Ilustrasi menarik mengenai tempat orang-orang Basemah pernah dituliskan oleh JSG Grambreg,
seorang pegawai pemerintah Hindia Belanda yang ditulisnya tahun 1865 sebagai berikut : " Barang
siapa yang mendaki Bukit Barisan dari arah Bengkulu, kemudian menjejakkan kaki di tanah kerajaan
Palembang yang begitu luas dan barang siapa yang melangkahkan kakinya dari arah utara Ampat
Lawang (negeri empat gerbang) menuju ke dataran Lintang yang indah, sehingga ia mencapai kaki
sebelah Barat Gunung Dempo, maka sudah pastilah ia di negeri orang Pasemah. Jika ia berjalan
mengelilingi kaki gunung berapi itu, maka akan tibalah ia di sisi timur dataran tinggi yang luas yang
menikung agak ke arah Tenggara, dan jika dari situ ia berjalan terus lebih ke arah Timur lagi hingga
dataran tinggi itu berakhir pada sederetan pengunungan tempat, dari sisi itu, terbentuk perbatasan
alami antara negeri Pasemah yang merdeka dan wilayah kekuasaan Hindia Belanda".
Dari kutipan itu tampak bahwa saat itu wilayah Pasemah masih belum masuk dalam jajahan Hindia
Belanda. Operasi-operasi militer Belanda untuk menaklukkan Pasemah sendiri berlangsung lama,
dari 1821 sampai 1867 Johan Hanafiah budayawan Sumatra Selatan, dalam sekapur sirih buku
Sumatra Selatan Melawan Penjajah Abad 19 tersebut menyebutkan bahwa perlawanan orang
Pasemah dan sekitarnya ini adalah perlawanan terpanjang dalam sejarah perjuangan di Sumatera
Selatan abad 19, berlangsung hampir 50 tahun lamanya. Johan Hanafiah juga menyatakan bahwa
pada awalnya orang-orang luas, khususnya orang Eropa, tidak mengenali siapa sebenarnya orang-
orang Pasemah. Orang Inggris, seperti Thomas Stamford Rafless yang pahlawan perang Inggris
melawan Belanda di Jawa (1811) dan terakhir mendapat kedudukan di Bengkulu dengan pangkat
besar (1817-1824) menyebutnya dengan Passumah. Dalam The British History in West Sumatra yang
ditulis oleh John Bastin, disebutkan bahwa bandit-bandit yang tidak tahu hukum (lawless) dan gagah
berani dari tanah Passumah pernah menyerang distrik Manna (salah satu nama kota di bengkulu
selatan) tahun 1797.
Disebutkan pula bahwa pada tahun 1818, Inggris mengalami dua malapetaka di daerah-daerah
Selatan yakni perang dengan orang-orang Passumah dan kematian-kematian karena penyakit cacar.
Pemakaian nama Passumah sebagaimana digunakan oleh orang Inggris tersebut rupanya sudah
pernah pula muncul pada laporan orang Portugis jauh sebelumnya.
Nama Pasemah yang kini dikenal sebetulnya adalah lebih karena kesalahan pengucapan orang
Belanda, demikian menurut Mohammad Saman seorang budayawan dan sesepuh besemah. Adapun
pengucapan yang benar adalah Besemah sebagaimana masih digunakan oleh penduduk yang
bermukim di Pagaralam Suku Besemah, yang sering disebut sebagai suku yang suka damai tetapi
juga suka perang (Vrijheid lievende en oorlogzuchtige bergbewoners) adalah suku penting yang
terdapat di Sumatera Selatan. Pada zaman sebelum Masehi (SM), pada peta yang dibuat oleh
Muhammad Yamin, belum tampak nama suku-suku lain yang tercantum, kecuali suku Besemah.
Local Jenius Suku Besemah, sebagai salah satu pemilik kebudayaan Megalitikum, disebut suku yang
memiliki local genius. Tetapi sayang, tidak diwariskan kepada anak-cucu (keturunannya).
Mengenai asal-usul suku Besemah, hingga saat ini masih diliputi kabut rahasia. Yang ada hanyalah
cerita-cerita yang bersifat legenda atau mitos, yaitu mitos Atung Bungsu, yang merupakan salah satu
di antara 7 orang anak ratu (= raja) Majapahit, yang melakukan perjalanan menelusuri sungai
Lematang, akhirnya memilih tempat bermukim di dusun Benuakeling.
Atung Bungsu menikah dengan putri Ratu Benua Keling, bernama Senantan Buih (Kenantan Buih).
Melalui keturunannya :
Anak cucunya pindah pula membuat dusun Alundua, Sandarangin, Selibar, Rambaikace,
Sukemerindu, Kutaraye, Babatan, Sadan, Nantigiri, Lubuksaung, Serambi, Bendaraji, Ulu Lintang
Bangke, Singapure, Buluhlebar, Gunungliwat, Tanjungberingin, Ayikdingin, Muarasindang,
Tebatbenawah, Rempasai, Karanganyar, semuanya masuk Sumbay Besak. Puyang Raje Nyawe
pindah ke Semende, membuat dusun Pajarbulan.
Puyang Raje Nyawe kembali ke dusun Perdipe menyebarkan agama Islam dan adat istiadat
perkawinan secara islami. Dari Semende banyak penduduk yang pindah keKisam dan masih banyak
cerita mengenai pendirian dusun-dusun di Tanah Besemah ini.
Istilah Pasemah, terdapat dalam prasasti yang dibuat oleh balatentara raja Yayanasa dari Kedatuan
Sriwijaya setelah penaklukan Lampung tahun 680 Masehi yaitu “Prasasti Palas Pasemah” ada
hubungannya dengan tanah Pasemah. Dengan adanya prasasti ini, menunjukkan bahwa suku
Pasemah, telah ada sejak sebelum abad 6 Masehi.
Masyarakat Pasemah, menyebut diri mereka sebagai orang Besemah. Saat ini, justru sebutan
Pasemah yang populer di Indonesia ini, tidak banyak orang yang tahu dengan sebutan yang benar,
yaitu Besemah.
Baghi
rumah tradisional suku Pasemah
Keberadaan suku Pasemah sendiri diperkirakan telah ada di wilayah Sumatra Selatan ini sejak ribuan
tahun sebelum Masehi, bersama-sama suku Komering dan suku Lampung. Hanya saja sejak awal
kedatangan, telah terpisah-pisah dan berbeda tempat pemukiman.
Suku Pasemah, kaya dengan nilai-nilai adat, tradisi dan budaya yang khas. Masyarakat di tanah
Pasemah sejak dulu sudah memiliki tatanan dan aturan masyarakat yang bernama “Lampik Empat,
Merdike Due” yakni, "Perwujudan Demokrasi Murni", yang muncul, berkembang, dan diterapkan
sepenuhnya, oleh semua komponen masyarakat setempat.
Menurut masyarakat suku Pasemah, asal usul mereka diawali dengan kedatangan Atong Bungsu,
sebagai nenek moyang orang Pasemah Lampik Empat, yang datang dari Hindia Muka, yang
memasuki wilayah Sumatra Selatan menelusuri sungai Lematang, akhirnya memilih tempat bermukim
di dusun Benuakeling. Pada saat kedatangan si Atong Bungsu, ternyata sudah ada 2 suku yang
terlebih dahulu menempati daerah itu, yaitu suku Penjalang dan suku Semidang. Mereka bersepakat
untuk sepanjang hidup sampai anak keturunan tidak akan mengganggu dalam segala hal. Atong
Bungsu menikah dengan putri Ratu Benuakeling, bernama Senantan Buih (Kenantan Buih). Melalui
keturunannya Puyang Diwate, Puyang Mandulike, Puyang Sake Semenung, Puyang Sake Sepadi,
Puyang Sake Seghatus dan Puyang Sake Seketi, menjadi suatu kelompok masyarakat Jagat
Besemah atau yang disebut sekarang sebagai suku Besemah (Pasemah).
Megalith
menunjukkan bahwa suku Pasemah
salah satu bangsa Proto-Malayan
hidup sejak zaman Megalith
Disebutkan, Atong Bungsu berkembang dan mempunyai keturunan. Keturunannya menyebar ke
berbagai tempat dan membentuk beberapa kelompok, yaitu suku Sumbai Besar, Sumbai Pangkal
Lurah, Sumbai Ulu Lurah, dan Sumbai Mangku Anom. Ke 4 suku ini disebut sebagai kelompok suku
Lampik Empat. Jadi di wilayah Sumatra Selatan pada masa itu terdapat 6 suku yang menyatu dan
membentuk suatu kelompok masyarakat yang memiliki tatanan demokrasi modern.
Dalam beberapa tulisan di beberapa situs internet, disebutkan bahwa Atong Bungsu sebagai nenek
moyang suku Besemah berasal dari Majapahit. Agak sedikit membingungkan!, Karena orang
Pasemah atau Besemah, telah ada sejak masa Kerajaan Sriwijaya atau bahkan sebelum masa
Kerajaan Sriwijaya sekitar abad 6. Sedangkan Majapahit baru ada sejak abad 12. Mungkinkah suku
Pasemah yang telah ada sejak abad 6, berasal dari nenek moyang yang hidup pada abad 12 ? hal ini
perlu ditelaah lebih lanjut.. Suku Pasemah berasal dari Atong Bungsu, bisa diterima oleh akal, tetapi
kalau berasal dari Majapahit, sepertinya tidak masuk akal. Karena orang Pasemah sendiri jauh lebih
tua dari Kerajaan Majapahit, dan bahkan mungkin telah ada sebelum berdirinya Kerajaan Sriwijaya.
Orang Pasemah, adalah orang-orang yang pemberani dan memiliki sikap setia kawan terhadap
siapapun yang dianggap telah menjadi kawan, serta loyal dan berkomitmen. Sikap dan kepribadian
orang-orang Pasemah ini justru diakui oleh beberapa penulis Belanda di zaman kolonial.
Nama Besemah berasal dari nama ikan Semah, ikan ini termasuk golongan ikan-mas. Sedikit cerita
tentang nama Besemah, yang konon katanya berasal dari cerita tentang istri Raden Atung
Bungsuyang saat itu sedang mencuci beras di sungai dan tiba-tiba ada seekor ikan Semah masuk
kedalam Bakul atau tempat beras tersebut, lalu ikan itu langsung dibawa pulang oleh Kenantan
Buwih (istri Raden Atung Bungsu) setiba dirumah ia pun menceritakannya ke Raden Atung Bungsu.
dan tanpa pikir panjang dan penuh keheranan Raden Atung Bungsu pun mengatakan tanah tempat
dia tinggal ini akan dinamakan BESEMAH.
Secara ilmu pengetahuan Besemah berasal dari kata Semah dan di beri awalan Be (ber), kata Be
atau ber itu sendiri berarti 'ada'.
Namun Besemah sering kali membuat orang-orang bertanya 'yang benar
itu Besemah atauPasmah.?'
Nah..hal ini la yang membuat banyak orang bertanya, sebenarnya Besemah dan Pasmah itu saling
berhubungan tetapi lain cerita dan asal muasalnya. Untuk Pasmah sendiri akan aku jelaskan dalam
postingan berikutnya.
Wilayah Gumay Tige Jughu (Tiga Segi), (dalam Kabupaten Lahat), terdiri dari:
Wilayah Gumay Lembak, termasuk Suku Lime
Wilayah Gumay Ulu, termasuk Semidang Empat Dusun
Wilayah Gumay Talang di Kikim Kecik
Wilayah Lematang (dalam Kabupaten Lahat dan Kabupaten Muaraenim), yang terdiri dari:
Wilayah Lematang Ulu, termasuk Lahat, Bandaragung, dan Merapi
Wilayah Lematang Iligh
Wilayah Kikim
Wilayah Besemah Ulu Alas (dalam Kecamatan Talo Kabupaten Seluma Bengkulu Selatan)
Wilayah -Wilayah Kedurang, Padang-guci, Kelam, Kinal, dan Luwas di Kabupaten Bengkulu
Selatan dan Kabupaten Kaur Provinsi Bengkulu
Selanjutnya proses demi proses sampai akhirnya lahirlah Kota Pagar Alam Kota
Administratif dengan diterbitkannya peraturan Pemerintah dengan Nomor 63 tahun 1991
tentang Pembentukan Kota Administratif dengan pemekaran wilayah 4 (empat)
Kecamatan.
Setelah melalui perjuangan yang cukup menyerap pikiran dan tenaga, akhirnya
ditetapkan Undang – Undang Nomor 8 tahun 2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang
pembentukan Kota Pagar Alam, dan puncak seremonial Kota Pagar Alam, sebagai Kota
Otonom terjadi dengan diresmikannya Kota Pagar Alam oleh Menteri Dalam Negeri atas
nama Presiden RI pada tanggal 17 Oktober 2001. Selanjutnya pada tanggal 12
November 2001 Gubernur Sumatera Selatan atas nama Menteri Dalam Negeri melantik
Drs. H. Djazuli Kuris melaksanakan pelantikan perdana perangkat Pemerintah Kota
Pagar Alam pada tanggal 7 Januari 2002.
Profil
Sejarah
Sejarah terbentuknya Kota Pagar Alam sebagai Kota Administratif terinspirasi dengan dikeluarkannya
peraturan Presiden RI Nomor 22 tahun 1963 tentang penghapusan Karesidenan, maka secara
otomatis tidak ada lagi pemerintahan Kawedanaan Tanah Pasemah (Kecamatan Tanjung Sakti,
Kecamatan Jarai, Kecamatan Kota Agung dan Kecamatan Pagar Alam sebagai Ibukota
Kawedanaan).
Selanjutnya proses demi proses sampai akhirnya lahirlah Kota Pagar Alam Kota Administratif dengan
diterbitkannya peraturan Pemerintah dengan Nomor 63 tahun 1991 tentang Pembentukan Kota
Administratif dengan pemekaran wilayah 4 (empat) Kecamatan.
Setelah melalui perjuangan yang cukup menyerap pikiran dan tenaga, akhirnya ditetapkan Undang –
Undang Nomor 8 tahun 2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang pembentukan Kota Pagar Alam, dan
puncak seremonial Kota Pagar Alam, sebagai Kota Otonom terjadi dengan diresmikannya Kota Pagar
Alam oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden RI pada tanggal 17 Oktober 2001. Selanjutnya
pada tanggal 12 November 2001 Gubernur Sumatera Selatan atas nama Menteri Dalam Negeri
melantik Drs. H. Djazuli Kuris melaksanakan pelantikan perdana perangkat Pemerintah Kota Pagar
Alam pada tanggal 7 Januari 2002.
Arti Logo
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Pagar Alam Nomor 09 Tahun 2003 Tanggal 14 Agustus 2003
tentang Lambang Daerah Kota Pagar Alam berbentuk perisai bergaris kuning emas dan dasarnya
merah putih yang melambangkan pemancangan pertama merah putih di Daerah Pagar Alam, yang
didalamnya terdapat lukisan-lukisan yang bermakna sebagai berikut :
Padi berjumlah 17 (Tujuh Belas) butir melambangkan Tanggal 17 Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia;
Bambu runcing 2 (Dua) buah setiap bambu terdiri dari 4 ruas sehingga berjumlah 8 ruas,
melambangkan bulan 8 (Bulan Agustus), bulan Proklamsi Kemerdekaan RepublikIndonesia;
5 (Lima) tandan buah kopi, setiap tandan terdiri dari 9 (Sembilan) buah biji, sehingga berjumlah 45
(Empat Puluh Lima) buah biji, melambangkan Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia;
Bambu runcing melambangkan Kota Perjuangan;
Pita warna merah putih pengikat bambu runcing melambangkan eratnya ikatan Persatuan dan
Kesatuan rakyat dalam melawan penjajah.
Pita bertuliskan “BESEMAH KOTA PERJUANGAN” terdiri dari 21 (Dua Puluh Satu) huruf
melambangkan tanggal berdirinya Kota Pagar Alam sekaligus motto yang mengandung pengertian
bahwa perjuangan masyarakat besemah belum selesai dan akan terus berlanjut;
Bangunan gedung berjumlah 6 (Enam) buah, melambangkan bulan 6 (bulan Juni) bulan berdirinya
Kota Pagar Alam;
Atap rumah adat besemah berwarna hitam berjumlah 2001, melambangkan Tahun berdirinya Kota
Pagar Alam, Penulisan kata “ Pagar Alam” terdiri dari dua suku kata (Pagar Alam);
Tulisan Pagar Alam pada atap rumah adat besemah berwarna putih;
Gunung Dempo merupakan ciri khas geografi Daerah Kota Pagar Alam;
Bangunan Gedung dilembah Gunung Dempo melambangkan Kota;
Latar belakang Gunung Dempo berwarna biru muda, melambangkan daerah perkebunan/pertanian
dimana mayoritas masyarakatnya petani;
Petak Warna putih, melambangkan cita-cita luhur dan kesucian;
Petak Warna hijau daun, melambangkan kesuburan tanah.
Nilai Budaya
Saat memasuki Kota Pagar Alam, Keindahan Daya Tarik Kota Pagar Alam sangat terasa dimana
Gerbang Kota “Liku Endikat” memiliki panorama yang unik begitupun saat melewati Liku Lematang
dengan Air Terjunnya yang indah sangat menggugah kita untuk turun dan beristirahat sejenak.
Gunung Dempo dengan perkebunan teh yang terhampar luas dan dilengkapi dengan tempat
peristirahatan yang nyaman adalah objek wisata andalan. Wisatawan juga dapat mengunjungi lokasi
Pabrik Pengolahan Teh yang merupakan salah satu peninggalan bersejarah (Belanda). Masih di
sekitar Gunung Dempo, anda dapat mengunjungi Air Terjun “Cughup Embun” dimana menurut
kepercayaan masyarakat setempat jika mencuci muka di sini maka orang tersebut akan awet muda.
Di samping itu, objek wisata megalith dan perkebunan rakyat dapat menjadi tujuan berikutnya. Ada
Batu “Manusia dililit Ular” (Tanjung Aro), Batu “Beghibu” (Komplek Peninggalan Batu Megalith),
Rumah Batu dan lain-lain. Anda pun dapat menikmati pemandangan perkebunan sayur ( kol, cabe,
wortel dll ), kopi dan kolam-kolam ikan yang menjadi mata pencaharian sebagian masyarakat
setempat
Pada hari ini merupakan tonggak sejarah pertama bahwa di BESEMAH atau dikenal dengan sebutan
PASEMAH di Sumatera bagian Selatan dilaksanakan Seminar Sejarah dengan Tema “ Dengan
Seminar Nasional Peradaban Besemah Sebagai Pendahulu Kerajaan Sriwijaya, kitKIta Wujudkan
persatuan dan Kesatuan Bangsa Serta Rasa Cinta Tanah Air”.
Sepengetahuan kami belum pernah ada seminar sejarah sekhusus ini di tempat ini (TANAH
PASEMAH) yang mengaitkan jagat Pasemah dengan Kerajaan Sriwijaya.
Ini membuktikan perspektif sejarah untuk di teliti secara ilmiah tidak terbatas waktu dan tempat
dipandang dari berbagai disiplin ilmu termasuk juga temuan-temuan benda-benda bersejarah yang
diketemukan kemudian.
Jadi Sejarah adalah riwayat masa lampau, suatu riwayat yang menjelaskan asal dan proses suatu
peristiwa sejarah. Secara umum sejarah dikaitkan dengan peninggalan-peninggalan benda masa
lampau misal patung, situs, candi, senjata kuno, budaya-budaya kuno dan lain-lain.
Dismping itu sejarah menapilkan dimensi ruang dan waktu. Setiap pristiwa selalu mengandung tiga
unsure yaitu pelaku, tempat, dan waktu. Peninggalan msa lampau lebih berkonotasi pada keadaan
yang belum tersentuh manusia masa kini. Peristiwa sejarah sebagai perisrtiwa sejarah itu susngguh-
sungguh terjadi ( Hitorialita) sudah berlalu, peristiwa masa lampau tidak mungkin tampil di hadpan
masa kini.
Tidak ada manusia yang dapat melarikan diri dari sejarah. Namun tidaj semua manusia dapat
menyadari diianya sebagai pelaku sejarah apa lagi berkesadaran bersejarah
Mudah-mudahan dengan seminar ini menyadarkan kita betapa pentingnya arti berkesadaran sejarah
untuk meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam pembangunan NKRI.
Sebagai mana kita ketahui bahwa bangsa Indonesia sangat majemuk sekali keberadaannya dari
sabang sampe maroke, beranekaragam suku bangsa, beranekaragam adapt, budaya, bangsa
bahkan tanggan agama yang dianut dapat dilihat dengan jelas
Demikian suku bangsa BESEMAH atau PASEMAH merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan
dari suku bangsa yang ada dibumi nusantara ini.
Menurut sejarah dan crita yang diyakini sejak zaman dulu hingga saat ini, nama “ BEEMAH” atau “
PASEMAH “ asal mula puang “ATONG BUNGSU “ mencari dengan keluarga dan rombongannya.
Pada akhirnya puyang ATUNG BUNGSU melihat dan menemukan ikan SEMAH dipeairan dataran
tinggi dantara bukit barisan dan gunung dempo hingga wilayah / daerah ini diberimana “ BESEMAH “.
Dengan perkembanggannya ada dimanakan “ TANAH BESEMAH”, “RANA BESEMAH”, “JAGAT
BESEMAH”, demikian penduduk asli ( Masutim ) menamakan kelahirannya.
Hikayat nenek moyang ini dapat dari penuturan tua-tua terdahulu, secara tertulis belum ditemukan.
Sebelum kita memaparkan lebih jauh,mari kita keadaan PASEMAH dari zaman ke zaman antara lain :
- zaman ketika Pasmah mengalami kemajuan karena usahanya sendiri, zaman kemerdekaan sekian
ratus tahun yang berlalu bahkan beberapa yang lalu, dapat dilihat dari :
Geografis, Siapa orang Pasemah (asal usul),, Budaya, Bahasa, Pemerintahan, Peninggalan-
peninggalan benda bersejarah megalit, candi, situs, dll .
Dalam seminar ini kami membatasi hanya sampai ke BESEMAH adalah bagian dari sriwijaya.
I. Geogarafis Pasemah
Pasemah secara geografis terletak kearah sebelah barat Kota Palembang atau di pedalaman
Sumatera Selatan. Terhampar di lereng-lereng bukit dan gunung dempo, dengan ketinggian ± 3200 m
diatas permukaan laut. Sebelah timur membujur kearah bukit besar sedangkan keselatan membujur
kearah gunung atau bukit patah. Daerah Pasemah menurut penyebaran penduduk dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu Pasemah lebar, Pasemah Ulu Manna, Pasemah Ulu Lintang, Semendo,
Pasemah Air Keruh, Pasemah Kikim, Pasemah Merapi dan Bandar Agung, Muaradua Kisam dan
Makakao.
Punggung Gunung yang membentang dari bukit jambul kearah selatan menuju bukit pancing
memisahkan Pasemah Lebar dan Pasmah Semendo selanjutnya kearah yang sama kegunung patah
di ujung paling selatan dan kearah barat kebukit Umang, kemudian kearah utara Gunung Dempo
memisah antara Pasemah Lebar dengan Pasmah Ulu Manna.
Kesimpulan
Dari hasil pemaparan tersebut di atas maka penulisan menyimpulkan bahwa Pasemah masih eksis
untuk diteliti secara ilmiah dari berbagai disiplin ilmu sehingga dapat dijadikan ilmu pengetahuan baik
masa kini maupun yang akan datang.