Anda di halaman 1dari 26

1.

Sejarah Kalimantan Tengah

Kalimantan Tengah adalah salah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pulau
Kalimantan. Ibukotanya adalah Kota Palangka Raya. Kalimantan Tengah memiliki luas
157.983 km² dan berpenduduk sekitar 2.202.599 jiwa, yang terdiri atas 1.147.878 laki-
laki dan 1.054.721 perempuan (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010).

Pada abad ke-14 Maharaja Suryanata, gubernur Majapahit memerintah di Kerajaan


Negara Dipa (Amuntai) dengan wilayah mandalanya dari Tanjung Silat sampai Tanjung
Puting dengan daerah-daerah yang disebut Sakai, yaitu daerah sungai Barito,
Tabalong, Balangan, Pitap, Alai, Amandit, Labuan Amas, Biaju Kecil (Kapuas-Murung),
Biaju Besar (Kahayan), Sebangau, Mendawai, Katingan, Sampit dan Pembuang yang
kepala daerah-daerah tersebut disebut Mantri Sakai, sedangkan wilayah Kotawaringin
pada masa itu merupakan kerajaan tersendiri.

Selanjutnya Kalimantan Tengah masih termasuk dalam wilayah Kesultanan Banjar,


penerus Negara Dipa. Pada abad ke-16, berkuasalah Raja Maruhum Panambahan
yang beristrikan Nyai Siti Biang Lawai, seorang puteri Dayak anak Patih Rumbih dari
Biaju. Tentara Biaju kerapkali dilibatkan dalam revolusi di istana Banjar, bahkan dengan
aksi pemotongan kepala (ngayau) misalnya saudara muda Nyai Biang Lawai bernama
Panglima Sorang (Nanang Sarang) membantu Raja Maruhum menumpas
pemberontakan anak-anak Kiai Di Podok, demikian juga di masa Pangeran Suryanata II
(Sultan Agung). Raja Maruhum menugaskan Dipati Ngganding untuk memerintah di
negeri Kotawaringin. Dipati Ngganding digantikan oleh menantunya, yaitu Pangeran
Dipati Anta-Kasuma putra Raja Maruhum sebagai raja Kotawaringin yang pertama
dengan gelar Ratu Kota Waringin. Pangeran Dipati Anta-Kasuma adalah suami dari
Andin Juluk binti Dipati Ngganding dan Nyai Tapu binti Mantri Kahayan. Di Kotawaringin
Pangeran Dipati Anta-Kasuma menikahi wanita setempat dan memperoleh anak, yaitu
Pangeran Amas dan Putri Lanting. Pangeran Amas yang bergelar Ratu Amas inilah
yang menjadi raja Kotawaringin, penggantinya berlanjut hingga Raja Kotawaringin
sekarang, yaitu Pangeran Ratu Alidin Sukma Alamsyah. Kontrak pertama Kotawaringin
dengan VOC-Belanda terjadi pada tahun 1637.Menurut laporan Radermacher, pada
tahun 1780 telah terdapat pemerintahan pribumi seperti Kyai Ingebai Suradi Raya
kepala daerah Mendawai, Kyai Ingebai Sudi Ratu kepala daerah Sampit, Raden Jaya
kepala daerah Pembuang dan kerajaan Kotawaringin dengan rajanya yang
bergelarRatuKotaRingin.
Berdasarkan traktat 13 Agustus 1787, Sunan Nata Alam dari Banjarmasin
menyerahkan daerah-daerah di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, sebagian
Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk Banjarmasin) kepada
VOC, sedangkan Kesultanan Banjar sendiri dengan wilayahnya yang tersisa sepanjang
daerah Kuin Utara, Martapura sampai Tamiang Layang dan Mengkatip menjadi daerah
protektorat VOC, Belanda. Pada tanggal 4 Mei 1826 Sultan Adam al-Watsiq Billah dari
Banjar menegaskan kembali penyerahan wilayah Kalimantan Tengah beserta daerah-
daerah lainnya kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Selanjutnya kepala-
kepala daerah di Kalimantan Tengah berada di bawah HindiaBelanda.

Berdasarkan Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, daerah-daerah di wilayah


ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling menurut Bêsluit van den Minister van Staat,
Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, Daerah-daerah
di Kalteng tergolang sebagai negara dependen dan distrik dalam Kesultanan Banjar.

Sebelum abad XIV, daerah Kalimantan Tengah termasuk daerah yang masih murni,
belum ada pendatang dari daerah lain. Saat itu satu-satunya alat transportasi adalah
perahu. Tahun 1350 Kerajaan Hindu mulai memasuki daerah Kotawaringin. Tahun
1365, Kerajaan Hindu dapat dikuasai oleh Kerajaan Majapahit. Beberapa kepala suku
diangkat menjadi Menteri Kerajaan. Tahun 1520, pada waktu pantai di Kalimantan
bagian selatan dikuasai oleh Kesultanan Demak, agama Islam mulai berkembang di
Kotawaringin. Tahun 1615 Kesultanan Banjar mendirikan Kerajaan Kotawaringin, yang
meliputi daerah pantai Kalimantan Tengah. Daerah-daerah tersebut ialah : Sampit,
Mendawai, dan Pembuang. Sedangkan daerah-daerah lain tetap bebas, dipimpin
langsung oleh para kepala suku, bahkan banyak dari antara mereka yang menarik diri
masuk ke pedalaman. Di daerah Pematang Sawang Pulau Kupang, dekat Kapuas, Kota
Bataguh pernah terjadi perang besar. Perempuan Dayak bernama Nyai Undang
memegang peranan dalam peperangan itu. Nyai Undang didampingi oleh para satria
gagah perkasa, diantaranya Tambun, Bungai, Andin Sindai, dan Tawala Rawa Raca. Di
kemudian hari nama pahlawan gagah perkasa Tambun Bungai, menjadi nama Kodam
XI Tambun Bungai, Kalimantan Tengah. Tahun 1787, dengan adanya perjanjian antara
Sultan Banjar dengan VOC, berakibat daerah Kalimantan Tengah, bahkan nyaris
seluruh daerah, dikuasai VOC. Pada tanggal 1 Mei 1859 pemerintah Hindia Belanda
membuka pelabuhan di Sampit.[8] Tahun 1917, Pemerintah Penjajah mulai
mengangkat masyarakat setempat untuk dijadikan petugas-petugas pemerintahannya,
dengan pengawasan langsung oleh para penjajah sendiri. Sejak abad XIX, penjajah
mulai mengadakan ekspedisi masuk pedalaman Kalimantan dengan maksud untuk
memperkuat kedudukan mereka. Namun penduduk pribumi, tidak begitu saja mudah
dipengaruhi dan dikuasai. Perlawanan kepada para penjajah mereka lakukan hingga
abad XX. Perlawanan secara frontal, berakhir tahun 1905, setelah Sultan Mohamad
Seman gugur sebagai kusuma bangsa di Sungai Menawing dan dimakamkan di Puruk
Cahu. Tahun 1835, Agama Kristen Protestan mulai masuk ke pedalaman. Hingga
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, para penjajah tidak mampu
menguasai Kalimantan secara menyeluruh. Penduduk asli tetap bertahan dan
mengadakan perlawanan. Pada Agustus 1935 terjadi pertempuran antara suku Dayak
Punan yaitu Oot Marikit dengan kaum penjajah.Pertempuran diakhiri dengan
perdamaian di Sampit antara Oot Marikit dengan menantunya Pangenan atau
Panganon dengan Pemerintah Belanda. Menurut Hermogenes Ugang , pada abad ke
17, seorang misionaris Roma Katholik bernama Antonio Ventimiglia pernah datang ke
Banjarmasin. Dengan perjuangan gigih dan ketekunannya hilir-mudik mengarungi
sungai besar di Kalimantan dengan perahu yang telah dilengkapi altar untuk
mengurbankan Misa, ia berhasil membaptiskan tiga ribu orang Ngaju menjadi Katholik.

Pekerjaan beliau dipusatkan di daerah hulu Kapuas (Manusup) dan pengaruh


pekerjaan beliau terasa sampai ke daerah Bukit. Namun, atas perintah Sultan
Banjarmasin, Pastor Antonius Ventimiglia kemudian dibunuh. Alasan pembunuhan
adalah karena Pastor Ventimiglia sangat mengasihi orang Ngaju, sementara saat itu
orang-orang Ngaju mempunyai hubungan yang kurang baik dengan Sultan Surya Alam,
karena orang Biaju (Ngaju) pendukung Sultan Agung (saingannya Sultan Surya Alam).
Dengan terbunuhnya Pastor Ventimiglia maka beribu-ribu umat Katholik orang Ngaju
yang telah dibapbtiskannya, kembali kepada iman asli milik leluhur mereka. Yang
tertinggal hanyalah tanda-tanda salib yang pernah dikenalkan oleh Pastor Ventimiglia
kepada mereka. Namun tanda salib tersebut telah kehilangan arti yang sebenarnya.
Tanda salib hanya menjadi benda fetis (jimat) yang berkhasiat magis sebagai penolak
bala yang hingga saat ini terkenal dengan sebutan lapak lampinak dalam bahasa Dayak
atau cacak burung dalam bahasa Banjar.

Di masa penjajahan, suku Dayak di daerah Kalimantan Tengah, sekalipun telah


bersosialisasi dengan pendatang, namun tetap berada dalam lingkungannya sendiri.
Tahun 1919, generasi muda Dayak yang telah mengenyam pendidikan formal,
mengusahakan kemajuan bagi masyarakat sukunya dengan mendirikan Serikat Dayak
dan Koperasi Dayak, yang dipelopori oleh Hausman Babu, M. Lampe , Philips Sinar,
Haji Abdulgani, Sian, Lui Kamis, Tamanggung Tundan, dan masih banyak lainnya.
Serikat Dayak dan Koperasi Dayak, bergerak aktif hingga tahun 1926. Sejak saat itu,
Suku Dayak menjadi lebih mengenal keadaan zaman dan mulai bergerak. Tahun 1928,
kedua organisasi tersebut dilebur menjadi Pakat Dayak, yang bergerak dalam bidang
sosial, ekonomi dan politik. Mereka yang terlibat aktif dalam kegiatan tersebut ialah
Hausman Babu, Anton Samat, Loei Kamis. Kemudian dilanjutkan oleh Mahir Mahar, C.
Luran, H. Nyangkal, Oto Ibrahim, Philips Sinar, E.S. Handuran, Amir Hasan, Christian
Nyunting, Tjilik Riwut, dan masih banyak lainnya. Pakat Dayak meneruskan perjuangan,
hingga bubarnya pemerintahan Belanda di Indonesia. Tahun 1945, Persatuan Dayak
yang berpusat di Pontianak, kemudian mempunyai cabang di seluruh Kalimantan,
dipelopori oleh J. Uvang Uray , F.J. Palaunsuka, A. Djaelani, T. Brahim, F.D. Leiden.
Pada tahun 1959, Persatuan Dayak bubar, kemudian bergabung dengan PNI dan
Partindo. Akhirnya Partindo Kalimantan Barat meleburkan diri menjadi IPKI. Di daerah
Kalimantan Timur berdiri Persukai atau Persatuan Suku Kalimantan Indonesia dibawah
pimpinan Kamuk Tupak, W. Bungai, Muchtar, R. Magat, dan masih banyak lainnya.
2. Tarian Tradisional Kalimantan Tengah

Tari Manasai

sumber : mmc.kalteng.go.id

Tari Manasai merupakan tarian khas Kalimantan Tengah yang lahir sebagai salah satu
produk seni tradisi suku Dayak Ngaju. Tarian pergaulan yang sarat nuansa
kegembiraan ini dapat diikuti dan ditarikan oleh siapa saja. Gerakannya cukup
sederhana, mudah diikuti dan dipelajari oleh orang dewasa maupun anak-anak.

Tarian ini dilakukan bersama-sama dalam formasi melingkar. Formasi ini bisa semakin
membesar ketika banyak orang yang ikut menarikannya. Di tengah lingkaran biasanya
diletakkan guci atau media lain seperti bambu hias yang diikat selendang. Tari ini
dimulai ketika semua penari telah menghadap media tersebut.

Dengan diiringi oleh irama lagu, para penari berputar ke kanan sambil bergerak maju.
Selanjutnya mereka menghadap ke luar lingkaran, berputar lagi ke kiri, bergerak maju
sambil mengayunkan tangan perlahan. Begitulah seterusnya. Irama lagu dari tarian ini
berjudul Manari Manasai yang diciptakan oleh Wolten Rudji.

Tari Giring-Giring

sumber : kebudayaan.kemdikbud.go.id
Tari Giring-Giring atau disebut juga Tari Tolang Totai atau Tari Ganggareng merupakan
tarian dari budaya suku Dayak Ma’anyan. Seperti halnya Manasai, tarian Kalimantan
Tengah yang satu ini juga mengekspresikan kegembiraan. Difungsikan sebagai
penyambut tamu serta sebagai tari pergaulan muda-mudi.

Keistimewaan dari tari ini terletak pada properti tarian berupa tongkat yang biasa
disebut Giring-Giring atau Gangareng. Tongkat ini terbuat dari bambu tipis. Di dalamnya
diisi dengan biji “piding” sehingga mampu menghasilkan suara ritmis dengan alunan
kangkanong (gamelan) oleh para penarinya.

Bentuknya tongkat ada dua, pendek dan panjang. Perpaduan keduanya menghasilkan
suara yang unik. Yang pendek dipegang tangan kanan dan dimainkan dengan cara
diayunkan. Adapun yang panjang dipegang tangan kiri untuk dihentakkan ke lantai.
Sekilas tari ini mirip Tari Gantar di Kalimantan Timur.

Tari Mandau

sumber : egofitrah.wordpress.com

Tarian Daerah Kalimantan Tengah selanjutnya adalah Tari Mandau, tarian Dayak di
Palangkaraya. Tari ini menggambarkan semangat juang prajurit Dayak dalam
mempertahankan tanah air, harkat dan martabat. Meskipun lebih mewakili keperkasaan
laki-laki, tari ini sering juga dimainkan oleh perempuan.

Seperti layaknya prajurit Dayak, para penari menari dengan menggenggam Mandau
(senjata tradisional khas Dayak) serta Talawang (perisai). Mereka mengenakan baju
berupa rompi kulit. Bagian bawahnya mengenakan cawat dan bagian atasnya
dilengkapi penutup kepala berbentuk burung tingang.

Tari Mandau identik dengan gerakan yang energik, ada unsur teatrikal di dalamnya.
Gerakan yang bersemangat didukung oleh alunan musik menghentak dari Garantung.
Alat musik tradisional Dayak ini terbuat dari logam. Konon, Garantung diturunkan
langsung dari kahyangan sebagai alat komunikasi para leluhur.
Tari Balean Dadas

sumber : allaboutborneo.wordpress.com

Suku Dayak dikenal memiliki kearifan lokal yang tinggi. Mereka memiliki banyak tradisi
yang bersifat transenden demi mengupayakan keberkahan kepada Tuhan. Tarian kerap
menjadi bagian dari upacara tradisi Dayak. Salah satunya adalah Tari Balean Dadas,
tarian adat Kalimantan Tengah.

Dalam fungsi aslinya, Balean Dadas merupakan tarian untuk memohon kesembuhan
ketika ada salah seorang warga yang sakit. Nama tari ini merujuk pada dukun
perempuan yang memimpin permohonan kepada Ranying Hatala Langit (Tuhan). Dia
juga ikut menari bersama beberapa penari lainnya.

Hingga saat ini tarian ini masih tetap lestari, namun lebih sebagai tari profan yang
difungsikan untuk penyambutan tamu atau peresmian. Perubahan terjadi seiring
banyaknya cara penyembuhan secara ilmiah. Fungsi penyembuhan masih
dipraktekkan, namun di lingkup suku Dayak pedalaman.

Tari Kayau

sumber : beritagar.id

Kayau merupakan tradisi yang mewarnai sejarah masa lalu suku Dayak. Ini merupakan
tradisi memenggal kepala musuh untuk menunjukkan, salah satunya bahwa orang-
orang Dayak merupakan petarung yang tak kenal rasa takut. Senjata Mandau
memegang peranan penting dalam tradisi ini.
Saat ini, tradisi Kayau hanya dipelihara dengan dirupakan dalam bentuk tarian. Tarian
Kayau ada, termasuk di Kalimantan Tengah. Meski demikian, keberadaan tari ini masih
dianggap tabu dan tidak bisa sembarangan memainkannya. Sebagai ganti kepala
manusia, dipenggallah kepala babi.

Tari Tambun dan Bungai

sumber : sebentarsaja.com

Tari Tambun Bungai merupakan tarian Kalimantan Tengah yang didalamnya


mengisahkan dua tokoh pejuang dari Suku Dayak Ot Danum, yakni Tambun dan
Bungai. Dalam artikel mengenai sejarah Kalimantan Tengah di wikipedia disebutkan,
Tambun dan Bungai merupakan dua di antara para ksatria yang mendampingi Nyai
Undang dalam suatu peperangan besar.

Dua nama tersebut benar-benar melegenda. Selain juga sebagai julukan provinsi
Kalimantan Tengah, Tambun Bungai juga diabadikan menjadi nama Kodam XI Tambun
Bungai dan sekolah tinggi STIH Tambun Bungai. Termasuk juga dirupakan dalam
bentuk tarian yang mengisahkan perjuangan keduanya, khususnya dalam mengusir
musuh yang akan merampas panen rakyat.

Tari Manganjan

Tari Manganjan merupakan salah satu jenis tarian adat Kalimantan Tengah. Sebuah
tari ritual sebagai bagian dari Upacara Tiwah yang dilaksanakan Suku Dayak Ngaju.
Tiwah sendiri bertujuan untuk mengantarkan roh leluhur mencapai lewu liau atau sorga
sehingga keluarga dapat terlepas dari pali belum atau pantangan yang masih terikat
akibat kematian.

Tari Putri Malawen


Tari Putri Malawen merupakan tari tradisional Kalimantan Tengah tepatnya dari wilayah
Barito. Di masa kerajaan dahulu, tarian ini sering ditampilkan pada acara-acara besar
istana. Penarinya adalah seorang gadis yang berasal dari sekitar Danau Malawen yang
kini masuk wilayah Kabupaten Barito Selatan. Oleh karena itu dinamakan Tari Putri
Malawen.
Tari Hugo dan Huda

Tarian Hugo dan Huda merupakan tarian dari Kalimantan Tengah yang termasuk dalam
tarian ritual. Tari ini ditujukan sebagai permohonan kepada para dewa agar berkenan
menurunkan hujan ke bumi. Biasanya tarian Hugo dan Huda dilakukan apabila telah
berlangsung musim kemarau yang cukup lama.

Tari Deder

Tarian Deder merupakan tari pergaulan. Deder berarti menyanyi menurut pengertian
dalam bahasa Dayak Ngaju. Sehingga menari Deder adalah menari sambil bernyanyi.
Penarinya membawakan tari sambil melantunkan pantun-pantun secara bersahut-
sahutan. Tidak jarang tari ini merupakan ajang percintaan di kalangan muda-mudi.
3. Rumah Adat Kalimantan Tengah

Filosofi Rumah Adat Kalimantan Tengah

Sumber: http://3.bp.blogspot.com/

Rumah Betang adalah rumah adat yang berasal dari Kalimantan Tengah.

Rumah ini dibuat tidak hanya sebagai tempat tinggal, melainkan memiliki nilai adat yang
dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.

Rumah Betang memiliki beberapa fungsi, di antaranya untuk melindungi penghuni dari
binatang buas, menghindari dari terjadinya banjir, dan melindungi penghuni dari serangan
musuh.

Bentuknya yang memanjang memungkinkan agar rumah tersebut bisa menampung banyak
orang. Biasanya satu Rumah Betang ditinggali 5 sampai 30 kepala keluarga. Jumlah
maksimal yang bisa ditampung Rumah Betang adalah 150 orang.Banyaknya kepala
keluarga yang bisa ditampung memudahkan mereka untuk saling berkomunikasi dan
membantu.Umumnya, Rumah Betang dibangun dengan meghadap timur dan hilir
menghadap barat. Hal ini menjadi simbol masyarakat Dayak dengan filosofi hulu
menghadap timur yang bermakna kerja keras sedini mungkin. Sedangkan hilir menuju barat
bermakna tidak akan berhenti bekerja sebelum matahari tenggelam.

Pembagian Ruangan Rumah Adat Kalimantan Tengah

Ruangan pada Rumah Betang bisa dibagi menjadi 3 bagian, yaitu ruang utama, ruang
bunyi gong, serta ruang ragawi yang tidak terlihat.

Ruang utama  adalah ruangan yang menghubungkan manusia dengan alam surgawi.
Ruangan kedua adalah ruangan yang menghubungkan manusia dengan penghuni surgawi.
Sedangkan ruangan ketiga adalah ruangan surgawi itu sendiri yang juga digunakan
sebagai ruangan ragawi.

Melalui indetifikasi ruangan-ruangan yang ada pada Rumah Betang dan memahami bagian-
bagian bangunannya secara arsitektural, serta menghubungkannya dengan cara
berangkatnya roh ke alam surgawi dalam ritual tabuh pada upacara Tiwah dapat dipahami
bahwa makna ruang pada arsitektur Rumah Betang Suku Dayak di Kalimantan Tengah
merupakan gambaran akan dua ruang yaitu ruang manusia dan ruang surgawi, yang tidak
mengenal ruang bagi pendosa.
Nama, Ciri Khas, Dan Gambar Rumah Adat Kalimantan Tengah

1. Rumah Betang Muara Mea

S
umber: https://pbs.twimg.com/

Rumah Betang Muara Mea terletak di Gunung Purei, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan
Tengah.

Rumah ini dibangun dengan tujuan melestarikan budaya yang ada di daerah tersebut.

Rumah Betang Muara Mea awalnya sangat sederhana, tetapi memiliki nilai budaya yang
sudah semestinya dilestarikan oleh masyarakat.

Kini, pemerintah sudah menambahkan bangunan dapur di Rumah Betang Muara Mea
supaya isinya lebih lengkap.

2. Rumah Betang Tambaba

S
umber: http://berjalanjalan.com/

Di wilayah Barito Utara terdapat rumah adat yang dinamai Rumah Betang Tambaba.

Rumah ini juga merupakan rumah adat yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah. Bahan
utama pembuatan bangunan rumah ini berasal dari alam, yaitu kayu ulin.

Tiang yang digunakan untuk menyangga Rumah Betang Tambaba juga terbuat dari kayu
ulin.

Pembagian ruangan dalam Rumah Betang Tambaba tidak pernah berubah sejak dahulu
hingga sekarang.Hal tersebut selalu dilestarikan oleh masyarakat Dayak.
3. Rumah Betang Toyoi

S
umber: https://services.sportourism.id/

Rumah Betang Toyoi terletak di Desa Tumbang Malahoi.

Di Desa tersebut terdapat upacara adat bernama tapung tawar.

Upacara adat ini berguna untuk mengusir roh jahat sebelum masuk ke dalam Rumah
Betang Toyoi.

Rumah ini diberi nama sesuai dengan pendirinya, yaitu Toyoi Panji.

Seperti Rumah Adat Kalimantan Tengah pada umumnya yang dibangun dengan kayu ulin,
Rumah Betang Toyoi pun demikian.

Kayu ulin yang digunakan untuk membangun rumah ini usianya bisa mencapai 150 tahun.

Rumah Betang Toyoi telah mengalami pemugaran sampai beberapa kali, tapi keasliannya
masih tetap terjaga.

Bagian dalam Rumah Betang Toyoi dibuat menggunakan kayu ulin, sedangkan bagian
luarnya dilapisi dengan kulit kayu ulin.

Rumah Betang Toyoi juga menggunakan tiang dengan bentuk bulat persegi yang semakin
menambah keunikan rumah tersebut karena tiang yang bisa dibentuk sedemikian rupa
hanya dengan alat yang sederhana tanpa paku sekalipun.

4. Rumah Betang Damang Batu

Sumber: http://sejarah.dapobud.kemdikbud.go.id/

Karakteristik Rumah Adat Kalimantan Tengah ini hampir sama seperti Rumah Betang lain,
yaitu menghadap ke Sungai Kahayan.
Rumah ini dibangun pada tahu 1868 oleh Tamanggung Runjan yang merupakan penduduk
Tehwan.

Saat situs Rumah Betang Damang Batu ditemukan, ia hanya berbentuk persegi empat
memanjang, namun sekarang hanya tersisa tiang-tiangnya saja karena termakan usia.

5. Rumah Betang Desa Tumbang Bukoi

Sumber: http://3.bp.blogspot.com/

Sekarang ini sudah jarang ditemukan Rumah Betang yang merupakan tempat tinggal Suku
Dayak asli.

Banyak Rumah Betang ditemukan telah mengalami pemugaran dan dibangun kembal.

Berbeda dengan fakta tersebut, Rumah Betang Desa Tumbang Bukoi justru masih
dibangun dengan menyesuaikan dengan rumah struktur aslinya.

Rumah Betang Desa Tumbang Bukoi masih dibangun dengan menggunakan kayu ulin,
sama seperti Rumah Adat Kalimantan Tengah pada umumnya.

Rumah inidigunakan secara komunaloleh masyarakat Dayak sehingga mereka lebih mudah
berkomunikasi dan saling membantu.

6. Rumah Betang Sei Pasah

Sumber: https://i.ytimg.com/

Rumah Betang Sei Pasah berada di Desa Sei Pasah, Kapuas Hilir, Kalimantan Tengah.
Rumah adat ini juga mengalami pemugaran karena saat ditemukan hanya tersisa bagian
tiangnya saja.

Pada awalnya Rumah Betang Sei Pasah dimiliki oleh Talining E. Toepak.
Karena keterbatasan kayu ulin dan kayu besi, ketika dibangun kembali rumah ini
menggunakan bahan-bahan modern.
Meskipun demikian, Rumah Betang Sei Pasah tetap meninggalkan susana Suku Dayak
masa lalu di dalamnya.

Pada bagian belakang rumah adat ini terdapat kuburan atau sanding.
Kepercayaan agama Kaharingan mempercayai bahwa tulang manusia akan dikumpulkan
dan diletakkan pada sadung.

Ada juga patung penjaga seperti sebuah ucapan selamat datang yang sekarang ini sudah
dijadikan museum.

Pada awalnya, pembangunan rumah baru tersebut mengambil contoh dari Rumah Betang
yang ada di Antang Kalang, namun akhirnya tidak jadi dan disesuaikan dengan kondisi
terbatasnya kayu ulin.

7. Rumah Betang Pasir Panjang

Sumber: https://cdn.idntimes.com/

Rumah Betang Pasir Panjang terletak di daerah Pangkalan Bun, ibu kota Kabupaten
Kotawaringin Barat.

Tradisi leluhur masih dipegang dengan teguh oleh masyarakatnya bahkan sampai
sekarang.

Jika berkunjung ke daerah rumah adat tersebut, banyak kegiatan adat istiadat yang
disuguhkan, seperti upacara adat kesenian, hingga tari-tarian.

Rumah Betang Pasir Panjang termasuk masih alami karena bahan baku utama pembuatan
dan struktur rumah masih sama dengan aslinya.

8. Huma Gantung

Sumber: https://folksofdayak.files.wordpress.com/
Huma Gantung juga merupakan salah satu Rumah Adat Kalimantan Tengah.

Dalam bahasa Dayak, huma memiliki arti rumah, sedangkan gantung memiliki arti tinggi
yang digunakan sebagai tempat tinggal bagi Suku Dayak pada zaman dahulu.

Tinggi tiang yang digunakan adalah 4 m, namun ada juga yang lebih tinggi dan dilengkapi
dengan tangga sebanyak 2 atau 3 susun.

Huma Gantung berbeda dengan Rumah Betang baik dari sisi luas maupun struktur
bangunannya.

Huma Gantung tidak terlalu besar, namun tiang penyangganya lebih tinggi dari Rumah
Betang.

Huma Gantung dihuni oleh beberapa keluarga secara turun temurun.

Kalimantan Tengah memiliki berbagai rumah adat yang masing-masing mempunyai


keunikan.

Meskipun banyak yang sudah dipugar dengan sentuhan modern karena kurangnya bahan
baku, adat yang dipegang masyarakat membuat nilai filosofis dari rumah tersebut tetap
terasa.

Masyarakat Dayak sangat menghargai adat istiadat dan kebudayaan mereka.


4. Pakaian Adat Kalimantan Tengah 
Kalimantan Tengah adalah merupakan satu provinsi yang ada di pulau Kalimantan,
daerah ini juga mempunyai berbagai kekayaan kebudayaan dan salah satunya adalah
pakaian adat yang dimiliki oleh masyarakat suku dayak Kalimantan Tengah Seperti
pakaian adat pada umumnya dimana pakaian adat tersebut hanya dipakai pada saat
mengadakan acara-acara pesta adat.
Pakaian adat Kalimantan tengah tersebut biasanya dipakai pada saat pesta pernikahan
dan penyambutan tamu undangan. Ada beberapa suku yang bermukim di wilayah
Provinsi Kalimantan Tengah ini sehingga busana atau pakaian adat yang dikenakan
oleh setiap suku juga memiliki ciri khas yang berbeda-beda pula.

Namun suku Dayak Ngaju merupakan suku yang mendominasi wilayah ini dengan
jumlah sekitar 47%, selebihnya adalah suku banjar serta suku suku lain yang datang
dari luar daerah Kalimantan Tengah.

Pakaian Adat Kalimantan Tengah (Kalteng)

Salah satu budaya dan peradaban suku Dayak Ngaju adalah pakaian adatnya. Untuk
mengetahui seperti apa keunikan dari pakaian adat ini dan bagaimana makna
filosofisnya. Serta apakah para pengantin suku Dayak Ngaju mengenakan pakaian ini
adat ini.

Pembahasan tentang Pakaian Adat Kalimantan Tengah Lengkap Dan Keterangannya,


silakan simak jawabannya dengan membaca keterangan berikut ini.

Baju Sangkarut

Baju Sangkarut Kalimantan Tengah


Baju Sangkarut yang merupakan pakaian adat suku Dayak Ngaju diresmikan sebagai
pakaian adat Kalimantan Tengah.

Baju Sangkarut adalah pakaian yang desainnya berbentuk rompi, dan pada jaman
dahulu rompi ini kerap digunakan untuk berperang, dan juga dapat di kenakan pada
saat upacara adat perkawinan.

Penggalan kata Sangka yang berarti Batas, memiliki arti filosofi bahwa pakaian ini
memiliki kekuatan magis yang dipercaya dapat melindungi pemakainya dari segala
gangguan roh halus yang jahat.

Baju Sangkarut dibuat dari bahan kulit nyamu dari kulit pohon pinang puyu, dan pohon
pinang puyu ini sangat banyak di temukan di hutan-hutan tropis seperti yang ada di
Kalimantan Tengah dan sekitarnya.

Ciri dari kulit nyamu ini yaitu memiliki struktur kulit yang keras sehingga dapat diolah
dan dibentuk menjadi rompi, selain dari bahan kulit pinang puyu pakaian adat
Kalimantan Tengah ini juga dapat dibuat dari bahan serat tenggang dan kulit nanas,
Baju Sangkarut dihias dengan lukisan menggunakan cat warna dari bahan-bahan alam
seperti ;

Untuk warna hitam dibuat dari bahan jelaga, warna kuning dari kunyit, warna putih dari
tanah putih yang dicampur dengan air, dan untuk warna merah dari buah rotan, baju
sangkarut juga diberi aksesoris atau hiasan aneka pernak pernik seperti kulit trenggiling
serta sebagai aksesoris kalung adalah pernak-pernik dari tulang hewan serta uang
logam.

Bagian bawahan pada Baju Sangkarut adalah Ewah atau Cawet, dan dilengkapi
dengan perlengkapan lain berupa senjata tradisional seperti manda, tombak dan
perisai.

Hiasan Rompi Sangkarut


Rompi sangkarut biasanya dihiasi dengan lukisan dari cat alami atau beragam pernik,
misalnya tempelan kulit trenggiling, kancing, manik-manik, kancing, uang logam, atau
benda-benda lainn yang dipercaya memiliki kekuatan magis.

Hiasan Rompi Sangkarut

Rompi sangkarut akdikan dipakai bersama busana bawahan berupa cawat dan
beragam aksesoris perang lain berupa senjata tradisional misalnya tombak, mandau,
dan perisai. Beraneka ragam jenis kalung dari tulang hewan atau logam juga dikenakan
sebagai aksesoris.

Keberadaan rompi sangkarut pada saat ini sudah semakin langka karena masyarakat
Dayak Ngaju mulai mengenal ilmu tekstil sehingga mulai beralih ke jenis pakaian yang
lebih nyaman dipakai. Walaupun begitu masih tetap ada beberapa masyarakat yang
masih berusaha menjaga kelestarian pakaian adat yang unik ini.
Konon, hiasan ini bukan sembarang hiasan, tetapi memiliki daya kekuatan tersendiri.
Silahkan baca: Daya Magis Rompi Sangkarut
Selain berupa rompi sangkarut, suku Dayak Ngaju sebenarnya mempunyai beberapa
macam pakaian adat lainnya. Diantaranya adalah sebagai berikut:

Baju Upak Nyamu


Baju ini dibuat dari bahan yang sama dengan bahan pembuatan rompi sangkarut khas
pakaian adat Kalimantan Tengah, yaitu dari kulit kayu nyamu. Penggunaannya juga
akan memakai ewah atau cawat yang menutupi bagian kemaluannya. Yang
membedakan adalah baju upak nyamu ini tidak dihiasi dengan lukisan atau tempelan.
Jadi hanya berupa rompi polos tanpa lengan.

Baju Upak Nyamu

Baju Pawang
Sesuai dengan sebutannya, baju pawang hanya dupakai oleh dukun atau ulama dalam
kepercayaan Kaharingan saat memanjatkan doa. Dalam kepercayaan asli suku Dayak
ini, sang dukun diyakini bisa menolong mendatangkan hujan, melindungi diri dari roh
jahat, serta menyembuhkan orang sakit. Baju pawang dibuat dari serat kayu dan dihiasi
dengan umbai-umbaian atau manik-manik.

Baju Pawang Kalimantan Tengah

Baju Tenunan
Dengan masuknya suku bangsa lain, misalnya suku Mandar atau Melayu membuat
masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah pada jaman dahulu mengenal seni menenun.
Mereka mulai belajar menenun kain dari bahan serat alami misalnya serat nenas, serat
nyamu, dan serat tumbuhan lain.
Baju Tenunan Kalimantan Tengah

Kain tenunan tersebut juga dilengkapi dengan motif-motif khusus dan cukup unik,
misalnya motif segitiga, motif flora, fauna, motif alam, dan sebagainya. Tetapi, baju
tenunan tersebut pada saat ini sudah punah.

Baju dari Anyaman Tikar


Ada juga model baju yang terbuat dari anyaman tikar. Baju yang tidak diketahui
namanya ini terbuat dengan menganyam tikar,dihiasi dengan ukiran kayu, tulang, atau
kerang. Busana ini diyakini sebagai baju khas pada saat berperang.

Baju Anyaman Tikar Kalimantan Tengah

Baju Berantai
Penelitian terkini mendapatkan bahwa suku Dayak Ngaju pada perkembangannya juga
mengenal baju zirah. Baju khusus untuk berperang tersebut terbuat dari untaian besi.
Diperkirakan, keberadaan baju ini disebabkan oleh pengaruh budaya luar, utamanya
dari budaya suku Moro Filiphina.
5. Senjata Tradisional Kalimantan Tengah
1.    Senjata Tradisional Kalimantan Tengah – Sumpit / Sipet

Sumber : 3.bp.blogspot.com

Sumpit atau dalam bahasa Kalimantan Tengah disebut Sipet ini merupakan senjata
tradisional yang dipergunakan dalam pertempuran, berburu, hingga sebagai senjata
pembunuh secara diam-diam. Jika disepertikan yaitu seperti sniper tetapi versi
tradisionalnya, hehe.

Cara menggunakan senjata ini yaitu dengan cara ditiup. Layaknya sniper, sumpit ini
dapat digunakan sebagai senjata jarak jauh dan memiliki akurasi tembak mencapai 200
meter. Sumpit yang terdiri dari tabung bambu dan kayu yang panjangnya sekitar 1-3 m,
dilengkapi dengan anak sumpit sebagai peluru yang berbentuk bulat dengan diameter
kira-kira 1 cm.

Anak sumoit atau damek ini bisa terbuat dari bambu yang salah satunya berbentuk
kerucut dan terbuat dari kayu yang massanya ringan (kayu pelawi) yang berfungsi agar
anak sumpit dapat melesat dengan lurus juga sebagai penyeimbang saat lepas
ditiupkan buluh.

Sedangkan ujung lainnya berbentuk runcing dan diberikan racun yang mematikan untuk
berburu binatang buruan. Racunnya pun terbuat dari getah tumbuh-tumbuhan hutan
yang hingga saat ini belum ada penawarnya. Serem juga ya senjata tradisional ini.

Karena cara kerjanya ditiup, untuk menentukan sejauh mana jarak anak sumpit itu
melesat, ditentukan dengan seberapa kuat tidaknya nafas saat ditiupkan. Mungkin
kalau kita yang meniupnya (pemula) hanya akan melesat 1 meter saja. Mau mencoba
senjata tradisional ini? Siapkan nafas yang kuat ya.

2.    Senjata Tradisional Kalimantan Tengah – Duhung / Dohong

Sumber : 1.bp.blogspot.com
Duhung yang merupakan senjata tradisional suku dayak ini dipercaya merupakan
senjata tertua suku dayak. Pemilik awal senjata ini juga memang tidak sembarang
orang, hanya raja-raja dan leluhur orang dayak. Seperti Raja Sangiang, Raja Sangen,
dan Raja Bunu.
Menurut legenda, ketiga raja tersebut mempunyai duhung yang berbeda. Duhung milik
Raja Sangiang dan Raja Sangen terbuat dari besi yang dapat mengapung. Sedangkan
duhung milik Raja Bunu terbuat dari besi yang tidak dapat mengapung. Duhung jenis ini
biasa disebut dengan leteng.

Duhung yang memiliki ukuran sekitar 50-75 cm ini pada jaman dahulu digunakan
sebagai alat untuk berburu dan bercocok tanam. Dalam perkembangannya, untuk saat
ini duhung tidak lagi berfungsi dan dipergunakan sebagai senjata, tetapi dijadikan
sebagai benda pusaka yang dipajang dan disimpan.

3.    Senjata Tradisional Kalimantan Tengah – Mandau ( Suku Dayak )

Sumber : 2.bp.blogspot.com

Mandau merupakan senjata tradisional yang sudah dikenal sebagai senjata masyarakat
suku dayak dari Kalimantan. Mandau merupakan sejenis parang dengan panjang kira-
kira 1/2 meter. Mandau sendiri berasal dari kata “Man”, yaitu salah satu suku di China
bagian selatan dan ‘Dao’ yang berarti golok dalam bahasa China. Senjata yang berasal
dari Suku Dayak ini rupanya dibuat oleh pandai besi yang mempunyai ilmu gaib.

Mandau juga mempunyai ciri khas, yaitu adanya ukiran-ukiran pada bagian bilahnya
yang tidak tajam. Banyak juga dijumpai ada tambahan lubang-lubang di bilahnya yang
ditutup dengan kuningan atau tembaga dengan maksud untuk memperindah bilah
mandau.

Ternyata, mandau terdiri dari dua macam, yakni mandau tampilan dan mandau biasa.
Biasanya, mandau versi tampilan digunakan untuk perang dan upacara. Sedangkan
mandau biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari.
6. Makanan khas Kalimantan Tengah
 
1. Umbut Rotan

Umbut rotan adalah makanan dari Kalimantan Tengah yang terbilang sangat unik. Kuliner
asli dari Suku Dayak ini menjadikan rotan sebagai bahan utama dari menu ini. Umbut Rotan
juga dikenal dengan sebutan nama uwut nang’e.

Rotan yang biasanya dijadikan sebagai pengganti kayu namun di Suku Dayak dijadikan
menjadi salah satu dari sajian kuliner. Namun rotan yang dipakai dalam masakan ini adalah
rotan yang masih muda.

Kulit rotan dibuang lalu rotan dipotong kecil-kecil lalu dimasak dengan menggunakan
campuran terong dan ikan baung. Rasa dari masakan ini cukup bercampur dari asam, manis,
gurih, dan terdapat juga rasa pahit.

2. Juhu Umbut Sawit

Bagi suku Dayak makanan ini adalah makanan yang wajib ada saat terdapat perayaan atau
terdapat acara-acara syukuran. Makanan ini juga menjadi makanan yang paling diburu oleh
para turis yang datang ke daerah Kalimantan Tengah.

3. Wadi
Wadi adalah makanan khas Kalimantan Tengah yang sangat khas karena rasanya. Makanan
ini terbuat dari daging ikan atau daging babi namun pada biasanya menggunakan daging
ikan.

Makanan ini memiliki proses pembuatan yang lumayan lama yaitu setidaknya butuh 5 hari
untuk menjadi makanan ini dari bahan mentah menjadi makanan yang siap santap.

Daging yang telah dibersihkan dicampur dengan garam dan didiamkan selama 10 jam lalu
dikeringkan dan dicampur kembali dengan sa’mu dan disimpan didalam tempat yang kedap
udara seperti stoples, atau kotak kaca sampai 5 hari.

Barulah setalah itu baru daging yang disimpan tersebut dapat diolah kembali dengan cara
digoreng dan dicampur dengan berbagai bumbu khusus untuk makanan ini.

4. Kalumpe

Kalumpe adalah sajian kuliner yang sehat dari Suku Dayak. Kalumpe biasa dikenal juga
dengan sebutan karuang. Kalumpe hanya menggunakan daun singkong sebagai bahan
utamanya.
7. Alat Musik Tradisional Kalimantan Tengah
1. Sarun / Saron

Gambar Alat Musik Tradisional Kalimantan Tengah Sarun

Masyarakat suku Dayak sangat tahu tentang alat musik pukul jeni Gendang, alat musik
yang masuk kategori membranophone untuk mengiringi tarian dan lagu daerah yang
dinyanyikan. Maka dari itu, alat musik pukul sangat terkenal pada kalangan mereka
karena bunyi yang dikeluarkan membawa semangat atau memang sesuai dengan
suasana acara adat disana.

Sarun adalah alat musik tradisional Kalimantan Tengah yang digunakan dengan cara


dipukul dan dibuat dari logam / besi. Suara yang dikeluarkan tidak rumit dan bisa
dikatakan akan mudah jika kita ingin mencobanya teknik untuk memainkan Sarun, nada
yang dikeluarkan adalah do, re, mi, sol, la.

Alat musik jenis gendang dari Kalimantan tengah ini adalah pelengkap musik yang
sering dipasangkan dengan instrumen musik lain.

2. Suling Balawung

Gambar Alat Musik Tradisional Kalimantan Tengah Suling Balawung

Seperti namanya, Balawung merupakan sebuah suling, alat musik tradisional tiup asal


Kalimantan yang mempunyai bahan utama bambu dengan ukuran kecil dan mempunyai
5 lubang pada bagian bawahnya dan 1 lubang pada bagian atas. Suling ini digunakan
oleh kaum wanita di suku Dayak yang ada di sepanjang sungai Katingan, daerah
Kalimantan Tengah.

Suling ini merupakan alat musik tradisional yang lumayan populer dan dianggap


sakral oleh masyarakat Dayak. Karena alat musik ini hanya mempunyai 5 lubang untuk
mengatur nada, Suling Balawung lumayan panjang dan hanya mempunyai 5 nada
yaitu do, re, mi, fa, sol, da atau berjenis Pentatonik.
3. Suling Bahlang

Gambar Alat Musik Tradisional Kalimantan Tengah Suling Bahalang

Selain Suling Balawung, ada juga Suling bahalang yang dibuat dari bambu yang
mempunyai 7 buah lubang. Penggunaan suling ini sedikit mirip dengan memakai suling
lain yang seringnya menggunakan kedua tangan untuk mengatur nada yang akan
dikeluarkan dengan cara menutup lubang di bagian atas.

4. Tote / Serupai / Serpai

Gambar Alat Musik Tradisional Kalimantan Tengah Tote

Serupai merupakan alat musik tradisional Kalimantan Tengah yang kegunaannya


untuk pelengkap alat musik di upacara belian, belian merupakan upacara yang
mempunyai peran alat musik ini merupakan untuk ngawak (sebutan untuk klimaks dari
upacara belian). Selain itu Serupai bisa dipakai sebagai hiburan pribadi.

Untuk menggunakan Serupai anda harus tahu sedikit tentang harmonika dengan teknik
meniup serta menarik udara dengan teratur, agar anda tak perlu berhenti untuk
mengambil nafas. Pemain Serunai hanya pria dan jika dipakai di upacara, pemain alat
musik ini hanya 1 orang saja.

5. Katambung

Gambar Alat Musik Tradisional Kalimantan Tengah Katambung


Katambung adalah jenis alat musik perkusi yang mempunyai bentuk layaknya tifa
karena badannya seperti gendang dan langsing dengan panjangnya 75 cm. Alat musik
ini dipakai masyarakat suku Dayak dan dipercaya sudah ada sejak zaman dulu.
Katambung dipakai disaat ada  upacara besar ataupun yang berkaitan dengan
upacara Gawi Belom dan Gawi Matey.

Penggunaan Katambung sangat beda bergantung dari jenis upacaranya. Pada


upacara Gawi Belom alat musik ini dipakai untuk mengiringi penyambutan tamu
sedangkan di upacara Gawi Matey katambung dipakai disaat upacara kematian dengan
nuansa yang hening.

Katambung dipakai dengan menggunakan cara ditabuh sehingga mengeluarkan suara


dengan memakai telapak tangan atau jari tangan itu bergantung dari teknik yang di
pakai oleh pemain agar suara yang dikeluarkan seirama saat mengiringi musik utama.
Lalu tangan kiri memegang badan katambung yang lumayan tinggi. Katambung
standarnya dipakai dengan anggota 5 – 7 orang karena akan menjadi aneh jika
digunakan sendirian, tapi beda cerita jika anda hanya ingin melatih teknik bermain anda.

6. Garantung

Gambar Alat Musik Tradisional Kalimantan Tengah Garantung

Garantung merupakan contoh alat musik tradisional khas Kalimantan Tengah yang


digunakan suku Dayak asli dan masuk dalam kelompok alat musik idiofon. Garantung
dibuat dengan campuran logam seperti kuningan dan perunggu.
Garantung bentuknya persis dengan alat musik Gong di instrumen Gamelan Jawa, tetapi
Garantung mengeluarkan suara yang beda jika dibandingkan yang berada pada
gamelan itu.

Bunyi yang dikeluarkan Garantung mempunyai getaran yang pendek, selain itu teknik
menggunakan dan jumlah alat musik yang dimainkna juga berbeda. Garantung
digunakan dengan menggunakan cara memukul dengan memakai pemukulnya yang
dibuat dengan kayu yang dilapisi kain di bagian ujung agar tidak merusak Garantung.

Hampir di setiap upacara ritual Garantung digunakan, selain untuk alat musik yang
mendominasi saat upacara. Garantung juga dimainkan untuk mengiringi Balian saat
menyanyikan mantra atau saat menari, memanggil masyarakat sampai menandakan
adanya acara yang dilaksanakan pada daerah itu.
7. Japen

Gambar Alat Musik Tradisional Kalimantan Tengah Japen

Japen adalah alat musik tradisional yang dipetik ini asalnya dari Kalimantan Tengah
dan lumayan populer di pengetahuan masyarakat. Japen mempunyai dawai dan
bentuknya layaknya gitar, dengan hiasan untuk memberikan tanda bahwa alat musik ini
adalah alat musik dari Kalimanatn Tengah.

Selain bentuknya yang persis gitar alat musik tradisional Kalimantan Tengah


japen mempunyai nada yang unik, ketika kita memainkannya seperti nada yang
dikeluarkan alat musik kecapi. Irama uang dikeluarkan di setiap petikan yang
dikeluarkan Japen akrab dengan kebudayaan Tionghoa-Melayu.

8. Salung

Gambar Alat Musik Tradisional Kalimantan Tengah Salung

Salung adalah alat musik tradisioanl Kalimantan Tengah yang digunakan dengan


cara dipukul layaknya Sarun, bedanya adalah Salung dibuat dari logam besi dan kayu
sebagai penopang.

Anda mungkin juga menyukai