah Majudin, Rajudin, Rahidin,
Madjidin, dan Rohimoun. generasi kedua dan seterusnya dari mereka ini akan dibicarakan dalam bab
berikutnya.
2. Rumpun kedua penduduk Dusun Petaling-Puyang Depati Engguh dari Kartomulyo

Konon kabarnya Engguh anak pertama dari pangeran Bakri dari Kartomulyo, beliau tidak mau
bekerjasama dengan pemerintah Belanda yang pada waktu itu sudah menguasai kesultanan
Palembang.semangat nasionalismenya membawa beliau pergi meninggalkan Dusun tempat
kelahirannya untuk mencari kebebasan beliau tandang berjalan masuk hutan keluar hutan ke arah
hulu sungai Musi dan akhirnya sampai di daerah yang cukup terpencil yang dianggapnya aman yaitu
Dusun Petaling sekarang ini yang terletak di pinggir sungai Batanghari Leko.

waktu itu sebenarnya belum berupa dusun,karena penduduknya sedikit dan kebanyakan mereka
masih tinggal di ladang dan hanya sekali-sekali saja pulang ke dusun.

adik beliau di kartomulyo yang bernama lanting kemudian diangkat Belanda menjadi Depati lanting
menggantikan ayahnya pangeran Bakrie.kabarnya keturunan pangeran Bakrie dari kartomulyo ini
tersebar ada yang menetap di sungsang di Dusun Lebong, Paldas, Rantau Bayur, Air Hitam, dan dusun-
dusun di sekitar pendopo antara lain Dusun Tanah Abang Pendopo.

kembali kepada pengembaraan Engguh di Dusun Petaling beliau menikah dan beliau memiliki 4 orang
anak yaitu yang laki-laki tua bernama rabudin yang kemudian dikenal dengan nama Kerio Kabudin.
adik dari Rabudin adalah Nalijah, kemudian anak laki-laki yang kedua bernama Badaruddin, adalah
orang Petaling yang pertama menunaikan ibadah haji.

sedangkan yang keempat bernama Sarjunda, yang menikah dengan orang dusun danau cala. anak
dari Badarudin kemudian diangkat pemerintah Belanda menjadi Depati yang dikenal nama dengan
nama Depati rama jalip berkedudukan di Dusun epil sayangnya penulis tidak menemukan di mana
makam Depati Engguh ini. menurut cerita, pemakaman beliau ada di bawah asam Kuang. dalam bab
berikutnya dicoba pula menelusuri nama-nama generasi berikutnya dari keturunan Depati engguh
yang secara turun menurun menjadi sebagian besar dari penduduk dusun Petaling.

3. Rumpun ketiga penduduk Dusun Petaling- Puyang Sidjah atau Dikenal dengan Nama Puyang Sidjah
Lanang dan Puyang Sidjah Betina.

Ada beberapa nama (gelar) dari puyang ini yaitu “Tuanku Rambut Nan Panjang atau Tuan Panglima
Rambut Kepang Lima”. karena rambutnya panjang sampai ke lutut dan selalu dikepang lima. menurut
cerita beliau adalah panglima (hulu balang). dari kerajaan Pagaruyung (minangkabau).setelah pasukan
Padri dikalahkan Belanda dalam perang Padri beliau tidak mau menyerah dan lari ke dalam hutan
entah berapa lama pengembaraan ini akhirnya beliau sampai ke dusun danau cala dan menikah
dengan perempuan yang bernama Sidjah. tetapi kemudian beliau pindah bersembunyi ke dusun
Petaling yang cukup terpencil dibanding Dusun danau cala yang terletak di pinggir sungai Musi.
menurut cerita beliau punya anak lima orang. empat laki-laki yaitu Sariakip ya itu juga dikenal dengan
nama gede itam, yang kedua Sarianom atau puyang Moy, Sariajib dan Siarip,sedang satu orang lagi
perempuan bernama Sabeha, menikah dengan Masarakip. dapat dilihat dari silsilah keturunan nenek
Sarminah orang tua dari ayahanda Habibun, sedangkan Gede Haji Abu Tetap keturunan dari puyang
Oemar (dari Rawas).
generasi berikutnya dari ouyang Sidjah ini akan dicoba mengungkapkanannya pada bab berikutnya.

4. Rumpun keempat penduduk dusun petaling- Puyang Sayid Marin ( Dari Persia/Iran)

Menurut cerita yang pertama datang dari Iran adalah Sayid Muhammad yang menetap di Palembang.
dengan demikian silsilahnya adalah Sayid Marin bin Sayid Beko bin Sayid Diq bin Sayid Muhammad.
mula-mula mereka ini tinggal di Dusun Rantau Bayur, entah apa sebabnya kemudian Sayid Marin
pindah dan menetap di Dusun Petaling. Sayid Marin hanya memiliki dua orang anak laki-laki yaitu H.
Sayid Diman yang menikah dengan Naijah (Puyang Munang) anak penghulu dari Dusun Ngunang. anak
yang kedua adalah Sayid Madin menikah dengan Fariah dari Dusun Rantau Bayur.

generasi keduanya adalah anak-anak dari sayid Diman yaitu haji Rohim (Khotib Nunut) dan Haji
Mahidin yang menikah dengan Masojah ( anak Kerio Kebudin). kemudian juga menjadi khotib
menggantikan kakaknya khotib Nunut.

Sedangkan Sayid Madin anak anaknya adalah Cilik Anom, Saleh Anum, Cinte dan satu lagi tidak di
ketahui namanya adalah orang tua dari Haji Basri dan Hapipi. Generasi berikutnya adalah anak-anak
dari Cilik Anom yaitu Kerio Jalil orang tua dari M.Aki (Geger) A. Nag Cik orang tua dari Zakaria, Setiri,
Sarlimon, Hatma, dan Ayuci.

Soleh Anom anaknya adalah Salifah yang menikah dengan Rama Salil anaknya antara lain adalah
Majasan dan Muslimin. Sedangkan Cinte anaknya adalah Mad Nur, Nawas, Yakkub dan lain-lain.
sampai disini dulu, generasi berikutnya akan di bahas di bab ” Pernikahan antar generasi penerus”

Penulis sampaikan permohonan maaf kepada puyang-puyang dan keturunannya yang disebut nama-
namanya dalam tulisan ini, karena ada kemungkinan kesalahan yang tidak di sengaja atau penulis
tidak mengetahui nama-nama beliau itu sebenarnya.

Anda mungkin juga menyukai