Anda di halaman 1dari 40

USM

IMPLEMENTASI PROGRAM KOTA TANPA KUMUH

DI KECAMATAN SEMARANG TIMUR KOTA SEMARANG

BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PUPR NOMOR 2 TAHUN 2016

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Syarat


Mata Kuliah Seminar Proposal
Program Studi Strata 1 Ilmu Hukum

Oleh

Nama : Rizky Lutfi Capriza

NIM : A.111.18.0153

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEMARANG

TAHUN 2021
HALAMAN PENGESAHAN

USM

IMPLEMENTASI PROGRAM KOTA TANPA KUMUH

DI KECAMATAN SEMARANG TIMUR KOTA SEMARANG

BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PUPR NOMOR 2 TAHUN 2016

Telah dipresentasikan di hadapan Tim Review pada tanggal 4 November 2021

Semarang, 4 November 2021

Tim Review

Endah Pujiastuti, S.H.,MH Tri Mulyani Spd.,SH.MH


NIS.06557003801015 NIS.065570005004111

ii
HALAMAN IDENTITAS

JUDUL : Implementasi Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di

Kecamatan Semarang Timur Berdasarkan Permen PUPR

Nomor. 2 Tahun 2016

Nama : Rizky Lutfi Capriza

NIM : A.111.18.0153

Jumlah sks/IPK : 125/3.5

Dosen Wali : Dhian Indah Astanti, S.H.,MH

Dosen Pembimbing : Tri Mulyani Spd.,SH.MH

iii
KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmah

dan karunia-Nya penulisan dapat menyelesaikan Seminar Proposal yang berjudul

Implementasi Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kecamatan Semarang

Timur Berdasarkan Permen PUPR Nomor. 2 Tahun 2016 dengan baik.

Penyusunan Seminar Proposal ini merupakan syarat untuk melengkapi Mata

Kuliah Seminar Proposal Program Pendidikan Strata Satu (S-1) pada Fakultas Hukum

Universitas Semarang. Penyusunan Seminar Proposal ini tidak akan berjalan lancar

tanpa bantuan dan kerjasama dari pihak lain, oleh karena itu penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya

Seminar Proposal ini, khusunya kepada :

1. Bapak Andy Kridasula, S.E., M.M., Selaku Rektor Universitas Semarang, yang

telah memberikan kesempatan yang sangat berharga kepada penulis untuk

menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Semarang;

2. Ibu B. Rini Heryanti, S.H., M.H., Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

yang telah memberikan kesempatan yang sangat berharga kepada Penulis untuk

menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Semarang;

3. Ibu Subaidah Ratna Juita, S.H.,M.H. selaku Sekretaris Progdi S1 Ilmu Hukum

Universitas Semarang yang telah membantu dalam pengajuan judul Seminar

Proposal;

4. Ibu Dhian Indah Astanti, S.H.,M.H selaku Dosen Wali dalam penelitian penulis

di Fakultas Hukum Universitas Semarang, yang telah banyak memberikan

iv
petunjuk dan kemudahan dengan segala ketulusan dan kebaikannya berkenan

memperbaiki judul, merevisi, dan mengarahkan penulisan dalam menulis

Seminar Proposal ini;

5. Ibu Tri Mulyani Spd.,S.H.M.H Selaku Dosen Pembimbing dalam pembuatan

Seminar Proposal ini, yang telah banyak memberikan petunjuk dan kemudahan

membimbing proses pembuatan Seminar Proposal ini;

6. Orangtua yang telah memberikan dukungan dan doa

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dala penyusunan Seminar

Proposal ini, oleh karena itu penulis mohon maaf dan menerima kritik dan saran yang

membangun untuk Seminar Proposal ini. Penulis berharap Seminar Proposal ini dapat

bermanfaat bagi pembaca dan berbagai pihak.

Semarang, 28 Oktober 2021

Rizky Lutfi Capriza

v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... ii

HALAMAN IDENTITAS.......................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................................ iv

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 8
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 8

1.3.1. Tujuan Penelitian ........................................................................... 8


1.3.2. Manfaat Penelitian ......................................................................... 9
1.4. Keaslian Penelitian ................................................................................... 10

1.5. Sistematika ............................................................................................... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 14

2.1. Tinjauan Umum Kebijakan Publik........................................................... 14


2.1.1. Kebijakan Publik.......................................................................... 14
2.1.2. Jenis Kebijakan Publik................................................................. 15
2.1.3. Implementasi Kebijakan Publik ................................................... 17
2.2. Tinjauan Umum KOTAKU ...................................................................... 18
2.2.1. Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) .................................. 18
2.2.2. Indikator Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) ................................. 21
2.2.3. Manfaat dan Tujuan KOTAKU ................................................... 23
3.1. Jenis/Tipe Penelitian ................................................................................ 26

3.2. Spesifikasi Penelitian ............................................................................... 27

3.3. Metode Penentuan Sampel ....................................................................... 28

3.4. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 28

ii
3.5. Metode Analisis Data ............................................................................... 30

JADWAL KEGIATAN............................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 32

iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah merupakan Negara berkembang yang mengalami

permasalahan sosial di lingkungan masyarakatnya. Perlu adanya penyelesaian

terhadap permasalahan-permasalahan sosial yang harus segera diselesaikan oleh

negara dalam hal ini adalah pemerintah. Salah satu sila Pancasila yang dijadikan

ideologi bangsa yaitu sila ke lima “keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Maka baik pemerintah pusat maupun pemerintah pusat maupun pemerintah daerah

wajib menyelenggarakan keadilan sosial agar dapat menjadikan kesejahteraan bagi

seluruh rakyat Indonesia, seperti yang dicita-citakan dalam Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia 1945 alinea ke-IV yaitu “memajukan kesejahteraan umum dan

mencerdaskan kehidupan bangsa” termasuk dalam hal memajukan kesejahteraan

umum. Kesejahteraan umum dalam penelitian ini akan difokuskan pada pemenuhan

tempat tinggal yang layak bagi penduduk

Di Indonesia, pertumbuhan penduduk merupakan suatu permasalahan yang

menimbulkan dampak, yaitu salah satunya sulitnya pemenuhan tempat tinggal yang

layak bagi penduduk. Kondisi seperti ini sangat banyak di jumpai khususnya di

wilayah perkotaan. Penduduk yang semakin bertambah disertai arus urbanisasi yang

tinggi menyebabkan penyediaan sarana permukiman menjadi semakin mendesak.

Tingginya harga tanah di perkotaan serta rendahnya pendapatan perkapita

menyebabkan masyarakat cenderung mencari areal permukiman di daerah pinggiran

kota dengan lingkungan yang tidak memadai serta sarana dan prasarana penunjang

1
yang sangat minim. Daerah yang tidak memiliki prasarana yang memadai akan

menimbulkan masalah, baik ditinjau dari segi kesehatan, keindahan, dan

kenyamanan.

Data penduduk Indonesia di tahun 2015 sebanyak 258,4 juta jiwa, sedangkan

di bulan Juni 2021 angka penduduk Indonesia mencapai 272.229.372 jiwa dan terus

meningkat1. Dalam Pasal 28 huruf H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia, menegaskan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir

dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan

sehat.2 Data tahun 2019, luas kawasan permukiman kumuh di Indonesia mencapai

87.0000 hektar.3 Hal ini merupakan tantangan bagi Pemerintah untuk memenuhi

kebutuhan tempat tinggal yang layak bagi penduduk khususnya di daerah

permukiman kumuh tersebut.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2016 tentang Peningkatan Kualitas Terhadap

Perumahan Kumuh Dan Permukiman Kumuh, disebutkan bahwa dalam rangka

meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan masyarakat melalui perumahan dan

permukiman yang sehat, aman, serasi, dan teratur dibutuhkan peningkatan kualitas

terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh.4 Kementerian Pekerjaan Umum

dan Perumahan Rakyat (PUPR) Republik Indonesia, melaksanakan program

1
Badan Pusat Statistik, “Statistik Indonesia 2021”, (online), (https://www.bps.go.id/, diakses
3 Oktober 2021), 2021.
2
Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 28 Ayat 1.
3
Kementerian PUPR, “Kawasan Kumuh 2019”, (https://data.pu.go.id/dataset/kawasan-
kumuh, diakses 3 Oktober 2021), 2021.
4
Peraturan Menteri PUPR Nomor 2 Tahun 2016.

2
pembangunan yang fokusnya adalah mewujudkan permukiman layak huni tanpa

menggusur, melalui program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).5

Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) merupakan salah satu upaya

strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat untuk mempercepat penanganan permukiman kumuh di perkotaan

dan mendukung “Gerakan 100-0-100”, yaitu 100 persen akses air minum layak, 0

persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak. Program KOTAKU

dalam pelaksanaannya menggunakan platform kolaborasi antara pemerintah pusat,

pemerintah provinsi, kota/kabupaten, masyarakat dan stakeholder lainnya dengan

memposisikan masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota sebagai pelaku utama

(nakhoda). Tujuan umum program ini adalah meningkatkan akses terhadap

infrastruktur dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan dan mencegah

timbulnya permukiman kumuh baru dalam rangka untuk mendukung terwujudnya

permukiman perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan. Program

KOTAKU dilaksanakan di 34 provinsi, tersebar di 269 kabupaten/kota, pada 11.067

desa/kelurahan termasuk di Kota Semarang. (Kementerian Pekerjaan Umum dan

Perumahan Rakyat, 2019).6

5
Kementerian PUPR, “Tentang Program Kotaku”, (http://kotaku.pu.go.id/page/6880/tentang-
program-kota-tanpa-kumuh-kotaku, diakses 3 Oktober 2021), 2021.
6
Ibid.

3
Tabel 1.1.

Jumlah Permukiman Kumuh di Kota Semarang

LOKASI KAWASAN
NO LUAS KAWASAN KUMUH (HA)
KUMUH
1. Mangunharjo 1,56
2. Mangkangkulon 3,79
3. Mangkangwetan 13,59
4. Genuksari 6,19
5. Banjardowo 3,38
6. Terboyokulon 0,62
7. Trimulyo 6,00
8. Tambakharjo 2,67
9. Ngemplak Simongan 1,32
10. Krobokan 16,16
11. Brumbungan 2,68
12. Bangunharjo 4,00
13. Kembangsari 5,00
14. Jagalan 1,36
15. Miroto 7,00
16. Kauman 2,00
17. Pekunden 5,00
18. Sekayu 2,32
19. Bugangan 8,34
20. Rejosari 1,30
21. Mlatiharjo 11,52
22. Mlatibaru 3,93
23. Rejomulyo 8,43
24. Kemijen 15,86
25. Tanjungmas 37,63

4
26. Bandarharjo 33,44
27. Panggung Kidul 26,00
28. Kuningan 23,09
29. Dadapsari 27,24
30. Jomblang 1,10
31. Karanganyar Gunung 1,67
32. Gemah 5,50
33. Muktiharjo Kidul 13,76
34. Penggaron Kidul 2,19
35. Lamper Lor 4,71
36. Lamper Kidul 1,53
37. Peterongan 1,33
38. Lamper Tengah 7,39
39. Tandang 3,12
40. Sendangguwo 4,36
41. Rowosari 7,07
42. Meteseh 10,42
43. Sawah Besar 6,14
44. Kaligawe 7,35
45. Tambakrejo 5,23
46. Gayamsari 1,57
47. Purwosari 3,45
48. Jatibarang 0,86
49. Ngesrep 0,59
50. Padangsari 0,49
51. Jabungan 11,68
52. Tinjomoyo 5,53
53. Srondol Kulon 3,67
54. Gedawang 5,54

5
55. Patemon 0,14
56. Sekaran 3,19
57. Sadeng 2,47
58. Sukorejo 2,60
59. Nongkosawit 3,77
60. Wonosari 3,12
61. Kalipancur 1,32
62. Purwoyoso 1,65
Jumlah 415,93
Sumber : Dokumen Pelaksanaan Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Jawa Tengah,

2020.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa Kota Semarang memiliki luas

kawasan kumuh yang tinggi di Jawa Tengah dengan luasan kumuh sebesar ±415,83

Ha. Permasalahan kumuh di Kota Semarang ialah permukiman kumuh di pesisir,

pusat dan pinggiran kota dengan tingkat kumuh ringan hingga berat. Permasalahan

utama permukiman kumuh adalah jalan, drainase, air bersih dan sanitasi yang

disebabkan karena masyarakat belum memiliki kesadaran untuk memelihara

lingkungannya.

Permukiman kumuh di Kota Semarang tersebar dalam 62 kelurahan di 15

Kecamatan, diantaranya Kecamatan Tugu, Genuk, Candisari, Pedurungan, Semarang

Selatan, Tembalang, Gayamsari, Mijen, Banyumanik, Gunungpati, dan Ngaliyan

Semarang Barat, Semarang Tengah, Semarang Utara, Semarang Timur. Dalam

6
penelitian ini akan di fokuskan pada kecamatan Semarang Timur.7 Dalam penelitian

ini akan difokuskan pada implementasi KOTAKU di Kecamatan Semarang Timur.

Penentuan objek penelitian di Kecamatan Semarang Timur, karena pada tahun

2014 sampai 2019 luas kumuh awal Kecamatan Semarang Timur sangat tinggi yaitu

hingga sekitar 39 hektar namun kini persentase pengurangan kumuh di Kecamatan

Semarang Timur termasuk baik salah satu contohnya yaitu di Kelurahan Rejosari

yang pengurangannya hingga 100%.

Dalam pencapaian program penanggulangan kawasan kumuh perkotaan,

Kecamatan Semarang Timur menerapkan target yang dikenal dengan target seratus

kosong seratus (100 0 100). Maksud dari target seratus kosong seratus yaitu 100%
8
akses air bersih, 0% kawasan kumuh, dan 100% sanitasi yang baik. Melalui target

tersebut diharapkan kedepannya pemukiman kumuh di wilayah Semarang Timur bisa

berkurang dan terjadi peningkatan kualitas pemukiman menjadi lebih baik.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

bagaimana implementasi program KOTAKU di semarang timur dengan judul

“Implementasi Program Kota Tanpa Kumuh di Kecamatan Semarang Timur

Kota Semarang Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 2 Tahun 2016”

7
Ibid, halaman 3.
8
Ibid, halaman 3.

7
1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kecamatan

Semarang Timur berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 2 Tahun 2016?

2. Apa kendala implementasi program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di

Kecamatan Semarang Timur berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 2

Tahun 2016, dan bagaimana upaya mengatasinya?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka tujuan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Implementasi Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) di

Kecamatan Semarang Timur berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 2

Tahun 2016

2. Untuk mengetahui kendala Implementasi Program Kota Tanpa Kumuh

(KOTAKU) di Kecamatan Semarang Timur berdasarkan Peraturan Menteri PUPR

Nomor 2 Tahun 2016

8
1.3.2. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi kontribusi yang berguna

oleh berbagai pihak yang terkait antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan

hukum khususnya Hukum Administrasi Negara yaitu dalam hal Program Kota

Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kecamatan Semarang Timur Berdasarkan Peraturan

Menteri PUPR Nomor 2 Tahun 2016.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi implementasi

program penanggulangan permukiman kumuh dalam menentukan strategi yang

tepat sehingga diperoleh pelaksanaan program yg baik di masa yang akan

dating.

b. Bagi Kementerian PUPR

Sebagai bahan masukan bagi instansi dalam hal ini Kementerian Perumahan dan

Permukiman untuk menjalankan program perbaikan infrastruktur khususnya

pencegahan permukiman kumuh.

c. Bagi Masyarakat

Menjadi bahan masukan bagi masyarakat dalam pelaksanaan program

KOTAKU agar dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dan mengikuti

program KOTAKU dengan baik.

9
1.4. Keaslian Penelitian

Dalam penelitian ini, Penulis mengambil topik penelitian Implementasi

Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU). Penelitian ini mengambil lokasi di

Kecamatan Semarang Timur. Berdasarkan hasil penelusuran yang Penulis lakukan

terdapat penelitian terdahulu yang mempunyai karakteristik relatif sama. Namun tetap

memiliki perbedaan dalam hal subjek penelitian, lokasi penelitian, variabel penelitian,

atau metode analisis yang digunakan. Berikut data penelitian yang pernah dilakukan

oleh peneliti terdahulu:

1. Efektivitas program KOTAKU dalam pembangunan infrastruktur di Kelurahan

Polonia Kecamatan Medan Polonia Kota Medan yang dilakukan Stefani pada

Tahun 2019. Penelitian ini bertujuan meningkatkan akses terhadap infrastruktur

dan pelayanan dasar di permukiman kumuh perkotaan melalui program KOTAKU.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan

pendekatan kualitatif, dengan menggunakan teknik wawancara observasi, serta

dokumentasi, Teori yang digunakan adalah teori Duncan untuk melihat efektivitas

program meliputi Pencapaian Tujuan, Integrasi dan Adaptasi9. Persamaan

penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang program Kotaku. Perbedaannya

adalah terletak pada lokus penelitian, pada penelitian ini lokus berada pada

Kecamatan Semarang Timur Kota Semarang, sedangkan penelitian yang terdahulu

yang disebutkan lokus berada di Kecamatan Medan Polonia Kota Medan.

9
Stefani, “Efektivitas program KOTAKU dalam pembangunan infrastruktur di Kelurahan
Polonia Kecamatan Medan Polonia Kota Medan”, (Jurnal USU, 2019).

10
2. Model Pengembangan Masyarakat melalui Program Tanpa Kumuh (KOTAKU) di

Desa Krajan Kulon, Kaliwungu Kendal yang dilakukan oleh Indah Nur

Fitrianingsih pada Tahun 2017. Skripsi ini membahas tentang model

pengembangan masyarakat dan pelaksanaan model pengembangan masyarakat

melalui KOTAKU. Pada tahapan pelaksanaan menggunakan model perencanaan

sosial. Sedangkan tahap pelaksanaan menggunakan model pengembangan aksi

sosial yang menekankan pada tujuan, proses dan hasil melalui penyadaran,

pemberdayaan melalui kegiatan pelatihan seperti pelatihan Kelompok Swadaya

Masyarakat dan pelatihan relawan10. Persamaan penelitian ini adalah sama-sama

meneliti tentang program Kotaku. Perbedaan terletak pada objek penelitian yang

diteliti, penelitian terdahulu tersebut berfokus pada model pengembangan

masyarakat, sedangkan penelitian ini berfokus pada implementasi program

KOTAKU.

3. Kolaborasi dalam Perencanaan Program Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan

Semanggi Kota Surakarta yang dilakukan oleh Sri Yuniani dan Gusti Putri Dhini

Rosyida, dalam jurnal Wacana Publik Vol. 1 No. 2 pada tahun 2017. Penelitian ini

membahas tentang proses kolaborasi dalam perencanaan Program Kota Tanpa

Kumuh (KOTAKU) di Kecamatan Semanggi Kota Surakarta serta hambatan yang

terjadi. Kolaborasi yang terjadi dalam perencanaan Program KOTAKU di

Kelurahan Semanggi dimana harusnya berjalan dengan menggunakan konsep

kolaborasi sesuai dengan SE DJCK No. 40 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum

10
Indah Nur Fitrianingsih, “Model Pengembangan Masyarakat melalui Program Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Desa Krajan Kulon, Kaliwungu Kendal” (Jurnal UIN Walisongo, 2017).

11
Program KOTAKU tidak semua prinsip berjalan sebagaimana semestinya11.

Terdapat persamaan dengan penelitian ini yaitu topik pembahasan mengenai

program KOTAKU. Namun, tetap terdapat beberapa perbedaan antara penelitian

ini dengan penelitian terdahulu diatas yaitu penelitian yang penulis lakukan

menggunakan acuan Peraturan Menteri PUPR No. 2 Tahun 2016. Lokasi

penelitian yang dilakukan Peneliti yaitu di Kecamatan Semarang Timur,

sedangkan penelitian terdahulu tersebut di Kelurahan Semanggi Kota Surakarta.

Penulis telah melakukan perbandingan skripsi bahwa tidak ada kemiripan

antara ketiga skripsi di atas sehingga, karya ilmiah ini adalah asli dan bukan

merupakan plagiat dari penulis lain.

1.5. Sistematika

Adapun sistematika dalam laporan Bimbingan Karya Ilmiah ini terbagi dalam

III BAB adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Dalam bab ini berisi uraian mengenai pemikiran latar belakang

penelitian, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan

sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini berisi uraian tentang pemikiran yang berisi teori

hukum dan pendapat para pakar dibidang hukum yang diuraikan

11
Sri Yuniani dan Gusti Putri Dhini Rosyida, “Kolaborasi dalam Perencanaan Program Tanpa
Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Semanggi Kota Surakarta” (Jurnal Wacana Publik Vol. 1 No. 2,
2017)

12
secara sistematis, karena Tinjauan Pustaka ini nantinya akan

digunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut.

BAB III : Metode Penelitian

Dalam bab ini berisi uraian mengenai garis besar metode yang

digunakan dalam penelitian, spesifikasi penelitian, populasi, dan

sampel, metode penentuan stempel, metode pengumpulan data dan

metode analisis data.

13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Umum Kebijakan Publik

2.1.1. Kebijakan Publik

Secara umum, istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk menunjuk

perilaku seorang actor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu

lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang tertentu. Pengertian

kebijakan seperti ini dapat kita gunakan dan relatif memadai untuk keperluan

pembicaraan-pembicaraan biasa, namun menjadi kurang memadai untuk

pembicaraan-pembicaraan yang lebih bersifat ilmiah dan sistematis menyangkut

analisis kebijakan publik. Oleh karena itu, diperlukan batasan atau konsep kebijakan

publik yang tepat.12

Salah satu definisi mengenai kebijakan publik oleh Robert Eyestone,

mengatakan bahwa “secara luas” kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai

“hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya”13. Konsep yang ditawarkan

Eyestone ini mengandung pengertian yang sangat luas dan kurang pasti karena apa

yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencangkup banyak hal. Batasan lain

tentang kebijakan public diberikan Thomas R. Dye yang mengatakan bahwa

“kebijakan public adalah apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan dan tidak

dilakukan14.

12
James Anderson, Public Policy Making, (2012).
13
Robert Eyestone, The Threads of Policy; A Study in Policy Leadership. (Indianapolis: Bobbs-Merril,
2012), halaman 18.
14
Thomas R. Dye (1975), Undestanding Public Policy, Edition 10, (2017)

14
Kebijakan-kebijakan tersebut akan dapat temukan dalam bidang kesejahteraan

sosial (social welfare), di bidang kesehatan, perumahan rakyat, pertanian,

pembangunan ekonomi, hubungan luar negeri, pendidikan nasional dan lain

sebagainya. Kebijakan tersebut ada yang berhasil tetapi banyak yang gagal maka dari

kegagalan itu perlu mengkaji kebijakan yang dikeluarkan itu pemerintah dalam

penataan lingkungan seberapa efektifnya dapat berjalan. Berkaitan dengan pengertian

kebijakan tersebut, Carl Friendrich dalam Budi Winarno memberikan pengertiannya

sebagai berikut :

Kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang di usulkan oleh seseorang, kelompok
atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-
hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk
menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan, atau
merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu.15

Dari semua pengertian tentang kebijakan dapat disimpulkan bahwa

keberadaan peraturan kebijaksanaan tidak akan lepas dengan adanya kewenangan

bebas dari pemerintah yang sering disebut dengan istilah fries ernessen. Namun

kewenangan ini tidaklah boleh dijalankan sedemikian rupa sehingga merugikan

individu atau warga, tanpa alasan yang patut. Pejabat Administrasi Negara tidak

boleh menjalankan wewenangnya untuk menyelenggarakan suatu kepentingan umum

yang lain dari dimaksud peraturan yang menjadi dasar wewenangnya.

2.1.2. Jenis Kebijakan Publik

Secara tradisional, pakar ilmu politik mengategorikan kebijakan publik ke

dalam kategori: (1) Kebijakan substansif (misalnya: kebijakan perburuhan,

15
Budi Winarno, Kebijakan dan Proses Kebijakan Publik, (Yogyakarta: Media Presindo,
2021), halaman 16.

15
kesejahteraan sosial, hak-hak sipil, masalah luar negeri dan sebagainya); dan (2)

Kelembagaan (misalnya: kebijakan legislative, kebijakan judikatif, kebijakan

departemen); (3) Kebijakan menurut kurun waktu tertentu (misalnya: kebijakan masa

Reformasi, kebijakan masa Orde Baru, dan kebijakan masa Orde Lama). Kategori

lain tentang kebijakan dibuat oleh James Anderson sebagai berikut:

1. Kebijakan substansif vs kebijakan prosedural

Kebijakan Substantif adalah kebijakan yang menyangkut apa yang akan dilakukan

oleh pemerintah, seperti kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), kebijakan

Raskin (beras untuk orang miskin). Sedangkan kebijakan prosedural adalah

kebijakan substantif tersebut dapat dijalankan. Misalnya, kebijakan yang berisi

kriteria orang disebut miskin dan bagaimana prosedur untuk memperoleh raskin.

2. Kebijakan distributif vs kebijakan regulatori vs kebijakan re-distributif

Kebijakan distributif menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan pada

masyarakat tertentu atau individu. Sebagai contoh: kebijakan subsidi BBM dan

kebijakan obat generik. Kebijakan regulatori adalah kebijakan yang berupa

pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku individu atau kelompok

masyarakat. Misalnya kebijakan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), kebijakan

pemakaian helm bagi pengendara sepeda motor. Sedangkan kebijakan re-

distributif adalah kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan,

pemilikan atau hak-hak di antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Sebagai

contoh: kebijakan pajak progresif, kebijakan asuransi kesehatan gratis bagi orang

miskin.

16
2. Kebijakan distributif vs kebijakan regulatori vs kebijakan re-distributif

Kebijakan material adalah kebijakan yang memberikan keuntungan sumberdaya

konkrit pada kelompok sasaran. Misalnya kebijakan raskin. Sedangkan kebijakan

simbolis adalah kebijakan yang memberikan manfaat simbolis pada kelompok

sasaran, misalnya kebijakan libur hari Natal dan Libur hari Idul Fitri

3. Kebijakan yang berhubungan dengan barang umum (public goods) dan barang

privat (privat goods).

Kebijakan public goods adalah kebijakan yang bertujuan mengatur pemberian

barang atau pelayanan publik, misalnya kebijakan membangun jalan raya,

kebijakan pertahanan da keamanan. Sedangkan kebijakan yang berhubungan

dengan private goods adalah kebijakan yang mengatur penyediaan barang atau

pelayanan untuk pasar bebas, misalnya pelayanan pos, parker umum dan

perumahan.

2.1.3. Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi menurut Grindle merupakan proses umum tindakan

administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu16. Sedangkan Van

Meter dan Horn menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan

yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta baik secara individu maupun secara

kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan. Grindle menambahkan

bahwa proses implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah

ditetapkan, program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap dan disalurkan untuk

sasaran.

16
Subarsono, Analisis Kebijakan Publik (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013), halaman 93.

17
Implementasi merupakan sebuah upaya untuk menciptakan hubungan yang

memungkinkan bagi kebijakan dapat terealisasikan sebagai sebuah hasil aktivitas

pemerintah. Implementasi merupakan sebuah proses untuk mewujudkan rumusan

kebijakan menjadi tindakan kebijakan guna mewujudkan hasil akhir yang diinginkan.

Menurut Merilee S. Grindle, keberhasilan implementasi kebijakan

dipengaruhi oleh dua variabel besar yaitu isi kebijakan (content of policy) dan

lingkungan implementasi (context of implementation). Isi kebijakan mencangkup :

1. Kepentingan kelompok sasaran

2. Jenis manfaat yang diterima oleh kelompok sasaran

3. Sejauh mana perubahan yang diinginkan

4. Ketepatan pengambilan keputusan

5. Pelaksanaan program

6. Sumberdaya yang dilibatkan

Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencangkup :

1. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan dan strategi yang dimiliki oleh para aktor

yang terlibat dalam implementasi kebijakan.

2. Karakteristik institusi

3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

2.2. Tinjauan Umum KOTAKU

2.2.1. Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)

Persoalan kawasan kumuh adalah persoalan pembangunan yang belum

berkeadilan. Dalam penanganannya, diharapkan seluruh pihak mengemban amanah

18
pembangunan yang adil (berkeadilan, yaitu berjuang menangani kumuh untuk

keadilan pembangunan. Strategi yang dilakukan untuk menangani kawasan kumuh ini

melalui Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) antara lain melakukan pendekatan

penanganan kawasan kumuh yang terfokus dan tuntas. Dalam perencanaan ini,

diharapkan hingga proses pelaksanaannya dapat berjalan beriringan, sehingga selain

tujuan penanganan tercapai tanpa memunculkan masalah baru (kumuh baru), strategi

lain dalam penanganannya dilakukan secara komprehensif, yakni infrastruktur, social

ekonomi, dislokasi kumuh dan membangun kolaborasi antar pelaku, serta program

dan pendanaan (tingkat komunitas, daerah dan pusat).

Program KOTAKU berubah pandangan dari yang semula merupakan program

pusat bergeser menjadi program yang mendukung daerah masyarakat. Pada tahun

2017 Pemerintah telah melakukan perubahan dengan difasilitasi Tim KOTAKU Kota

Semarang, telah melakukan pembangunan sesuai yang dirumuskan dalam tujuan

program. Dalam pelaksanaannya, pelaku Program KOTAKU mampu melayani,

mengadvokasi Pemda dan stakeholders, serta menjadikan Pemda sebagai aktor utama

pengendalian program pembangunan kawasan kumuh.

Penanganan kumuh ini meliputi aspek pembangunan infrastruktur dan

pendampingan sosial dan ekonomi untuk keberlanjutan penghidupan masyarakat

yang lebih baik di lokasi permukiman kumuh. Program KOTAKU untuk

mewujudkan konsep “100-0-100”, yaitu 100 persen akses universal air minum dan

sanitasi, serta 0 persen pemukiman kumuh, dan 100 persen hibah sanitasi. Program

KOTAKU (Kota Tanpa Kumuh) adalah program yang dilaksanakan secara nasional

di 271 kabupaten/kota di 34 provinsi yang menjadi “platform kolaborasi” atau basis

19
penanganan permukiman kumuh yang mengintegrasikan berbagai sumber daya dan

sumber pendanaan, termasuk dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, donor,

swasta, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya.

Program ini ditujukan untuk membangun sistem yang terpadu untuk

penanganan permukiman kumuh, dimana pemerintah daerah memimpin dan

berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan dalam perencanaan maupun

implementasinya, serta mengedepankan partisipasi masyarakat. KOTAKU

diharapkan dapat mendukung penanganan permukiman kumuh seluas 35.291 Ha

yang dilakukan secara bertahap di seluruh Indonesia melalui pengembangan kapasitas

pemerintah daerah dan masyarakat, penguatan kelembagaan, perencanaan, perbaikan

infrastruktur dan pelayanan dasar di tingkat kota maupun masyarakat, serta

pendampingan teknis untuk mendukung tercapainya sasaran RPJMN 2015-2019,

yaitu Kota Tanpa Kumuh.

Berdasarkan Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman dijelaskan bahwa permukiman kumuh adalah permukiman

yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan

yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi

syarat, sedangkan Perumahan Kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan

kualitas fungsi sebagai tempat hunian. Dari pengertian tersebut dapat dirumuskan

karakteristik perumahan kumuh dan permukiman kumuh dari aspek fisik sebagai

berikut:

1. Merupakan satuan entitas perumahan dan permukiman

20
2. Kondisi bangunan tidak memenuhi syarat, tidak teratur dan memiliki kepadatan

tinggi

3. Kondisi sarana dan prasarana tidak memenuhi syarat. Khusus untuk bidang kecipta

karyaan, batasan sarana dan prasarana adalah sebagai berikut:

a. Jalan lingkungan

b. Drainase lingkungan

c. Penyediaan air bersih/minum

d. Pengelolaan persampahan

e. Pengelolaan air limbah

f. Pengamanan kebakaran

g. Ruang terbuka publik

Karakteristik fisik tersebut selanjutnya menjadi dasar perumusan kriteria dan

indikator dari gejala kumuh dalam proses identifikasi lokasi perumahan kumuh dan

permukiman kumuh. Selain karakteristik fisik, karakteristik non fisik pun perlu

diidentifikasi guna melengkapi penyebab kumuh dari aspek non fisik seperti perilaku

masyarakat, kepastian bermukim, kepastian berusaha, dan sebagainya.

2.2.2. Indikator Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU)

Terdapat beberapa indikator yang menggolongkan apakah wilayah tersebut

termasuk dalam kategori kumuh atau tidak, yaitu sebagai berikut:

1. Bangunan Gedung

a. Ketidakteraturan dalam hal dimensi, orientasi dan bentuk

b. Kepadatan tinggi tidak sesuai dengan ketentuan dalam rencana tata ruang

21
c. Ketidaksesuaian dengan persyaratan teknis sistem struktur, pengamatan petir,

penghawaan, pencahayaan, sanitasi dan bahan bangunan.

2. Jalan Lingkungan

a. Kondisi permukaan jalan yang tidak dapat dilalui kendaraan dengan aman dan

nyaman

b. Lebar jalan yang tidak memadai

c. Kelengkapan jalan yang tidak memadai

3. Penyediaan Air Minum

a. Ketidak tersediaan akses air minum

b. Tidak terpenuhinya kebutuhan air minum setiap individu

c. Tidak terpenuhinya kualitas air minum sesuai standart kesehatan

4. Drainase Lingkungan

a. Ketidakmampuan mengalirkan limpahan air hujan

b. Menimbulkan bau

c. Tidak terhubung dengan sistem drainase perkotaan

5. Pengelolaan Air Limbah

a. Ketidak tersediaan sistem pengelolaan air limbah

b. Ketidak tersediaan kualitas buangan sesuai standar yang berlaku

c. Tercemarnya lingkungan sekitar

6. Pengelolaan Persampahan

a. Ketidak tersediaan sistem pengelolaan persampahan

b. Ketidak tersediaan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan

c. Tercemarnya lingkungan sekitar oleh sampah

22
7. Ruang Terbuka Publik

a. Ketidaktersediaan lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH)

b. Ketidaktersediaan lahan untuk ruang terbuka non hijau atau ruang terbuka

public (RTP)

8. Pengamanan Kebakaran

a. Ketidaktersediaan sistem pengamanan secara aktif dan pasif

b. Ketidaktersediaan pasokan air untuk pemadaman yang memadai

c. Ketidak tersediaan akses untuk mobil pemadam kebakaran

Indikator-indikator di atas merupakan tolak ukur apakah suatu kota tergolong

kota kumuh atau tidak. Dengan adanya indikator tersebut, maka akan lebih

mempermudah untuk melakukan pengidentifikasian lingkungan mana yang tergolong

kawasan kumuh sehingga dapat ditanggulangi agar tidak lagi tergolong dalam

indikator kumuh.

2.2.3. Manfaat dan Tujuan KOTAKU

Tujuan program Kota Tanpa Kumuh adalah meningkatkan akses terhadap

infrastruktur dan pelayanan dasar di pemukiman kumuh perkotaan untuk mendukung

terwujudnya pemukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan.

Tujuan tersebut dicapai melalui tujuan antara lain sebagai berikut:

a. Menurunnya luas permukiman kumuh.

b. Terbentuknya Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pokja

PKP) di tingkat kabupaten/kota dalam penanganan permukiman kumuh yang

berfungsi dengan baik.

23
c. Tersusunnya rencana penanganan permukiman kumuh tingkat kabupaten/kota dan

tingkat masyarakat yang terintegrasi dalam rencana pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD).

d. Meningkatnya penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui

penyediaan infrastruktur dan kegiatan peningkatan penghidupan peningkatan

kualitas pemukiman kumuh.

e. Terlaksananya aturan bersama sebagai upaya perubahan perilaku hidup bersih dan

sehat masyarakat dan pencegahan kumuh. Pencapaian tujuan program dan tujuan

antara diukur dengan merumuskan indikator kinerja keberhasilan dan target

capaian program yang akan berkontribusi terhadap tercapainya sasaran Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yaitu pengentasan

permukiman kumuh perkotaan menjadi 0 persen.

Seperti yang dijelaskan di atas bahwasanya program ini dibuat sedemikian

guna mengatasi masalah kumuh yang masih banyak di Indonesia, bahkan di kotakota

besar juga tidak luput dari masalah kumuh ini. Permukiman yang layak huni dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara garis besar pencapaian tujuan diukur

dengan indikator „outcome‟ sebagai berikut:

1. Meningkatnya akses masyarakat terhadap infrastruktur dan pelayanan perkotaan

pada permukiman kumuh sesuai dengan kriteria permukiman kumuh yang

ditetapkan

a. Drainase

b. Air bersih/minum

c. Pengelolaan persampahan

24
d. Pengelolaan air limbah

e. Pengamanan kebakaran

f. Ruang terbuka publik

2. Menurunnya luasan pemukiman kumuh karena akses infrastruktur dan pelayanan

perkotaan yang lebih baik.

3. Terbentuk dan berfungsinya kelembagaan yaitu Pokja PKP di tingkat

kabupaten/kota untuk mendukung program KOTAKU.

4. Penerima manfaat puas dengan kualitas infrastruktur dan pelayanan perkotaan di

permukiman kumuh.

5. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat dengan mendorong penghidupan

berkelanjutan di wilayah kumuh.

Tujuan dibuatnya program KOTAKU ini dapat dilihat dari tercapainya

indikator-indikator di atas. Apabila akses masyarakat untuk mendapatkan air bersih,

pengelolaan air limbah yang tidak mencemari lingkungan, pengelolaan persampahan

yang baik, dan adanya Ruang Terbuka Hijau, maka program ini dapat dikatakan

berhasil.

25
BAB III METODE PENELITIAN

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan

ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang

bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan

jalan menganalisisnya17. Selain itu metode penelitian juga merupakan cara untuk

mendapatkan data secara lengkap sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah. Adapun metode yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini adalah

sebagai berikut :

3.1. Jenis/Tipe Penelitian

Dalam melakukan penelitian diperlukan suatu metode yang harus tepat dan

sesuai dengan jenis penelitian yang dilakukan serta harus sistematis dan konsisten.

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis

sosiologis. Penelitian yuridis sosiologis ditujukan untuk mendeskripsikan dan

menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun

rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas,

keterkaitan antar kegiatan. Selain itu, penelitian deskriptif tidak memberikan

perlakuan, manipulasi atau pengubahan pada variable-variabel yang diteliti,

melainkan menggambarkan suatu kondisi yang apa adanya. Satusatunya perlakuan

yang diberikan hanyalah penelitian itu sendiri, yang dilakukan melalui observasi,

wawancara, dan dokumentasi. Penelitian hukum yuridis sosiologis, yaitu jenis

penelitian yang selain menggunakan asas dan prinsip hukum dalam meninjau,

17
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Sinar Grafika, 2014), hlm. 18.

26
melihat, dan menganalisa masalah-masalah, penelitian ini juga meninjau bagaimana

dalam prakteknya. Berdasarkan keterangan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

penelitian yuridis sosiologis yaitu rangkaian kegiatan untuk memperoleh data yang

bersifat apa adanya tanpa ada rekayasa dalam kondisi tertentu yang hasilnya lebih

menekankan pada makna. Jenis penelitian ini dipergunakan karena dalam penelitian

ini akan meneliti dan mengamati proses bekerjanya hukum yaitu Permen PUPR

Nomor 2 Tahun 2016 tentang implementasi Program KOTAKU di Kecamatan

Semarang Timur Kota Semarang.

3.2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis, Sugiyono mengatakan bahwa

metode deskriptif adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau

memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah

terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan

yang berlaku untuk umum18. Penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh

gambaran tentang suatu keadaan pada suatu waktu tertentu (gambaran pada waktu

sesaat) atau perkembangan tentang sesuatu. Spesifikasi penelitian ini dipergunakan

karena dalam penelitian ini akan menggambarkan tentang Implementasi Program

Kota Tanpa Kumuh Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 2 Tahun 2016.

18
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung : Alfabeta, 2017),
halaman 29.

27
3.3. Metode Penentuan Sampel

Penelitian ini menggunakan cara pengambilan sampel dengan non random

sampling dengan jenis purposive sampling. Menggunakan metode Purposive

Sampling yang mana didasarkan pada ciri-ciri sifat-sifat atau karakteristik tertentu

yang merupakan ciri utama populasi, juga subyek yang diambil harus benar-benar

yang paling banyak mengandung ciri-ciri populasi, serta penentuan karakteristik ni

dilakukan dengan teliti19. Populasi dalam penelitian ini adalah Implementasi Program

Kota Tanpa Kumuh di Kota Semarang. Sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah

Implementasi Program Kota Tanpa Kumuh di Kecamatan Semarang Timur, periode

tahun 2020

3.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian

berupa informasi yang berkaitan dengan permasalahan20. Data primer yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah penulis melakukan observasi dan wawancara ke lapangan

untuk melihat secara langsung Implementasi Program Kota Tanpa Kumuh di

Kecamatan Semarang Timur Kota Semarang.

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung. data

sekunder diperoleh berdasarkan pengalaman yang mendalam dari pihak lain sebagai

19
Ibid., halaman 29
20
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat
(Jakarta, Rajawali Press, 2014) halaman 1.

28
sumber data atau diperoleh berdasarkan studi pustaka, penelitian pihak lain dan atau

studi dokumen (putusan pengadilan, data statistik dan sebagainya). Data sekunder di

bidang hukum dibedakan menjadi:21

1. Bahan-bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang bersifat mengikat dan berdasarkan

yuridis yang membuat orang taat pada hukum22. Bahan hukum primer yang

peneliti gunakan yaitu :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan

dan Pemukiman

c. Peraturan Menteri PUPR Nomor 2 Tahun 2016 tentang Peningkatan Kualitas

Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh

d. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Perubahan

atas Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 6 Tahun 2016 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Semarang Tahun 2016-2021

2. Bahan-bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang bersifat tidak mengikat yang

berasal dari buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan

pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi.23

21
Ibid., halaman 25
22
Peter M. Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2013),
halaman 181
23
Ibid., halaman 25

29
Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku – buku

Literatur, jurnal penelitian maupun makalah-makalah dan pendapat para ahli.

3. Bahan-bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan – bahan yang memberikan petunjuk dan
24
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder sehingga

dapat diperoleh informasi terbaru yang berkaitan dengan Implementasi Program

Kota Tanpa Kumuh Di Kecamatan Semarang Timur Kota Semarang. Bahan

hukum tersier dapat berupa kamus hukum, artikel, ensiklopedia, dan sebagainya

3.5. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu

suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif.25 Menggunakan cara

kualitatif yaitu berupa analisa terhadap data yang telah diperoleh baik data primer

maupun sekunder. Penarikan kesimpulan secara induktif yaitu pengambilan dari hal-

hal yang bersifat umum ke khusus, agar penelitian ini lebih mudah dipaham

24
Ibid., halaman 29
25
Ibid., halaman 27

30
JADWAL KEGIATAN

1. Persiapan : 15 hari

2. Pengumpulan data : 20 hari

3. Analisis data : 20 hari

4. Penyusunan laporan : 25 hari

Penelitian ini direncanakan memerlukan waktu 80 hari

31
DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Budi Winarno, Kebijakan dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media

Presindo, 2021.

Peter M. Marzuki, Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2013.

Robert Eyestone, The Threads of Policy A Study in Policy Leadership. Indianapolis:

Bobbs-Merril, 2012.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat. Jakarta: Rajawali Press, 2014.

Subarsono, Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2013.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta,

2017.

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum. Jakarta : Sinar Grafika, 2014.

Jurnal :

Indah Nur Fitrianingsih, “Model Pengembangan Masyarakat melalui Program Tanpa

Kumuh (KOTAKU) di Desa Krajan Kulon, Kaliwungu Kendal” (Jurnal UIN

Walisongo, 2017).

James Anderson, Public Policy Making, (2012).

Sri Yuniani dan Gusti Putri Dhini Rosyida, “Kolaborasi dalam Perencanaan Program

Tanpa Kumuh (KOTAKU) di Kelurahan Semanggi Kota Surakarta” (Jurnal

Wacana Publik Vol. 1 No. 2, 2017)

32
Stefani, “Efektivitas program KOTAKU dalam pembangunan infrastruktur di

Kelurahan Polonia Kecamatan Medan Polonia Kota Medan”, (Jurnal USU,

2019).

Thomas R. Dye (1975), Undestanding Public Policy, Edition 10, (2017)

Undang-Undang:

Sekretriat Kabinet Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta,

2002.

Sekretariat Kabinet Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 1 Tahun

2011 tentang perumahan dan Pemukiman. Jakarta, 2011.

Sekretarist Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia.

Sekretariat Menteri. Peraturan Menteri PUPR Nomor 2 Tahun 2016. Jakarta, 2016.

Sekretariat Daerah Kota Semarang. Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 11

Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor

6 Tahun 2016 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota

Semarang Tahun 2016-2021. Semarang, 2017.

Website :

Badan Pusat Statistik, “Statistik Indonesia 2021”, (online), (https://www.bps.go.id/),

diakses 3 Oktober 2021), 2021.

Kementerian PUPR, “Kawasan Kumuh 2019”, (https://data.pu.go.id/, diakses 3

Oktober 2021), 2021.

Kementerian PUPR, “Tentang Program Kotaku”, (http://kotaku.pu.go.id/, diakses 3

Oktober 2021), 2021.

33

Anda mungkin juga menyukai