Anda di halaman 1dari 5

Source: INSTITUTE OF SOUTHEAST ASIAN STUDIES (ISEAS)

Unedited Description Supplied by


Transferring Agency:
MALAYSIA - EXHIBIT AT SARAWAK MUSEUM IN KUCHING
Description Edited by NAS:
View of Punan "Salong", a Punan burial hut exhibit at
Sarawak Museum
Covering Date: 08/01/1982
Media - Image No: 19990002711 - 023
Negative No: ISEAS/OCS/005605
Conditions Governing Access:
Application for use (and request for copies) has to be made
directly with source.
Do you have more information on this record?

http://www.nas.gov.sg/archivesonline/photographs/record-details/2635e9b2-1162-11e3-83d5-00505689
39ad
Selamat Gan dah Jadi Hot Thread . . .
Ane asli Kalimantan . . . dan perna neg post tentang suku dayak ga jadi HT hehehe :matabelo kalo agan
berkenan taruh di Page one ya :

http://www.kaskus.us/showthread.php?t=6294098
DAYAK


Asal mula
Menurut H.TH. Fisher, migrasi dari asia terjadi pada fase pertama zaman Tretier. Benua Asia dan pulau
Kalimantan merupakan bagian nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras Mongoloid dari
Asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang
disebut pegunungan Muller-Schwaner.
Sebelum kedatangan islam ke kalimantan belum ada istilah Dayak dan istilah melayu. Semua manusia
penghuni pulau borneo merupakan manusia-manusia yang saling berkekerabatan dan bersaudara
( Bangsa Dayak ). Penduduk-penduduk yang tinggal dipesisir pantai oleh penduduk yang tinggal di
pedalaman disebut sebagai Orang Laut sebaliknya penduduk yang tinggal di pedalaman oleh penduduk
yang tinggal di pesisir pantai di sebut Orang Darat . Jauh sebelum agama Islam datang ke borneo Bangsa
Dayak sudah mempunyai kerajaan-kerajaan. Misal kerajaan Nek Riuh ( Mbah Riuh ) dan Kerajaan Bangkule
Rajakng serta kerajaan bujakng nyangkok di bagian barat kalimantan . Bujakng Nyangkok adalah raja yang
sangat sakti, dimana beliau bisa merubah dirinya menjadi raksasa, yang jika beliau pergi ke suatu yang
jaraknya puluhan atau ratusan kilometer dalam satuan meter sekarang, maka beliau cukup melangkah
hanya beberapa langkah saja. Bahkan mandau beliau disebut-sebut sangat panjang dan lebarnya melebihi
lebar daun pisang. Bahkan sampai kini cerita yang ada pada masyaratak Dayak Kendayan yang berdialek
Banyadu di daerah Banyuke hulu kabupaten landak menyebutkan bahwa gunung samalap panca di
kecamatan Menyuke pernah ditebas oleh Raja Bujakng Nyangko atas perintah istrinya.

Budaya Telinga Panjang
Spoiler for Open


Dimasa sekarang Budaya unik masyarakat Dayak yang satu ini hanya dapat disaksikan pada warga Dayak
Stanmenras / rumpun Apokayan (Kenyah, Kayan dan Bahau) serta sedikit warga Dayak Iban dan Dayak
Punan saja, sementara pada masyarakat Dayak Lainnya sudah tidak ditemukan. Apakah Masyarakat Dayak
lain tidak punya budaya ini? Sejujurnya hampir semua sub etnis Dayak dimasa lampau punya tradisi ini
hanya saja sudah lama di tinggalkan. Kebanyakan tradisi ini ditinggalkan sejak kedatangan orang luar ke
kalimantan, yaitu sejak datangnya para pelaut India dan arab serta China atau etnis Indonesia lainnya ke
kalimantan, dengan alasan merasa malu. namun tidak sedikit yang meninggalkan budaya ini di masa awal
penjajahan Belanda hingga dimasa penjajahan Jepang. Pada masyarakat Dayak Kendayan yang berdialek
Banyadu misalnya, dari cerita orang tua di kampung Tititareng kecamatan Menyuke darit disebutkan
bahwa dimasa penjajahan Jepang masih terdapat seorang nenek yang mempertahankan Telinga
panjangnya. Sepeninggalan Nenek tersebut maka berakhirlah masa budaya telinga panjang pada
masyarakat Dayak Banyadu. Ada satu hal yang menarik yang mungkin menjadi alasan kenapa masyarakat
Dayak rumpun Apokayan masih setia mempertahankan budaya telinga panjang ini.

Budaya Tato
Spoiler for Open
Tato Ternyata Ada Arti tingkatannya gan : Motif bunga terong, motif tato para panglima Dayak



Tatto pada masyarakat Dayak dimasa lampau merupakan simbol fisik yang secara langsung
memperlihatkan strata seseorang dalam masyarakat. Baik kaum pria maupun kaum wanita sama-sama
mempunyai tatto. Sementara motif-motif gambar tatto juga disesuaikan dengan strata sosial yang berlaku
di masyarakat. Gambar tatto antara orang biasa berbeda dengan orang-orang penting seperti para
temenggung, para Baliatn, para Demang dan para Panglima perang. Dimasa kini budaya ini sepertinya
juga sudah banyak ditinggalkan, dengan berbagai alasan, meski cukup banyak juga generasi Dayak yang
sadar untuk terus mengembangkannya.
Spoiler for Open



Kayau
Kata Kayau bermakna sebagai kegiatan perburuan kepala tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi musuh,
dimana kepala hasil buruan tersebut akan digunakan dalam ritual Notokng ( Istilah Dayak Kendayan ). Jadi
pada dasarnya yang dimaksud dengan Kayau bukanlah perang antar suku seperti perang dalam
kerusuhan-kerusuhan yang pernah terjadi di Kalimantan beberapa waktu yang lalu, yang korbannya tidak
pandang bulu apakah seorang biasa atau seorang yang berpengaruh pada kelompok musuh. Kayau tidak
sembarangan di lakukan, demikian juga tokoh-tokoh musuh yang di incar, semua dipertimbangkan dengan
penuh seksama. Sementara itu, jumlah pasukan Kayau yang akan bertugas di medan minimal tujuh orang.
Dimasa silam Kayau umumnya dilakukan terhadap tokoh-tokoh musuh yang memang kebanyakan
berbeda sub etnis Dayak-nya. Peristiwa Kayau yang terekam sejarah dan cukup terkenal adalah peristiwa
Kayau Kepala Raja Patih Gumantar dari kerajaan Mempawah (Kerajaan Dayak Kendayan ) Kalimantan
Barat oleh pasukan Kayau Dayak Biaju / Ngaju Kalimantan tengah, meskipun cerita yang beredar di
kalangan masyarakat Dayak Kendayan dimasa kini menyebutkan bahwa nama Biaju ini sering di katakan
sebagai Dayak Bidayuh sungkung, dan hal ini diperparah oleh para penulis buku-buku tentang sejarah
Kalimantan Barat yang menerima begitu saja cerita dalam Masyarakat tanpa ditelaah lebih lanjut. Hal ini
terjadi ditengarai oleh awalan kata Biaju dan Bidayuh yang sama-sama diawali oleh kata "Bi" dan
kedua-duanya mempunyai bunyi kata yang hampir mirip (BI-AJU dan BI-dAYUh), padahal yang namanya
cerita lisan pasti cukup beresiko mengalami perubahan.
Spoiler for Open



Senjata Sukubangsa Dayak
1. Sipet / Sumpitan.
2. Lonjo / Tombak.
3. Telawang / Perisai.
4. Mandau
5. Dohong.

Totok Bakakak (kode) yang umum dimengerti Sukubangsa Dayak
1. Mengirim tombak yang telah di ikat rotan merah (telah dijernang) berarti menyatakan perang, dalam
bahasa Dayak Ngaju "Asang".
2. Mengirim sirih dan pinang berarti si pengirim hendak melamar salah seorang gadis yang ada dalam
rumah yang dikirimi sirih dan pinang.
3. Mengirim seligi (salugi) berarti mohon bantuan, kampung dalam bahaya.
4. Mengirim tombak bunu (tombak yang mata tombaknya diberi kapur) berarti mohon bantuan sebesar
mungkin karena bila tidak, seluruh suku akan mendapat bahaya.
5. Mengirim Abu, berarti ada rumah terbakar.
6. Mengirim air dalam seruas bambu berarti ada keluarga yang telah mati tenggelam, harap lekas datang.
Bila ada sanak keluarga yang meninggal karena tenggelam, pada saat mengabarkan berita duka kepada
sanak keluarga, nama korban tidak disebutkan.
7. Mengirim cawat yang dibakar ujungnya berarti salah seorang anggota keluarga yang telah tua
meninggal dunia.
8. Mengirim telor ayam, artinya ada orang datang dari jauh untuk menjual belanga, tempayan tajau.
9. Daun sawang/jenjuang yang digaris (Cacak Burung) dan digantung di depan rumah, hal ini menunjukan
bahwa dilarang naik/memasuki rumah tersebut karena adanya pantangan adat.
10. Bila ditemukan pohon buah-buahan seperti misalnya langsat, rambutan, dsb, didekat batangnya
ditemukan seligi dan digaris dengan kapur, berarti dilarang mengambil atau memetik buah yang ada
dipohon itu.

Tradisi Penguburan
Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat.
Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam
sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :

* penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka
dilipat.
* penguburan di dalam peti batu (dolmen)
* penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar.
Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.

Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni :
* dikubur dalam tanah
* diletakkan di pohon besar
* dikremasi dalam upacara tiwah.
http://archive.kaskus.co.id//thread/10570651/1660

Anda mungkin juga menyukai