Anda di halaman 1dari 6

PERLAWANAN RAKYAT TERHADAP PENJAJAH DI BERBAGAI DAERAH DI INDONESIA

PANGERAN ANTASARI DAN PERJUANGANNYA

Pangeran Antasari lahir di Kayu Tangi, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan pada
tahun 1797 dengan nama aslinya Gusti Inu Kartapati. Dia dibesarkan dilingkungan kesultanan
Banjar, Ayahnya bernama Pangeran Masohut (Mas'ud) sedang ibunya adalah Gusti Hadijah.
Pangeran Antasari memiliki adik perempuan yang bernama Ratu Antasari (Ratu Sultan).

A. Pemunculan Pangeran Antasari dalam Sejarah Banjar dan Pemberontakan Muning

Daerah Muning terdapat di sepanjang Sungai Muning di daerah Benua Empat. Induk sungainya
bermuara di Sungai Negara atau Bahan. Pada waktu itu Sungai Muning masih dalam dan
mengalir sampai dengan lewat desa Lawahan. Benua Empat sesudah Benua Lima, merupakan
gudang padi Kerajaan Banjar. Gerakan baru yang muncul di Benua Empat di sepanjang Sungai
Muning Ternyata lebih berbahaya dibanding gerakan di Benua Lima. Kalau di Benua Lima
senata ditujukan terhadap sultan, gerakan Muning selain menyatukan gerakan-gerakan rakyat
di Benua Lima, Barito,Margasari,Martapura dan Tanah Laut, pukulan pertama langsung
ditujukan terhadap tambang-tambang batu arang Belanda di Pengaron dan Banyu Irang, suatu
pembunuhan terhadapa misionaris Kristen Belanda, dan pendudukan atas kota Kerajaan
Martapura.

Semua ini adalah hasil pekerjaan seorang tokoh baru yang belum pernah dikenal sejarah
sebelumnya, yaitu Pangeran Antasari. Kediaman beliau adalah di Antasan Senor Martapura,
terhadap Pangeran Hidayat kedudukannya adalah sebagai paman. Dari pihak ibu ia bersepupu
dengan Sultan Muda Abdurahman, ayah Pangeran Hidayat. Ia hanya memiliki sedikit tanah
lungguh mulai dari Muara Mangkauk sampai daerah dekat Rantau, tanah ini menghasilkan
ƒ 400 (Gulden) dalam setahun, sebuah penghasilan yang kecil untuk ukuran keluarga
bangsawan sepertinya, sehingga membuat ia tidak dikenal oleh rakyatnya.

1
PERLAWANAN RAKYAT TERHADAP PENJAJAH DI BERBAGAI DAERAH DI INDONESIA

Gerakan Muning di Benua Empat berpusat di kampung Kumbajau dekat Lawahan sekarang ini.
Disitu tinggal seseorang yang buta bernama Aling dan puterinya yang bernama Saranti.
Menurut berita Aling adalah orang yang telah selesai berlampah dan menjadi orang yang
memiliki pengetahuan batin yang dalam. Aling mengawinkan puterinya dengan Dulasya, yang
dianggap penitisan Pangeran Surianata, lalu Saranti menyebut dirinya Pyteri Junjung Buih,
serta memberi gelar Panembahan pada Aling, Nuriman dengan gelar Ratu Keramat, suami
Nuriman diberi gelar Khalifah Rasul, saudara tuanya Sambang diberi gelar Sultan Kuning, serta
Usang dengan gelar Kindu Mui. Setelah kejadian itu seorang juru tulis di Martapura melapor ke
residen bahwa telah datang seseorang bernama Lurah Titing kepada Pangeran Antasari, ia
mengatakan bahwa di Muning telah dinobatkan seorang raja baru bergelar Sultan Kuning.
Residen memerintahkan kepada Mangkubumi untuk memeriksa kebenaran berita ini, dan
dipilihlah 3 orang utusan langsung ke Muning yaitu Pangeran Antasari, Pangeran Jantera
Kesuma, dan Pangeran Syarif Umar.

Menurut Pangeran Jantera Kesuma, ketika mereka tiba di Muning telah terjadi pembicaraan
rahasia antara Pangeran Antasari dengan Aling. Pembicaraannya yaitu Aling mengawinkan
anaknya Puteri Junjung Buih dengan anak Antasari yang bernama Pangeran Mohamad Said
tanpa hadirnya pengantin laki-laki. Dengan kawinnya puteri Aling dengan anak Pangeran
Antasari maka resmilah dia masuk kedalam keluarga raja-raja Banjar dan tak seorangpun
berani menangkapnya. Kebenaran tentang perkawinan inipun disaksikan oleh Kiai Gangga
Suta, menurut dia, setelah perkawinan selesai Pangeran Antasari pulang ke Mangkauk untuk
menunggu kedatangan 1000 orang pasukan Muning. Tujuan pertama adalah untuk
memusnahkan tambang arang Pengaron dan kemudian ke Martapura untuk menangkap Sultan
Tamjid.

Dengan adanya berita tersebut maka residen mengirim utusan kembali ke Muning untuk
mengecek kebenaran berita itu, Pangeran Suriawinata sebagai Jaksa Kepala Banjarmasin yang
mewakili residen sebagai utusan menuturkan memang telah ada sebelas kampung yang
mengakui kekuasaan Aling dan Sultan Kuning yaitu Gadung, Alas, Rantau, Padang, Batang
Hulu, Kandangan, Jambu Amandit, Bamban dan Pangambau. Ia juga melaporkan bahwa
perbuatan di Muning atas dasar kepercayaan tradisional ini di dalangi oleh Sultan sendiri bukan
Mangkubumi.

Pada 6 April 1859 Mangkubumi Mendapat surat dari sultan Tamjid yang isinya perintah
langsung untuk Kiai Bangga dan Kiai Dipati untuk membuat lebih banyak kekacauan di Muning.
Semua kekacauan ini nantinya harus dilimpahkan ke Mangkubumi, maka jelaslah sekarang
siapa dalang atas semua kekacauan yang terjadi di Benua Empat. Sultan akhirnya mulai panik
dari boomerang hasil pekerjaannya sendiri lalu residen menasihatinya untuk pulang ke Kraton
Bumi Selamat di Martapura. Sebelum kembali ia sempat meminta bantuan kepada
residen/Belanda sesuai pasal perjanjian bantuan, namun pihak residen tidak memberikannya
karena dianggap belum perlu. Setibanya di kraton, Sultan Tamjid memanggil Pangeran Antasari
untuk memberikan pertanggung jawaban, bila ingkar maka pangeran akan dihukum dengan
berat. Ancaman ini diberikan dimuka umum, penaikannya menghadapi situasi ini ditunjukan lagi
dengan cara memperkuat kraton dengan 500 orang pengawal bersenjata dan dimuka istana
dipasang sebuah Meriam (eenponder). Sultan berusaha agar Mangkubumi berangkat ke

2
PERLAWANAN RAKYAT TERHADAP PENJAJAH DI BERBAGAI DAERAH DI INDONESIA

Muning dan menenangkan suasana, namun ternyata Mangkubumi memberitahukan kepada


residen bahwa ia tidak bisa ke Muning karena alasan bila berpuasa tak boleh bekerja. Dengan
demikian maka semakin menjadi-jadilah rencana perlawanan rakyat dengan Pangeran Antasari
sebagai motor pengerak dan penentu siasat. Ketegangan politik ditingkatkan dengan
mengobarkan semangat anti sultan, dan gerakan rakyat disatukan dengan menggunakan nama
dan kekuasaan Mangkubumi serta rasa anti Belanda ditumbuhkan dan diluapkan dengan ide
dan perang sabil Islam memerangi orang kafir.

Lalu 4 april 1859 sultan meminta bantuan kembali kepada Belanda untuk yang kedua kalinya
karena ia mendengar bahwa Pangeran Antasari akan menyerbu tambang batu arang Orangye
Nassaudi Pengaron dengan pasukan 3000 orang prajurit, namun Belanda masih saja menolak
dan menasehati sultan untuk kembali ke Banjarmasin bila ia merasa tidak aman di Martapura.
Akhirnya Sultan pun meminta nasehat dari Mangkubumi, dan Mangkubumi menjawab pada 6
April 1859 bahwa pemberontakan rakyat bias diatasi jika :

a) Mangkubumi diperintah dari residen untuk menyelidiki sebab kekacauan.


b) Mangkubumi dapat member jaminan kepada rakyat kerajaan, bahwa segala keluhan dan
keberatan-keberatan mereka akan didengarkan serta keinginan-keinginan mereka akan
dipertimbangkan dengan adil dan bijaksana.
c) Dari sultan ia mendapat pernyataan yang tuntas bahwa hanya Mangkubumi semata yang
bertanggung jawab atas kekuasaan eksekutif, diperkuat dengan persetujuan tanda tangan
residen.

Setelah memberikan nasehat tersebut, Mangkubumi pulang ke Martapura tanpa memperdulikan


segala janji-janji dan nasehatnya tadi. Lalu dengan sepengetahuan Pangeran Hidayat
persiapan rakyat untuk memberontak tambah matang dibawah pimpinan Antasari. Berita-berita
bohongpun disebarkan diantaranya kekusaan Sultan kuning melemah, kekuatannya menurun
menjadi 300-400 orang saja lalu ada berita juga mengatakan bahwa orang-orang muning di
Mangkuak telah bubar, semua berita itu disebar untuk mengulur waktu agar kondisi persiapan
semakin matang. Keadaan ini dibuat agar Sultan dan residen terlena dan mengira keadaan
semakin membaik. Pangeran Aminollah yang bekerja sama dengan Antasari juga ikut
menyebarkan berita di intern kerajaan bahwa akan pecah pemberontakan rakyat secara terang-
terangan dan taktik inipun ternyata bermaksud mengumpan Belanda. Antasari lalu pergi ke
Benua Lima bersama Kiai Adipati Anom Dinding Raja (Jalil) orang yang berpengaruh di Benua
Lima. Disana banyak orang yang akhirnya mengikuti dia dan pasukannya pun bertambah kuat
dengan jumlah kurang lebih 6000 pasukan. Hal itu membuat Sultan semakin gelisah lalu
memberikan pengumuman kepada rakyat untuk bersiaga dengan persenjataan.

Pangeran Aminollah dimintai oleh belanda untuk menyelesaikan masalah yang terjadi di
Martapura, oleh Kommies Velden ia diminta untuk menangkap Kiai Adipati Anom Dinding Raja,
sebaliknya Pangeran Aminollah berkata kepada Van Velden sebagai berikut :

1) Bahwa seluruh lapisan rakyat kecil benci kepada Sultan Tamjid yang peminum dan pemadat
itu,
2) Bahwa Pangeran Hidayat ingin menaiki tahta karena kenyataanya Pangeran Antasari tidak
mau,

3
PERLAWANAN RAKYAT TERHADAP PENJAJAH DI BERBAGAI DAERAH DI INDONESIA

3) Ia menginginkan dikirimnya utusan ke Muning untuk menghalangi Panembahan Aling


memperbesar pengikutnya,
4) Ia sama sekali tidak menyetujui dikirimnya jaksa sebagai pegawai Belanda ke sana, karena
ini berarti campur tangan belanda dalam urusan kerajaan,
5) Kemudian residen menasehatkan agar residen meminta bantuan ke Jawa, sebab dalam
bulan April atau Mei berikutnya akan terjadi pemberontakan yang bertujuan menjatuhkan Sultan
Tamjid dari tahtanya, serta mengangkat Pangeran Hidayat atau penggantinya.

Pada 20 April 1859 Pangeran Aminollah kembali ke Martapura menunaikan tugas barunya,
tetapi bukan tugas dari residen melainkan tugas penyelesaian rencana terakhir pemberontakan
dan pemusnahan tambang batu arang Kalangan. Kemudian pada tanggal 28 April 1859
Pangeran Antasari beserta orang Muningnya berkumpul dan siap disekitar Pamaton untuk
menyerang tambang batu arang Oranye Nassau, maka dengan demikian pecahlah Perang
Banjar.

B. Pangeran Antasari dalam Perang Banjar

Pangeran Antasari beserta rakyatnya terus melakukan perlawanan terhadap Belanda dan pada
tahun 1859 bulan Mei, Martapura dapat dikuasai seluruhnya. Menurut Haji Isya jaya Laksana,
daerah-daerah Mesjid, Keraton, dan rumah residen diduduki oleh pasukan-pasukan sejumlah
500 orang, 3000 dan 250 orang. Mangkubumi Pangeran Hidayat sendiri tinggal di Karang Intan,
tidak di Martapura.

Pangeran Antasari begitu besar pengaruhnya saat itu, ditunjukan dengan apabila Belanda ingin
berunding dengan Mangkubumi harus melalui persetujuan Pangeran Antasari terlebih dahulu.
Pada 13 Juni 1859 Martapura berhasil diduduki oleh belanda lagi karena Antasari
memerintahkan pasukannya segera mengundurkan diri. Pasukan-pasukan ini terdiri dari orang-
orang Muning, orang Benua Lima, dan orang Tanah Laut.

Dalam bulan Juni, dengan kekuatan 1000 orang prajurit, Antasari menyerang Martapura namun
gagal dan dia mundur ke Amuntai di Benua Lima. Dia memerintahkan kepada tangan kanannya
Gusti Napis untuk membangun benteng-benteng dan rintangan-rintangan untuk menutupi jalan-
jalan ke Benua Lima. Namun di Benua Lima timbul pertikaian sikap antara Pangeran Hidayat
dan Pangeran Antasari yang menyebabkan Pangeran Antasari memindahkan pusat
kekuatannya ke daerah Dusun Atas, dimana kondisi alamnya sukar dimasuki dan tempat yang
cocok untuk bergerilya.

Dalam bulan Oktober 1860 pangeran Antasari berpindah ke Muara Teweh, dimana tinggal
pengikutnya yang paling berpengaruh yaitu Tumenggong Surapati. Antasari mengajak Kutai
agar ikut mengadakan perlawanan terhadap Belanda, tetapi ditolak. Untuk mengatasi
perlawanan Antasari di daerah Dayak ini, Belanda mengirim utusannya yang terdiri atas kapten
Van de Velde dan Letnan Bangert dengan menumpang kapal Onrust, sebuah kapal uap kelas
empat, dan tibalah kapal tersebut di Lontotuor pada 27 Desember 1860. Mereka dating untuk
membujuk Temenggong Surapati untuk berkhianat namun mereka tidak mengetahui bahwa
Pandu kapal tersebut masih ada jalinan saudara dengan Surapati. Mereka tidak tahu kalau
Pandu kapal mereka akan membawa kapal itu ke mulut singa. Setelah selesai perundingan

4
PERLAWANAN RAKYAT TERHADAP PENJAJAH DI BERBAGAI DAERAH DI INDONESIA

dengan Surapati mereka bersiap untuk kembali, namun perahu-perahu pantai orang Dayak
berluncuran kearah kapal Onrust dengan muatan 600 orang prajurit, memanfaatkan kelengahan
Belanda kemudian menyerang dan menjarah kapal. Opsir-opsir Belanda tersebut pun tewas
semua kecuali Haji Mohamad Taib seorang Pandu kapal yang merupakan saudara Surapati
dan seorang lagi pelayan Belanda. Setelah semua barang yang dianggap penting telah diambil
semua termasuk meriam, lalu kapal tersebut di tenggelamkan.

Dengan sepucuk meriam tersebut didirikanlah benteng di Lontotour yang berguna merusak
iring-iringan kapal Belanda yang menuju daerah tersebut. Akibat besarnya kekalahan Belanda
oleh tindakan-tindakan Antasari maka, atas kepalanya hidup atau mati yang semula berharga
5000 gulden naik menjadi 10.000 gulden. Ketika 22 Februari 1860 benteng di Lalay jatuh
ketangan belanda maka Antasari dan Surapati menyingkir ke pedalaman, lalu bulan Juli
Pangeran Antasari turun melalui Sungai Ayu dan tiba diantara Karau, lalu membuat benteng di
Ringkan Kattan. Namun benteng ini tidak bertahan lama karena pada 19 Agustus Belanda
dapat menguasainya dan Antasari kembali menyingkir ke daerah Tabalong. Pasukan Antasari
mengalami masa sulit dengan kekurangan uang, pangan, dan peluru serta mesiu. Namun
antasari tetap berjuang terbukti dengan surat Tumenggong Surapati kepada pembesar Kutai
tertanggal 10 Oktober 1860.

Sepanjang tahun 1861 Antasari tinggal di daerah Dusun Atas, di Gunung Tongka pada sungai
Montallat dibangunnya sebuah benteng besar, bantuan dating dari Kerajaan Pasir berupa
senjata dan mesiu. Dengan adanya markas ini Belanda merasa terancam, disamping benteng
itu memudahkan Antasari untuk mendapat bantuan dari Kalimantan Timur. Belandapun
melakukan penyerbuan yang pertama namun gagal, lalu mereka mencoba lagi pada tanggal 8
November 1861. Benteng ini dipimpin oleh Pangeran Antasari, Tumenggong Surapati, Gusti
Umar, dan lain-lain. Persenjataan amat sederhana, di samping senjata tajam tradisional,
terdapatkira-kira 100 pucuk senapan, 15 buah lila dan pemuras, dengan bendera
pertempurannya berwarna kuning sebagai warna keramat para raja. Didalam benteng terdapat
1000 orang sedang belanda membawa 260 orang tentara dipimpin kapten Van Vloten, lalu
dibantu Raja Bugis Pegatan dengan 360 orang, temenggung Suta Ono dari daerah Paju Epat,
Kiai Ronggo , orang-orang Sihang Patai 320 Orang, dibantu dengan sebuah howitzer dan
sebuah mortar.

Penyerangan hari pertama Belanda dipukul mundur dan kapten Van Vloten tewas tertembak,
namun karena takut terkepung dan kekurangan makanan, bentengpun ditinggalkan oleh
Antasari. Dari Tongka antasari kembali ke Teweh sambil memperluas kekuasaannya ke daerah
Kapuas Atas. Kepala Kota Tumbang Muroi Temenggung Tundan menjadi pengikutnya. Untuk
memperkuat kedudukannya seorang cina pengikutnya bernama Liem A Sing, mendirikan
benteng di teluk Timpa sehingga jalan ke Tumbang Muroi dapat dikuasai. Oleh Belanda
benteng diteluk Timpa ini berhasil dikuasai pada bulan September tahun 1862. Temenggong
Tundan tetap bertahan dibukit Batang Sulil. Dengan ditangkap dan diasingkannya Pangeran
Hidayat perlawanan rakyat agak kendur, tetapi Pangeran Antasari tetap mengobarkan
semangat perlawanan. Belanda mengirim Temenggung Suta Ono untuk menghasut rakyat
namun gagal, lalu mereka mendirikan benteng di Montallat yang dijaga oleh pasukan
Bakumpai.

5
PERLAWANAN RAKYAT TERHADAP PENJAJAH DI BERBAGAI DAERAH DI INDONESIA

Antasari menjawab tantangan belanda tersebut dengan mendirikan 7 buah benteng secara
serentak di Teweh, selain itu semua kepala dusun yang berpengaruh dari Kapuas dan Kahayan
Atas dikumpulkan, terlebih lagi pangeran Nata dari Kutai memihak kepadanya pula.

Kepada Gezaghebber Belanda di Muara Bahan (Bakumpai) ia mengirim surat yang isinya
antara lain :

a) Bahwa ia menolak pengampunan yang diajukan Belanda kepadanya, karena ia menyadari


terlalu banyak berbuat untuk meminta pengampunan.
b) Bahwa ia tidak percaya kepada janji-janji yang diberikan orang-orang Belanda gajian yang
ada di Banjarmasin dan menganggap itu hanya tipu muslihat belaka.
c) Hanya ada satu jaminan untuk damai, yaitu diserahkannya Kerajaan Banjarmasin atau terus
berperang.
d) Bahwa ia sama sekali tak percaya akan Belanda, mengingat akan peristiwa Pangeran
Hidayat yang walau sekalipun sudah terjamin kedudukannya dengan kontrak-kontrak, masih
ditipu Belanda

Maksud dari surat menyurat ini hanyalah mengulur waktu untuk mempersiapkan penyerbuan ke
benteng Belanda di Montallat, di Junjung Ulu dengan empat bentengnya. Dari Kutai Pangeran
Antasari menerima lagi bantuan-bantuan peluru dan mesiu. Saying rencana ini tertunda karena
pasukan ini terkena wabah cacar. Ia sendiri meninggal dunia pada 11 Oktober 1862 di Bayan
Begak. Pangeran Antasari sampai akhir hayatnya tetap memerintahkan keturunannya
meneruskan perlawanan terhadap Pemerintah Belanda, dengan semboyannya "Haram
masyarah, waja sampai kaputing".

Anda mungkin juga menyukai