Anda di halaman 1dari 5

SUKU TIDUNG

DI SUSUN OLEH :
NAMA : Mita Mardia
KELAS : VII -A

SMP NEGERI 1 CIKONENG


2020
SEJARAH DAN ASAL USUL SUKU TIDUNG

Suku Tidung Merupakan suku yang tanah asalnya berada di bagian utara kalimantan timur.
Suku ini juga merupakan anak negeri di Sabah, jadi merupakan suku bangsa yang terdapat
di indonesia maupun malaysia (negeri Sabah). Suku Tidung semula memiliki kerajaan yang
disebut Kerajaan Tidung. Tetapi akhirnya punah karena adanya politik adu domba oleh
pihak Belanda.

Bahasa Tidung

Bahasa Tidung dialek Tarakan merupakan bahasa Tidung yang pertengahan karena
dipahami oleh semua warga suku Tidung. Beberapa kata bahasa Tidung masih memiliki
kesamaan dengan bahasa Kalimantan lainnya. Kemungkinan suku Tidung masih berkerabat
dengan suku Dayak rumpun Murut (suku-suku Dayak yang ada di Sabah). Karena suku
Tidung beragama Islam dan mengembangkan kerajaan Islam sehingga tidak dianggap
sebagai suku Dayak, tetapi dikategorikan suku yang berbudaya Melayu (hukum adat
Melayu) seperti suku Banjar, suku Kutai, dan suku Pasir.

1.ASAL USUL ORANG TIDUNG

Banyak sejarah dan asal usul orang Tidung akan tetapi yang saya yakini hanya ini. Bahwa
dahulunya terdapat kerjaan Dayak kuno yang di mana raja kerajaan tersebut memiliki 2
orang Putra, agar tidak terjadi perang saudara ,raja membagi kerajaannya menjadi 2.sang
kk di wilayah timur dan sang adik di wilayah utara.

pada suatu ketika sangat kk mengadakan sebuah pesta yang membuatnya kekurangan
bahan makanan, sehingga sang kk mencoba meminta persediaan makanan kepada sang
adik, akan tetapi si adik berbohong kepada sang kk bahwasanya dia sudah tidak memiliki
persedian makanan lagi, sang kk pun mengerti dan kembali ke kerajaannya saat di
perjalanan pulang, sang kk mendengar suara perternakan babi si adik. Sehingga tercetus
sebuah perang saudara.

Setelah beberapa lama berperang si adik tadi meminta maaf kepada sang kk dan
mengajukan jalan damai. Itikad baik sang adik di Terima sang kk, lalu si adik bersumpah
kepada sang kk bahwasanya dia tidak akan pernah makan babi lgi dan dia memeluk agama
Islam singkat cerita akhirnya sang adik tadi mencampurkan kebudayaan Dayak dan Melayu
sehingga terjadilah suku Tidung yang berbudaya melayu.
2.LEGENDA DATUK 4 MATI TANAH TIDUNG

Dalam suatu legenda konon pada jaman dahulu salah seorang putera dari Sultan Sulu
bernama Datu Jamalulkarim berlayar bersama beberapa orang menuju ke Pulau Kalimantan,
setelah sampai di pinggir pantai Kalimantan di kawasan Semporna mereka masuk ke
kawasan sungai Pegagu. Kemudian mereka sepakat untuk menetap di area itu dan
menamakannya Bukit Tengkorak.

Dalam legenda ini, Datu Jamalulkarim menikahi Putri Sunting dari Kayangan dan mereka
dikaruniai 3 orang putra dan seorang putri. Putra yang bernama Datu Empat Mata, yang
kedua Mantali Gumban, yang ketiga Mantali Amas dan yang putri bernama Dayang Dandani.
Setelah Datu Jamalulkarim meninggal maka Datu Empat Matalah yang menjadi
penggantinya dalam buku Tijilik Riwut justru Mantali Gumban atau Manterie Gumbang lah
yang menjadi penggantinya.

Konon Datu Empat Mata atau dalam buku Tjilik Riwut disebut Mantarie Gumbang ini sangat
kejam ia menguasai Tidung, Solok, Bulungan dan Kutai dalam legenda lain dikatakan ia
hanya menguasai Sungai Pegagu. Konon raja ini memiliki empat buah mata kalau ia tidur
dua matanya senantiasa terbuka. Suatu ketika daerah Pegagu mengalami bencana
kekeringan yang panjang sehingga mengakibatkan bencana kelaparan di negeri itu. Ketika
itu adiknya Mantali Amas pergi ke tanah Sulu untuk mendapat bahan makanan, sementara
Datu Empat Mata ini membakar adik perempuannya Dayang Dandani hidup-hidup. Karena
mempercayai bahwa adiknyalah yang membawa kesialan.

Melihat hal itu maka muncul keinginan rakyatnya untuk membunuh Datu Empat Mata ini,
apalagi setelah cerita ini diketahui sodaranya Mantali Amas sehingga sodaranya pun
berencana untuk membunuh Datu Mata Empat. Masyarakat Pegagu mengajak seorang
Sultan untuk membantu membunuh Datu Mata Empat ini. Kemudian Sultan ini
memerintahkan masyarakat Pegagu untuk membuat sebuah peti mati berukuran 4 x 2 x 2
Depa (1 depa sama dengan ukuran tombak – kurang lebih 3 meteran). Ketika peti mati ini
dilihat oleh Datu Mata Empat, bertanyalah ia kepada sodaranya Mantali Gumban “Siapa
yang meninggal?” maka Mantali Gumban menjawab “Tidak ada seorangpun yang meninggal
dunia, ini hanya sebagai persediaan bilamana diantara keluarga ada yang wafat” . Maka
Datu Mata Empat hendak mencoba peti mati tersebut, kemudian peti mati itu ditutup dan
dipaku oleh sodaranya Mantali Gumban, kemudai Datu Mata Empat memanggil-manggil dari
dalam peti, tetapi sia-sia sebab tidak ada yang menyahutnya. Menyadari ia telah ditipu, Datu
Mata Empat mengamuk didalam peti tadi sampai tanah disitu turut tergoyang sehingga
membuat runtuhnya beberapa rumah di sekelilingnya. Setelah tiga hari mangkatlah beliau,
tetapi karena hebatnya goyangan tadi peti mati itu jatuh ke dalam sungai dan terhanyut.
Sebelum mati Datu Mata Empat sempat bersumpah bahwa tidak aka nada raja lagi setelah
kematiannya. Peti mati itu kemudian hanyut dan terdampar disebuah gosong dan menjadi
sebuah pulau yang disebut Pulau Lunung atau Pulau Silungun yang terdapat di Semporna.
Setelah kematiannya terjadilah percekcokan diantara sodara-sodaranya untuk merebut
tampuk kekuasaan. Akibat dari percekcokan ini terbentuklah beberapa kesultanan sendiri-
sendiri. Beberapa menguasai daerah Solok, Bulungan, sebagian Bulungan dan Kutai,
beberapa dibawah kekuasaan Sultan Bulungan.

Dalam versi lain datuk 4 mato lagi adalah putra kedua raja Jamalul karim yang memiliki ilmu
kesetiaan sanggar tinggi, dan juga memiliki sifat yang kejam.sangking tinggi ilmunya dia
bisa berpindah-pindah tempat satu ketempat lainnya,jalan di atas air, menerbangkan 9 buah
mandau sekaligus.dan dia jugaterkenal karna kekejamannya,Konon katanya setiap datuk 4
mato tadi mengasah Mandau dia akan mengasahnya sampai berhasil memotong batang
pohon pisang tapa rebah atau mereng sedikitpun, setelah itu dia akan keluar rumah dan
memotong Kepala orang yang dia temuin di jalanan.

Oleh karna itu parah warga meminta kepada sang matali amas untuk meminta datuk 4 mato
menghentikan kekejaman karna, matali amas tau datuk 4 Mato bukan orang yang penurut
sehingga matali amas mencoba membunuh datuk 4 Mato karna kekejaman dan dia telah
kebakaran adiknya hidup hidup.

Lalu matali amas membuat sebuah peti mati dan di lihat oleh datuk 4 Mato, lalu di cobanya.
Lalu metali amas memaku dan melilit peti mati tersebut dengan rotan sampai tidak ada
celah sedikitpun.kemudian di hanyutkannya peti itu ke sungai, karna tingginya tingkat
kesaktiannya, datuk 4 Mato mampu bertahan hidup dan kelur dari peti mati tadi kemudian
dia kembali ke kekerajaanya.selama di perjalanan dia membunuh semua orang yang di
jumlahnya sehingga banyak warga berlarian dan mati, dia juga membunuh istrinya sendiri,
saudara nya, Dan orang-orang yang di didalam kerjaan.

Sampai dia bertemu dengan kknya mentali amas, mereka pun bertarung habis habisan
selama berhari-hari karna kesakitan mereka berdua sama-sama kuatnya bumi bergetar dia
area mereka bertarung, dan sapai lh di perujung pertarungan mereka berdua mati degan
mandau yang menusuk kejadian mereka berdua. Lalu para warga dan anggota kerajan yang
berhasil selamat membuat kerajaan-kerajaan baru.

3.BAHASA
Bahasa Tidung dialek Tarakan merupakan bahasa Tidung yang pertengahan karena
dipahami oleh semua warga suku Tidung. Beberapa kata bahasa Tidung masih memiliki
kesamaan dengan bahasa Kalimantan lainnya. Kemungkinan suku Tidung masih berkerabat
dengan suku Dayak rumpun Murut (suku-suku Dayak yang ada di Sabah). Karena suku
Tidung beragama Islam dan mengembangkan kerajaan Islam sehingga tidak dianggap
sebagai suku Dayak, tetapi dikategorikan suku yang berbudaya Melayu (hukum adat
Melayu) seperti suku Banjar, suku Kutai, dan suku Pasir.
Bahasa Tidung termasuk dalam "Kelompok Bahasa Tidung" salah satu bagian dari Kelompok
Bahasa Dayak Murut.

Penutur Bahasa Tidung pada umumnya terdapat diwilayah Kalimantan Timur, Kalimantan
Utara dan Sabah Malaysia. Penutur Bahasa Tidung terdapat pada dua Kabupaten di kaltim,
lima kab/kota di Kaltara dan tiga kota di negeri sabah. Sepuluh daerah tersebut adalah Kota
Tarakan, Kab. Malinau, Kab. Bulungan, Kab. Nunukan, Kab. Tana Tidung, Kab. Berau, Kab.
Kutai Kartanegara, Kota Tawau, Kota Sandakan dan Kota Lahad Datu.
Penutur Bahasa tidung, khususnya Tidung Tarakan adalah dwibahasa. Mereka berbahasa
Tidung,tetapi juga dapat berbahasa Indonesia.Kedudukan Bahasa Tidung di dalam interaksi
sosial, orang-orang tidung kelihatannya cukup kuat.Tidak ada kesan sikap rendah diri kalau
mereka menggunakan bahasa Tidung baik di dalam percakapan ketika mereka sedang
berbahasa lain,maupun dalam kesempatan berbicara dengan suku lain dalam bahasa
Tidung. Mereka merasa bangga jika ada suku lain ikut berbicara bahasa Tidung atau
mencoba-coba menggunakan bahasa tidung. Mereka pada umumnya dengan senang
membetulkan kesalahan apabila seseorang yang bukan penutur asli bahasa Tidung mencoba
berbahasa Tidung.

Suku Tidung semuanya menganut agama Islam. Mereka banyak bergaul dengan berbagai
suku lain, Seperti orang bugis, Banjar, Jawa, Bulungan dan etnis Tionghoa. Oleh karena
pergaulan ini, mereka pun banyak yang menguasai bahasa-bahasa suku itu. Akibat
pergaulan ini, banyak terjadi peminjaman kata-kata daerah lain yang terserap kedalam
bahasa Tidung. hal yang sama terjadi pula dalam bahasa Indonesia. Akibatnya adalah
terjadinya interfensi bahasa lain, khususnya bahasa Indonesia kedalam bahasa Tidung.
Bahasa ini juga dapat diinteraksikan diseluruh nusantara
Bahasa tidung mempunyai beberapa dialek dan bahkan juga mempunyai subdialek. Selama
ini telah ada beberapa pendapat tentang jumlah dialek bahasa Tidung ini, seperti pendapat
Stort, Beech, dan Prentice. Stort(1958) menyebut adanya lima dialek bahasa Tidung yaitu
dialek Tarakan, Sembakung,Penchangan, sedalir, dan Tidung sungai Sembakung. Beech
(1908) mengidentifikasi empat dialek, yaitu Tidung Tarakan, Bulungan, nunukan dan
Sembakung. sedangkan Prentice (1970)menyebut tiga kelompok bahasa Tidung, yaitu
Tarakan, Tinggalan (Sembakung), dan Tanggara.

Sejauh mata dan pengamatan agaknya Bahasa Tidung itu dapat dibedakan menjadi dua
dialek besar, yaitu dialek Tidung Sesayap dan dialek Tidung sembakung. Dialek Tidung
Sesayap terdapat di sepanjang sungai sesayap dan pulau-pulau di muaranya seperti Bebatu,
Pulau Tarakan, Pulau Bunyu dan pulau-pulau di Nunukan. Dialek Sembakung terdapat di
sungai Sembakung sebelah utara sungai sesayap.

Dialek Sesayap meliputi Subdialek Sesayap, Malinaw dan Tarakan. Subdialek Malinaw
umumnya terdapat didaerah hulu sungai sesayap yang meliputi Kabupaten Malinau dan
Tideng Pale (Ibukota Kab. Tana Tidung). Subdialek Tarakan meliputi banyak lokasi
pemukiman diantaranya pulau Tarakan, Salimbatu, Bebatu, Nunukan dan Pulau bunyu.
Dialek Sembakung terdapat di Sembakung, Lumbis, Sebuku dan Tana Lia. Subdialek
Tarakan dianggap dapat menjembatani subdialek lainnya, oleh karena itu disebut pula
sebagai Tidung Tengara atau Tidung Tengah atau Penengah. Bahasa tidung dialek Tarakan
memiliki ciri khas sendiri yakni tidak ditemukannya Fonem /C/. Kalaupun ada, kata itu
pinjaman dan umumnya direalisasikan sebagai /S/.

Anda mungkin juga menyukai