Anda di halaman 1dari 146

IMPLEMENTASI PERATURAN MENTRI PU NOMOR

30/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN


PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM
IRIGASI PARTISIPATIF DI UPTD IRIGASI DINAS
PEKERJAAN UMUM (DPU) KEC PAMARAYAN
KAB SERANG

Skripsi

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial
Pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh
IKHSAN MAULANA
NIM 060160

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2011
LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : IKHSAN MAULANA


NIM : 060160
Judul Skripsi : IMPLEMENTASI PERMEN PU NOMOR
30/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN
PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM
IRIGASI PARTISIPATIF DI UPTD IRIGASI DINAS
PEKERJAAN UMUM (DPU) KECAMATAN
PAMARAYAN KABUPATEN SERANG

Serang, September 2011

Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II

Dr. Agus Sjafari, M.Si. Anis Fuad, S.Sos.


NIP. 197108242005011001 NIP. 198009082006041002.

Mengetahui,
Dekan FISIP UNTIRTA

Prof. Dr. Ahmad Sihabudin, M.Si.


NIP. 196507042005011002
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : IKHSAN MAULANA


NIM : 060160
Judul Skripsi : IMPLEMENTASI PERMEN PU NOMOR
30/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN
PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM
IRIGASI PARTISIPATIF DI UPTD IRIGASI DINAS
PEKERJAAN UMUM (DPU) KECAMATAN
PAMARAYAN KABUPATEN SERANG

Telah diuji di hadapan Dewan Penguji Sidang Skripsi di Serang, pada tanggal 20
Oktober 2011 dan dinyatakan LULUS.

Serang, Oktober 2011

Ketua Penguji

Arenawati, S.Sos., M.Si


NIP. 197004102006042001 …………………………

Anggota

Listyaningsih, S.Sos., M.Si


NIP. 197603292003122001 …………………………

Anggota

Dr. Agus Sjafari, M.Si.


NIP. 197108242005011001 …………………………

Mengetahui,

Dekan FISIP UNTIRTA Ketua Program

Prof. Dr. Ahmad Sihabudin, M.Si. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si.
NIP. 196507042005011002 NIP. 197809182005011002
PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Ikhsan Maulana


NIM : 060160
Tempat Tanggal Lahir: Lebak, 19 Desember 1986
Program Studi : Ilmu administrasi Negara

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Implementasi Kebijakan Permen


Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Pengembangan Dan
Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif Di UPTD Irigasi Dinas Pekerjaan Umum
(DPU) Kecamatan Pamarayan Kabupaten Serang adalah hasil karya saya sendiri,
dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan
benar. Apabila dikemudian hari skripsi ini terbukti mengandung unsur plagiat,
maka gelar kesarjanaan saya bisa dicabut.

Serang, Oktober 2011

Ikhsan Maulana
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yaitu skripsi dengan

judul Implementasi Permen Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2007 Tentang

Pedoman Pengembangan Dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif Di UPTD

Irigasi Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kecamatan Pamarayan Kabupaten

Serang.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Strata 1

pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini

masih banyak kekurangan oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik

yang membangun sebagai perbaikan dan untuk menambah wawasan dimasa datang.

Terima kasih yang paling terdalam khsusnya kepada Almarhumah ibunda tercinta

dan bapaku tersayang, serta Keluarga ku tersayang kaka,teteh,ade yang telah

membrikan doa ,motivasi dan bimbinagnya sehingga saya terus berjuang

menyelesaikan penelitian ini. Semoga saya dapat menjadi manusia yang bermanfaat

dan berguna bagi semua orang sesuai dengan pesan dan nasihat kalian.

Ucapkanan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. H. Soleh Hidayat,M.PD selaku Rektor Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa

2. Prof. Dr. Ahmad Sihabudin, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

i
3. Dr. Agus Sjafari, M.Si. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial Ilmu

Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan pembimbing I atas arahan dan

bimbingannya

4. Rahmi Winangsih, S.Sos. M.Si., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Sosial

Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

5. Idi Dimyati, S.Ikom. M.Si. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Sosial

Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

6. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos. M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa

7. Ibu Rina Yulianti, S.IP. M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu

Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa

8. Bapak Anis Fuad, S.Sos. selaku pembimbing II atas arahan dan bimbingannya

yang telah diberikan dalam penyusunan usulan penelitian ini.

9. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial

Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

10. Bapak dan Ibu Staff Tata Usaha Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik

11. Bapak Hudari, selaku Kepala UPTD Pekerjaan Umum Kecamatan Pamarayan

atas informasi dan arahannya dan seluruh Staf UPTD Pekerjaan Umum

Kecamatan Pamarayan.

12. Kepada Almarhumah ibunda tercinta dan bapaku tersayang, serta Ka Miftah,

Teh irma, dan adeku neng Imas dan Rahmi yang telah memberikan doa,

ii
motivasi dan arti kehidupan agar menjadi manusia yang berilmu sehingga

bermanfaat bagi manusia lainnya.

13. Seluruh kelompok Perkumpulan Petani Pemakai Air yang ada dalam wilayah

kerja UPTD Pekerjaan Umum Kecamatan Pamarayan atas bantuannya

14. Kepada rekan-rekan satu perjuangan organisasi keluarga mahasiswa lebak

(kumala). Terutama kepada fauzan, enjang, riki, anove, wahyu, asep, kimong

dan seluruh anggota organisasi kumala saya mengucapkan banyak terima kasih

atas waktu dan perjuangannya. Sampai kapanpun saya tidak akan pernah

melupakan perjuanagan, kenangan dan memory terindah yang sudah kita lewati

bersama.

15. Kepada sang pemilik hati, saya ucapkan banyak terima kasih atas doa, dorongan

dan marah-marahnya slama ini sehingga saya termotivasi untuk menyelesaikan

penelitian ini.

16. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, percayalah

peran kalian sangat membantu penulis dalam menyelesaikan usulam Penelitian

ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi

pembaca umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Serang, Oktober 2011


Penulis

Ikhsan Maulana
NIM 060160

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................ i

DAFTAR ISI ....................................................................................... iv

DAFTAR TABEL .............................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR .......................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................ 1

1.2 Indentifikasi Masalah ...................................................... 6

1.3 Rumusan Masalah ........................................................... 7

1.4 Tujuan Penelitian ............................................................ 8

1.5 Kegunaan Penelian .......................................................... 8

1.6 Sistematika Penulisan ..................................................... 9

BAB II DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Deskripsi Teori

2.1.1 Kebijakan ............................................................... 13

2.1.2 Irigasi Partisipatif ................................................... 16

2.1.3 Pengertian Implementasi Kebijakan ...................... 23

2.1.4 Landasan dan Mutu Implementasi ......................... 26

iv
2.1.5 Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik ......... 27

2.1.6 Model Implementasi Kebijakan Publik ................. 29

2.1.6 Daniel Mazmainan Dan Paul Sabatier .................... 32

2.1.7 Faktor Penghambat dan Pendukung Implementasi.. 37

2.1.8 Pembangunan partisipatif ....................................... 39

2.2 Kerangka Berpikir ........................................................... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian ........................................................... 49

3.2 Instrumen Penelitian ....................................................... 50

3.3 Informan Penelitian ......................................................... 52

3.4 Tehnik Analisis Data ....................................................... 53

3.5 Validitas data .................................................................. 57

3.6 Tempat dan Waktu .......................................................... 59

BAB VI HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ............................................. 61

4.2 Deskripsi Data .................................................................. 63

4.3 Penyajian Data .................................................................. 66

4.5 Pembahasan ...................................................................... 111

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ...................................................................... 119

5.2 Saran-Saran ...................................................................... 120

DAFTAR PUSTAKA

v
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Informan Penelitian .............................................................. 53

Tabel 3.2 Waktu Pelaksanaan Penelitian ............................................ 60

Tabel 4.1 Daftar Informan Penelitian .................................................. 66

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran .......................................................... 48

Gambar 3.1 Komponen Dalam Analisis Data (Interactive Model) ..... 55

Gambar 4.1 Saluran Irigasi Primer dan Sekunder ................................ 80

Gambar 4.2 Saluran Irigasi Tersier ...................................................... 88

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kearsipan

Lampiran 2 Peraturan Menteri

Lampiran 3 Matrik Setelah Reduksi

Lampiran 4 Memberceks

Lampiran 5 Dokumentasi

Lampiran 6 Lembar Bimbingan

viii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kebijakan dan pembangunan adalah dua konsep yang terkait. Konsep

tersebut menekankan pada sebuah proses peningkatan kualitas hidup manusia,

pembangunan adalah konteks dimana kebijakan beroperasi. Sementara itu,

kebijakan yang menunjuk pada kerangka kerja pembangunan, memberikan

pedoman bagi pengimplementasian tujuan-tujuan pembangunan ke dalam

beragam program dan proyek.1

Sebagimana tujuan pembangunan pertanian yang ingin dicapai pada

tahun 2009-2014, antara lain adalah peningkatan kesejahteraan petani melalui

peningkatan nilai tambah dan pemilihan produk yang berdaya saing, tangguh

dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut pemerintah

memfasilitasi sarana dan prasarana fisik untuk pengembangan usaha

agribisnis pedesaan disentra produksi komoditas unggulan.2

Sementara itu dalam pengembangan komoditas unggulan tanaman

maupun ternak, air merupakan faktor determinan keberhasilan sistem

budidaya. Argumennya, air merupakan komponen utama (lebih dari 80%)

penyusun tanaman maupun ternak sekaligus berperan penting dalam proses

metabolisme. Itulah sebabnya mengapa, kekurangan atau kelebihan air untuk

1
Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik (panduan Praktis Mengkaji Suatu Masalah dan
Kebijakan Sosial. Jakarta: Alfabeta, 2006, hal. 1
2
, Pedoman Teknis Irigasi Partisipatif. Direktorat Pengelolaan Air Direktorat Jendral
Pengelolaan lahan dan Air Departemen Pertanian. 2009, hal 1

1
2

tanaman dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan, perkembangan

tanaman dan ternak bahkan berdampak langsung terhadap kualitas produk

yang dihasilkan3

Di Indonesia pengelolaan sumber daya air masih dirasakan kurang

maksimal. Hal ini sebagaimana ditunjukan berdasarkan hasil penelitian

“Country Report for the World Water Farum Kyoto-Japan, March 2003,4

yang menyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya air di Indonesia

menghadapi problema yang sangat kompleks, mengingat air mempunyai

beberapa fungsi baik fungsi sosial-budaya, ekonomi dan lingkungan yang

masing dapat bertentangan. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk

dan intensitas kegiatan ekonomi, telah terjadi perubahan sumberdaya alam

yang sangat cepat. Pembukaan lahan guna keperluan perluasan daerah

pertanian, pemukiman dan industri yang tidak terkoordinasi dengan baik

dalam suatu kerangka pengembangan tata ruang, telah mengakibatkan

terjadinya degradasi lahan, erosi, tanah longsor, banjir.

Problematika tersebut di atas cukup berdampak luas bagi masyarakat,

karena model pengusahaan tanaman dengan menyesuaikan karakteristik iklim

khususnya jumlah curah hujan, hari hujan dan penyebarannya yang

dilaksanakan belakangan ini umumnya kurang efektif dan efisien, karena

intensitas, frekuensi dan durasi anomali iklim cenderung meningkat. Apalagi

pola penyebaran produksi biasanya akan seirama dengan pola curah hujan

3
, Pengembangan Irigasi Bertekanan (Irigasi Tetes & Irigasi Sprinkler), Direktorad
Pengelolaan Air Direktorat Jendral Pengelolaan Lahan dan Air Departemen Pertanian. 2009, hal 6
4
Wignyosukarto, budi santosa, Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu dalam Upaya Pencapaian
Tujuan Pembangunan Milenium 2015, Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Teknik Sipil pada
Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. 2010, hal. 1
3

musiman tetapi seringkali tidak seirama dengan permintaan pasar yang relatif

tetap sepanjang tahun. Untuk dapat mencukupi kebutuhan air pada fase

pertumbuhan tanaman, sehingga dapat menyesuaikan antara waktu panen dan

permintaan pasar, maka pelaksanaan pengelolaan air melalui irigasi sangat

dibutuhkan khususnya untuk memenuhi kebutuhan air di musim kemarau atau

di luar musim.5

Untuk itulah jika dikaitkan dengan permasalah yang terjadi di Daerah

Aliran Sungai (DAS) bendungan irigasi di Kecamatan Pamarayan Kabupaten

Serang, kenyataan ini menjadi sangat memungkinkan karena bendungan

Pamarayan merupakan bendungan yang sangat penting bagi kelangsungan

kehidupan masyarakat di Kabupaten Serang khususnya bagi kelangsungan

pengairan pertanian-pertanian yang dilalui irigasi. Bendungan Pamarayan

diketahui sampai dengan saat ini masih memiliki keterbatasan-keterbatasan

dalam pengelolaannya, karena itu saat ini dengan adanya sistem pengelolaan

irigasi partisipatif yang dilaksanakn UPTD dinas irigasi pamarayan

kecamatan pamarayan, diharapkan mampu memberikan kontribusi positif

terhadap pengelolaan sistem rigasi. Hal ini sejalan dengan tujuan pengelolaan

irigasi partisipatif diantaranya:6

1. Meningkatkan rasa kebersamaan, rasa memiliki dan rasa tanggung jawab

dalam pengelolaan irigasi antara pemerintah, pemerintah daerah dan

Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A)/Gabungan Petani Pemakai Air

(GP3A) sejak dari pemikiran awal sampai dengan pengambilan keputusan.

5
Ibid.2007, hal 1
6
Loc.cit. 2007, hal. 3
4

2. Terpenuhi pelayanan irigasi yang memenuhi harapan petani melalui upaya

peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan irigasi yang

berkelanjutan.

3. Mendorong masyarakat petani/P3A/GP3A/IP3A untuk berpartisipasi

dalam pekerjaan tertentu sesuai dengan semangat kemitraan dan

kemandirian dan untuk mewujudkan kemanfaatan air dalam bidang

pertanian diselenggarakan secara partisipatif dan pelaksanaannya

dilakukan dengan berbasis pada peran serta masyarakat

petani/P3A/GP3A/IP3A.

UPTD dinas irigasi pamarayan memiliki tugas untuk mengairi area

persawahan seluas 1250 Ha dan pengelolaan sistem irigasinya. Berdasarkan

hasil pengamatan di lapangan menyangkut pengelolaan irigasi partisipatif di

aliran irigasi UPTD Pamarayan Kabupaten Serang diketahui bahwa

pengelolaan irigasi partisipatif ini belum mampu dilaksanakan dengan baik.

Permasalahan ini muncul karena beberapa hal, seperti kurang tepatnya

pemilihan lokasi irigasi, disini seharusnya lokasi yang dipilih adalah lokasi-

lokasi yang belum memiliki jaringan irigasi yang baik sehingga mampu

meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian kelompok tani yang ada

di dalamnya. Pembangunan jaringan irigasi partispatif ini akhirnya tidak

membawa akibat-akibat langsung pada peningkatan hasil produksi pertanian

yang ada di wilayah Kabupaten Serang.

Selain itu kelompok tani yang akan melaksanakan pengelolaan jaringan

partisipatif baru terbentuk atau dibentuk, adapun yang sudah lama terbentuk
5

tapi mereka belum tahu betul irigasi partisipatif itu dan pelibatannya

masyarakat itu, belum ada pemberdayaan bagi petani sehingga kelompok tani

yang terbentuk masih bingung mulai darimana, serta penyuluhan dan arahan

bagi para petani masih kurang.

Begitu dalam hal sosialisasi yang dilakukan pemerintah hanya pada

sebagai kecil para petani sehingga para petani belum memahami dan tujuan

dari irigasi partisipatif dalam Peraturan Menteri itu dan para petani masih

bingung dengan fungsi dan perannya dalam irigasi partisipatif ini.

Pembangunan irigasi partisipatif yang besarannya hanya sebanyak Rp.

50.000.000,- kurang dimanfaatkan secara maksimal, karena banyak faktor

yang menyebabkan biaya tersebut tidak sampai seluruhnya kepada kelompok

tani yang akan memenfaatkan saluran irigasi partispatif. Pemotongan sering

terjadi di tingkat Kecamatan dan pelaksana kegiatan serta selain itu walaupun

dalam laporan keuangan penggunaan bantuan pembangunan saluran irigasi

partisipatif tidak mencantumkan gaji/upah/honor dan perjalanan/pembinaan

namun dalam kenyataannya pembiayaan ini sering diikutsertakan sebagai

imbal jasa perantara yaitu aparat pemerintah.

Selanjutnya pola kesadaran masyarakat yang kurang terhadap

pengelolaan air, dimana masyarakat masih menggunakan air dengan boros

dan sarana prasarana pendukung dalam mengelola dan pemeliharaan air itu

sendiri masih kurang atau rusak, masyarakat juga tidak menjaga atau

memilihara sarana dan prasana dengan baik, sehingga menambah daftar

kerusakan sarana dan prasarana irigasi yang rusak.


6

Dari sekian pemaparan permasalahan-permasalahan yang ada di atas kita

melihat bahwa pembangunan irigasi partisipatif harus memiliki keterkaitan

antara program dengan pelaksanaannya. Peran serta masyarakat yang masih

minim tersebut menjadi titik ketidakseimbangan program peningkatan

pelayanan masyarakat dalam hal penyediaan air. Di sinilah maka peneliti

tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang: “IMPLEMENTASI

KEBIJAKAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM

NOMOR 30/PRT/M/2007 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN

DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF DI UPTD

IRIGASI DINAS PEKERJAAN UMUM (DPU) KECAMATAN

PAMARAYAN KABUPATEN SERANG”.

1.2 Identifikasi Masalah dan Pembatasan Masalah

1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, peneliti

mengidentifikasikan permasalahan yang akan dibahas dalam peneitian ini, di

antaranya:

1. Minimnya peran masyarakat dalam pembanguan irigasi

2. Masih minimnya penyuluhan bagi para petani untuk pengelolaan

irigasi partisipatif

3. Sosialisasi yang dilakukan masih kurang dan belum efektif

4. Rendahnya SDM dalam pengelolaan dan pembangunan irigasi

5. Petani masih dinilai boros dalam menggunakan air

1.2.2 Pembatasan Masalah


7

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, peneliti

membatasi masalah dalam penelitian ini adalah pada analisa permasalahan

yang terdapat pada lokus penelitian bendungan irigasi di UPTD Pamarayan

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang. Jenis permasalahan yang diteliti

adalah sejauhmana partispasi masyarakat dalam membantu pengembangan

dan pengelolaan sistem irigasi di Bendungan irigasi Pamarayan Serang karena

yang terlihat di lapangan implementasi irigasi partisipatif ini sering mengalami

kendala. Untuk itu penelitian ini difokuskan pada analisis deskritif kualitatif

untuk menjelaskan paparan implementasi Kebijakan atau Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum (PERMEN P.U. NO. 30/PRT/M/2007) tentang Pedoman

Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi di Kecamatan Pamarayan

Kabupaten Serang. Untuk memudahkan peneliti memperoleh data, penelitian

ini hanya dibatasi di Kabupaten Serang karena adanya keterbatasa waktu,

biaya, dan kemampuan berfikir yang dimiliki oleh peneliti, maka membatasi

penelitiannya, yaitu: “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERATURAN

MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 30/PRT/M/2007 TENTANG

PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

PARTISIPATIF DI UPTD IRIGASI DINAS PEKERJAAN UMUM (DPU)

KECAMATAN PAMARAYAN KABUPATEN SERANG”.

1.3 Perumusan Masalah

Adapun beberapa masalah yang menjadi rumusan masalah dalam

penelitian ini di antaranya:


8

1. Bagaimana implementasi kebijakan mengenai pedoman

pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi di UPTD Irigasi

Pamarayan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang?

2. Faktor-faktor apa saja yang menghambat dalam implementasi

pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi partisipatif di UPTD

Irigasi Pamarayan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Peraturan Menteri mengenai

pedoman pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi di UPTD Irigasi

Pamarayan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang.?

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menghambat dalam

implementasi pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi partisipatif di

UPTD Irigasi Pamarayan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang.

1.5 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini, yaitu:

1. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini bagi penulis, untuk dapat memberikan kontribusi

pengembangan ilmu pengetahuan administrasi Negara dan pemecahan

permasalahan kebijakan khususnya masalah implementasi kebijakan

mengenai pedoman pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi

partisipatif.
9

b. Untuk menambah wawasan penulis tentang teori implementasi

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (PERMEN P.U. NO.

30/PRT/M/2007) tentang Pedoman Pengembangan dan Pengelolaan

Sistem Irigasi Partisipatif.

2. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana atau

masukan bagi pemerintah dan masyarakat luas khususnya masyarakat

Pamarayan dalam menentukan dan menyusun kebijakan tentang

pengaruh implementasi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

(PERMEN P.U NO. 30/PRT/M/2007 tentang Pedoman

Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif dalam

rangka meningkatkan kesejahteraan petani di Kecamatan Pamarayan

Kabupaten Serang.

b. Untuk Pembaca, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

dasar atau referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya dibidang

kebijakan publik.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penuyusunan skripsi ini adalah:

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Latar belakang menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan

masalah yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif,


10

dari lingkup yang paling umum hingga menukik ke masalah

yang paling spesifik, yang relevan dengan judul skripsi.

1.2 Identifikasi Masalah

Mendeteksi aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari

tema/topik/judul penelitian atau dengan masalah atau variabel

yang akan diteliti. Identifikasi masalah dapat diajukan dalam

bentuk pertanyaan atau pernyataan,

1.3 Pembatasan dan Rumusan Masalah

Dari sejumlah masalah hasil identifikasi tersebut di atas

ditetapkan masalah yang paling urgen yang berkaitan dengan

judul penelitian. Kalimat yang biasa di pakai dalam pembatasan

masalah ini adalah kalimat pernyataan. Perumusan masalah

adalah mendefinisikan permasalahan yang telah ditetapkan

dalam bentuk definisi konsep dan definisi oprasional.

1.4 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin

dicapai dengan dilaksanakanya penelitian, terhadap masalah

yang telah dirumuskan. Isi dan rumusan tujuan penelitian sejalan

dengan isi dan rumusan masalah.

1.5 Manfaat Penelitian

Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis temuan penelitian

1.6 Sistematika Penulisan

Menjelaskan isi bab per bab


11

BAB II KERANGKA TEORITIK

2.1 Deskripsi teori

Mengkaji berbagai teori yang relevan dengan permasalahan dan

variabel penelitian, kemudian menyusunya secara teratur dan

rapi yang digunakan untuk merumuskan masalah.

2.2 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai

kelanjutan dari kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada

pembaca

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Menjelaskan metode yang dipergunakan dalam penelitian

3.2 Instrumen Penelitian

Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat

pengumpulan data yang digunakan, proses pengumpulan data,

dan teknik penentuan kualitas instrumen.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Menjelaskan wilayah generalisasi atau proposal penelitian,

penetapan besar sampel, dan teknik pengambilan sampel serta

rasionalisasinya

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Menjelaskan tekhnik analisa dan beserta rasionalisasinya.

Teknik analisis data harus sesuai dengan sifat data yang diteliti
12

3.5 Tempat dan Waktu

Menjelaskan tentang tempat dan waktu penelitian tersebut

dilaksanakan

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Obyek Penelitian

Menjelaskan tentang obyek penelitian yang meliputi lokasi

penelitian secara jelas, struktur organisasi dari populasi/sampel

yang telah ditentukan serta hal lain yang berhubungan dengan

obyek penelitian

4.2 Deskripsi Data

Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah

dengan mempergunakan teknik analisis data yang relevan.

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara

singkat, jelas dan sejalan dan sesuai dengan permasalahan

serta hipotesis penelitian.

5.2 Saran

Berisi tindakan dari sumbangan penelitian terhadap bidang

yang diteliti baik secara toritis maupun praktis.


13

BAB II

DESKRIPSI TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

2.1 Deskripsi Teori

2.1.1 Kebijakan

Istilah policy (kebijakan) seringkali penggunaannya saling

dipertukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan (goals) program,

undang-undang, ketentuan-ketentuan usulan-usulan dan rancangan-rancangan

besar. Bagi para pembuat kebijaksanaan (policy maker) dan para sejawatnya

istilah-istilah itu tidaklah akan menimbulkan masalah apapun karena

menggunakan referensi yang sama. Namun bagi orang-orang di luar struktur

pengambilan kebijaksanaan istilah-istilah tersebut mungkin akan

membingungkan.7

Untuk itu kebijakan yang telah direkomendasikan untuk dipilih oleh

policy makers bukanlah jaminan bahwa kebijakan tersebut pasti berhasil

dalam implementasinya. Ada banyak variabel yang mempengaruhi

keberhasilan implementasi kepada individual maupun kelompok atau

institusi. Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy

makers. Kebijakan-kebijakan diimplementasikan oleh badan-badan

pemerintah dan badan-badan inilah yang melaksanakan pekerjaan-pekerjaan

7
Wahab, Abdul Solichin. 2005. Implementasi Kebijakan Publik. Malang: Bumi Aksara. Hal 1

13
14

pemerintah dari hari ke hari yang membawa dampak kepada

warganegaranya.8

Menurut Heinz dan Kennet kebijakan dapatlah didefinisikan sebagai

suatu keputusan yang siap dilaksanakan dengan ciri adanya kemantapatan

perilaku, baik oleh mereka yang membuat maupun oleh mereka yang harus

mematuhinya.9

Chandier dan Piano mengatakan bahwa kebijakan publik adalah

pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk

memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya,

kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat

birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah

publik.10

Dye mengemukakan bahwa kebijaksanaan pemerintah itu adalah apa

saja yang ditetapkan oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.

Definisi ini didasarkan pada kenyataan bahwa banyak sekali masalah-masalah

yang harus diatasi, banyak sekali keinginan dan kehendak rakyat yang harus

dipenuhinya.11

Easton memberikan pengertian kebijakan publik sebagai

pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang

keberadaannya mengikat sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan

sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk

8
Subarsono, AG. 2005. Publik Policy. Surabaya: Airlangga University. Hal 87
9
Soenarko. 2003. Desentralisasi Sistem Kesehatan: Konsep-Konsep, Isu dan Pengalaman di
Berbagai Negara. Yogyakarta: Gadjah Mada university Press. hal 41
10
Wahab. Loc. Cit. hal 1
11
Soenarko. Loc. Cit. hal 41
15

dan sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dan

pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.12

Kebijakan publik sebagai suatu keputusan senantiasa berwawasan

kehari depan atau bersifat futuristis. Untuk menanggapi kepentingan

masyarakat, yang dalam kondisi dan situasi tertentu nampak sebagai masalah

yang kemudian merupakan public issue, maka kebijakan publik sebagai suatu

keputusan haruslah ditetapkan tepat pada waktunya, tidak tergesa-gesa namun

juga tidak boleh ditetapkan terlambat. Ada ungkapan dalam hubungan dengan

pembuatan kebijakan publik bahwa kebijakan publik haruslah ditetapkan dan

dilaksanakan tepat pada waktunya. Keinginan-keinginan dan pendapat-

pendapat dalam masyarakat itu bermacam-macam, ada yang sama, ada yang

berbeda, malahan ada yang bertentangan. Karena itu Dimock dalam Soenarko

(2003:44) menekankan definisinya sebagai reconciliation dan cristalization

dari pendapat-pendapat dan keinginan-keinginan tersebut.

Menurut Jones dikatakan bahwa kebijakan terdiri dari komponen-

komponen, di antaranya:

1. Goal atau tujuan yang diinginkan;


2. Plans atau proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai
tujuan;
3. Program, yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan;
4. Decision atau keputusan, yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan
tujuan; membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi
program;
5. Efek, yaitu akibat-akibat dan program (baik disengaja atau tidak,
primer atau sekunder).13

12
Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta: Lukman Offset
dan YPAPI. Hal 2
13
Ibid Hal 3
16

2.1.2 Irigasi Partisipatif

Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembangunan air

irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan,

irigasi rawa, irigasi bawah tanah, irigasi pompa dan tambak.

Sedangkan yang dimaksud dengan jaringan irigasi adalah saluran,

bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang

diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan

pembuangan irigasi.

Prinsip utama pengelolaan irigasi dalam reformasi kebijakan

pembangunan dan pengelolaan irigasi partispatif yang melibatkan seluruh

stakeholder (pemerintah, petani, LSM, dan lainya) yang terkait mulai dari

perencanaan, pendanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, dengan tujuan

akhir untuk mengoptimalkan penggunaan air irigasi, sehingga dapat

meningkatkan suatu hasil usahatani yang optimal.

Reformasi tersebut dituangkan didalam undang-undang nomor 7 tahun

2004 tentang sumber daya air dab peraturan pemerintah nomor 20 tahun 2006

tentang irigasi yang didalamnya dengan jelas ditegaskan bahwa pengembangan

sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab perkumpulan petani

pemakai air. Sebagai tindaklanjutnya peranan perkumpulan petani pemakai air

perlu dikedepankan melalui kegiatan pengelolaan irigasi partisipatif.

Kebijakan pengelolaan irigasi yang hanya ditangani pada awalnya dapat

memberikan dampak yang cukup baik, seperti tercapainya swasembada pangan


17

pada tahun 1984. Namun keberhasilan tersebut tidak berkelanjutan mengingat

dukungan prasarana irigasi banyak yang menurun kuantitas, kualitas maupun

fungsinya, apalagi setelah Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun

1997. Penurunan fungsi prasarana irigasi tersebut antara lain disebabkan bahwa

selama ini anggapan pengembangan irigasi mnjadi tanggung jawab pemerintah,

sehingga sebagian petani berpendapat bahwa mereka tidak turut bertanggung

jawab.

Dengan semakin kompleksnya permasalahan pengelolaan irigasi, maka

pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui INPRES Nomor 3 tahun 1999

tentang Pembaharuan Kebijakan Pengembangan dan Pengelolaan Irigasi yang

akhirnya dengan diterbitkannya Undang-Undang nomor 7 Tahun 2004 tentang

Sumber Daya Air sebagai pengganti Pedomana Teknis PIP tahun 2007

Undang-Undang Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan dan Peraturan

Pemerintah Nomor 20 tahun 2006 Tentang Irigasi sebagai pengganti Peraturan

Pemerintah Nomor 77 tahun 2001.

Sejalan dengan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004

dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006, maka kebijakan pengelolaan

irigasi akan dilakukan melalui pendekatan pengelolaan irigasi partisipatif, yang

secara substansial sebenarnya sudah lama dikenal melalui pola swadaya atau

gotong royong, melalui kebijakan tersebut, pengembangan

(pembangunan/rehabilitasi) irigasi tidak hanya menjadi wewenang dan

tanggung jawab pemerintah puast maupun pemerintah daerah, tetapi juga

merupakan tanggunagjawab petani. Pada dasarnya, pengelolaan irigasi


18

partisipatif adalah suatu pendekatan strategis dalam pengelolaan infrastruktur

irigasi melalui keikutsertaan petani dalam semua aspek penyelenggaraan

irigasi, termasuk perencanaan, desain, pelaksanaan operasi dan pemeliharaan

(O&P), pemantauan dan evaluasi serta penyempurnaan sistem dari waktu

kewaktu secara berkelanjutan.

Sasaran pengembangan pengelolaan irigasi partisipatif adalah wilayah

kerja kelembagaan perkumpulan petani pemakai air (P3A) atau Gabungan

Perkumpulan Petani. Pelaksanaan kegiatan pengembangan pengelolaan irigasi

partispatif dengan memperhatikan kondisi setempat dan dilakukan secara

bertahap, yaitu:

1. Persyaratan Lokasi dan Petani

1) Persyaratan Lokasi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan dan

penetapan calon lokasi antara lain sebagai berikut:

1. Lokasi kegiatan tidak berada dalam satu kecamatan dengan

kegiatan lain yang dilakukan melalui pola tanam padat karya

2. Jaringan irigasi tingkat usaha tani/jaringan irigasi desa pada

umumnya kurang berfungsi dengan baik.

3. Jaringan irigasi tersier/desa belum terbangun seluruhnya

4. Berdampak menigkatkan produktifitas dan perluasan areal

tanam
19

5. Peruntukan lahannya adalah lahan untuk pertanian tanaman

pangan dan tidak ada rencana perubahan peruntukan lahan

tersebut

6. Air tersedia secara berkelanjutan

2) Persyaratan Kelompok

1. Organisasi kelembagaan petani pemakai air (P3A) telah terbentuk

minimal 2 (dua) tahun

2. Petani mau berpartisipasi secara aktif dalam pengelolaan irigasi

melalui kelembagaan petani pemakai air (P3A)

3. Petani mau dan mampu mengoperasikan, memelihara jaringan irigasi

secara keompok dan menanggung biaya operasional dan pemeliharaan

(O&P) yang dinyatakan dengan surat pernyataan kesanggupan petani

4. Angota kelompok aktif berpartisipatif dalam pelaksanaan kegiatan

antara lain penyediaan material, tenaga kerja, material dan lainnya

untuk keberhasilan kegiatan dalam bentuk sharing

5. Kelompok telah mempunyai rencana kegiatan yang dibutuhkan

2. Penentuan Calon Petani dan Calon Lokasi

Penentuan calon petani dan calon lokasi mengacu terhadap persyaratan

yang telah ditentukan sebagaimana dijelaskan pada butir 1 diatas. Sebelumnya

ditetapkan calon lokasi dan calon petani ada baiknya dipilih beberapa calon

alternatif. Setelah ditentukan lokasi dan kelompok, maka dilakukan sosialisasi

baik terhadap aparat setempat maupun calon penerima manfaat. Kemudian


20

dilakukan penetapan calon kelompok yang dipilih dari beberapa alternatif yang

selanjutnya dikukuhkan melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian

Kabupaten/Kota.

Lokasi yang telah ditetapkan agar dicatat koordinat geografisnya yang

meliputi lintang, bujur dan ketinggian lokasi dari permukaan laut (dpl) dengan

menggunakan alat Global Positioning System (GPS) atau dengan menggunakan

peralatan lainnya.

3. Penyusunan Rencana Kegiatan

Rencana kegiatan disusun oleh kelompok P3A dengan bimbingan dari

petugas pertanian. Rencana kegiatan memuat secara rinci tentang jenis dan

volume, rancangan teknis atau jadwal pelaksanaan kegiatan yang akan

dilaksanakan baik kegiatan fisik maupun kegiatan non fisik beserta rencana

biaya yang diperlukan.

1. Jenis dan Volume Kegiatan

Dalam menyusun rencana kegiatan, memuat secara jelas rincian,

jenis dan volume kegiatan yang akan dilaksanakan baik fisik maupun non

fisik misalnya kegiatan pengembangan jaringan irigasi tingkat usaha tani

atau jaringan irigasi desa, bagian yang akan diperbaiki dan volumenya

dan sebagainya. Disamping itu juga diuraikan secara singkat dan jelaskan

tahap pelaksanaan dan penanggungjawaban.


21

2. Rancangan Teknis (Desain Sederhana)

Karena kegiatan sifatnya sederhana dan pada umunya dalam bentuk

perbaikan jaringan ditingkat usahatani atau jaringan irigasi desa

(JITI/JIDES), maka sebagai acuan pelaksanaan dilapangan hanya

diperlukan desain sederhana saja, dan desain sederhana dimaksud

disusun Dinas Pertanian Kabupaten/Kota bersama kelompok P3A.

3. Jadwal Pelaksanaan

Jadwal pelaksanaan disusun secara singkat secara lengkap dan jelas

sejak dari tahap persiapan, penyusunan rencana kegiatan, penyusunan

desain sederhana bahan bangunan, pelaksanaan kontruksi, pengawasan,

monitoring dan evaluasi serta pelaporan.

4. Partisipatif

Kegiatan ini melibatkan peran serta petani dan P3A sejak persiapan awal

sampai dengan pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan keterlibatan

tersebut tercermin dari mulai penyusunan rencana kegiatan, penyusunan

rencana biaya, pembagian kewajiban dan pembiayaan (sharing), pengesahan

rencana kegiatan/proposal, dan pelaksanaan kegiatan fiik dilapangan serta

pengawasan. Partisipasi kelompok P3A dapat diwujudkan dalam bentuk

penyediaan bahan materi/bangunan, tenaga kerja dalam membentuk dana dan

sebagainya.
22

Partisipasi kelompok dapat dikonversikan ke dalam rupiah, sehingga

dapat dilihat seberapa besar nilai partisipasi (sharing) dari kelompok dalam

penyelesaian kegiatan.

5. Pelaksanaan Kegiatan Fisik

Cara pelaksanaan dilakukan dengan swakelola dan sebagai acuan

pedoman pelaksanaan kegiatan fisik dilapangan adalah dengan menggunakan

Ketentuan Teknis Pedoman Teknis Rehabilitas / Perbaikan Jaringan Irigasi

Desa (JIDES) dan Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani (JITUT) yang

diterbitkan direktorat pengelolaan lahan air cq. Direktorat pengelolaan air

tahun 2007.

Pengadaan bahan atau material dilakukan langsung oleh kelompok P3A,

dan pelaksana kegiatan konstruksi dilapangan tidak untuk dikontrakan kepada

pihak lain, tetapi pelaksanaan dilapangan dilakukan oleh kelompok P3A secara

swakelola.

6. Pembiayaan

Dana yang disediakan untuk kegiatan pengelolaan irigasi partisipatif

pada tugas pembantuan yang dialokasikan pada Mata Anggaran Kegiatan

(MAK) 573119 dengan jenis belanja lembaga sosial lainnya, dengan jumlah

dana sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) per unit. Disamping itu

sumber pembiayaan lainnya berasal dari partisipasi P3A. Biaya belanja

lembaga sosial lainnya diberikan kepada kelompok P3A, setelah P3A


23

menyerahkan rencana kegiatan/proposal kepada Dinas Pertanian

Kabupaten/Kota, kegiatan/proposal tersebut harus mendapat persetujuan dari

Kepala Desa, Camat dan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota.

Pencairan dana ke kelompok P3A langsung ditransfer kerekening

kelompok P3A. Prosedur pelaksanaannya sebagaimana diatur dalam pedoman

pengelolaan anggaran yang diterbitkan oleh direktorat jendral pengelolaan

lahan dan air tahun 2007. Bila rekening kelompok P3A belum ada agar segera

dibuka dibank terdekat.

Dana tersebut tidak dibenarkan digunakan untuk gaji/upah/honor,

perjalanan/pembinaan, tetapi hanya digunakan untuk pembelian/pengadaan

bahan atau material bangunan (semen, pasir, batu, kerikil, besi beton dan lain-

lain)

7. Pengawasan

Pengawasan dilakukan mulai dari tahap pemikiran awal, penyusunan

rencana kegiatan sampai dengan pelaksanaan fisik dilapangan secara bersama-

bersama oleh Dinas Pertanian Kabupaten/Kota, kelompok P3A, Aparat

Desa/Kecamatan serta masyarakat setempat.

2.1.3 Pengertian Implementasi Kebijakan

Studi implementasi merupakan suatu kajian mengenai studi kebijakan

yang mengarah pada proses pelaksanaan dari suatu kebijakan. Dalam

praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu


24

kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya intervensi

berbagai kepentingan. Untuk melukiskan kerumitan dalam proses implementasi

tersebut dapat dilihat pada pernyataan yang dikemukakan oleh seorang ahli

studi kebijakan Eugene Bardach yaitu:

“Adalah cukup untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum


yang kelihatannya bagus diatas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannya
dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakan
bagi telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya.
Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk cara yang
memuaskan semua orang termasuk mereka anggap klien.”14

Dalam derajat lain Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier

mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai:

“Pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk


undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah
yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang
ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur
proses implementasinya”15

Sedangkan, Van Meter dan Van Horn (1975), mendefinisikan

implementasi kebijakan, sebagai: “Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh

individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah

atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah

digariskan dalam keputusan kebijaksanaan”16

14
Eugene Bardach. 1991. Implementing Public Policy, Washington DC: Congressional Quartely
Press. Hal 3
15
Putra. 2003. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Public dan Ruang Partisipasi Dalam
Proses Kebijakan Public. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Hal 84
16
Ibid. hal 85
25

Dari tiga definisi tersebut diatas dapat diketahui bahwa implementasi

kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu: (1) adanya tujuan atau sasaran kebijakan;

(2) adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan; dan (3) adanya hasil

kegiatan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi

merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan melakukan

suatu aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu

hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Hal ini

sesuai pula dengan apa yang diungkapkan oleh Lester dan Stewart Jr.

(2000:104) dimana mereka katakan bahwa implementasi sebagai suatu proses

dan suatu hasil (output). Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat

diukur atau dilihat dari proses dan pencapaian tujuan hasil akhir (output), yaitu

tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih. Hal ini tak jauh berbeda

dengan apa yang diutarakan oleh Merrile Grindle (1980) sebagai berikut:

“Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan

mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah

ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual projects dan yang

kedua apakah tujuan program tersebut tercapai.”17

Dengan demikian maka kebijakan tidak hanya sekedar untuk dibuat

namun juga harus dilaksanakan sebagaimana mestinya sesuai dengan tujuan

dibuatnya kebijakan tersebut. Berdasarkan pandangan tersebut, dapatlah

disimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak

17
Merile S Grindle. 1980. Politics and Policy Implementation in The Third World. New York:
Princenton University Press
26

hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggungjawab

untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok

sasaran (target group), melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-

kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat

mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya

berpengaruh terhadap dampak baik yang diharapkan (intended) maupun yang

tidak diharapkan (unintended/negative effects). Dengan demikian implementasi

kebijakan dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi setelah suatu

program dirumuskan, serta apa yang timbul dari program kebijakan itu. Di

samping itu implementasi kebijakan tidak hanya terkait dengan persoalan

administratif, melainkan juga mengkaji faktor-faktor lingkungan yang

berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan.

2.1.4 Landasan dan Mutu Implementasi

Menurut Islamy untuk bisa melihat apakah proses implementasi telah

berjalan dengan baik, maka ada seperangkat kriteria yang perlu diperhatikan,

yaitu:

“1. Apakah strategi/pendekatan implementasi telah diidentifikasi,


dipilih dan dirumuskan dengan jelas? 2. Apakah unit pelaksana teknis
telah disiapkan? 3. Apakah aktor-aktor utama (policy subsystems) telah
ditetapkan dan siap menerima tanggung jawab pelaksanaan kebijakan
tersebut? Apakah prinsip “delivery mix” telah dilaksanakan? 4. Apakah
prosedur operasi baku telah ada, jelas, dan dipahami oleh pelaksana
kebijakan? 5. Apakah koordinasi pelaksanaan telah dilakukan dengan
baik? 6. Bagaimana, kapan, dan kepada siapa alokasi sumber-sumber
hendak dilaksanakan? 7. Apakah hak dan kewajiban, kekuasaan dan
tanggung jawab telah diberikan dan difahami serta dilaksanakan dengan
baik oleh pelaksana kebijakan? 8. Apakah pelaksanaan kebijakan telah
dikaitkan dengan rencana tujuan dan sasaran kebijakan? 9. Apakah
27

teknik pengukuran dan criteria penilaian keberhasilan pelaksanaan


kebijakan telah ada, jelas, dan diterapkan dengan baik? 10. Apakah
penilaian kinerja kebijakan telah menerapkan prinsip-prinsip efisiensi
ekonomi dan politis serta sosial?”18

Dengan memperhatikan kriteria proses implementasi maka akan terlihat

perlu adanya koalisi antar faktor dalam implementasi suatu kebijakan, maka

koalisi faktor-faktor dalam konteks ini, adalah suatu persatuan/kesatuan

(orang/organisasi/badan) yang berperan sebagai pelaku utama dalam

pelaksanaan (implementasi) suatu kebijakan. Dalam konteks pembangunan

infrastruktur masyarakat, koalisi aktor-aktor dalam implementasi kebijakan

infrastruktur, dapat diartikan sebagai suatu bentuk persatuan/kesatuan

(orang/organisasi /badan) yang berperan sebagai pelaku utama dalam

pelaksanaan (implementasi) suatu kebijakan infrastruktur.

2.1.5 Pendekatan Implementasi Kebijakan Publik

Dalam sejarah perkembangan studi implementasi kebijakan, dijelaskan

tentang adanya dua pendekatan guna memahami implementasi kebijakan,

yakni: Pendekatan top down dan bottom up. Dalam bahasa Lester dan Stewart

istilah itu dinamakan dengan the command and control approach (pendekatan

kontrol dan komando, yang mirip dengan top down approach) dan the market

approach (pendekatan pasar, yang mirip dengan bottom up approach). Masing-

18
Islamy. 2001. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara Indonesia. Bandung:Alumni hal 15
28

masing pendekatan mengajukan model-model kerangka kerja dalam

membentuk keterkaitan antara kebijakan dan hasilnya.19

Sedangkan pendekatan top down, misalnya, dapat disebut sebagai

pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi

kebijakan, walaupun dikemudian hari diantara pengikut pendekatan ini terdapat

perbedaan-perbedaan, sehingga menelurkan pendekatan bottom up, namun

pada dasarnya mereka bertitik-tolak pada asumsi-asumsi yang sama dalam

mengembangkan kerangka analisis tentang studi implementasi.

Dalam pendekatan top down, implementasi kebijakan yang dilakukan

tersentralisir dan dimulai dari aktor tingkat pusat, dan keputusannya pun

diambil dari tingkat pusat. Pendekatan top down bertitik-tolak dari perspektif

bahwa keputusan-keputusan politik (kebijakan) yang telah ditetapkan oleh

pembuat kebijakan harus dilaksanakan oleh administratur-adminstratur atau

birokrat-birokrat pada level bawahnya. Jadi inti pendekatan top down adalah

sejauhmana tindakan para pelaksana (administratur dan birokrat) sesuai dengan

prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan di

tingkat pusat.

Fokus analisis implementasi kebijakan berkisar pada masalah-masalah

pencapaian tujuan formal kebijakan yang telah ditentukan. Hal ini sangat

mungkin terjadi oleh karena street level bureaucrats tidak dilibatkan dalam

formulasi kebijakan. Sehingga intinya mengarah pada sejauhmana tindakan

19
Lester dan Steward. 2000. Pengamtar Kebijakan Public. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal
108
29

para pelaksana sesuai dengan prosedur dan tujuan kebijakan yang telah

digariskan para pembuat kebijakan di level pusat. Fokus tersebut membawa

konsekuensi pada perhatian terhadap aspek organisasi atau birokrasi sebagai

ukuran efisiensi dan efektivitas pelaksanaan kebijakan.

2.1.6 Model Implementasi Kebijakan Publik

2.1.6.1 Donald Van Metter dan Carl Van Horn

Model pendekatan top-down yang dirumuskan oleh Donald Van

Metter dan Carl Van Horn disebut dengan A Model of The Policy

Implementation. Proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi

atau performansi suatu implementasi kebijakan yang pada dasarnya

secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan

publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel.

Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara

linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja

kebijakan publik.20

Ada enam variabel, menurut Van Metter dan Van Horn yang

mempengaruhi kinerja kebijakan publik tersebut, adalah:

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan.

20
Wahab, Op. Cit. hal 51
30

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat

keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan

memang realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana

kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal

(bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level warga, maka agak

sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat

dikatakan berhasil.

2. Sumberdaya.

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung

dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia

merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu

keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan

proses implementasi menuntut adanya sumberdaya manusia yang

berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan

yang telah ditetapkan secara apolitik. Tetapi ketika kompetensi dan

kapabilitas dari sumber-sumberdaya itu nihil, maka kinerja kebijakan

publik sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi di luar sumberdaya manusia,

sumber-sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah sumber

daya finansial dan sumberdaya waktu. Karena, mau tidak mau, ketika

sumberdaya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia

sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak tersedia, maka memang

menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju

oleh tujuan kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan sumberdaya


31

waktu. Saat sumberdaya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan

dengan baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat,

maka hal ini pun dapat menjadi penyebagian ketidakberhasilan

implementasi kebijakan. Karena itu sumberdaya yang diminta dan

dimaksud oleh Van Metter dan Van Horn adalah ketiga bentuk

sumberdaya tersebut.

3. Karakteristik Agen Pelaksana.

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal

dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan

publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan

(publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta

cocok dengan para agen pelaksanananya. Misalnya, implementasi

kebijakan publik yang berusaha untuk merubah perilaku atau tindak laku

manusia secara radikal, maka agen pelaksana projek itu haruslah

berkarakteristik keras dan ketat pada aturan serta sanksi hukum.

Sedangkan bila kebijakan publik itu tidak terlalu merubah perilaku dasar

manusia, maka dapat-dapat saja agen pelaksana yang diturunkan tidak

sekeras dan tidak setegas pada gambaran yang pertama.

Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan

perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana.

Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya

semakin besar pula agen yang dilibatkan.

4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana.


32

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan

sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja

implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh

karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga

setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka

rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implemntor laksanakan adalah

kebijakan ”dari atas” (top down) yang sangat mungkin para pengambil

keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu

menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin

selesaikan.

5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana.

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam

implemntasi kebijakan pulbik. Semakin baik koordinasi komunikasi

diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi,

maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi.

Dan, begitu pula sebaliknya.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja

implemntasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Metter

dan Van Horn adalah, sejauh mana lingkungan eksternal turut

mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan.

Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik yang tidak kondusif dapat

menjadi penyebab dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.


33

Karena itu, upaya untuk mengimplementasikan kebijakan harus pula

memperhatikan kekondusifan kondisi lingkungan eksternal.

2.1.6.2 Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier

Model implementasi kebijakan publik yang lain ditawarkan oleh Daniel

Mazmanian dan Paul Sabatier yang disebut dengan A Framework for Policy

Implementation Analysis. Kedua ahli kebijakan ini berpendapat bahwa peran

penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam

mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-

tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel-variabel yang

dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:21

1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi:

a. Kesukaran-kesukaran Teknis.

Tercapai atau tidaknya tujuan suatu kebijakan akan tergantung pada

sejumlah persyaratan teknis, termasuk diantaranya:kemampuan untuk

mengembangkan indikator-indikator pengukur prestasi kerja yang tidak

terlalu mahal serta pemahaman mengenai prinsip-prinsip hubungan kausal

yang mempengaruhi masalah. Disamping itu tingkat keberhasilan suatu

kebijakan dipengaruhi juga oleh tersedianya atau telah dikembangkannya

teknik-teknik tertentu.

b. Keberagaman Perilaku yang Diatur.

21
Sumaryadi. 2005. Kebijakan Publik: Formula, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Alex Media
Komputindo. Hal 15
34

Semakin beragam perilaku yang diatur, maka asumsinya semakin

beragam pelayanan yang diberikan, sehingga semakin sulit untuk membuat

peraturan yang tegas dan jelas. Dengan demikian semakin besar kebebasan

bertindak yang harus dikontrol oleh para pejabat pada pelaksana

(administratur atau birokrat) di lapangan.

c. Persentase Totalitas Penduduk yang Tercakup dalam Kelompok

Sasaran.

Semakin kecil dan semakin jelas kelompok sasaran yang perilakunya

akan diubah (melalui implementasi kebijakan), maka semakin besar

peluang untuk memobilisasikan dukungan politik terhadap sebuah

kebijakan dan dengannya akan lebih terbuka peluang bagi pencapaian

tujuan kebijakan.

d. Tingkat dan Ruang Lingkup Perubahan Perilaku yang Dikehendaki.

Semakin besar jumlah perubahan perilaku yang dikehendaki oleh

kebijakan, maka semakin sukar/sulit para pelaksana memperoleh

implementasi yang berhasil. Artinya ada sejumlah masalah yang jauh lebih

dapat kita kendalikan bila tingkat dan runag lingkup perubahan yang

dikehendaki tidaklah terlalu besar.

e. Kemampuan Kebijakan Menstruktur Proses Implementasi Secara Tepat.

Para pembuat kebijakan mendayagunakan wewenang yang

dimilikinya untuk menstruktur proses implementasi secara tepat melalui

beberapa cara:
35

1) Kecermatan dan kejelasan penjenjangan tujuan-tujuan resmi yang

akan dicapai.

Semakin mampu suatu peraturan memberikan petunjuk-petunjuk yang

cermat dan disusun seacra jelas skala prioritas/urutan kepentingan

bagi para pejabat pelaksana dan aktor lainnya, maka semakin besar

pula kemungkinan bahwa output kebijakan dari badan-badan

pelaksana akan sejalan dengan petunjuk tersebut.

2) Keterandalan teori kausalitas yang diperlukan.

Memuat suatu teori kausalitas yang menjelaskan bagaimana kira-kira

tujuan usaha pembaharuan yang akan dicapai melalui implementasi

kebijakan.

3) Ketetapan alokasi sumberdana.

Tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu sangat

diperlukan agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan-tujuan formal.

f. Keterpaduan hirarki di dalam lingkungan dan diantara lembaga-

lembaga atau instansi-instansi pelaksana.

Salah satu ciri penting yang perlu dimiliki oleh setiap peraturan

perundangan yang baik ialah kemampuannya untuk memadukan hirarki

badan-badan pelaksana. Ketika kemampuan untuk menyatupadukan dinas,

badan, dan lembaga alpa dilaksanakan, maka kordinasi antar instansi yang

bertujuan mempermudah jalannya implementasi kebijakan justru akan

membuyarkan tujuan dari kebijakan yang telah ditetapkan.

g. Aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-badan pelaksana.


36

Selain dapat memberikan kejelasan dan konsistensi tujuan,

memperkecil jumlah titik-titik veto, dan intensif yang memadai bagi

kepatuhan kelompok sasaran, suatu undang-undang harus pula dapat

mempengaruhi lebih lanjut proses implementasi kebijakan dengan cara

menggariskan secara formal aturan-aturan pembuat keputusan dari badan-

badan pelaksana.

h. Kesepakatan para pejabat terhadap tujuan yang termaktub dalam

undang-undang.

Para pejabat pelaksana memiliki kesepakatan yang diisyaratkan demi

tercapainya tujuan. Hal ini sangat signifikan halnya, oleh karena, top down

policy bukanlah perkara yang mudah untuk diimplankan pada para pejabat

pelaksana di level lokal.

i. Akses formal pihak-pihak luar.

Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi implementasi kebijakan

adalah sejauhmana peluang-peluang yang terbuka bagi partisipasi para

aktor diluar badan pelaksana dapat mendukung tujuan resmi. Ini

maksudnya agar kontrol pada para pejabat pelasanan yang ditunjuk oleh

pemrintah pusat dapat berjalan sebagaimana mestinya.

2. Variabel-variabel diluar Undang-undang yang Mempengaruhi

Implementasi.

1. Kondisi sosial, ekonomi dan teknologi.

Perbedaan waktu dan perbedaan diantara wilayah-wilayah hukum

pemerintah dalam hal kondisi sosial, ekonomi, dan teknologi sangat


37

signifikan berengaruh terhadap upaya pencapaian tujuan yang digariskan

dalam suatu undang-undang. Karena itu, eksternal faktor juga menjadi hal

penting untuk diperhatikan guna keberhasilan suatu upaya pengejawantahan

suatu kebijakan publik.

2. Dukungan publik.

Hakekat perhatian publik yang bersifat sesaat menimbulkan

kesukaran-kesukaran tertentu, karena untuk mendorong tingkat keberhasilan

suatu implementasi kebijakan sangat dibutuhkan adanya sentuhan

dukungang dari warga. Karena itu, mekanisme partisipasi publik sangat

penting artinya dalam proses pelasanaan kebijakan publik di lapangan.

3. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok masyarakat.

Perubahan-perubahan yang hendak dicapai oleh suatu kebijakan

publik akan sangat berhasil apabila di tingkat masyarakat, warga memiliki

sumber-sumber dan sikap-sikap masyarakat yang kondusif terhadap

kebijakan yang ditawarkan pada mereka. Ada semacam local genius

(kearifan lokal) yang dimiliki oleh warga yang dapat mempengaruhi

keberhasilan atau ketidakberhasilan implementasi kebijakan publik. Dan,

hal tersebut sangat dipengaruhi oleh sikap dan sumber yang dimiliki oleh

warga masyarakat.

4. Kesepakatan dan kemampuan kepemimpinan para pejabat pelaksana.

Kesepakatan para pejabat instansi merupakan fungsi dari kemampuan

undang-undang untuk melembagakan pengaruhnya pada badan-badan

pelaksana melalui penyeleksian institusi-institusi dan pejabat-pejabat


38

terasnya. Selain itu pula, kemampuan berinteraksi antarlembaga atau

individu di dalam lembaga untuk menyukseskan implemntasi kebijakan

menjadi hal indikasi penting keberhasilan keinerja kebijakan publik.

2.1.7 Faktor Penghambat dan Pendukung Proses Implementasi Kebijakan

Publik

Kebijakan apapun bentuknya sebenarnya mengandung resiko untuk

gagal. Hoogwood dan Gunn (1986) membagi pengertian kegagalan kebijakan

(policy failure) ke dalam dua kategori yaitu non implementation (tidak

terimplementasikan) dan unsuccessful implementation (implementasi yang

tidak berhasil).22 Tidak terimplementasikan mengandung arti bahwa suatu

kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karena pihak-

pihak yang terlibat di dalam pelaksanaannya tidak mau berkerjasama, atau

mereka telah bekerja secara tidak efisien, bekerja setengah hati atau karena

mereka tidak sepenuhnya menguasai permasalahan, atau permasalahan yang

dibuat di luar jangkauan kekuasaannya, sehingga betapapun gigih usaha

mereka, hambatan-hambatan yang ada tidak sanggup mereka tanggulangi.

Akibatnya implementasi yang efektif sukar dipenuhi. Implementasi yang tidak

berhasil terjadi manakala suatu kebijakan tertentu telah dilaksanakan sesuai

dengan rencana, namun mengingat kondisi eksternal ternyata tidak

menguntungkan (misalnya tiba-tiba terjadi peristiwa penggantian kekuasaan,

bencana alam, dan sebagainya), kebijaksanaan tersebut tidak berhasil dalam

mewujudkan dampak atau hasil akhir yang dikehendaki. Biasanya kebijakan

22
Putra, Op. Cit. Hal 89
39

yang memiliki resiko untuk gagal itu disebabkan oleh beberapa faktor antara

lain: Pelaksanaannya jelek (bad execution), kebijakannya sendiri jelek (bad

policy) atau kebijakan itu memang bernasib jelek (bad luck).23

Hogwood dan Gunn24 menyatakan bahwa: Untuk dapat

mengimplementasikan suatu kebijakan secara sempurna (perfect

implementation) maka diperlukan beberapa kondisi atau persyaratan tertentu

sebagai berikut:

1) The circumstances external to the implementing agency do not impose


crippling constraints; 2) that adequate time and sufficient recources are
made available to the programme; 3) that the required combination of
resources is actually available; 4) that the policy tobe implemented is
based upon a valid theory of cause and effect; 5) that the relationship
between cause and effect is direct and that there are few, if any,
intervening links; 6) that dependency relationships are minimal; 7) that
there is understanding of, and agreement on, objectives; 8) that tasks are
fully specified in correct sequences; 9) that there is perfect
communication and co-ordination; 10) that those in authority can
demand and obtain perfect compliance.

(1. kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak


akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius; 2. untuk pelaksanaan
program tersedia waktu dan sumber yang cukup memadai; 3. perpaduan
sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia; 4. kebijakan yang
akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang
andal; 5. hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata
rantai penghubungnya; 6. hubungan saling ketergantungan harus kecil; 7.
pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan; 8. tugas-
tugas dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat; 9. komunikasi
dari koordinasi yang sempurna; 10. pihak-pihak yang memiliki
wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapat kepatuhan yang
sempurna).

23
Wahab, Op. Cit. hal 56
24
Hil. 1993. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta: Rajawali Press. Hal 98
40

2.1.8 Pembangunan Partisipatif

Dalam hal pembangunan – secara sederhana sering diartikan sebagai

suatu upaa untuk melakukan perubahan menjadi lebih baik. Perubahan

dimaksud adalah menuju arah peningkatan dari keadaan semula, serta tidak

jarang pula ada yang mengasumsikan bahwa pembangunan adalah

pertumbuhan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem

perencanaan pembangunan nasional menegaskan bahwa dalam perencanaan

pembangunan diisyaratkan harus memilikli unsur keterlibatan penyelenggara

negara dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Pola perencanaan

pembangunan yang mendorong terjadinya partisipasi aktif masyarakat tersebut

dikenal dengan istilah perencanaan pembangunan partisipatif.

Partisipasi adalah keterlibatan dan pelibatan anggota masyarakat dalam

pembangunan, meliputi kegiatan dalam perencanaan dan pelaksanaan

(implementsi) program/proyek pembangunan yang dikerjakan masyarakat lokal

atau dengan kata lain pembangunan pembangunan partisipatif adalah suatu

proses pembangunan yang memberdayakan masyarakat mulai dari tahap

perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan.25

Perencanaan pembangunan partisipatif merupakan upaya untuk

memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang

terkait dengan potensi sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah,

25
Adisasmita Rahardjo. 2005. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Hal 38
41

yaitu peningkatan aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang ada

dalam masyarakat, peningkatan motivasi dan peran serta kelompok masyarakat

dalam proses pembangunan, dan peningkatan rasa memiliki pada kelompok

masyarakat terhadap program kegiatan yang telah disusun.

Konsep perencanaan bersifat top-down yang telah diciptakan telah

menciptakan kegagalan pembangunan sudah saatnya digandi dengan konsep

perencanaan pembangunan yang berasal dari bawah (bottom-up planning)

dengan partisipasi aktif masyarakat. Keuntungan perencanaan partisipatif ini

sama halnya dengan prinsip good corporate governance yang mengakui akan

kekuasan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. United Nation Development

Program (UNDP) sebagai lembaga dunia yag bergerak dalam bidang

pembangunan, mengungkapkan perencanaan partisipatif sebagai berikut:

1. Partisipasi, setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan


keputusan, baik secara langsung maupun melalui badan perwakilan yang
legitimatif mewakili kepentingannya.
2. Peraturan hukum
3. Keterbukaan
4. Ketanggapan
5. Kesepakatan bersama
6. Bertanggung jawab
7. Keadilan
8. Efektif dan efisien 26

Keterlibatan masyarakat akan menjadi penjamin bagi suatu proses

perencanaan pembangunan yang baik dan benar.27 Untuk dapat mewujudkan

partisipasi masyarakat agar dapat berdaya, sangat dibutuhkan kebebasan,

26
David Gaebler Osborn. 1995. Mewirausahakan Birokrasi, Mentranspormasikan Semangat
Wirausaha ke Dalam sector Publik. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Hal 102
27
Alexander Abe. 2005. Perencanaan Daerah Partisipatif. Yogyakarta: Pustaka Yogya Mandiri.
Hal 91
42

kesempatan dan ruang gerak yang tersusun dalam empat tingkatan,

sebagaimana diungkapkan oleh Kramer28 yaitu:

1. Partisipasi akan mengandung arti keterlibatan dalam proses pengambilan

keputusan kebijakan pembangunan.

2. Partisipasi hendaknya mengarah pada pembangunan program penduduk

yang ditempatkan sebagai konsumen utama dari program-program

infrastruktur fisik daerah. Oleh karena itu, kepentingan-kepentingan dan

saran-saran mereka harus didengar oleh mereka yang bertanggung jawab

untuk memberikan pelayanan-pelayanan pembangunan daerah;

3. Partisipasi yang menempatkan masyarakat sebagai konsumen perlu

memperoleh stimulan dan dukungan reaksi terhadap birokrasi pembangunan

yang kurang memiliki kepekaan terhadap kepentingan masyarakat;

4. Partisipasi diadakan dalam rangka nilai keadilan sosial dan dalam rangka

tersedianya kelonggaran memperoleh pekerjaan yang produktif bagi seluruh

lapisan masyrakat.

Istilah partisipasi sekarang ini menjadi kata kunci dalam setiap program

pembangunan masyarakat di mana-mana. Dalam perkembangannya seringkali

diucapkan dan ditulis berulang-ulang tetapi kurang dipraktekkan, sehingga

cenderung kehilangan makna. Untuk itu partisipasi haruslah dilandasi oleh

adanya pengertian bersama dan dengan pengertian inilah di antara pihak-pihak

yang terlibat di dalamnya bisa saling berkomunikasi dan berinteraksi.

28
Syaiful Arif. 2006. Reformasi Birokrasi dan Demokratisasi Kebijakn. Malang: averrous Press.
Hal 150
43

Gaventa dan Valderama mencatat ada tiga tradisi konsep partisipasi

terutama bila dikaitkan dengan pembangunan masyarakat yang demokratis,29

yaitu:

1. Partisipasi politik, political participation lebih berorientasi pada

mempengaruhi dan mendudukkan wakil-wakil rakyat dalam lembaga

pemerintah ketimbang partisipasi aktif dalam proses-proses kepemerintahan

itu sendiri.

2. Partisipasi sosial, social participation, partisipasi ditempatkan sebagai

keterlibatan masyarakat terutama yang dipandang sebagai beneficiary atau

pihak yang diluar proses pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan

keputusan dalam semua tahapan siklus pembangunan dari evaluasi

kebutuhan sampai penilaian, implementasi, pemantauan dan evaluasi.

Partisipasi sosial sebenarnya dilakukan untuk memperkuat proses

pembelajaran dan mobilisasi sosial. Dengan kata lain, tujuan utama dari

proses partisipasi sosial sebenarnya bukanlah pada kebijakan publik itu

sendiri tetapi keterlibatan komunitas dalam dunia kebijakan publik lebih

diarahkan sebagai wahana pembelajaran mobilisasi sosial.

3. Partisipasi warga, citizen participation/citizenship menekankan pada

partisipasi langsung warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan

proses pemerintahan. Partisipasi warga telah mengalihkan konsep partisipasi

“dari sekedar kepedulian terhadap derma atau kaum tersisih menuju ke suatu

29
Arsito, Rejuvinasi peran perencanaan dalam menghadapi era perencanaan partisipatif “sebuah
tahapan awal dalam pembentukan kultur mastarakat partisipatif. Disampaikan dalam seminar
tahunan ASPI (asosiasi sekolah Perencana Indonesia), Universitas Brawijaya Malang,
http://www.mirror.depsos.go.id diakses 8 maret 2011
44

kepedulian dengan berbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan

kebijakan dan pengambilan keputusan di berbagai gelanggang kunci yang

mempengaruhi kehidupan mereka”

Proses perencanaan pembangunan berdasarkan partisipasi masyarakat

harus memperhatikan adanya kepentingan rakyat yang bertujuan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga itu dalam proses

perencanaan pembangunan partisipasi ada beberapa hal, antara lain: 1)

Perencanaan program harus berdasarkan fakta dan kenyataan di masyarakat; 2)

Program harus memperhitungkan kemampuan masyarakat dari segi teknik,

ekonomi, dan sosial; 3) Program harus memperhatikan unsur kepentingan

kelompok masyarakat; 4) Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program;

5) Pelibatan sejauh mungkin organisasi-organisasi yang ada; 6) Program

hendaknya memuat program jangka pendek dan jangka panjang; 7) Memberi

kemudahan untuk evaluasi; 8) Program harus memperhitungkan kondisi, uang,

waktu, alat dan tenaga yang tersedia.

2.2 Kerangka Berpikir

Dalam setiap perumusan kebijakan apakah menyangkut program-program

maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau

implementasi.30 Karena betapa pun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi

yang aik, maka tidak akan banyak berarti. Dalam kaitan ini seperti dikemukakan

30
Wahab. Op. Cit. Hal 51
45

oleh Wahab bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting daripada

pembuatan kebijakasanaan. Kebijaksanaan hanya sekedar impian atau rencana

bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak mampu diimplementasikan.

Meter dan Horn merumuskan proses implementasi kebijaksanaan adalah

tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat-pejabat atau

kelompok-kelompok pemerintah/swasta pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah

digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.31

Penekanan aktivitas birokrasi pemerintahan pada proses tersebut lebih

pada tahapan implementasi, dengan mengimplementasikan kebijaksanaan menjadi

program, proyek dan aktivitas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa program

merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan

implementasi. Program akan menunjang implementasi karena dalam program

tersebut telah dimuat berbagai aspek, antara lain:

1. Adanya tujuan yang ingin dicapai.

2. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang harus diambil dalam mencapai

tujuan itu.

3. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui.

4. Adanya perkiraan anggaran yang dibutuhkan.

5. Adanya strategi dalam pelaksanaan.

Dengan konsekuensi di atas, maka hal tersebut dapat dijadikan sebagai

tolok ukur keberhasilan implementasi kebijakan dan juga dapat dijadikan sebagai

31
Wahab. Op. Cit. Hal 21
46

masukan dalam proses perumusan kebijakan yang akan meningkatkan kualitas

kebijakan tersebut. Masih berkaitan dengan proses implementasi Masmanian dan

Sabatier mengatakan bahwa mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti

berusaha memahami apa yang menjadi nyata terjadi sesudah program

diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan

yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-

usaha mengadministrasikannya maupun yang menimbulkan dampak nyata pada

masyarakat atau kejadian-kejadian tertentu.32

Berdasarkan pandangan tersebut maka dapat dirumuskan bahwa proses

implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan

administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan

menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan menyangkut

jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak

langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat pada

akhirnya berpengaruh pada kebijakan baik yang negatif maupun positif.

Guna mencapai tujuan implementasi program secara efektif, pemerintah

harus melakukan aksi atau tindakan yang berupa penghimpunan sumber dana dan

pengelolaan sumber daya aam dan manusia. Hasil yang diperoleh dari aksi

pertama dapat disebut input dari kebijakan, sementara yang kedua disebut sebagai

proses implementasi dari kebijakan.33

Dengan demikian secara sederhana tujuan implementasi kebijakan adalah

untuk menetapkan arah tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil

32
Putra. Op. Cit. Hal 84
33
Smaudra Wibawa. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Grafindo. Hal 4
47

dari kegiatan pemerintah. Lebih lanjut Wibawa menyatakan bahwa keseluruhan

proses kebijakan baru bisa dimulai apabila tujuan dan sasaran yang semula

bersifat umum telah terperinci, program telah dirancang dan juga sejumlah dana

telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut.34

Dalam penelitian ini untuk menelaah implementasi dari suatu Keputusan

model yang digunakan untuk menganalisis implementasi kebijakan tersebut dapat

digunakan model pendekatan top-down yang dirumuskan oleh Donald Van Metter

dan Carl Van Horn disebut dengan A Model of The Policy Implementation. Model

ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari

keputusan politik yang tersedia, pelaksana, dan kinerja kebijakan publik. Dan

menurut Van Metter dan Van Horn ada 6 (enam) variabel), yang

mempengaruhinya, di antaranya:

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan.

2. Sumberdaya.

3. Karakteristik Agen Pelaksana.

4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana.

5. Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik.

Dengan latar belakang kepemimpinan adminstratif sebagaimana

disebutkan di atas maka dalam proses analisa dan pembentukan kebijaksanaan

serta pengambilan keputusan implementasinya diharapkan akan menjadi lebih

baik. Untuk lebih jelasnya model pendekatan top-down dan faktor-faktor untuk

34
Tangkilisan. Op. Cit. Hal 20
48

memperbaiki pendekatan tersebut dapat dirangkai dalam bentuk kerangka

pemikiran sebagai berikut:

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran

PERMEN PU NO. 30/PRT/M/2007 tentang


Pedoman Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif

Teori Van Metter dan Van Horn:


1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan.
2. Sumberdaya.
3. Karakteristik Agen Pelaksana.
4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana.
5.Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana.
6.Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Realisasi arah kebijakan publik


49

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan Kualitatif yang di lakukan untuk mengetahui bagaiman

Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

30/PRT/M/2007. Pendekatan ini menghasilkan temuan yang diperoleh dari

data-data yang dikumpulkan dengan menggunakan beragam sarana. Penelitian

kualitatif merupakan bidang penyelidikan yang berdiri sendiri. Penelitian ini

menyinggung aneka disiplin ilmu, bidang, dan tema.35

Metode penelitian dengan pendekatan kualitatif, istilah penelitian

kualitatif dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor dalam Moleong. Metodelogi

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Pendekatan ini mengarah kepada latar dan individu tersebut secara utuh. Jadi,

tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau

hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.36

35
Denzin K, Norman dan Yvonna S Lincoln. 2009. Handbook Of Qualitative Research.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal.1
36
Lexy J. Moleong . 2005. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung. Hal 4

49
50

3.2 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini tentang Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2007, peneliti menggunakan pendekatan

kualitatif dalam penelitiannya. Dalam penelitian kualitatif instrumen

penelitiannya adalah peneliti itu sendiri. Menurut Irawan, satu-satunya

instrumen terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. 37

Dalam penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan adalah data primer

dan data sekunder. Menurut Lofland dan Loflang dalam Moleong sumber data

utama atau primer dalam penelitian kaulitatif ialah kata-kata dan tindakan

selebihnya adalah data tambahan atau data sekunder seperti dokumen, gambar

dan lain-lain.38 Adapun alat-alat tambahan yang digunakan peneliti dalam

menyelesaikan data berupa panduan wawancara, buku catatan, kamera digital

dan alat perekam (handphone).

Dalam penelitian ini tehnik pengumpulan data yang digunakan

merupakan kombinasi dari beberapa tehnik, yaitu :

1. Wawancara

Wawancara merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan

melalui percakapan dengan maksud menggali informasi. Wawancara

menurut Denzin, adalah pertukaran percakapan dengan tatap muka dimana

seseorang memperoleh informasi dari yang lain. Melalui wawancara peneliti

bisa mendapatkan informasi yang mendalam (indepth interview) karena

peneliti dapat menjelaskan pertanyaan yang tidak dimengerti responden,

37
Prasetya Irawan. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. DIA FISIP
Universitas Indonesia: Jakarta. Hal 17
38
Moleong. Op. Cit. Hal 157
51

peneliti dapat mengajukan pertanyaan, informan cenderung menjawab

apabila diberi pertanyaan, dan informan dapat menceritakan sesuatu yang

terjadi di masa silam dan masa mendatang.39

Dalam penelitian kualitatif, wawancara dilakukan secara mendalam.

Macam wawancara yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah

wawancara terstuktur dan tak berstruktur. Wawancara tidak berstuktur

adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman

wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk

pengumpulan datanya, tetapi disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik

dari informan, pelaksanaan tanya jawab mengalir seperti dalam percakapan

sehari-hari. Sedangkan wawancara terstuktur, peneliti menggunakan

pedoman wawancara yang yang telah disusun sebelumnya.

2. Observasi

Observasi merupakan tehnik pengumpulan data yang secara umum

dikenal dengan pengamatan langsung di lapangan. Menurut Usman

menyatakan bahwa, observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang

sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. 40 Dalam penelitian ini, tehnik

observasi yang digunakan adalah observasi partisipasi.

Ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian kaulitatif

pengamatan dimanfaatkan sebesar-besarnya seperti apa yang dikemukakan

oleh Guba dan Lincoln sebagai berikut:

39
Chaedar A. Alwasilah. 2006. Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya. hal 154
40
Usman. Op Cit. Hal 54
52

“Pertama, tehnik pengamatan ini didasarkan atas pengalaman secra


langsung. Kedua, tehnik pengamatan juga memungkinkan melihat
dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian
sebagaimana terjadi pada keadaan sebenarnya. Ketiga, pengamatan
memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yang
berkaitan dengan pengetahuan proposional maupun pengetahuan
diperoleh dari data. Keempat, sering terjadi ada keraguan pada
peneliti. Jalan yang terbaik untuk mengecek kepercayaan data
tersebut ialah dengan jalan memanfaatkan pengamatan. Kelima,
tehnik pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami
situasi-situasi yang rumit. Situasi yang rumit mungkin terjadi jika
peneliti ingin memperhatikan beberapa tingkah laku sekaligus.
Keenam, dalam kasus-kasus tertentu dimana tehnik komunikasi
lainnya tidak memungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang
sangat bermanfaat.”

3. Studi Dokumentasi.41

Selanjutnya studi dokumentasi dapat diartikan sebagai teknik

pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis yang diterbitkan oleh

lembaga-lembaga yang menjadi obyek penelitian, baik berupa prosedur,

peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan serta berupa foto

ataupun dokumen elektronik (rekaman).

3.3 Informan Penelitian

Dalam penelitian mengenai Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2007 tentang pedoman pengembangan

dan pengelolaan sistem irigaasi partisipatif di UPTD Irigasi Dinas Pekerjaan

Umum (DPU) Kecamatan Pamarayan Kabupaten Serang, penentuan

informannya menggunakan tehnik purposive sampling (sampel bertujuan),

menurut Patton, alasan logis di balik teknik sampel bertujuan dalam penelitian

41
Moleong. Op. Cit. Hal 216- 217
53

kualitatif merupakan prasyarat bahwa sampel yang dipilih sebaiknya memiliki

informasi rich information (informasi yang kaya).42

Penentuan informan yang terpenting dalam penelitian kualitatif adalah

bagaimana menentukan key informan (informan kunci) atau situasi sosial

tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus penelitian.43 Penentuan key

informan menurut Morse disebut pemilihan the primary selection (partisipan

pertama), yaitu pemilihan secara langsung memberi peluang bagi peneliti untuk

menentukan sampel dari sekian informan yang langsung ditemui. Sedangkan

jika peneliti tidak dapat menentukan partisipan secara langsung, sebagai cara

alternatif peneliti dapat melakukan pemilihan secondry selection (informan

kedua ).44

Adapun yang menjadi informan dalam penelitain ini di antaranya

adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1
Informan Penelitian

No Informan Keterangan
1. Kepala UPTD Pekerjaan Umum Kecamatan Key Informan
Pamarayan
2. Pelaksana Irigasi UPTD Pekerjaan Umum Key Informan
3. Anggota Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Key Informan

3.4 Tehnik Analisa Data

Dalam penelitian kualitatif, tehnik analisa data yang digunakan sudah

jelas, yaitu diarahkan untuk menjawab rumusan masalah. Menurut Bogdan dan

Biklen menyatakan bahwa:

42
Denzin Op.Cit Hal. 290
43
Burhan Bungin. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press. Hal. 53
44
Denzin. Loc.Cit. Hal. 290
54

“Analisis data adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis


transkip interview, catatan di lapangan dan bahan-bahan lain yang anda
di dapatkan, yang kesemuanya itu anda kumpulkan untuk meningkatkan
pemahaman anda (terhadap suatu fenomena) dan membantu anda untuk
mempresentasikan penemuan anda kepada orang lain.” 45

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai di lapangan. Tehnik analisa

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan tehnik

analisa data kualitatif mengikuti konsep yang diberikan oleh Miles dan

Huberman. Menurut kedua tokoh tersebut, bahwa aktivitas dalam analisis data

kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus

pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas dan datanya jenuh.

Aktivitas dalam analisis data dapat dilihat dalam gambar berikut:

45
Irawan. Op. Cit. Hal 72
55

Gambar 3.1
Komponen Dalam Analisis Data (Interactive Model)46

Data
collection
Data
display

Data
reduction
Conclusions
Drawing / verifying

Sumber: Miles dan Huberman, 2007

Berdasarkan gambar di atas, analisis data kualitatif merupakan upaya

yang berlanjut, berulang dan terus-menerus. Masalah reduksi data, penyajian

data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi menjadi gambaran keberhasilan

secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling susul

menyusul. Namun dua hal lainnya itu senantiasa merupakan bagian dari

lapangan. Untuk lebih jelasnya, maka kegiatan analisis data dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan,

perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data

“kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Data yang


46
Matthew Miles dan Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif (Buku Sumber Tentang
Metode-metode Baru). Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Hal 15-21
56

diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, kompleks dan rumit.

Untuk itu perlu dicatat secara rinci dan teliti. Kemudian segera dilakukan

analisis data melalui reduksi data. Reduksi data berarti merangkum, memilih

hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan

polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya kembali bila diperlukan.

Reduksi data ini membantu untuk memberikan kode-kode pada aspek

tertentu.

2. Penyajian Data (Data Display)

Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data.

Penyajian data yang paling sering dilakukan pada data kualitatif pada masa

yang lalu adalah bentuk teks naratif tetapi ada beberapa bentuk penyajian

data dengan menggunakan grafik, matriks, jaringan dan bagan. Dalam

penelitian ini, peneliti menyajikan data dalam bentuk teks naratif. Dengan

mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang

terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah

dipahami tersebut.

3. Penarikan Kesimpulan/verifikasi (Conclusions drawing/verification)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi, yaitu menyimpulkan dari temuan-temuan


57

penelitian untuk dijadikan suatu kesimpulan penelitian. Kesimpulan awal

yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila

ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan

data berikutnya.

Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke

lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan

merupakan kesimpulan yang kredibel. Oleh karena itu kesimpulan harus

diverifikasi selama penelitian berlangsung.

3.5 Validitas Data

Pengujian data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara triangulasi.

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data

dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan

demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan

waktu47.

1. Triangulasi Sumber

Pengujian kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data

yang diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam penelitian ini untuk

menguji kredibilitas data tentang Implementasi Peraturan Menteri tentang

Pedoman Pengembangan dan Pengelolaan sistem Irigasi Partisipatif, maka

pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh dilakukan ke Instansi

terkait yaitu UPTD Pekerjaan Umum dan Petani atau Perkumpulan Petani
47
Ibid Hal:125
58

Pemakai air (P3A). Data dari ke dua sumber tersebut tidak bisa dirata-

ratakan seperti dalam penelitian kuantitatif, tetapi dideskripsikan,

dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda dan mana

spesifik. Hal itu dapat dicapai dengan cara : membandingkan data hasil

pengamatan dengan data hasil wawancara; membandingkan apa yang

dikatakan orang didepan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan

orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya

sepanjang waktu; membandingkan keadaan dan perspektif seseorang

dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang

pemerintahan; membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen

yang berkaitan. Setelah data dianalisis oleh peneliti maka akan

menghasilkan suatu kesimpulan dan selanjutnya meminta kesepakatan dari

ketiga sumber data tersebut.

2. Triangulasi Teknik

Dalam menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek

data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Misalnya data

diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi,

atau kuesioner.

Menurut Patton48 terdapat dua strategi yaitu : (1) pengecekan derajat

kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data

(2). Pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode

yang sama. Bila dengan semua teknik pengujian kredibilitas data tersebut
48
Moleong,Op.Cit hal :331
59

menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi

lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk

memastikan data mana yang dianggap benar.

3. Triangulasi Waktu

Waktu sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang

dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat informan

masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih

valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam pengujian kredibilitas data

dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara,

observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.

3.6 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di UPTD Irigasi Dinas Pekerjaan Umum (DPU)

Kecamatan Pamarayan Kabupaten Serang dengan waktu penelitian sebagai

berikut:
60

Tabel 3.2
Waktu Pelaksanaan Penelitian

Nov 11 Des 11 Jan 11 Feb 11 Maret 11 April 11 Mei 11 Juni 11 Juli 11 Agusts 11 Sept 11 Okt 11
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan Judul

2 Perizinan Dan Observasi

3 Pengumpulan Data

5 Seminar Proposal

6 Perbaikan Proposal
Pelaksanaan Penelitian
7
Lapangan
8 Pengolahan data

9 Bimbingan

10 Sidang Skripsi

11 Revisi Skripsi
61

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten berdiri atas dasar Peraturan Daerah

Tingkat I Jawa Barat No. 33 /PD/DPRD–GR/1961 Tentang penyerahaan

sebagian urusan pekerjaan umum kepada kabupaten / Kotamadya. Yang pada

waktu itu bernama Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Daerah Tingkat II

Serang dengan alamat jalan Sama’un Bakri desa Domba Kelurahan Lopang.

Penerbitan peraturan daerah Tingkat I Jawa Barat No.33/PD/DPRD–

GR/1961 tentang penyerahan sebagian urusan Pekerjaan Umum kepada

Kabupaten atau kotamadya dengan alasan bahwa urusan pemerintah yang

telah diserahkan kepada daerah, dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi

adalah wewenang dan tangung jawab daerah sepenuhnya.

Dalam hal ini prakarsa sepenuhnya diserahkan kepada daerah baik yang

menyangkut penentuan kebijaksanaan, pelaksanaan, maupun yang

menyangkut segi-segi pembiayaannya. Demikian pula perangkat

pelaksanaannya perangkat daerah itu sendiri, yaitu terutama dinas-dinas

daerah yang diperlengkapi dengan susunan organisasi dan tata kerja dan di

tuangkan dalam peraturan daerah (PERDA).

Struktur organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang

dibentuk berdasarkan Peraturan Bupati Serang No. 9 Tahun 2008 tentang

Pembentukan Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang,

61
62

Peraturan Bupati Kabupaten Serang No. 26 Tahun 2009 tentang Pembentukan

Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang,

Peraturan Bupati Serang No. 53 Tahun 2008 tentang Pembentukan

Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Laboratorium Pekerjaan Umum,

Peraturan Bupati Serang No. 54 tahun 2008 tentang Pembentukan

Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Bendung, Peraturan Bupati Serang

No. 57 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Unit Pelaksana Teknis

Dinas Peralatan.

Struktur organisasi yang terdapat pada Dinas Pekerjaan Umum

Kabupaten Serang adalah sebagai berikut :

1. Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang;

2. Sekretariat, membawahi :

1) Sub Bagian Kepegawaian;

2) Sub Bagian Keuangan;

3) Sub Bagian Umum.

3. Bidang Bina Marga, membawahi :

1) Seksi Perencanaan Teknis;

2) Seksi Pembangunan;

3) Seksi Pemeliharaan

4. Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air, membawahi :

1) Seksi Perencanaan dan Pembangunan

2) Seksi Operasi dan Pemeliharaan Sungai, Situ, Rawa dan Pantai;

3) Seksi Pengendalian
63

5. Bidang Irigasi, membawahi :

1) Seksi Perencanaan dan Pembangunan

2) Seksi Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi;

3) Seksi Bina Manfaat.

6. Bidang Bina Program, membawahi :

1) Seksi Penyusunan Program dan Anggaran

2) Seksi Pengolahan Data, Evaluasi dan Pelaporan

3) Seksi Jasa Konstruksi

7. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD), terdiri dari :

1) UPTD Kramatwatu (Kecamatan Kramatwatu, Waringin Kurung,

Bojonegar, Pulo Ampel)

2) UPTD Anyer (Kecamatan Anyer, Cinangka, Mancak)

3) UPTD Ciomas (Kecamatan Ciomas, Pabuaran, Padarincang, Gunung

Sari)

4) UPTD Petir (Kecamatan Petir, Baros, Tunjung Teja)

5) UPTD Pontang (Kecamatan Pontang, Tirtayasa)

6) UPTD Pamarayan (Kecamatan Pamarayan, Cikeusal, Bandung)

7) UPTD Ciruas (Kecamatan Ciruas, Kragilan)

8) UPTD Cikande (Kecamatan Cikande, Jawilan, Binuang, Kopo)

9) UPTD Kibin (Kecamatan Kibin, Tanara, Carenang)

10) UPTD Peralatan

11) UPTD Laboratorium

12) UPTD Bendung


64

8. Kelompok Jabatan Fungsional.

Sumber Daya Manusia (SDM) yang merupakan pegawai di Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Serang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS),

Tenaga Kerja Kontrak (TKK), dan Tenaga Kerja Sukarela (TKS). Sampai

dengan bulan Oktober 2010, jumlah personil yang ada di Dinas PU

Kabupaten Serang adalah 432 Orang, pegawai dengan status PNS berjumlah

312 orang, pegawai dengan status Tenaga Kerja Kontrak berjumlah 65 orang,

dan pegawai dengan status tenaga kerja sukarela berjumlah 55 orang. Data

Pegawai Negeri Sipil Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang dapat dilihat

pada tabel dan grafik di bawah ini.

Tabel 4.1
Data Pegawai Negeri Sipil Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang
Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Jumlah Pegawai
Pendidikan Terakhir
L P Jumlah
Sekolah Dasar (SD) 41 - 41
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 31 - 31
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) 171 18 189
Diploma III 2 1 3
Sarjana Muda 3 1 4
Diploma IV - - -
Sarjana Strata-1 23 9 32
Sarjana Strata-2 11 1 12
Sarjana Strata-3 - - -
TOTAL 281 30 312

Gambar 4.1
Grafik Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan
65

5
3.85
8
1.28 10.26 13.14
4
0.96 SD
9.9
94
SLTP
SLTA
D III
SM
60.58 S-1
S-2

Sumbeer: Seksi Keppegawaian D


Dinas PU Ka
ab. Serang

Tabel 4.22
Data Pegawai
P Berrdasarkan Jenjang
J Kep
pangkatan

Jumlah (Oran ng) Jlh


Pangkat/Golongan
A B C D E (Org)
Golongaan I 33 8 23 7 - 71
Golongaan II 122 9 14 6 - 151
Golongaan III 33 17 29 6 - 85
Golongaan IV 4 - 1 - - 5
TOTAL 192 34 67 19 - 312
Sumber: Seksi Kepeegawaian Diinas PU Kab b. Serang

Gambar 4.2
4
66

Grafik Persentase Pegawai Beerdasarkan Golongan


Gol IV
2%
Gol I
Gol III
23%
27%

Gol II
48%

Sumbber: Seksi Kepegawaian


Ke Dinas PU Kab.
K Serang

Tabel 4.22
Daata Pegawai Berdasarkan Jenis Keelamin dan G
Golongan Ruang
R

Jumllah Pegawaii
Golongan
n Jumlah
Laki-Lak
ki Perem
mpuan
I/a 33 - 33
I/b 8 - 8
Golonggan I
I/c 23 - 23
I/d 7 - 7
II/a 116 6 122
II/b 8 1 9
Golong
gan II
II/c 12 2 14
II/d 6 - 6
III/a 24 9 33
III/b 11 6 17
Golong
gan III
III/c 23 6 29
III/d 6 - 6
IV/a 4 - 4
IV/b - - -
Golonggan IV
IV/c 1 - 1
IV/d - - -
Total 282 300 312
Sumber: Seksi
S Kepeggawaian Dinas PU Kab. Serang

Tabel 4.33
67

Daata Pegawai Berdasarkaan Jenis Keelamin danK


Kelompok Umum
U

Usia Jumlah
Laki-Laki Perem mpuan
< 20 Tahhun 0 0 0
21 – 25 Taahun 2 1 3
26 – 30 Taahun 13 1 14
31 – 35 Taahun 40 8 48
36 – 40 Taahun 41 4 45
41 – 45 Taahun 53 4 57
46 – 50 Taahun 54 6 60
51 – 55 Taahun 77 8 85
Total 280 3
32 312
Sumber: Seksi Kepeegawaian Diinas PU Kabb. Serang

Gambar 4.3
4
Grafik Pegawaii Berdasark
kan Jenis Keelamin dan Kelompok Umum

80

70

60

50

40 Laki-Laki
30 Perempuan

20

10

0
< 20
0 21-25 26
6-30 31-35 36-40 41-45
5 46-50 511-55
Thnn Thn Thn
T Thn Thn Thn Thn TThn

Sumber: Seksi Kepeegawaian Diinas PU Kab


b. Serang

Beerdasarkan uraian diattas, tingkatt pendidikan pegawai di Dinas

Pekerjaaan Umum Kabupaten


K S
Serang relatiff masih renddah dan lataar belakang

pendidikkan yang kuurang sesuaii dengan kebbutuhan. Sekitar 60,58 % tingkat


68

pendidikan pegawai di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang masih di

dominasi oleh lulusan SLTA. Guna menghadapi tantangan ke depan, Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Serang terus melakukan upaya untuk

meningkatkan skill dan ketrampilan para pegawai serta upaya peningkatan

prestasi kerja dan profesionalsme khususnya bidang pekerjaan umum melalui

kursus-kursus, diklat-diklat teknis yang sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Berdasarkan golongan ruang, pegawai Dinas Pekerjaan Umum

didominasi golongan II yaitu 151 orang atau sebesar 48,40% sedangkan

berdasarkan jenis kelamin, jumlah pegawai laki-laki lebih banyak

dibandingkan pegawai perempuan yaitu 280 orang sedangkan pegawai

perempuan 32 orang. Untuk 5 tahun ke depan Dinas Pekerjaan Umum akan

mengalami kekurangan pegawai jika tidak diimbangi dengan penambahan

pegawai setiap tahunnya karena setiap tahun banyak pegawai yang memasuki

usia pensiun. Untuk tahun 2011 pegawai yang akan pension sebanyak 20

pegawai, sedangkan total sampai dengan tahun 2015 sebanyak 86 pegawai.

Harapan ke depan calon pegawai negeri sipil dinas pekerjaan umum harus

berasal dari latar belakang pendidikan yang sesuai dengan kualifikasi dan

berkualitas.

Berikut ini diuraikan tentang tugas pokok dan fungsi Dinas Pekerjaan

Umum Kabupaten Serang. Untuk kelancaran pekerjaan Dinas Pekerjaan

Umum Kabupaten Serang berpedoman pada tugas dan fungsi. Tugas dan

fungsi ini digunakan sebagai landasan kerja masing-masing, agar dalam

pelaksanaannya terdapat kejelasan dan tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan.


69

Adapun tugas dan fungsi masing-masing bidang pada Dinas Pekerjaan

Umum Kabupaten Serang adalah sebagai berikut :

I. Kepala Dinas

Kepala Dunas mempunyai tugas pokok memimpin, merumuskan dan

mengkoordinasikan sasaran kegiatan Dinas, melakukan pembinaan dan

pengarahan kegiatan Dinas serta menyelenggarakan, mengevaluasi, dan

melaporkan kegiatan Dinas agar terlaksana dengan baik, efektif dan

efisien, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Kepala Dinas

mempunyai fungsi :

1) Perumusan perencanaan kebijakan teknis operasional dan

administratif di bidang Pekerjaan Umum;

2) Penyelenggaraan, pengkoordinasian dan pengendalian kegiatan

operasional dan administratif di bidang Pekerjaan Umum;

3) Penyelenggaraan dan pembinaan aparatur pada Dinas;

4) Pembinan dan pengendalian tugas Unit Pelaksana Teknis Dinas di

Lingkungan Dinas;

5) Pengkoordinasian di bidang Pekerjaan Umum dengan instansi

terkait;

6) Penyelenggaraan pelaporan pertanggungjawaban (akuntabilitas)

dan Kinerja Dinas


70

II. Sekretaris Dinas

Sekretaris berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada

Kepala Dinas, yang mempunyai tugas pokok memimpin dan

mengkoordinir penyusunan rencana program dan pengendalian kegiatan

Sekretariat, penyiapan koordinasi penyusunan kebijakan pembinaan

kepegawaian, pengaturan pengelolaan ketatausahaan, rumah tangga dan

perlengkapan Dinas, dan pelaksanaan laporan akuntabilitas dan evaluasi

kinerja Dinas agar terlaksana dengan baik, efektif dan efisien, dan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana di atas sekretaris

mempunyai fungsi :

1) Penyelenggaraan program, kegiatan, dan pengendalian kegiatan

pada Sekretariat;

2) Penyelenggaraan pengelolaan urusan administrasi umum,

kepegawaian, dan keuangan Dinas;

3) Penyelenggaraan pengelolaan rumah tangga dan perlengkapan

Dinas;

4) Pengkoordinasian dan pembinaan tugas-tugas Sub Bagian pada

Sekertariat;

5) Pengkoordinasian dan sinkronisasi pelaksanaan program bidang-

bidang pada Dinas;

6) Penyelenggaran evaluasi dan pelaporan sekretariat;


71

1. Sub Bagian Umum

Sub Bagian Umum dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian

berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada sekertaris, yang

mempunyai tugas pokok merencanakan dan mengevaluasi kegiatan

administrasi umum dan kerumahtanggaan, memberi petunjuk dan

membagi tugas serta membimbing bawahan, memeriksa dan mengoreksi

hasil kerja bawahan, dan membuat laporan Sub Bagian Umum sehngga

berhasil guna dan berdaya guna, efektif dan efisien dan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana di atas Kepala Sub

Bagian Umum mempunyai fungsi :

1) Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan Sub Bagian Umum;

2) Pelaksanaan pengelolaan administrasi umum dan tata usaha

Dinas;

3) Pelaksanaan pengelolaan kerumahtanggaan Dinas;

4) Penyusunan rencana kebutuhan peralatan dan perlengkapan

Dinas;

5) Pelaksanaan pendistribusian barang keperluan Dinas;

6) Pelaksanaan pemeliharaan dan pemanfaatan barang inventaris

Dinas;

7) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Sub Bagian Umum.


72

2. Sub Bagian Keuangan

Sub Bagian Keuangan dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian

berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada sekertaris, yang

mempunyai tugas pokok merencanakan dan mengevaluasi kegiatan

administrasi keuangan, memberi petunjuk dan membagi tugas serta

membimbing bawahan, memeriksa dan mengoreksi hasil kerja bawahan

dan membuat laporan Sub Bagian Keuangan sehingga berhasil guna dan

berdaya guna, efektif dan efisien dan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana di atas Kepala Sub

Bagian Keuangan mempunyai fungsi :

1) Penyusunan rencana kegiatan Sub Bagian Keuangan;

2) Pelaksanaan pengelolaan administrasi gaji pegawai Dinas;

3) Pelaksanaan verifikasi atas surat pertanggungjawaban (SPJ)

Dinas;

4) Penyusunan alur kas keuangan Dinas;

5) Pelaksanaan administrasi keuangan Dinas;

6) Penyusunan laporan pertanggungjawaban keuangan Dinas;

7) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Sub Bagian Keuangan.

3. Sub Bagian Kepegawaian

Sub Bagian Kepegawaian dipimpin oleh seorang Kepala Sub

Bagian berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada


73

sekertaris, yang mempunyai tugas pokok merencanakan dan

mengevaluasi kegiatan administrasi umum, kerumahtanggaan, dan

administrasi kepegawaian, memberi petunjuk dan membagi tugas serta

membimbing bawahan, memeriksa dan mengoreksi hasil kerja bawahan

dan membuat laporan Sub Bagian Kepegawaian sehingga berhasil guna

dan berdaya guna, efektif dan efisien dan sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Bagian

Kepegawaian mempunyai fungsi :

1) Pelaksanaan penyusunan perencanaan Sub Bagian

Kepegawaian

2) Pelaksanaan pengelolaan administrasi kepegawaian Dinas;

3) Pelaksanaan koordinasi dengan Instansi/Pihak terkait di bidang

kepegawaian;

4) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Sub Bagian Kepegawaian.

III. Kepala Bidang Bina Marga

Bidang Bina Marga dipimpin oleh seorang Kepala Bidang

berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas,

yang mempunyai tugas pokok memimpin, merencanakan Penyusunan

Program dan Anggaran dan Pengendalian Kegiatan Bidang Bina Marga,

mengkoordinir, menyelenggarakan dan mengawasi, serta mengevaluasi

kegiatan Bidang Bina Marga, membagi tugas dan mengatur serta


74

memberi petunjuk kegiatan Bidang Bina Marga kepada bawahan, dan

memberikan laporan kepada pimpinan sehingga kegiatan di Bidang Bina

Marga berjalan dengan baik, efektif dan efisien dan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Bidang Bina

Marga mempunyai fungsi :

1) Penyelenggaraan program pengendalian kegiatan pada Bidang

Bina Marga;

2) Penyelenggaraan perumusan kebijakan Teknis Bidang Bina

Marga;

3) Pengkoordinasian dan pembinaan kegiatan tiap-tiap Seksi pada

Bidang Bina Marga;

4) Penyelenggaraan Bidang Bina Marga;

5) Penyelenggaraan pengendalian dan pengawasan di bidang Bina

Marga;

6) Penyelenggaraan koordinasi dengan instansi/pihak terkait di

Bidang Bina Marga;

7) Penyelenggaraan evaluasi dan pelaporan Bidang Bina Marga;

1. Seksi Perencanaan Teknis

Seksi Perencanaan Teknis dipimpin oleh seorang Kepala Seksi

berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala

Bidang Bina Marga, yang mempunyai tugas pokok merencanakan dan


75

mengevaluasi kegiatan seksi perencanaan teknis, memberi petunjuk

dan membagi tugas serta membimbing bawahan, memeriksa dan

mengoreksi hasil kerja bawahan, dan membuat laporan Seksi

Perencanaan Teknis sehingga berhasil guna dan berdaya guna, efektif

dan efisien, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Seksi

Perencanaan Teknis mempunyai fungsi :

1) Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan Seksi Perencanaan

Teknis;

2) Pelaksanaan Teknis Seksi Perencanaan Teknis;

3) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, penganalisaan data

pada Seksi Perencanaan Teknis;

4) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Seksi Perencanaan

Teknis.

2. Seksi Pembangunan

Seksi Pembangunan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi

berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala Bidang

Bina Marga, yang mempunyai tugas pokok merencanakan dan

mengevaluasi kegiatan Seksi Pembangunan, memberi petunjuk dan

membagi tugas serta membimbing bawahan, memeriksa dan

mengoreksi hasil kerja bawahan, dan membuat laporan Seksi


76

Pembangunan sehingga berhasil guna dan berdaya guna, efektif dan

efisien, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Seksi

Pembangunan mempunyai fungsi :

1) Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan Seksi

Pembangunan;

2) Pelaksanaan Teknis Seksi Pembangunan;

3) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, penganalisaan data

pada Seksi Pembangunan;

4) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan pembangunan jalan

dan jembatan;

5) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Seksi Pembangunan.

3. Seksi Pemiliharaan

Seksi Pemeliharaan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi

berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala Bidang

Bina Marga, yang mempunyai tugas pokok merencanakan dan

mengevaluasi kegiatan Seksi Pemeliharaan, memberi petunjuk dan

membagi tugas serta membimbing bawahan, memeriksa dan

mengoreksi hasil kerja bawahan, dan membuat laporan Seksi

Pemeliharaan sehingga berhasil guna dan berdaya guna, efektif dan

efisien, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


77

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Seksi

Pemeliharaan mempunyai fungsi :

1) Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan Seksi

Pemeliharaan;

2) Pelaksanaan Teknis Pemeliharaan Jalan dan Jembatan;

3) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, penganalisaan data

pada Seksi Pemeliharaan;

4) Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan pembangunan jalan

dan jembatan;

5) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Seksi Pemeliharaan.

IV. Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air

Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air dipimpin oleh seorang

kepala bidang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada

Kepala Dinas, yang mempunyai tugas pokok memimpin, merencanakan

Penyusunan Program dan Anggaran dan Pengendalian Kegiatan Bidang

Pengelolaan Sumber Daya Air, mengkoordinir, menyelenggarakan dan

mengawasi, serta mengevaluasi kegiatan Bidang Pengelolaan Sumber

Daya Air, membagi tugas dan mengatur serta member petunjuk kegiatan

Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air kepada bawahan, dan memberikan

laporan kepada pimpinan sehingga kegiatan di Bidang Pengelolaan

Sumber Daya Air berjalan dengan baik, efektif dan efisien dan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku.


78

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Kepala

Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air mempunyai fungsi :

1) Penyelenggaraan program, kegiatan, dan pengendalian kegiatan

pada Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air;

2) Penyelenggaraan perumusan kebijakan Teknis Bidang

Pengelolaan Sumber Daya Air;

3) Pengkoordinasian dan pembinaan kegiatan tiap-tiap Seksi pada

Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air;

4) Penyelenggaraan, pengendalian dan pengawasan di Bidang

Pengelolaan Sumber Daya Air;

5) Pemanfaatan dan pemberdayaan Pengelolaan Sumber Daya Air;

6) Penyelenggaraan koordinasi dengan instansi/pihak terkait di

Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air;

7) Penyelenggaraan evaluasi dan pelaporan Bidang Pengelolaan

Sumber Daya Air;

1. Seksi Perencanaan dan Pembangunan

Seksi Perencanaan dan Pembangunan dipimpin oleh seorang

Kepala Seksi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada

kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air, yang mempunyai tugas

pokok merencanakan dan mengevaluasi kegiatan seksi Perencanaan

dan Pembangunan, memberi petunjuk dan membagi tugas serta

membimbing bawahan, memeriksa dan mengoreksi hasil kerja


79

bawahan, dan membuat laporan Seksi Perencanaan dan Pembangunan

sehingga berhasil guna dan berdaya guna, efektif dan efisien, dan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Seksi

Perencanaan dan Pembangunan mempunyai fungsi :

1) Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan Seksi Perencanaan

dan Pembangunan;

2) Pelaksanaan Teknis Seksi Perencanaan dan Pembangunan;

3) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, penganalisaan data

pada Seksi Perencanaan dan Pembangunan;

4) Pelasanaan pengawasan, evaluasi dan pelaporan Seksi

Perencanaan dan Pembangunan.

2. Seksi Operasi dan Pemeliharaan Sungai, Situ, Rawa dan Pantai

Seksi Operasi dan Pemeliharaan Sungai, Situ, Rawa dan Pantai

dipimpin oleh seorang Kepala Seksi berkedudukan di bawah dan

bertanggung jawab kepada kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya

Air, yang mempunyai tugas pokok merencanakan dan mengevaluasi

kegiatan Seksi Operasi dan Pemeliharaan Sungai, Situ, Rawa dan

Pantai, memberi petunjuk dan membagi tugas serta membimbing

bawahan, memeriksa dan mengoreksi hasil kerja bawahan, dan

membuat laporan Seksi Operasi dan Pemeliharaan Sungai, Situ, Rawa


80

dan Pantai sehingga berhasil guna dan berdaya guna, efektif dan

efisien, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Seksi Operasi

dan Pemeliharaan Sungai, Situ, Rawa dan Pantai mempunyai fungsi :

1) Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan Seksi Operasi dan

Pemeliharaan Sungai, Situ, Rawa dan Pantai;

2) Pelaksanaan Teknis Seksi Operasi dan Pemeliharaan Sungai,

Situ, Rawa dan Pantai;

3) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, penganalisaan data

pada Seksi Operasi dan Pemeliharaan Sungai, Situ, Rawa dan

Pantai;

4) Pelaksanaan pengawasan, evaluasi dan pelaporan Seksi

Operasi dan Pemeliharaan Sungai, Situ, Rawa dan Pantai.

3. Seksi Pengendalian

Seksi Pengendalian dipimpin oleh seorang Kepala Seksi

berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala Bidang

Pengelolaan Sumber Daya Air, yang mempunyai tugas pokok

merencanakan dan mengevaluasi kegiatan Seksi Pengendalian,

memberi petunjuk dan membagi tugas serta membimbing bawahan,

memeriksa dan mengoreksi hasil kerja bawahan, dan membuat laporan

Seksi Pengendalian sehingga berhasil guna dan berdaya guna, efektif

dan efisien, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


81

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Seksi

Pengendalian mempunyai fungsi :

1) Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan Seksi

Pengendalian;

2) Pelaksanaan Teknis Seksi Pengendalian;

3) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, penganalisaan data

pada Seksi Operasi dan Pemeliharaan Sungai, Situ, Rawa dan

Pantai;

4) Penyiapan bahan dan pelaksanaan pelayanan

penyelenggaraan pada seksi Pengendalian

5) Pelaksanaan pengawasan, evaluasi dan pelaporan Seksi

Pengendalian.

V. Bidang Irigasi

Bidang Irigasi dipimpin oleh seorang kepala bidang berkedudukan

dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas, yang mempunyai

tugas pokok memimpin, merencanakan Penyusunan Program dan

Anggaran dan Pengendalian Kegiatan Bidang Irigasi, mengkoordinir,

menyelenggarakan dan mengawasi, serta mengevaluasi kegiatan Bidang

Irigasi, membagi tugas dan mengatur serta member petunjuk kegiatan

Bidang Irigasi kepada bawahan, dan memberikan laporan kepada pimpinan

sehingga kegiatan di Bidang Irigasi berjalan dengan baik, efektif dan

efisien dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


82

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Bidang Irigasi

mempunyai fungsi :

1) Penyelenggaraan program, kegiatan, dan pengendalian kegiatan

pada Bidang Irigasi;

2) Perumusan kebijakan Teknis Bidang Irigasi;

3) Pengkoordinasian dan pembinaan kegiatan Seksi pada Bidang

Irigasi;

4) Penyelenggaraan Bidang Irigasi

5) Penyelenggaraan pengendalian dan pengawasan di Bidang Irigasi;

6) Penyelenggaraan koordinasi dengan instansi/pihak terkait di

bidang Irigasi;

7) Penyelenggaraan evaluasi dan pelaporan Bidang Irigasi.

1. Seksi Perencanaan dan Pembangunan

Seksi Perencanaan dan Pembangunan dipimpin oleh seorang

Kepala Seksi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada

kepala Bidang Irigasi, yang mempunyai tugas pokok merencanakan dan

mengevaluasi kegiatan seksi Perencanaan dan Pembangunan, memberi

petunjuk dan membagi tugas serta membimbing bawahan, memeriksa

dan mengoreksi hasil kerja bawahan, dan membuat laporan Seksi

Perencanaan dan Pembangunan sehingga berhasil guna dan berdaya

guna, efektif dan efisien, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
83

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Seksi

Perencanaan dan Pembangunan mempunyai fungsi :

1) Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan Seksi Perencanaan

dan Pembangunan;

2) Pelaksanaan Teknis Seksi Perencanaan dan Pembangunan;

3) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, penganalisaan data

pada Seksi Perencanaan dan Pembangunan;

4) Pelaksanaan pengawasan, evaluasi dan pelaporan Seksi

Perencanaan dan Pembangunan.

2. Seksi Operasi dan Pemeliharaan Jaringan irigasi

Seksi Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi dipimpin oleh

seorang Kepala Seksi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab

kepada kepala Bidang Irigasi, yang mempunyai tugas pokok

merencanakan dan mengevaluasi kegiatan Seksi Operasi dan

Pemeliharaan Jaringan Irigasi, memberi petunjuk dan membagi tugas

serta membimbing bawahan, memeriksa dan mengoreksi hasil kerja

bawahan, dan membuat laporan Seksi Operasi dan Pemeliharaan

Jaringan Irigasi sehingga berhasil guna dan berdaya guna, efektif dan

efisien, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Seksi Operasi

dan Pemeliharaan Sungai, Situ, Rawa dan Pantai mempunyai fungsi :


84

1) Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan Seksi Operasi dan

Pemeliharaan Jaringan Irigasi;

2) Pelaksanaan Teknis Seksi Operasi dan Pemeliharaan Jaringan

Irigasi;

3) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, penganalisaan data

pada Seksi Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi;

4) Pelaksanaan pengawasan, evaluasi dan pelaporan Seksi

Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi.

3. Seksi Bina Manfaat

Seksi Bina Manfaat dipimpin oleh seorang Kepala Seksi

berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala Bidang

Irigasi, yang mempunyai tugas pokok merencanakan dan mengevaluasi

kegiatan Seksi Bina Manfaat, member petunjuk dan membagi tugas

serta membimbing bawahan, memeriksa dan mengoreksi hasil kerja

bawahan, dan membuat laporan Seksi Bina Manfaat sehingga berhasil

guna dan berdaya guna, efektif dan efisien, dan sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Seksi Bina

Manfaat mempunyai fungsi :

1) Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan Seksi Bina Manfaat;

2) Pelaksanaan Teknis Seksi Bina Manfaat;


85

3) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, penganalisaan data

pada Seksi Bina Manfaat;

4) Pelaksanaan pengawasan, evaluasi dan pelaporan Seksi Bina

Manfaat.

VI. Bidang Bina Program

Bidang Bina Program dipimpin oleh seorang Kepala Bidang

berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas,

yang mempunyai tugas pokok memimpin, merencanakan penyusunan

program, pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan serta

pengendalian kegiatan Bidang Bina Program, mengkoordinir,

menyelenggarakan, dan mengawasi serta mengevaluasi kegiatan Bidang

Bina Program, membagi tugas dan mengatur serta memberi petunjuk

kegiatan Bidang Bina Program kepada bawahan, dan memberikan

laporan kepada pimpinan sehingga kegiatan di Bidang Bina Program

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud Kepala

Bidang Bina Program mempunyai fungsi :

1) Perencanaan penyusunan program, kegiatan, dan pengendalian

kegiatan Bidang Bina Program;

2) Penyusunan rencana strategis Dinas;

3) Penyelenggaraan dan pembinaan tiap-tiap seksi pada bidang

Bina Program;
86

4) Penyelenggaraan dan pengkoordinasian penyusunan program

pada masing-masing bidang;

5) Penyusunan anggaran belanja langsung dan tidak langsung

Dinas;

6) Penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan bidang

pekerjaan umum pada kegiatan Bina Marga dan Sumber Daya

Air;

7) Penyusunan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati

bidang Pekerjaan Umum pada kegiatan Bina Marga dan Sumber

Daya Air;

8) Pelaksanaan pembinaan, pelatihan, bimbingan teknis dan

penyuluhan jasa konstruksi dalam wilayah Kabupaten;

9) Penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa di lingkungan

Dinas PU.

1. Seksi Penyusunan Program dan Anggaran

Seksi Penyusunan Program dan Anggaran dipimpin oleh

seorang Kepala Seksi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab

kepada kepala Bidang Bina Program, yang mempunyai tugas pokok

merencanakan dan mengevaluasi kegiatan Seksi Penyusunan Program

dan Anggaran, memberi petunjuk dan membagi tugas serta

membimbing bawahan, memeriksa dan mengoreksi hasil kerja

bawahan, dan membuat laporan Seksi Penyusunan Program dan


87

Anggaran sehingga berhasil guna dan berdaya guna, efektif dan

efisien, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Seksi

Penyusunan Program dan Anggaran mempunyai fungsi :

1) Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan Seksi Penyusunan

Program dan Anggaran;

2) Pelaksanaan penyusunan Rencana Strategis Dinas;

3) Pelaksanaan penghimpunan rencana kerja bidang-bidang dan

sekertariat;

4) Penyusunan anggaran belanja langsung dan tidak langsung

Dinas;

5) Pelaksanaan perencanaan, pengkoordinasian kegiatan Dinas;

6) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Seksi Penyusunan

Program dan Anggaran.

2. Seksi Pengolahan Data, Evaluasi dan Pelaporan

Seksi Pengolahan Data, Evaluasi dan Pelaporan dipimpin oleh

seorang Kepala Seksi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab

kepada kepala Bidang Bina Program, yang mempunyai tugas pokok

merencanakan dan mengevaluasi kegiatan Seksi Penyusunan Program

dan Anggaran, memberi petunjuk dan membagi tugas serta

membimbing bawahan, memeriksa dan mengoreksi hasil kerja

bawahan, dan membuat laporan Seksi Pengolahan Data, Evaluasi dan


88

Pelaporan sehingga berhasil guna dan berdaya guna, efektif dan

efisien, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Seksi

Pengolahan Data, Evaluasi dan Pelaporan mempunyai fungsi :

1) Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan Seksi Pengolahan

Data, Evaluasi dan Pelaporan;

2) Pelaksanaan kegiatan Seksi Pengolahan Data, Evaluasi dan

Pelaporan;

3) Pelaksanaan pengumpulan, pengolahan, penganalisaan data

Bidang Bina Marga dan Sumber Daya Air;

4) Penyiapan bahan referensi Dinas;

5) Pelaksanaan kegiatan monitoring seluruh kegiatan Dinas;

6) PenyusunanLaporan Akuntabilitas Kinerja Dinas;

7) Penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Bidang

pekerjaan Umum pada Kegiatan Bina Marga dan Sumber

Daya Air;

8) Penyusunan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Bupati bidang Pekerjaan Umum pada kegiatan Bina Marga

dan Sumber Daya Air;

9) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan seksi Pengolahan Data,

Evaluasi dan Pelaporan.


89

3. Seksi Jasa Konstruksi

Seksi Jasa Konstruksi dipimpin oleh seorang Kepala Seksi

berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala Bidang

Bina Program, yang mempunyai tugas pokok merencanakan dan

mengevaluasi kegiatan Seksi Jasa Konstruksi, memberi petunjuk dan

membagi tugas serta membimbing bawahan, memeriksa dan

mengoreksi hasil kerja bawahan, dan membuat laporan Seksi Jasa

Konstruksi sehingga berhasil guna dan berdaya guna, efektif dan

efisien, dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala Seksi Jasa

Konstruksi mempunyai fungsi :

1) Pelaksanaan penyusunan rencana kegiatan Seksi Jasa

Konstruksi;

2) Pelaksanaan teknis seksi Jasa Konstruksi;

3) Pelaksanaan penelitian dan pengembangan jasa konstruksi

dalam wilayah Kabupaten;

4) Pemberdayaan pengembangan sumber daya manusia

bidang jasa konstruksi dikabupaten;

5) Pelaksanaan pelatihan, bimbingan teknis dan penyuluhan

jasa konstruksi dalam wilayah Kabupaten;

6) Pengurusan penerbitan perijinan usaha jasa konstruksi

dalam wilayah Kabupaten;


90

7) Pengumpulan, pengolahan, penganalisaan data pada Seksi

Jasa Konstruksi;

8) Pelaksanaan pengembangan sistem informasi Jasa

Konstruksi dalam wilayah Kabupaten;

9) Penyelenggaraan pengadaan barang dan jasa di lingkungan

Dinas;

10) Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Seksi Jasa Konstruksi.

4. UPTD IRIGASI KECAMATAN PAMARAYAN

UPTD Pekerjaan Umum Kecamatan Pamarayan sendiri adalah Unit

Pelaksana Teknis Dinas dari Dinas Pekerjaan Umum kabupaten Serang,

dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Kepala Dinas. Unit Pelaksana Teknis Dinas Pekerjaan Umum

mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Dinas Pekerjaan

Umum di Bidang Kebinamargaan dan Sumber Daya Air dalam wilayah

kerjanya. Unit Pelaksana Teknis Dinas Pekerjaan Umum terletak di

Kecamatan Pamarayan, yang merupakan salah satu kecamatan bagian dari

Kabupaten Serang.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud, kepala

UPTD Pekerjaan Umum mempunyai fungsi :

1. Pelaksanaan pengawasan, pengendalian dan pelaporan kegiatan

pembangunan dalam bidang jalan dan jembatan yang berada di

wilayahnya.

2. Pelaksanaan pengawasan bantuan aspal desa


91

3. Pelaksanaan pengawasan, pengendalian dan pelaporan kegiatan

pembangunan dalam bidang Sumber Daya Air dan Irigasi yang berada di

wilayahnya.

4. Pelaksanaan verifikasi program-program yang diusulkan ke tingkat

kecamatan dan kabupaten

5. Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan yang meliputi Kepegawaian,

perlengkapan dan keuangan di lingkungan UPTD Pekerjaan Umum

6. Pelaksanaan koordinasi dan pengendalian kegiatan di lingkungan UPTD

Pekerjaan Umum

Adapun tugas dan fungsi masing-masing unsur organisasi pada

UPTD Pekerjaan Umum adalah sebagai berikut :

1. Kepala

Mempunyai tugas pokok memimpin, mengkoordinasikan dan

mengendalikan seluruh kegiatan organisasi UPTD Pekerjaan Umum.

2. Kepala Sub Bagian Tata Usaha

Kepala Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas dan tanggung

jawab kepada Kepala dalam hal :

1) Melaksanakan kegiatan administrasi perkantoran, rumah

tangga, pembayaran gaji dan perjalanan dinas

2) Mengelola kepegawaian

3) Memelihara, dan melakukan kegiatan administrasi barang

daerah yang menjadi tanggung jawabnya

4) Mengelola keuangan
92

3. Petugas Operasional

Petugas Operasional mempunyai tugas membantu dan bertanggung

jawab kepada kepala dalam hal :

1) Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan pelaporan

kegiatan pembangunan dalam bidang jalan dan jembatan yang

berada di wilayahnya

2) Melaksanakan pengawasan bantuan aspal desa

3) Melaksanakan pengawasan, pengendalian dan pelaporan

kegiatan pembangunan dalam bidang sumber daya air dan

irigasi yang berada di wilayahnya

4) Melaksanakan verifikasi program-program yang diusulkan ke

tingkat Kecamatan dan Kabupaten

4. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas dan tanggung

jawab kepada kepala sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pekerjaan Umum sendiri

memiliki kepala dan pegawai dalam menjalankan tugasnya, seperti

sebagaimana yang ada pada struktur organisasi dibawah ini:


93

Gambar 4.1
Struktur Organisasi UPTD Pekerjaan Umum Pamarayan

Kepala

Mantri PAM Barat Mantri PAM Timur Kasubag. Tata Usaha

Pelaksana Adm.

Pelaksana SDA Pelaksana Irigasi Pelaksana Bina Marga

Sumber: UPTD Pekerjaan Umum Kec. Pamarayan

4.2 Deskripsi Data

4.2.1 Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data merupakan penjelasan mengenai data yang telah

didapatkan dari hasil penelitian lapangan. data yang peneliti dapatkan

lebih banyak berupa kata-kata dan tindakan yang peneliti dapatkan

melalui proses wawancara dan observasi berperan serta. Dalam penelitian

ini, kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai

merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat dalam catatan

tertulis atau melalui alat perekam yang peneliti gunakan selama proses

wawancara berlangsung.

Selain data berupa kata-kata dan tindakan, dalam penelitian ini juga

peneliti menggunakan data-data dari dokumentasi, studi pustaka dan juga

dokumentasi yang sengaja peneliti ambil sendiri melalui pengamatan


94

berperanserta. Dokumentasi tersebut bermacam-macam bentuknya,

diantaranya adalah Draf Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Profil Unit

Pelaksana Teknis Dinas Pekerjaan Umum, Draf Prosedur

Penyelenggaraandari Peraturan Menteri tersebut.

Adapun dokumentasi yang peneliti ambil saat melakukan

pengamatan berperanserta adalah berupa catatan lapangan peneliti dan

foto aktivitas orang-orang yang peneliti amati. Alasan peneliti

menggunakan data berupa foto adalah karena foto dapat menghasilkan

data deskriptif yang cukup berharga dan sering digunakan untuk

menelaah dan menganalisis obyek yang sedang diteliti melalui segi-segi

subyektif.

Selanjutnya, karena penelitian ini merupakan penelitian kualitatif,

berdasarkan teknik analisis data kualitatif data-data tersebut dianalisis

selama penelitian berlangsung. Data yang diperoleh dari hasil penelitian

lapangan melalui observasi, wawancara, narasi, dan studi dokumentasi

dilakukan reduksi untuk dapat mencari tema dan polanya serta diberi

kode-kode pada aspek tertentu berdasarkan jawaban-jawaban yang sama

dan berkaitan dengan pembahasan permasalahan penelitian serta

dilakukan katagorisasi. Dalam menyusun jawaban penelitian, peneliti

memberikan kode yaitu:

1. Kode Q1 – Q13 menandakan daftar urut pertanyaan.

2. Kode I1 – I3 menandakan daftar urut informan.

3. Kode S1 – S3 menandakan status informan.


95

Setelah memberi kode-kode pada aspek tertentu yang berkaitan dengan

masalah penelitian sehingga tema dan polanya ditemukan, maka dilakukan

katagorisasi berdasarkan jawaban-jawaban yang ditemukan dari penelitian di

lapangan dengan membaca dan menelaah jawaban-jawaban tersebut.

Mengingat penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tidak

menggeneralisasikan jawaban penelitian.

4.2.2 Data Informan

Informan dalam penelitian ini adalah semua pihak yang terlibat

dalam pelaksanaan 30/PRT/M/2007 tentang pedoman pengembangan dan

pengelolaan sistem irigaasi partisipatif di UPTD Irigasi Dinas Pekerjaan

Umum (DPU) Kecamatan Pamarayan Kabupaten Serang. Adapun

stakeholder dan masyarakat atau warga pemakai air yang terlibat dan

menjadi objek dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.2
Daftar Informan

Kode Umur Jenis


Status social
No Informan (Tahun) kelamin
11 Kepala UPTD Pekerjaan
56 Laki-laki
1 Umum Kec. Pamarayan
12 Pelaksana Irigasi UPTD
42 Laki-laki
2 Pekerjaan Umum Pamarayan
13 Perkumpulan Petani Pemakai
- Laki-laki
3 Air (P3A) / petani

Keterangan Informan:

1. H, Laki-laki, 56 Tahun (I1), kepala UPTD Pekerjaan Umum Kecamatan

Pamarayan
96

2. AS, Laki-laki, 42 Tahun (I2), Pelaksana Irigasi UPTD Pekerjaan Umum

Kecamatan Pamarayan

3. R, Laki-Laki, 55 Tahun (I3-1), Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air

(P3A) Kp. Baru Kecamatan Pamarayan

4. MY, Laki-laki, 47 Tahun (I3-2), Ketua Perkumpulan Petani Pemakai air

(P3A) Desa Panosogan Kecamatan Cikeusal

5. BR, Laki-laki, 40 Tahun (I3-3), Petani di Kecamatan Cikeusal

6. S, Laki-laki, 42 Tahun (I3-4), Petani di Kecamatan Cikeusal

7. N, Laki-Laki, 45 Tahun (I3-5), Petani di Kecamatan Pamarayan

8. R, Laki-laki, 49 Tahun (I3-6), Petani di Kecamatan Pamarayan

4.3 Penyajian data

Pembahasan merupakan isi dari hasil analisis data dan fakta yang

peneliti dapatkan di lapangan serta disesuaikan dengan teori yang peneliti

gunakan. Peneliti dalam penelitian ini menggunakan teori oleh Donald Van

Metter dan Carl Van Horn disebut dengan A Model of The Policy

Implementation. disebutkan bahwa ada 6 faktor yang berpengaruh terhadap

keberhasilan dan kegagalan implementasi kebijakan, yaitu Ukuran dan

Tujuan Kebijakan, Sumberdaya, Karakteristik Agen Pelaksana,

Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana, Komunikasi

Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana, dan Lingkungan Ekonomi, Sosial,

dan Politik. Adapun pembahasan yang dapat peneliti paparkan adalah sebagai

berikut:
97

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat

keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan

memang realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana

kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal

(bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit

memang merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat

dikatakan berhasil. Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal

(frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari

terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan

memiliki hubungan erat dengan disposisi para pelaksana (implementors).

Arah disposisi para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan

kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin

bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka

menolak atau tidak mengerti apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan.

Berdasarkan hasil wawancara kepada I3-2Q1, menyatakan bahwa:

“Sebagian petani sudah memahami maksud dan tujuan


penyelenggaraan irigasi partisipatif akan tetapi masih banyak juga
yang belum, karena kesadaran masyarakat atau petani masih kurang
terhadap pengelolaan air atau keperluan akan air, sehingga
penggunaan air oleh para masyarakat atau petani masih berlebihan
tau boros.”49

49
Wawancara dengan Bapak MY selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kec.
Cikeusa pada hari Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 09.30 WIB
98

Dan pernyataan yang lain oleh I1 Q1, beliau menyatakan bahwa:

“Saya kira petani sudah memahami betul dari tujuan


penyelenggaraan partisipatif ini, hanya mungkin ada beberapa yang
belum atau tidak mengetahui irigasi partisipatis itu apa, tapi
sebagian petani sudah memahami.”50

Hal yang sama juga diutarakan oleh I2 Q1, beliau mengutarakan

bahwa

“Ya Alhamdulillah petani sebagian sudah tahu dan memahami


tujuan dari irigasi partisipatif ini.”51

Dari pernyataan diatas terlihat jelas bahwa sebagian petani belum

memahami tujuan dari irigasi partisipatif ini, maka perlu dilakukan

perbaikan atau pembenahan akan pendekatan kepada petani untuk

menyampaikan infomasi dan komunikasi yang efektif kepada petani

sehingga petani mengerti dan memahami tujuan dari peraturan menteri ini

sehingga kebijakan telah dibuat bisa berjalan dilevel warga atau petani.

Karena proses implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau

performansi suatu pengejewantahan kebijakan yang pada dasarnya secara

sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan yang

tinggi dan berlangsung.

Proses implementasi yang berjalan belum mempunyai suatu ukuran

yang jelas dalam pelaksanaannya, sehingga pelaksanaan peraturan ini

belum efektif, para petani juga belum memahami dari peraturan yang telah

50
Wawancara dengan Bapak H selaku Kepala UPTD Pekerjaan Umum Kec. Pamarayan pada hari
Kamis tanggal 02 Juni 2011 Jam 10.00 WIB
51
Wawancara dengan Bapak AS selaku Pelaksana Irigasi UPTD Pekerjaan Umum Kec.
Pamarayan pada hari Kamis tanggal 02 Juni 2011 Jam 11.00 WIB
99

dibuat. Baik itu dari tujuan dari peraturan ini maupun maksud dari

partisipatif itu sendiri, petani hanya mengetahui fungsi dan peran

partisipatif itu hanya mereka mengikuti perkumpulan yang akan dilakukan

atau mengikuti gotong royong dalam memperbaiki saluran irigasi, hanya

itu saja yang mereka ketahui padahal jelas-jelas dalam peraturan tersebut

mengatakan peran serta petani mulai dari awal sampai dari akhir

perencanaan pembangunan. Jadi intinya peraturan tersebut menginginkan

para petani bukan hanya tenaga saja melainkan sumbangsih pemikiran dan

materi yang diberikan.

Seharusnya petani mengetahui hal tersebut, dan pemerintah

melakukan atau menentukan ukuran dan tujuan yang baik untuk mencapai

tujuan yang diharapkan. Jadi kita mempunyai target dan ukuran kinerja

yang dilakukan dalam pelaksanakan peraturan tersebut.

Tidak adanya ukuran dan tujuan yang jelas dari implementor akan

menghambat proses pelaksanaan kebijakan yang berjalan. Pihak UPTD

sendiri belum atau tidak mempunyai standar operasional dalam

menjalankan pelaksanaan peraturan tersebut, dan para perkumpulan petani

pemakai air atau gabungan petani pemakai air pun tidak mempunyai

standar operasional yang baku dalam menjalankan organisasi atau

perkumpulan mereka bentuk. Sehingga perkumpulan atau gabungan para

petani pemakai air pun tidak mempunyai kegiatan yang jelas dan target

yang akan dicapai pun tidak ada, sehingga mereka tidak mengetahui

pembentukan para petani itu fungsi dan perannya untuk apa, karena
100

pembentukan dari perkumpulan atau gabungan petani itu sendiri oleh

pemerintah dan pihak pemerintah pun tidak menjelaskan secara detail

tentang pembentukan perkumpulan itu tugas dan fungsi serta peran dari

petani itu sendiri.

Standar operasional yang jelas akan memudah para perkumpulan

petani dan pemerintah dalam menjalankan peraturan kebijakan yang

dibuat. Sehingga pihak UPTD dan para petani mempunyai target atau

kegiatan yang dicapai secara berkala atau berkesinambungan.

Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan tujuan-

tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab

dalam pencapaian tujuan kebijakan.

Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan dengan demikian perlu

dikomunikasikan secara tepat dengan para agen pelaksana. Konsistensi

atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu dikomunikasikan

sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran maupun tujuan

kebijakan itu. Pihak UPTD hanya mempunyai kewenangan pengawasan,

bimbingan danarahan tentang irigasi seperti kerusakan saluran irigasi,

pendistribusian air serta berkoordinasi dengan perkumpulan petani

pemakai air dan GP3A.

Di sisi lain juga harus dilakukan sosialisasi yang intensif kepada

petani sehingga sedikitnya petani yang belum paham tujuan peraturan

menteri ini sedikitnya mempunyai gambaran dan bisa dilakukan atau


101

dilaksanakan dilevel petani. Berdasarkan hasil wawancara kepada I2Q2,

beliau menyatakan bahwa:

“UPTD hanya memberikan sosialisasi atau arahan kepada pengurus


P3A, terus P3A menyampaikannya kepada masyarakat”52

Hal yang hampir sama diutarakan oleh I1Q2, sebagai berikut

“UPTD memberikan arahan atau menginformasikannya kepada


P3A yang ada diwilayah Kerja UPTD pamarayan, lalu setelah
memberikan arahan dan informasi kepada P3A, pihak P3A
menyampaikannya kepada masyarakat atau petani, jadi bukan kita
yang berinteraksi atau berhadapan langsung dengan petani tapi
sosialisasi yang dilakukan oleh pihak P3A.”53

Selanjutnya pernyataan lainnya dari I3-2Q2, menyatakan bahwa:

“Sosialisasinya kami yang menyampaikan kepada petani atau


masyarakat, setelah kami mendapatkan informasi atau pengarahan
dari UPTD mengenai Irigasi partisipatif ini, jadi sosialisasinya
UPTD menyampaikan kepada kami yaitu pihak P3A, baru P3A
menyampaikan kepada petani atau masyarakat, hanya masyarakat
masih bertanya dan bingung karena pengelolaannya membutuhkan
biaya yang cukup besar, sedangkan kami atau para petani hanya
bisa membantu dengan tenaga saja.”54

Berdasarkan beberapa pernyataan diatas hasil wawancara tersebut,

bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh pihak UPTD sendiri kepada petani

belum, hanya menyerahkannya kepada P3A untuk menyampaikan atau

mensosialisasikannya kepada petani, sehingga tidak heran sebagian para

petani kurang memahami tujuan dari peraturan menteri ini, karena pihak

52
Wawancara dengan Bapak AS selaku Pelaksana Irigasi UPTD Pekerjaan Umum Kec.
Pamarayan pada hari Kamis tanggal 02 Juni 2011 Jam 11.00 WIB
53
Wawancara dengan Bapak H selaku Kepala UPTD Pekerjaan Umum Kec. Pamarayan pada hari
Kamis tanggal 02 Juni 2011 Jam 10.00 WIB
54
Wawancara dengan Bapak MY selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kec.
Cikeusa pada hari Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 09.30 WIB
102

pelaksana atau pejabat yang terkait belum menyampaikannya langsung

kepada petani. Karena itu sosialisasi yang dilakukan belum efektif yang

dilakukan oleh UPTD kepada para warga atau petani, sehingga tujuan dari

peraturan tersebut belum sepenuhnya dipahami atau dimengerti oleh

petani.

Pemerintah dalam hal ini UPTD Pamarayan harusnya mempunyai

suatu rencana yang berkala dalam mengarahkan atau menginformasikan

kepada para petani atau perkumpulan petani pemakai air tentang peraturan

kebijakan tersebut, tetapi pihak UPTD tidak melakukannya sehingga

masayarakat kurang memahami tujuan dari peraturan ini. Maka wajar

ketika sebagian besar masyarakat kurang paham atas tujuan dari peraturan

kebijakan tersebut.

2. Sumberdaya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari

kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia

merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan suatu

keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan

proses implementasi menuntut adanya sumberdaya manusia yang

berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang

telah ditetapkan secara apolitik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas

dari sumber-sumberdaya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat

sulit untuk diharapkan. Tetapi di luar sumberdaya manusia, sumber-


103

sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga, ialah sumber daya

finansial dan sumberdaya waktu. Maka Pelaksanaan kebijakan akan

berjalan dengan baik dan lancar apabila didalam pelaksanaannya dilakukan

oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Dan mau tidak mau,

ketika sumberdaya manusia yang kompeten dan kapabel telah tersedia

sedangkan kucuran dana melalui anggaran tidak tersedia, maka memang

menjadi persoalan pelik untuk merealisasikan apa yang hendak dituju oleh

tujuan kebijakan publik. Demikian pula halnya dengan sumberdaya waktu.

Saat sumberdaya manusia giat bekerja dan kucuran dana berjalan dengan

baik, tetapi terbentur dengan persoalan waktu yang terlalu ketat, maka hal

ini pun dapat menjadi penyebab ketidakberhasilan implementasi kebijakan.

Jadi, sumber daya yang ada harus dikelola secara lebih efisien. Unit

Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pekerjaan Umum memiliki pegawai 13

orang, itu masih kurang karena berdasarkaan pekerjaan dan tingkat

pendidikan yang masih mengah atas, hal ini berdasarkan pernyataan yang

diungkapkan oleh I2 Q3, bahwa:

“Di UPTD sendiri masih kurang, baik itu dengan tugas masing-
masing maupun tingkat pendidikannya”55

Hal ini diperkuat dengan pernyataan oleh I1Q3, beliau

mengungkapkan bahwa:

“Sebenarnya, sumberdaya yang ada masih kurang, seperti


pelaksana keuangan dan kepegawaian itu tidak ada, dari tingkat
pendidikan pun SDM kami kurang, kebanyakan masih SMA.”56

55
Wawancara dengan Bapak AS selaku Pelaksana Irigasi UPTD Pekerjaan Umum Kec.
Pamarayan pada hari Kamis tanggal 02 Juni 2011 Jam 11.00 WIB
104

Berdasarkan pernyataan diatas bahwa UPTD Pekerjaan Umum

kecamatan Pamarayan bukan saja kurang dari segi pegawai tetapi kurang

dari segi keterampilan dan kompetensi berdasarkan tingkat pendidikan

yang dimiliki, menurut pihak UPTD sendiri 100% dari pegawai

berpendidikan SMA, dan pihak UPTD Pekerjaan Umum Kecamatan

Pamarayan sebagian sudah usia lanjut dan mendekati pensiun. Seharusnya

pihak Dinas Pekerjaan Umum harus merotasi pegawai dan harus

memperhatikan kualitas dan kuantitas Sumberdaya Manusia yang akan

menjalankan pelaksanaan kebijakan tersebut.

Sumberdaya manusia yang tidak memadahi (jumlah dan

kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara

sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik.

Jika jumlah staf pelaksana kebijakan terbatas maka hal yang harus

dilakukan meningkatkan skill/kemampuan para pelaksana untuk

melakukan program. Untuk itu perlu adanya manajemen SDM yang baik

agar dapat meningkatkan kinerja program.

Pihak Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Serang bukan hanya pada

kualitas dan kuantitas dari manusia itu sendiri melainkan sarana prasaran

pendukung dari kebijakan yang akan berlangsung, hal ini diungkapkan

oleh I2 Q4, beliau mengatakan bahwa:

56
Wawancara dengan Bapak H selaku Kepala UPTD Pekerjaan Umum Kec. Pamarayan pada hari
Kamis tanggal 02 Juni 2011 Jam 10.00 WIB
105

“Masih kurang, kami menggunakan kendaraan pribadi untuk


berkoordinasi dengan P3A kalau ada masalah atau kendala
dilapangan.”57

Hal senada diungkapkan oleh I1 Q4, beliau menyatakan bahwa:

“Prasarana masih kurang, seperti kendaraan operasional, komputer


untuk membuat laporan dan sarana saluran irigasi dilapangan pun
sudah banyak yang rusak, seperti palang pintu skunder tidak bisa
buka tutup untuk mengatur debit air kepada para petani sehingga
air terbuang sia-sia, aliran irigasi primer pun rusak ada yang jebol
karena belum beton untuk saluran irigasinya jadi untuk menutup itu
dengan karung yang berisikan tanah untuk menutup irigasi yang
jebol tersebut.”58

Hal serupa juga diungkapkan oleh I3-2 Q4, beliau mengungkapkan

bahwa :

“Sarana yang ada banyak yang rusak seperti pintu pengatur debit
air, sehingga debit air yang masuk banyak, dan airnya banyak yang
terbuang sia-sia, jadi boros air.”59

Dari pernyataan diatas mengenai sarana dan prasana pendukung

kebijakan yang akan dijalankan bahwa kurang mendukung dalam proses

pelaksanaannya, karena sarana prasarana penunjang seperti kendaraan

operasional untuk pelaksanan dilapangan yaitu UPTD tidak ada atau

kurang memenuhi, karena kendaraan operasional untuk berkoordinasi

dengan pihak-pihak terkait dengan kebijakan dan untuk survey kelapangan

guna melihat saluran irigasi yang rusak, sehingga mereka masih tidak

57
Wawancara dengan Bapak AS selaku Pelaksana Irigasi UPTD Pekerjaan Umum Kec.
Pamarayan pada hari Kamis tanggal 02 Juni 2011 Jam 11.00 WIB
58
Wawancara dengan Bapak H selaku Kepala UPTD Pekerjaan Umum Kec. Pamarayan pada hari
Kamis tanggal 02 Juni 2011 Jam 10.00 WIB
59
Wawancara dengan Bapak MY selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kec.
Cikeusa pada hari Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 09.30 WIB
106

menggunakan kendaraan milik pribadi dan sarana saluran irigasi baik itu

primer, sekunder maupun tersier banyak yang sudah rusak. Jadi banyak air

yang terbuang karena debit air tidak bisa diatur, dan hasil dilapangan juga

masyarakat kurang sadar untuk menjaga saran dan prasana sudah ada

karena hilang, diambil oleh orang yang bertanggungjawab seperti pintu air

sekunder untuk mengatur debit air kesawah-sawah masyarakat atau petani.

Berikut dapat dilihat dari gambar yang peneliti ambil mengenai saluran

irigasi yang rusak dibawah ini:

Gambar 4.2
Saluran Irigasi

Saluran Irigasi Primer yang rusak Pintu Saluran irigasi yang rusak karena
karena belum dibeton/disemen pengangkat/pengatur air diambil orang

Disamping sarana dan prasana yang mendukung dalam pelaksanaan,

pemerintah juga harus melihat warga atau petani yang akan menerima

kebijakan atau melaksanakan kebijakan tersebut, apakah mereka siap

untuk menjalankan baik itu dari segi tenaga pemikiran maupun materiil,
107

seperti hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, salah satu

pernyataannya dikemukakan oleh I3-2Q5, mengungkapkan:

“Kami siap, hanya dari segi tenaga saja kalau untuk materi kami
belum bisa atau belum siap, maka dari itu para petani diminta
perpetak sawah untuk iuran 10 kg gabah setiap kali panen sedikit-
sedikit untuk membantu juga.”60

Kemudian pernyataan di atas juga diperkuat oleh I3-1Q5, beliau

mengatakan bahwa:

“Kami sudah siap dalam hal tenaga, kalau materi belum,


sebenarnya kami melakukan pungutan iuran kepada petani yaitu 10
kg perpetak sawah.”61

Melihat dari pernyataan diatas, para warga atau petani yang akan

menjalan kebijakan atau peraturan menteri yang akan dilaksanakan untuk

pengelolaan irigasi partisipatif belum cukup siap untuk menjalankannya

karena mereka hanya dalam tenaga saja, secara pemikiran dan meteriil

belum atau kurang siap. Dan sarana dan prasana pendukung yang sudah

dipaparkan diatas belum mamadai dan banyak yang rusak, serta masih

banyak para petani yang masih bingung atas peraturan menteri ini atau

tujuan dari kebijakan ini. Karena sesungguhnya bahwa ”Sumber daya

kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya dengan komunikasi.

Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia dalam rangka untuk

memperlancar administrasi implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini

terdiri atas dana atau lain yang dapat memperlancar pelaksanaan

60
Wawancara dengan Bapak MY selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kec.
Cikeusal pada hari Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 09.30 WIB
61
Wawancara dengan Bapak R selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kec.
Pamarayan pada hari Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 11.00 WIB
108

(implementasi) suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau

insentif lain dalam implementasi kebijakan, adalah merupakan sumbangan

besar terhadap gagalnya implementasi kebijakan.” (Van Mater dan Van

Horn, 1974)

Disisi lain dalam mendukung kebijakan tersebut, baik hal

sumberdaya, sarana dan prasana pendukung serta kesiapan para petani

menerima kebijakan yang akan dilaksanakan, maka pemerintah harus

meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber-sumber yang ada sehingga

dapat berjalan dengan baik. Sesuai dengan hasil wawancara yang

diungkapkan oleh I3-2 Q6, beliau menyatakan bahwa:

“Ada, dalam setahun ini sudah 2 kali penyuluhan untuk petani yang
hanya diikuti untuk Ketua P3A saja, dari penyuluhan tersebut saya
sebagai ketua P3A menyampaikannya kepada petani hasil dari
penyuluhan yang diikuti.” 62

Hal senada juga disampaikan oleh I3-1Q6, menyatakan bahwa:

“Sudah 2 kali dalam setahun ini, sebelumnya tidak ada penyuluhan


dan pelatihan kepada kami, hanya tahun ini saja.”63

Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti melihat peningkatan kualitas

atas sumberdaya yang ada masih kurang, dimana hanya baru setahun ini

dilakukan penyuluhan dan pelatihan oleh pihak dinas pekerjaan umum,

padahal peraturan menteri tentang pedoman pengelolaan irigasi partisipatif

ini dari 2007, maka wajar ketika masyarakat atau petani masih bingung

62
Wawancara dengan Bapak MY selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kec.
Cikeusal pada hari Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 09.30 WIB
63
Wawancara dengan Bapak R selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kec.
Pamarayan pada hari Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 11.00 WIB
109

dalam hal pengelolaan irigasi partisipatif, baik itu dari pihak pengurus P3A

sendiri atau para petani karena dalam pelatihan tersebut hanya Ketua P3A

saja dan baru 2 kali dalam tahahun ini. Sehingga mereka belum memahami

tentang fungsi mereka karena informasi yang didapat belum diterima

secara keseluruhan.

Dalam Disamping itu untuk menunjang pelaksanaan kebijakan yang

akan berlangsung pemerintah harus melibatkan peran serta masyarakat

secara aktif sehingga masyarakat ikut terlibat dalam sistem pengelolaan

irigasi partasipatif ini, sesuai dengan fungsi dan peran yang telah diatur

dalam peraturan kebijakan yang telah dibuat, Peran petani yang tergabung

dalam P3A/GP3A saat ini memiliki ruang yang sangat besar dalam dalam

pengelolaan irigasi sehingga memperkuat kemadirian kelembagaan petani.

Jadi pengelolaan irigasi saat ini harus menjadi suatu keseriusan bagi

pemerintah untuk menerapkan kebijakan pengelolaan irigasi yang benar-

benar berpihak kepada petani pemakai air. Seperti hasil wawancara dengan

I1Q7, beliau menungkapkan bahwa:

“Ya, dilibatkan karena irigasi partisipatif ini kan petani yang


mengelola dan memelihara saluran irigasinya, pastinya setiap
kegiatan yang berhubungan dengan ini petani dilibatkan.”64

Senada dengan pernyataan diatas bahwa menurut I3-1Q7, yaitu

“Ya petani dilibatkan dalam kegiatan yang dilakukan oleh UPTD


yang berkaitan dengan Irigasi Partisipatif ini”.65

64
Wawancara dengan Bapak H selaku Kepala UPTD Pekerjaan Umum Kec. Pamarayan pada hari
Kamis tanggal 02 Juni 2011 Jam 10.00 WIB
65
Wawancara dengan Bapak R selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kec.
Pamarayan pada hari Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 11.00 WIB
110

Hal serupa juga diungkapkan oleh I3-2Q7, beliau mengungkapkan

bahwa

“Petani dilibat, kalau ada apa, misalnya ada kegiatan ini, petani
dilibatkan untuk kegiatan itu, apalagi perbaikan saluran irigasi.66

Dari beberapa pernyataan daiatas bahwa para petani dilibatkan dalam

setiap kegiatan mengenai sistem pengelolaan irigasi partisipatif ini, tapi

pemerintah juga dalam melibatkan peran serta petani bukan hanya pada

perbaikan saluran irigasi saja melainkan pada tahap awal pembangunan

pengembangan sistem pengelolaan irigasi partisipatif, pemikiran serta

tahap pelaksanaan dari proses kebijakan yang telah dibuat. sehingga

memperkuat membuat kemadirian kelembagaan petani petani itu sendiri.

Karena pengelolaan irigasi partisipatif merupakan salah satu upaya untuk

melaksanakan konservasi sumber daya air, dan guna melindungi terhadap

ancaman konversi lahan beririgasi untuk peruntukkan lainnya. Sehingga

Organisasi ini (P3A/GP3A) akan menjadi percaya diri dan berbasis kondisi

sosial budaya lokal.

Dari semua aspek yang telah dijelaskan diatas bahwa semuanya

membutuhkan dana bantuan yang cukup besar untuk kelancaran

pelaksanaan kebijakan. Oleh karena itu pemerintah haruslah menyiapkan

sehingga tidak menyebabkan alasan-alasan yang klasik seperti pendanaan,

sarana dan prasarana dan sebagainya. Bahwa hasil wawancara yang

dilakukan oleh peneliti, menurut I3-2Q8, beliau menjelaskan:

66
Wawancara dengan Bapak MY selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kec.
Cikeusal pada hari Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 09.30 WIB
111

“Bantuan bahan bangunan, untuk memperbaiki saluran yang rusak


atau uang untuk membeli minuman atau makan untuk para petani
yang sedang bekerja.”67

Pernyataan tersebut diperkuat oleh I1Q8, mengungkapkan bahwa:

“Bantuan kepada petani ya, kalau ada kerusakan kami yang


perbaiki, misalnya ada saluran irigasi sekunder atau primer itu kami
yang perbaiki, kalau saluaran tersier itu petani yang perbaiki kami
hanya bisa bantu sekedarnya saja kalau memperbaiki saluran tersier
karena anggaran kami terbatas.”68

Dari beberapa pernyataan diatas yang diungkapkan bahwa pihak

UPTD atau pemerintah hanya memberikan bantuan kepada petani untuk

memperbaiki saluran irigasi tersier sekedarnya saja karena saluran tersier

bukan tanggungjawab pihak pemerintah melainkan tanggungjawab petani

hanya disisi lain petani tidak bisa memperbaiki saluran yang ada karena

terkendala dengan dana yang mereka punyai, maka saluran yang sudah

rusak makin terbengkalai atau tidak terurus karena terbentur dengan dana,

karena para petani dari segi pembiayaan belum hanya dari segi tenaga saja.

Hal yang sama diungkapkana oleh I3-3Q8, menyatakan bahwa “Bahan-

bahan bangunan material dan uang untuk membeli kebutuhan para petani

dalam mengerjakan saluran irigasi itu”.69 Karena biasanya saluran irigasi

tersier baik itu dalam pembangunan atau tahap perbaikan memnggunakan

bantuan dari PNPM, jadi harus menunggu lama untuk melakukan

67
Wawancara dengan Bapak MY selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kec.
Cikeusal pada hari Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 09.30 WIB
68
Wawancara dengan Bapak H selaku Kepala UPTD Pekerjaan Umum Kec. Pamarayan pada hari
Kamis tanggal 02 Juni 2011 Jam 10.00 WIB
69
Wawancara dengan Bapak BR selaku petani Kec. Cikeusal pada hari Sabtu tanggal 04 Juni
2011 Jam 13.30 WIB
112

perbaikan sehingga saluran air tersendat atau air yang mengairi sawah

mereka tidak sampai kepada sawahnya yang jauh dari saluran irigasi

primer maupun sekunder, maka pembagian airnya tidak merata dan

mengakibatkan penggunaan air sangat boros oleh petani. Jadi pemerintah

harus menganggarkan ulang dana operasional dalam kebijakan

pengelolaan irigasi partisipatif yang akan diberikan atau dijalankan oleh

petani ini atau petani harus pembinaan yang lebih baik lagi dalam

penglolaan sumberdaya yang ada sehingga sumberdaya-sumberdaya yang

ada bisa dimanfaatkan oleh para petani dalam pelaksanaan kebijakan

tersebut.

Dari segi pengelolaannya dan juga pemeliharaan saluran irigasinya

warga masyarakat hanya bergotongroyong setiap kali saluran irigasi

tersendat atau sebagainya, karena Pengelolaan irigasi merupakan sektor

pembangunan pengairan. Menjadi bagian tak terpisahkan dari pemanfaatan

sumber daya air yang kita miliki, seperti yang diungkapkan oleh I3-1 Q9,

beliau mengungkapkan bahwa

“Ya, dengan gotong royong membersihkan irigasi tersebut kalau


ada kerusukan paling ditambal dengan karung yang diisi tanah,
hanya itu saja yang bisa dilakukan.”70

Dan diperkuat oleh pernyataan I3-2Q9, menyatakan bahwa:

“Kalau dari kami pemeliharaannya yaitu dengan gotong royong


untuk membersihkan saluran irigasinya kalau ada kerusakan kami
berkoordinasi dengan pihak UPTD karena kami belum mampu
dalam membantu dalam segi materiil, dan masyarakat juga belum

70
Wawancara dengan Bapak R selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kec.
Pamarayan pada hari Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 11.00 WIB
113

begitu sadar betul untuk pemeliharaannya, saluran ini rusak karena


warga memandikan kerbau-karbaunya kadang disaluran irigasi ini
jadi cepat rusak.”71

Hal senada juga diungkapkan oleh I3-6Q9, mengungkapkan bahwa

“Ya untuk pemeliharaan irigasi para petani hanya gotong royong


saja untuk membersihkan saluran irigasi, kalau ada kerusakan pihak
pemerintah/UPTD yang memperbaiki, kami hanya diminta iuran 10
kg gabah perpetak.”72

Disini terlihat jelas bahwa masyarakat juga belum sadar betul akan

saluran irigasi yang dimiliki, masyarakat memandikan hewan peliharaanya

disaluran irigasi tersebut sehingga irigasi yang ada rusak walaupun irigasi

yang ada cepat diperbaiki maka akan cepat pula kerusakan saluran irigasi

yang diperbaiki karena masyarakat masih memandikan hewan

peliharaannya disaluran irigasi tersebut, jadi masyarakat harus diberi suatu

arahan yang lebih untuk tidak memandikan hewan peliharaannya disaluran

irigasi, dan pihak pemerintah dalam hal ini UPTD kurang tegas dalam

menegur atau memberikan sanksi kepada masyarakat untuk tidak

mengulangi kebiasaannya memandikan hewan peliharaannya di saluran

irigasi baik itu primer, sekunder atau pun yang lainnya. Karena Irigasi itu

sendiri sangat penting dalam menunjang produksi pertanian dan ketahanan

pangan nasional. Oleh karena itu, pemanfaatannya perlu dikelola dengan

baik oleh masyarakat.

71
Wawancara dengan Bapak MY selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kec.
Cikeusal pada hari Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 09.30 WIB
72
Wawancara dengan Bapak R selaku petani Kec. Pamarayan pada hari Jum’at tanggal 03 Juni
2011 Jam 15.00 WIB
114

3. Karakteristik Agen Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana yang akan terlibat dalam proses

implementas kebijakan publik yang telah ditentukan. Hal ini sangat

penting karena kinerja pelaksanaan kebijakan (publik) akan sangat banyak

dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen

pelaksanananya. Maka dalam pelaksanaan kebijakan yang telah dibuat,

aktivitas kegiatan atau pelaksanaannya tidak akan terlepas dari

karakteristik dari pelaksana kebijakan itu sendiri. Karakteristik Unit

Pelaksana Teknis Dinas Pekerjaan Umum Kecamatan Pamarayan adalah

pelaksana kebijakan serta warga atau petani yang terkena dampak atau ikut

melakasanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan

pernyataan dari I2 Q10, beliau mengukapkan bahwa:

“Ya, kami selaku UPTD ikut melaksanakan Peraturan Menteri


tersebut, ikut serta dalam mengelola dan mengawasi saluran irigasi
dan pembagian air yang merata untuk para petani.”73

Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) Pekerjaan Umum ialah

kepanjangan tangan dari Dinas Pekerjaan Umum dimana UPTD Pekerjaan

Umum Pamarayan pelaksana lapangan dalam melaksanaan Peraturan

Menteri. Maka setiap program-program kegiatan kebijakan tersebut UPTD

Pekerjaan Umum yang melaksanakan, karena mereka langsung

berhadapan dengan warga/Petani atau Ketua P3A dalam pengelolaan

Irigasi Partisipatif diwilayahnya. Unit Pelaksana Teknis Dinas Pekerjaan

Umum tersebut akan selalu memberikan suatu pengarahan atau penjelasan


73
Wawancara dengan Bapak AS selaku Pelaksana Irigasi UPTD Pekerjaan Umum Kec.
Pamarayan pada hari Kamis tanggal 02 Juni 2011 Jam 11.00 WIB
115

kepada para petani pemakai air atau P3A dalam pengelolaan irigasi

partisipatif yang akan dilakukan oleh para petani sehingga para petani

dapat mengelola dan memelihara saluran irigasi dengan baik dan

menjalankan aktivitas program kegiatan yang telah ditetapkan oleh UPTD

Pekerjaan Umum dapat dilaksanakan.

Pernyataan lain diatara juga oleh I1 Q10, beliau mengatakan bahwa:

“Kita selalu menjelaskan dan mengarahkan para petani untuk


menjaga, memelihara dan mengelola saluran irigasi agar nantinya
sawah-sawah mereka terairi secara merata.”74

Berdasarkan pernyataan diatas bahwa dengan adanya UPTD

Pekerjaan Umum Pamaran diharapkan untuk mempermudah program kerja

atau aktivitas dari Dinas Pekerjaan Umum mengenai Peraturan Menteri

Nomor 30/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Pengembangan Dan

Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif, dimana UPTD menjelaskan dan

mengarahkan para petani pemakai air atau P3A mengelola dan memelihara

saluran irigasi dan memahami tentang irigasi partisipatif yang nantinya

akan dikelola oleh para petani itu sendiri.

4. Sikap atau Kecenderungan Para Pelaksana

Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi

kebijakan adalah sikap implementor. Jika implemetor setuju dengan

bagian-bagian isi dari kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan

74
Wawancara dengan Bapak H selaku Kepala UPTD Pekerjaan Umum Kec. Pamarayan pada hari
Kamis tanggal 02 Juni 2011 Jam 10.00 WIB
116

senang hati tetapi jika pandangan mereka berbeda dengan pembuat

kebijakan maka proses implementasi akan mengalami banyak masalah.

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat

banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi

kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan

yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang

mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi

kebijakan yang akan implemntor laksanakan adalah kebijakan ”dari atas”

(top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak

pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan,

keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.

Hal ini tercermin dari hasil wawancara dengan I3-1 Q11,

mengungkapkan bahwa:

“Baik, para pegawai sangat merespon apa yang disampaikan oleh


para petani, tanpa ada memilih siapa-siapa yang dekat dengan
pihak UPTD”75

Hal senada diungkapkan oleh I3-2 Q11, beliau menyatakan bahwa

“Sejauh ini baik, karena pembagian air merata atau pun ada kendala

dilapangan pihak UPTD mengarahkan atau membimbing kami.”76

75
Wawancara dengan Bapak R selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kec.
Pamarayan pada hari Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 11.00 WIB
76
Wawancara dengan Bapak MY selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Kec.
Cikeusal pada hari Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 09.30 WIB
117

Pernyataan lain diungkapkan oleh I3-5 Q11, beliau mengungkapkan

bahwa “Kurang tahu, karena yang berhadapan langsung dengan UPTD

yaitu Ketua P3A.”77

Melihat dari pernyataan diatas bahwa instansi yang terkait

melakukan hal baik karena dalam pembagian air kepada petani hanya saja

ada respon dari pihak pemerintah tidak tanggap atas permasalah yang ada

dilapangan misalnya banyak kerusakan-kerusakan irigasi yang telah

dijelaskan diatas terbengkalai atau dibiarkan saja, tidak ada tindak lanjut

dan belum ditanggapinya dengan cepat. Hal ini karena pihak UPTD

menjelaskan bahwa pemerintah kurang dalam anggaran dana jadi cukup

lama dalam hal memperbaiki irigasi yang rusak, sehingga air banyak

terbuang sia-sia dan para petani pun membiarkan kerusakan tersebut jadi

besar dan semakin parah. Serta kurang tegasnya pihak UPTD untuk

menegur dan memberikan sanksi kepada para petani karea mereka

memandikan hewan peliharaannya disaluran irigasi sehingga menambah

kerusakan yang semakin parah seperti yang telah dipaparkan diatas.

5. Komunikasi Antarorganisasi dan aktivitas Pelaksana

Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat

kompleks dan rumit. Seseorang bisa menahannya hanya untuk kepentingan

tertentu, atau menyebarluaskannya. Di samping itu sumber informasi yang

77
118

berbeda juga akan melahirkan interpretasi yang berbeda pula. Agar

implementasi berjalan efektif, siapa yang bertanggungjawab melaksanakan

sebuah keputusan harus mengetahui apakah mereka dapat melakukannya.

Sesungguhnya implementasi kebijakan harus diterima oleh semua personel

dan harus mengerti secara jelas dan akurat mengenahi maksud dan tujuan

kebijakan. Jika para aktor pembuat kebijakan telah melihat ketidakjelasan

spesifikasi kebijakan sebenarnya mereka tidak mengerti apa sesunguhnya

yang akan diarahkan. Para implemetor kebijakan bingung dengan apa yang

akan mereka lakukan sehingga jika dipaksakan tidak akan mendapatkan

hasil yang optimal. Tidak cukupnya komunikasi kepada para implementor

secara serius mempengaruhi implementasi kebijakan.

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implemntasi

kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-

pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya

kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi. Maka Komunikasi

sangat penting dalam proses kegiatan yang melibatkan unsur manusia dan

sumber daya.

Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat

kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan,

dan hal itu hanya dapat diwujudkan melalui komunikasi yang baik.

Menurut Kenneth dan Gery78 komunikasi didefinisikan sebagai

penyampaian informasi antara dua orang atau lebih dan juga meliputi

78
Dikutip dari Husein Umar. 1998. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi.
Jakarta: Gramedia. Hal 25
119

pertukaran informasi antara manusia dan mesin. Komunikasi dapat terjadi

karena adanya komponen-komponen, yaitu komunikator yang mengirim

pesan yang diekspresikan (encoded) melalui berbagai lambang dalam

bentuk bahasa. Selanjutnya pesan disampaikan melalui perantara yaitu

media komunikasi, pesan diterima oleh penerima pesan (recipients) yang

selanjutnya pesan tersebut ditafsirkan (decoded). Maka dari itu komunikasi

berperan penting untuk proses penyampaikan informasi kebijakan kepada

sepenerima atau pelaksana kebijakan, dan informasi tersebut haruslah

diterima dengan baik oleh sipenerima kebijakan yaitu masyarakat atau para

petani. Akan tetapi, tidak semua informasi yang telah melewati beberapa

tingkatan birokrasi tersebut benar-benar sampai pada petugas pelaksana

dan petani sehingga informasi tersebut tidak sepenuhi dipahami oleh

petani, terkadang informasi yang diberikan dalam Peraturan Menteri

tentang pedoman penyelenggaraan irigasi partisipatif hanya setengah-

setengan, sehingga koordinasi antar pelaksana dan warga/petani perlu yang

intensif atau secara kesinambungan untuk Peraturan Menteri ini bisa

dijalankan oleh masyarakat dengan baik. hal ini dapat tercermin dari

pernyataan dari I3-2Q12, beliau mengatakan bahwa:

“Kami pihak P3A kalau menemui kesulitan dilapangan atau


masalah langsung meminta arahan kepada UPTD dengan datang
langsung ke UPTD, dan yang lainnya pun begitu kalau ada
informasi dari pemerintah kabupaten atau provinsi pihak UPTD
menyampaikan informasi kepada pihak P3A, dan P3A
menyampaikannya kemasyarakat atau petani.”79

79
Wawancara dengan Bapak M.Y selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) pada hari
Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 09.30 WIB
120

Melihat pernyataan tersebut bahwa koordinasi yang dilakukan oleh

pihak UPTD dengan warga petani tidak berhadapan langsung dengan

petani melainkan melalui P3A untuk menyampaikan informasinya, jadi

ada hierarkhis atau jenjang bagi petani untuk menyampaikan masalah atau

keluhannya kepada pihak terkait. Karena Jika tidak ada kejelasan dan

konsistensi serta keseragaman terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan,

maka yang menjadi standar dan tujuan kebijakan sulit untuk bisa dicapai.

Dengan kejelasan itu, para pelaksana kebijakan dapat mengetahui apa yang

diharapkan darinya dan tahu apa yang harus dilakukan. Dalam suatu

organisasi publik, pemerintah daerah misalnya, komunikasi sering

merupakan proses yang sulit dan komplek. Proses pentransferan berita

kebawah di dalam organisasi atau dari suatu organisasi ke organisasi lain,

dan ke komunikator lain, sering mengalami ganguan (distortion) baik yang

disengaja maupun tidak. Jika sumber komunikasi berbeda memberikan

interprestasi yang tidak sama (inconsistent) terhadap suatu standar dan

tujuan, atau sumber informasi sama memberikan interprestasi yang penuh

dengan pertentangan (conflicting), maka pada suatu saat pelaksana

kebijakan akan menemukan suatu kejadian yang lebih sulit untuk

melaksanakan suatu kebijakan secara intensif.

Hal yang hampir sama diutarakan oleh I3-5Q12, beliau menyatakan

bahwa:
121

“Kami koordinasinya dengan P3A, tidak langsung dengan pihak


UPTD, kalau ada keluhan ya ketua P3A yang menyampaikan kepada
UPTD.”80

Pernyataan diatas diperjelas oleh I3-6Q12, beliau mengungkapkan

bahwa koordinasinya

“Hanya dengan P3A, dari P3A menyampaikan apa yang menjadi


keinginan atau keluhan para kepada UPTD, jadi petani tidak
langsung berhadapan dengan UPTD.”81

Dari beberapa pernyataan diatas bahwa koordinasi yang dilakukan

oleh Pihak UPTD maupun Petani tidak berhadapan langsung, bertemu atau

berinteraksi langsung, mereka harus melalui P3A sebagai perantara dari

penyampaian informasi yang akan mereka sampaikan, disini ada jenjang

yang harus dilalui oleh petani sehingga keluhan atau masalah yang

dilapangan tidak langsung ditangani cepat atau optimal seperti irigasi yang

rusak atau pengelolaan air yang berlebihan, menunggu beberapa waktu

untuk memperbaiki atau respon dari pihak UPTD itu sendiri, dan UPTD

setiap ada kerusakan irigasi atau saluran irigasi yang tersendat UPTD tidak

langsung menanggapi tetapi pihak UPTD melaporkannya atau

menginformasikan kepada pemerintah kabupaten/provinsi khususnya dinas

pekerjaan umum untuk tindak lanjut dari keluhan masyarakat itu. Setelah

ada tidak lanjut dari tingkat kabupaten/provinsi baru lah pihak UPTD

memberikan respon.

80
Wawancara dengan bapak N selaku Petani Kp. Baru Kec. Pamarayan pada hari jum’at tanggal
03 Juni 2011 Jam 13.00 WIB
81
Wawancara dengan bapak R selaku Petani Kp. Baru Kec. Pamarayan pada hari jum’at tanggal
03 Juni 2011 Jam 15.00 WIB
122

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja

implemntasi publik, sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong

keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan. Lingkungan eksternal

menjadi faktor penyebab kegagalan atau keberhasilan suatu pelaksanaan

kebijakan yang akan berjalan, karena itu, upaya untuk

mengimplementasikan kebijakan harus pula memperhatikan kekondusifan

kondisi lingkungan eksternal.

Berdasarkan hasil wawancara dilapangan, menurut I3-2Q13

menyatakan bahwa “Ya, kami mendukung tentang pengelolaan irigasi

partisipatif, dan warga masyarakat pun sangat antusias untuk ini. Jadi

kami mendukung penuh peraturan menteri ini tentang pengelolaan irigasi

partisipatif ini.”82

Hal serupa juga diungkapkan oleh I1Q13, beliau mengungkapkan

bahwa:

“Oh, sangat mendukung sekali, bukan hanya warga atau petani saja
tapi kepala desa beserta tokoh masyarakat yang mendukung akan
pengelolaan irigasi partisipatif ini.”83

Melihat beberapa pernyataan diatas bahwa jelas warga masyarakat

baik itu para petani, tokoh masyarakat maupun pemerintah desa sangat

82
Wawancara dengan Bapak MY selaku Ketua Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) pada hari
Jum’at tanggal 03 Juni 2011 Jam 09.30 WIB
83
Wawancara dengan Bapak H selaku Kepala UPTD Pekerjaan Umum Kec. Pamarayan pada hari
Kamis tanggal 02 Juni 2011 Jam 10.00 WIB
123

mendukung atas Peraturan Menteri tersebut. Hanya mereka mendukung

dalam memberikan spirit atau moral dalam pelaksanaan kebijakan yang

akan dilaksanakan, mereka tidak bisa memberikan suatu dukungan yang

lebih seperti memberikan bantuan dana kepada masyarakat/petani untuk

memperbaiki saluran irigasi, mereka hanya memberikan arahan dan saran-

saran untuk pengelolaan irihasi partisipatif.

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian

Langkah selanjutnya dalam proses analisis data adalah melakukan

kegiatan interpretasi hasil penelitian, interpretasi hasil penelitian merupakan

penapsiran terhadap hasil akhir dalam melakukan pengujian data dengan teori

dan konsep para ahli sehingga bisa mengembangkan teori atau bahkan

menemukan teori baru serta mendeskripsikan dari hasil data dan fakta

dilapangan. Peneliti dalam hal ini menghubungkan temuan hasil penelitian

dilapangan dengan dasar operasional yang telah ditetapkan sejak awal, dalam

hal ini adalah teori implementasi kebijakan yang diperkenalkan oleh Donald

Van Metter dan Carl Van Horn disebut dengan A Model of The Policy

Implementation.

Ada enam faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan dan

kegagalan implementasi kebijakan, yaitu Ukuran dan Tujuan Kebijakan,

Sumberdaya, Karakteristik Agen Pelaksana, Sikap/Kecenderungan

(Disposition) para Pelaksana, Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas

Pelaksana, dan Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik. Adapun temuan


124

yang didapatkan dalam penelitian mengenai Implementasi Kebijakan Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Pengembangan

Dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif Di UPTD Irigasi Dinas Pekerjaan Umum

(DPU) Kecamatan Pamarayan Kabupaten Serang adalah sebagai berikut:

Pertama, Ukuran dan Tujuan Kebijakan bahwa sebagian petani belum

memahami tujuan dari irigasi partisipatif, maka perlu dilakukan perbaikan

atau pembenahan akan pendekatan kepada petani dalam menyampaikan

infomasi dan komunikasi tentang sistem pengelolaan irigasi partisipatif ini,

seperti sosialisasi yang kurang efektif dimana para petani kurang paham akan

tujuan dari kebijakan tersebut, jadi tidak heran petani kurang memahami

peraturan tersebut karena UPTD untuk sosialisasi kebijakan memberikan

sepenuhnya kepada pihak P3A, padahal pengurus ada juga yang baru

dibentuk atau yang sudah lama hanya belum ada penyuluhannya yang

dilakukan oleh pemerintah atau instansi terkait, hanya pada tahun ini saja

dilakukan kepada P3A sehingga kebijakan yang dibuat kurang dipahami oleh

petani.

Kedua, faktor sumberdaya dalam pelaksanaan kebijakan bahwa sumber

daya manusia yang ada belum memadai karena sebagian besar yang ada di

UPTD PU Pamarayan berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)

jadi belum mempunyai kompetensi atau keahlian dalam menjalankan

kebijakan tersebut disisi lain para petani atau pengurus P3A belum

mempunyai kaulifikasi kemampuan dalam mengelola sistem irigasi

partisipatif yang akan dikelola. Disamping itu sarana dan prasarana


125

penungjang kebijakan masih kurang memadai atau kurang mendukung,

karena kendaraan operasional dari UPTD sendiri masih kurang, kendaraan

operasional tersebut untuk melihat atau mencek kerusakan-kerusakan irigasi

yang ada, dan saluran irigasi baik primer, sekunder maupun tersier banyak

yang rusak dan belum dikelola dengan baik oleh petani atau UPTD sendiri.

Disisi lain kesadaran para petani atas menjaga saluran irigasi masih

kurang, serta para petani masih boros dalam menggunakan air, terlepas dari

masalah sarana prasarana penunjang dari pengaturan debit air itu sendiri.

Serta pemerintah belum maksimal dalam melakukan penyuluhan atau arahan

kepada petani sehingga belum dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas

sumberdaya yang ada, karena penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah

baru dilakukan. Seperti yang dilansir oleh harian Radar Banten tentang

penyuluhan atau pelatihan kepada petani, bahwa:

ANTANG, Ketua Panitia Pelatihan Pembinaan Perencanaan Teknis


Irigasi Tingkat Usaha Tani pada Direktorat Jendral Sumber Daya Air
Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau, Ciujung, dan Cidurian,
mengatakan petani harus pandai dalam mengelola irigasi dan
menghemat air. Karena itu, pelatihan dari 30 Mei-1 Juni 2011 di
Gedung PKPRI Serang yang diikuti pengurus
Perhimpunan/Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A).

Sebanyak 43 pengurus P3A wilayah Balai Besar Cidanau, Ciujung, dan


Cidurian ini diharapkan dapat memahami perencanaan irigasi,
mengelola, dan bisa merawat saluran irigasi di daerah usaha taninya.
“Petani harus punya keahlian mengelola air,” ujarnya.

Petani pengguna air, lanjut dia, sampai saat hari ini rasa memiliki
terhadap bangunan saluran irigasi sangat minim sebab pembangunan
irigasi sepenuhnya dikerjakan pemerintah. Semestinya pembangunan
irigasi melibatkan masyarakat tani secara partisipatif agar petani merasa
memiliki bangunan tersebut sehingga ikut serta merawat dan mengelola
saluran irigasi di daerah usaha taninya. “Petaniharus dilibatkan dalam
pembangunan irigasi,” kata dia.
126

Antang menyatakan, peserta pelatihan akan dibekali pengetahuan


tentang peraturan sumber daya air dan keterampilan mengenai
manajemen pengelolaan air yang akan di sampaikan teknis dari Ditjen
Sumber Daya Air dan teknisi Departemen Pekerjaan Umum lainnya.
Peserta juga akan dibekali keterampilan mengenai kebutuhan air dalam
tanaman dan keterampilan metode menanam hemat air.84

Pelatihan yang dilakukan pemerintah tersebut baru dua kali dalam

setahun ini, baik itu P3A yang baru terbentuk maupun sudah lama, baru

mengikuti tahun sekarang. Dilain pihak para petani pun belum sepenuhnya

siap dalam sistem pengelolaan irigasi partisipatif ini, karena petani hanya siap

dalam hal tenaga saja belum dalam hal pemikiran dan materiil untuk

pelaksanaan kebijakan yang akan dijalankan.

Ketiga, Karakteristik Agen Pelaksana dalam pelaksanaan kebijakan

memang selalu memberi arahan kepada petani hanya itu sifatnya tidak secara

kontinu atau secara berkesinambungan, sehingga para petani masih bingung

dengan sistem pengelolaan irigasi partisipatif.

Keempat, Sikap/Kecenderungan (Disposition) para Pelaksana dalam

pelaksanaan Peraturan menteri ini berjalan lancar, hanya pada pembagian air

untuk para petani disisi lain pelaksana atau pemerintah belum merespon cepat

keinginan petani seperti kerusakan saluran irigasi, serta pihak UPTD sendiri

belum tegas dalam memberi sanksi kepada para petani dalam hal ini para

petani memandikan hewan peliharaan disaluran irigasi sehingga menambah

kerusakan irigasi yang semakin rusak parah.

84
Harian Radar Banten. Petani Dilatih Hemat Air. Hari Selasa 31 Mei 2011
127

Kelima, Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas Pelaksana dalam

implementasi Peraturan Menteri ini, ada jenjang yang harus dilalui oleh

petani sehingga keluhan atau masalah yang dilapangan tidak langsung

ditangani cepat atau optimal, serta respon dari pemerintah atau instansi

terkain tidak cepat sehingga butuh waktu yang lama untuk menyelasaikan

atau memenuhi keinginan masyarakat itu sendiri.

Keenam, Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik dalam menjalankan

peraturan tersebut, lingkungan eksternal haruslah mendukung dari berbagai

segi tapi pada pelaksanaan kebijakan tersebut hanya mendukung dalam

memberikan spirit atau moral dalam pelaksanaan kebijakan yang akan

dilaksanakan, mereka tidak bisa memberikan suatu dukungan yang lebih

seperti memberikan bantuan dana kepada masyarakat/petani untuk

memperbaiki saluran irigasi, mereka hanya memberikan arahan dan saran-

saran untuk pengelolaan irihasi partisipatif.

Jadi, berdasarkan pemaparan atau penjelasan diatas bahwa

Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

30/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Pengembangan Dan Pengelolaan Sistem

Irigasi Partisipatif Di UPTD Irigasi Dinas Pekerjaan Umum (DPU)

Kecamatan Pamarayan Kabupaten Serang belum berjalan dengan baik atau

kurang maksimal pelaksanaannya dilapangan. Karena terlihat jelas bahwa

sosialisasi yang dilakukan oleh pihak P3A kurang optimal dalam

menyampaikan informasi sehingga menyebabkan masyarakat/petani belum


128

sepenuhnya paham dari tujuan irigasi partisipatif serta pelaksanaan kebijakan

itu sendiri.

Disisi lain faktor sumberdaya yang ada belum memadai untuk

berjalannya Peraturan Menteri ini, seperti SDM, saran dan prasaran

pendukung, peningkatan kualitas dan kauntitas yang akan menerima

kebijakan, serta yang paling penting yaitu kesiapan dari masayarakat itu

sendiri seperti dari segi tenaga, pemikiran mapun materiil itu tidak dapat

dipisahkan. Disamping itu instansi terkait lambang dalam merespon

kebutuhan masyarakat dan juga belum tegas menindak para petani yang

membiarkan memandikan hewan peliharaannya disaluran irigasi, ini

disebabkan pihak UPTD sendiri dalam memberikan arahan kurang maksimal

dalam memberikannya kepada petani untuk mengurangi atau menghilangkan

kebiasaannya memandikan hewan peliharaan disaluran irigasi tersebut

sehingga saluran irigasi yang ada bertahan lama dan tidak rusak dengan cepat.

Disamping itu masyarakat belum begitu sadar akan pentingnya air serta

pengelolaan sistem irigasi partisipatif ini, seperti masih borosnya penggunaan

air, saluran irigasi yang masih terbengkalai walaupun ada gotong royong

untuk pemiliharaan saluran irigasi itu sendiri. Dari sebagian masalah-masalah

tersebut bahwa Implementasi kebijakan tersebut belum optimal.


119

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penelitian mengenai Implementasi Kebijakan Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Pengembangan

Dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif Di UPTD Irigasi Dinas Pekerjaan

Umum (DPU) Kecamatan Pamarayan Kabupaten Serang ini dapat

disimpulkan berdasarkan pemaparan atau penjelasan diatas bahwa belum

berjalan dengan baik atau kurang maksimal pelaksanaannya dilapangan

sesuai dengan teori dari Donald Van Metter dan Carl Van Horn disebut

dengan A Model of The Policy Implementation yang digunakan oleh peneliti,

dimana ada enam faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan dan

kegagalan implementasi kebijakan, yaitu Ukuran dan Tujuan Kebijakan,

Sumberdaya, Karakteristik Agen Pelaksana, Sikap/Kecenderungan

(Disposition) para Pelaksana, Komunikasi Antarorganisasi dan Aktivitas

Pelaksana, dan Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik, dan peneliti

mendapat kesimpulan dalam penelitian ini, yaitu

Implementasi kebijakan PERMEN PU Nomor 30 /PRT/M/2007 tentang

pedoman pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi partisipatif di UPTD

irigasi Dinas UPTD Pamarayan kabupaten serang, belum berjalan secara

optimal. karena dalam hal pelaksanaannya masih kurang atau belum sesuai

dengan sistem perturan kebijakannya. Masih ada beberapa masalah yang

119
120

harus dibenahi atau diperbaiki seperti dari segi sumberdaya, dimana masih

banyak kekurangan dan keterbatasan dalam menjalankan peraturan kebijakan

dikarnakan sumberdaya atau sarana-prasarana pelaksana di UPTD yang

masih belum memadai. Sumberdaya manusia pelaksana masih kurang atau

minim dalam mendapatkan pelatihan baik itu UPTD maupun para petani itu

sendiri serta yang paling penting yaitu kesiapan dari masayarakat itu sendiri

seperti dari segi tenaga, pemikiran mapun materiil itu tidak dapat

dipisahkan.kan

Berdasarkan teroi Donal Van Meter dan Carl Van Horn yang digunakan

oleh peneliti untuk mengetahui, Implementasi peraturan mentri ini ternyata

belum berjalan secara optimal. Hal ini bisa kita lihat dari aspek-aspek sumber

daya yang masih minim, tingkat partsipasi yang masih rendah, rendahnya

tingkat SDM manusia, minimnya informasi publik, komunikasi belum

berjalan secara epektif dan lambannya sosialisasi sehingga kegiatan ini belum

berjalan secara terus menerus.

5.2 Saran – Saran

Menilik kembali hasil penelitian yang telah didapatkan, maka peneliti

memberikan saran-saran mengenai pelaksanaan Implementasi Kebijakan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2007 Tentang

Pedoman Pengembangan Dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif Di

UPTD Irigasi Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kecamatan Pamarayan

Kabupaten Serang sebagai berikut:


121

1. Sosialisasi yang dilakukan harus secara intensif atau secara berkala

sehingga masyarakat paham tentang tujuan kebijakan ini

2. Pelatihan dan penyuluhan bagi petani harus lebih banyak lagi dan

secara berkesinambuang atau secara terus menerus minimal tiga kali

dalam setahun, sarana dan prasaran operasional sebagai penunjang

kebijakan harus diperbaiki dan dipenuhi, serta adanya peningkatan

sumber daya manusia itu sendiri dari UPTD PU Pamarayan atau

Dinas Pekerjaan Umum seperti dalam segi pendidikan dan

keterampilan seperti memberikan beasiswa jenjang pendidikan dan

memberikan pelatihan-pelatihan kepada pegawai UPTD atau

instansi terkait.

3. Sarana-prasarana penunjang harus segera diperbaiki atau dibangun

kembali, khsusnya sarana bangunan irigasi. Karena sarana fisik

irigasi adalah alat yang paling urgen dalam bidang pertanian.

4. Pihak UPTD PU Pamarayan harus menjelaskan dan mengarahkan

secara kontinu, merencanakan untuk memberikan arahan dan

penjelasan kepada petani secara berkala (1 tahun sebanyak 5 kali

pengarahan atau penjelasan)

5. UPTD PU Pamarayan harus bisa mengubah kebiasaan masyarakat

dengan cara memberikan teguran atau sanksi kepada mereka.

6. Merespon dengan cepat kebutuhan masyarakat dengan memperbaiki

saluran yang rusak dan sanksi yang diberikan kepada petani yang

mencuri air harus sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya.


DAFTAR PUSTAKA

Abe, Alexander. 2005. Perencanaan Daerah Partisipatif. Yogyakarta: Pustaka

Yogya Mandiri.

Alwasilah, Chaedar A.. 2006. Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Arif, Syaiful. 2006. Reformasi Birokrasi dan Demokratisasi Kebijakn. Malang:

averrous Press.

Bardach, Eugene. 1991. Implementing Public Policy, Washington DC:

Congressional Quartely Press.

Bungin, Burhan. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press.

Denzin Norman K dan Yvonna S Lincoln. 2009. Handbook Of Qualitative Research.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Grindle, Merile S. 1980. Politics and Policy Implementation in The Third World.

New York: Princenton University Press

Hil. 1993. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta: Rajawali Press.

Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. DIA

FISIP Universitas Indonesia: Jakarta.

Islamy. 2001. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara Indonesia.

Bandung:Alumni

Lester dan Steward. 2000. Pengamtar Kebijakan Public. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Matthew Miles dan Michael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif (Buku Sumber

Tentang Metode-metode Baru). Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Moleong, Lexy J. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung.
Osborn, David Gaebler. 1995. Mewirausahakan Birokrasi, Mentranspormasikan

Semangat Wirausaha ke Dalam sector Publik. Jakarta: Pustaka

Binaman Pressindo.

Putra. 2003. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Public dan Ruang

Partisipasi Dalam Proses Kebijakan Public. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar Offset.

Rahardjo, Adisasmita. 2005. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan.

Soenarko. 2003. Desentralisasi Sistem Kesehatan: Konsep-Konsep, Isu dan

Subarsono, AG. 2005. Publik Policy. Surabaya: Airlangga University.

Suharto, Edi. 2006. Analisis Kebijakan Publik (panduan Praktis Mengkaji Suatu

Masalah dan Kebijakan Sosial. Jakarta: Alfabeta

.2009. Pedoman Teknis Irigasi Partisipatif. Direktorat Pengelolaan Air

Direktorat Jendral Pengelolaan lahan dan Air Departemen Pertanian.

.2009.Pengembangan Irigasi Bertekanan (Irigasi Tetes & Irigasi

Sprinkler), Direktorad Pengelolaan Air Direktorat Jendral Pengelolaan

Lahan dan Air Departemen Pertanian.

Sumaryadi. 2005. Kebijakan Publik: Formula, Implementasi dan Evaluasi.

Jakarta: Alex Media Komputindo.

Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta:

Lukman Offset dan YPAPI.

Wahab, Abdul Solichin. 2005. Implementasi Kebijakan Publik. Malang: Bumi

Aksara.

Wibawa, Samudra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Grafindo.


Dokumen

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2007 Tentang Pedoman

Pengembangan Dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif

Lain-Lain

Arsito, Rejuvinasi peran perencanaan dalam menghadapi era perencanaan

partisipatif “sebuah tahapan awal dalam pembentukan kultur

mastarakat partisipatif. Disampaikan dalam seminar tahunan ASPI

(asosiasi sekolah Perencana Indonesia, Universitas Brawijaya Malang,

http://www.mirror.depsos.go.id diakses 8 maret 2011

Wignyosukarto, Budi Santosa. 2010. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu

dalam Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium 2015,

Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Teknik Sipil pada Fakultas

Teknik Universitas Gadjah Mada.

Gambaran Umum Dinas UPTD Pamarayan Kabupaten Serang Provinsi Banten

Anda mungkin juga menyukai