Anda di halaman 1dari 35

USULAN PENELITIAN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP


ALIH FUNGSI LAHAN UNTUK MENJAGA LUAS
LAHAN PERTANIAN DI DESA MEKARSARI
KABUPATEN TABANAN

I WAYAN LOIS ANGGA ARIMBAWA


1914101066

PROGRAM STUDI HUKUM AGAMA HINDU


JURUSAN DHARMA SASTRA
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI MPU KUTURAN
SINGARAJA
2023
USULAN PENELITIAN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ALIH


FUNGSI LAHAN UNTUK MENJAGA LUAS LAHAN
PERTANIAN DI DESA MEKARSARI KABUPATEN
TABANAN

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI UNTUK DIUJI

OLEH:

Pembimbing I: Pembimbing II:

Ni Ketut Tri Sri Laksmi, S.H., M.H I Nyoman Adi Susila, SH.,MH
NIP. 199006252019632018 NIP. 198911272020121003

2
LEMBAR PENGESAHAN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ALIH


FUNGSI LAHAN UNTUK MENJAGA LUAS LAHAN
PERTANIAN DI DESA MEKARSARI KABUPATEN
TABANAN

USULAN PENELITIAN INI TELAH DIUJI DAN DISETUJUI


PADA TANGGAL 09 FEBRUARI 2023

Ketua, Sekretaris,

Ni Ketut Tri Sri Laksmi, S.H., M.H I Nyoman Adi Susila, SH.,MH
NIP. 199006252019632018 NIP. 198911272020121003

Anggota,
Penguji I,

Putu Ersa Rahayu Dewi, M.Pd.


NIP. 19880701201901010

Mengetahui,

Ketua Jurusan Dharma Sastra

Putu Subawa,S.Pd.,M.Pd.H.
NIP. 197007052007101002

3
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis yang berjudul “Upaya

Perlindungan Hukum erhadap Alih Fungsi Lahan Untuk Menjaga Luas Pertanian di Desa

Mekarsari Kabupaten Tabanan” beserta isinya adalah benar-benar kerya sendiri,

dan saya tidak melakukan penjiplakan dan mengutip dengan cara-cara yang tidak

sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan

ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila

kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya saya

ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Singaraja, 9 Februari 2023


Yang membuat pernyataan

I Wayan Lois Angga Arimbawa


NIM.1914101066

4
KATA PENGANTAR
Om, Swastyastu

Angayubagia penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan


Yang Maha Esa, atas asung kertha wara nugraha-Nya penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan proposal yang berjudul: “Upaya Perlindungan Hukum erhadap Alih Fungsi
Lahan Untuk Menjaga Luas Pertanian di Desa Mekarsari Kabupaten Tabanan” dalam
waktu yang telah ditentukan. Proposal ini penulis susun dalam rangka memenuhi
persyaratan untuk meraih gelar sarjana (S1) dilingkungan Sekolah Tinggi Agama Hindu
Negeri Mpu Kuturan Singaraja. Dengan telah berhasilnya menyusun proposal ini, maka
sudah sewajarnya penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang
terhormat :

1. Dr. I Gede Suwindia, S.Ag., M.A selaku Ketua STAHN Mpu Kuturan Singaraja,
yang telah memberikan kesempatan dalam menyelesaikan proposal ini.

2. Bapak Putu Subawa,S.Pd.,M.Pd.H selaku Ketua Jurusan Dharma Sastra, STAHN


Mpu Kuturan Singaraja, telah banyak memberikan arahan yang sangat membantu
dalam penyusunan proposal ini.

3. Putu Ary Prasetya Ningrum, S.H.,M.H selaku Ketua Prodi Hukum Hindu STAHN
Mpu Kuturan Sigaraja yang membantu selalu memberi petunjuk dan arahan positif
sehingga sangat membantu dalam penyusunan Proposal.

4. Ibu Ketut Sri Tri Laksmi, S.H., M.Ap. selaku Pembimbing I yang telah banyak
memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan proposal ini.

5. Bapak I Nyoman Adi Susila,S.H.,M.H. selaku Pembimbing II yang telah banyak


memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan proposal ini.

6. Para Informan yang banyak memberikan informasi dalam menyelesaikan proposal


ini.

7. Teman-teman yang banyak memberikan bantuan dalam penyusunan proposal ini.

5
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih sangat jauh dari sempurna baik dari
penulisan, materi, maupun isinya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan dari para pembaca. Akhirnya dengan segala
kerendahan hati penulis sangat mengaharapkan kritik serta saran-saran dari Bapak, Ibu,
saudara sekalian yang bertujuan untuk memperbaiki proposal ini. Semoga proposal ini ada
manfaatnya.

Om Santi, Santih, Santih, Om.

Singaraja, 30 Januari 2023

Peneliti

6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 5


DAFTAR ISI....................................................................................................................... 7
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 8
1.1. Latar Belakang Masalah...................................................................................... 8
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................. 17
1.3. Ruang Lingkup Masalah ................................................................................... 17
1.4. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 17
1.5. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 18
1.6. Landasan Teoritis .............................................................................................. 19
1.6.1. Teori Sistem Hukum ................................................................................. 19
1.6.2. Teori Desentralisasi................................................................................... 22
1.6.3. Teori Kewenangan .................................................................................... 24
1.6.4. Teori Efektivitas........................................................................................ 26
1.7. Metode Penelitian ............................................................................................. 28
1.7.1. Jenis Penelitian.......................................................................................... 28
1.7.2. Pendekatan Masalah......................................Error! Bookmark not defined.
1.7.3. Sumber Data.............................................................................................. 29
1.7.4. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 32
1.7.5. Lokasi Penelitian ....................................................................................... 33
1.7.6. Analisis ..................................................................................................... 33
DAFAR PUSTAKA.......................................................................................................... 35

7
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Pertumbuhan ekonomi merupakan proses perubahan kondisi

ekonomi suatu negara secara berkesinambungan menuju kondisi yang

lebih baik selama periode tertentu. Suatu perekonomian dikatakan

mengalami perubahan perkembangannya jika tingkat kegiatan ekonomi

lebih tinggi dari yang dicapai pada masa lalu. Menurut Sadono Sukirno

dalam (Sitindaon, 2013), pertumbuhan ekonomi dan pembangunan

memiliki definisi yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi merupakan

proses peningkatan output per kapita secara terus menerus dalam jangka

panjang. Indikator penting untuk mengetahui kondisi perekonomian di

suatu daerah atau provinsi pada periode tertentu ditunjukkan dengan data

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), nilai PDRB akan memberikan

gambaran bagaimana daerah tersebut mengelola dan memanfaatkan

sumber daya yang ada. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu

indikator makro untuk melihat kinerja perekonomian secara riil di suatu

wilayah. Faktor kependudukan yang mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi selain pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan penduduk dan

kepadatan penduduk. Pertumbuhan penduduk mampu mendorong

pertumbuhan ekonomi, bertambahnya jumlah penduduk akan memperluas

pasar, dan perluasan pasar akan meningkatkan tingkat spesialisasi dalam

8
perekonomian. Akibat dari spesialisasi yang terjadi maka tingkat kegiatan

ekonomi akan meningkat. Adanya spesialisasi dan pembagian kerja di

antara angkatan kerja akan mempercepat proses pertumbuhan ekonomi,

karena spesialisasi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan

mendorong perkembangan teknologi sedangkan masalah kepadatan

penduduk adalah distribusi yang tidak merata. Kepadatan penduduk dapat

mempengaruhi kualitas hidup masyarakatnya. Di daerah dengan kepadatan

tinggi, upaya peningkatan kualitas penduduk akan lebih sulit dilakukan.

Hal ini menimbulkan masalah sosial ekonomi, kesejahteraan, keamanan,

ketersediaan lahan, air bersih dan kebutuhan pangan. Dampak terbesar

adalah kerusakan lingkungan. Semua kebutuhan manusia terpenuhi dari

lingkungan, karena lingkungan merupakan sumber daya alam yang

digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan tersebut

meliputi kebutuhan akan pangan, papan, air bersih, udara bersih dan

kebutuhan lainnya. Jumlah penduduk dipengaruhi oleh tinggi rendahnya

laju pertumbuhan penduduk yang menunjukkan bahwa pertumbuhan

penduduk dari tahun 2007-2017 berfluktuasi, dimana pertumbuhan tahun

2007 sebesar 3,28 persen dan pertumbuhan penduduk tahun 2017

mengalami penurunan sebesar 2,22 persen. Dimana pertumbuhan

penduduk di Samarinda akan terus meningkat seiring dengan

bertambahnya jumlah penduduk. Sedangkan kepadatan penduduk

Samarinda terus meningkat dari tahun ke tahun. Dengan luas wilayah

Samarinda 11.603,94 Km2. Pada tahun 2007 setiap 16 warga menempati

9
area seluas 1 Km2, sedangkan pada tahun 2017 setiap Km2 ditempati oleh

24 warga. Peningkatan kepadatan penduduk dipengaruhi oleh jumlah

penduduk yang juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Kepadatan

penduduk yang disertai dengan akumulasi modal manusia yang tinggi akan

mendorong peningkatan kegiatan ekonomi. keterampilan dan pengetahuan

yang dimiliki individu akan mempengaruhi kinerjanya, orang dengan

human capital yang tinggi akan mampu menghasilkan ide-ide teknologi

baru yang dapat mendorong peningkatan output. Dari data di atas terlihat

bahwa laju pertumbuhan Indonesia mengalami lonjakan yang cukup pesat.

Pertambahan penduduk yang cepat akan mengakibatkan pertambahan

jumlah tenaga kerja yang cepat pula. Banyak teori dan kerangka kerja

empiris yang membuktikan bahwa tenaga kerja tidak hanya dilihat sebagai

bagian dari satu kesatuan dalam penciptaan output (produksi), tetapi juga

bagaimana kualitas tenaga kerja berinteraksi dengan faktor produksi

lainnya untuk menciptakan nilai tambah (Wahyuningsih, 2009). Oleh

karena itu, upaya yang kuat dilakukan untuk meningkatkan pemerataan

pendapatan penduduk antara lain dengan mendiversifikasi lapangan kerja

yang diciptakan oleh pemerintah dan swasta. Hal ini dimaksudkan agar

penduduk memiliki pilihan-pilihan dalam upaya memperoleh pekerjaan

dalam upaya menghasilkan pendapatan, sehingga dapat memenuhi

kebutuhan yang diperlukan dan meningkatkan kesejahteraannya. Dengan

kata lain, pertumbuhan penduduk yang sangat pesat memberikan potensi

10
yang sangat besar terhadap gangguan sosial. Pertumbuhan penduduk juga

memiliki dampak negatif, sebagai berikut:

Pertama, meningkatnya angka pengangguran. Laju pertumbuhan

penduduk yang tidak seimbang dengan lapangan kerja yang tersedia akan

menimbulkan pengangguran. Sebagian penduduk tidak terserap oleh

lapangan kerja yang ada karena laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi

dari lapangan kerja yang tersedia. Kedua, meningkatnya jumlah penjahat.

Karena ada yang menganggur atau tidak mendapatkan pekerjaan, mereka

sangat rentan terhadap perilaku kriminal dan kejahatan. Kejahatan ini bisa

terjadi karena tekanan kebutuhan hidupnya yang tidak terpenuhi. Ketiga,

pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mengakibatkan kurangnya

sumber daya yang tersedia, terutama sumber daya alam (SDA). Jika

populasi meningkat, lahan baru harus diberikan untuk kebutuhan tempat

tinggal dan makanan. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi maka akan

timbul masalah kemiskinan. Keempat, karena jumlah penduduk yang

tinggi maka pemukiman akan sangat padat sehingga tidak sehat. Kelima,

banyaknya kegiatan penduduk seperti kegiatan rumah tangga, kegiatan

industri dan perdagangan pasti akan menghasilkan limbah atau sampah.

Semakin banyak jumlah sampah maka akan berdampak negatif bagi

masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Keenam, tingginya jumlah

penduduk di suatu daerah akan menyebabkan berkurangnya lahan untuk

tempat tinggal. Akibatnya, sebagian penduduk akan tinggal di daerah yang

kurang layak dan kumuh.

11
Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia untuk bertahan

hidup. Ketersediaan pangan di suatu wilayah sangat penting peranannya

dalam memenuhi kebutuhan penduduk untuk pertumbuhan, pemeliharaan

dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan

masyarakat. Oleh karena itu ketersediaan pangan merupakan prioritas

utama yang harus dipenuhi. Ketahanan pangan juga merupakan salah satu

faktor utama dalam pembangunan nasional yaitu untuk membentuk

manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera yang

diwujudkan melalui tersedianya pangan yang cukup, aman, bermutu,

bergizi, beragam, merata, dan terjangkau bagi masyarakat. Pemenuhan

ketersediaan pangan merupakan hak asasi masyarakat dan sekaligus

kewajiban pemerintah. Melalui UU No. 32 Tahun 2004 (sebagaimana telah

diubah menjadi UU No. 23 Tahun 2014) tentang Pemerintahan Daerah, dan

Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan

Pemerintah Kabupaten/Kota menjelaskan bahwa urusan ketahanan pangan

merupakan urusan wajib pemerintah yang berkaitan dengan pelayanan

dasar dalam memenuhi kebutuhan hidup minimum. Sedangkan dalam

penyelenggaraan ketahanan pangan, peran pemerintah provinsi dan

kabupaten/kota adalah melaksanakan dan bertanggung jawab dalam

penyelenggaraan ketahanan pangan di daerahnya masing-masing serta

mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan

pangan. Laju peningkatan permintaan pangan lebih cepat dari laju

12
peningkatan kapasitas produksi. Hal ini antara lain disebabkan oleh

terbatasnya kapasitas produksi pangan di beberapa daerah di Indonesia.

Dijelaskan bahwa ada beberapa penyebab semakin terbatasnya kapasitas

produksi pangan nasional: 1) masih berlanjutnya alih fungsi lahan

pertanian ke nonpertanian; 2) penurunan kualitas dan kesuburan lahan

akibat kerusakan lingkungan; 3) semakin terbatas dan tidak menentunya

ketersediaan air untuk produksi pangan akibat kerusakan hutan; 4)

pemanfaatan sumber daya air dengan sektor industri dan perumahan. antara

lain karena terbatasnya kapasitas produksi pangan di beberapa daerah di

Indonesia. Dijelaskan, ada beberapa penyebab semakin terbatasnya

kapasitas produksi pangan nasional: 1) berlanjutnya konversi lahan

pertanian menjadi penggunaan nonpertanian; 2) penurunan kualitas dan

kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan; 3) semakin terbatas dan

tidak menentunya ketersediaan air untuk produksi pangan akibat kerusakan

hutan; 4) pemanfaatan sumber daya air dengan sektor industri dan

perumahan. Dari tahun ke tahun konsumsi beras sebagai makanan pokok

penduduk Indonesia selalu meningkat. Dengan prediksi jumlah penduduk

Indonesia sebesar 350 juta pada tahun 2030, kebutuhan beras penduduk

akan meningkat mencapai 90-100 juta ton per tahun. Terjadinya

ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan

produksi pangan di hampir semua kabupaten dan kota di Indonesia dapat

menyebabkan kekurangan pasokan pangan, atau kelebihan permintaan

dibandingkan pasokan pangan, sehingga menaikkan harga, dan pada

13
akhirnya menurunkan daya beli. kekuasaan rakyat di kabupaten dan kota

yang bersangkutan. padahal pemenuhan konsumsi pangan melalui pasokan

dalam negeri lebih penting. Jika kebutuhan pangan penduduk ini tidak

dapat dipenuhi, maka Indonesia akan menjadi negara pengimpor pangan.

Mengantisipasi ketersediaan pangan bagi penduduk, dengan meningkatkan

jumlah penduduk dan meningkatkan penggunaan lahan untuk kebutuhan

pertanian dan non pertanian. Dengan demikian menjaga ketahanan pangan

menjadi fokus program pemerintah saat ini.

Pemerintah telah memasukkan ketahanan pangan dalam Agenda

Pembangunan Nasional 2022-2024 dengan memprioritaskan program

peningkatan ketersediaan, akses, dan kualitas konsumsi pangan. Kebijakan

fiskal yang ditempuh Pemerintah melalui APBN 2022 dengan tema

Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural juga

memasukkan ketahanan pangan sebagai agenda prioritas pembangunan

dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Anggaran ketahanan pangan tahun

2022 yang mencapai Rp76,9 triliun diarahkan untuk (1) meningkatkan

keterjangkauan dan kecukupan pangan yang beragam, bermutu, bergizi,

dan aman; (2) meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani dan

nelayan melalui penguatan kapasitas petani dan nelayan, penguatan akses

input produksi, penyediaan infrastruktur pertanian dan perikanan, serta

mendorong mekanisasi dan pemanfaatan teknologi; (3) diversifikasi

pangan dan mutu gizi; (4) meningkatkan iklim usaha dan daya saing; dan

(5) penguatan sistem pangan berkelanjutan (food estate development).

14
Selain melindungi lahan pertanian dari alih fungsi lahan yang masif, juga

menjadi salah satu solusi menjaga ketahanan pangan. Sebagai negara

agraris, Indonesia harus mampu mengembangkan potensi pertaniannya.

Provinsi Bali sebagai salah satu tujuan wisata yang sering

dikunjungi wisatawan. tercatat di Badan Pusat Statistik Provinsi Bali tahun

2015 sampai dengan tahun 2019 yaitu tahun 2016 sebanyak 4.927,97

orang, tahun 2017 sebanyak 5.697.793 orang, tahun 2018 sebanyak

6.070,47 orang, tahun 2019 sebanyak 6.275.210 orang. Jika dibandingkan

dengan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia dari tahun 2016 hingga

2019 pertumbuhan kunjungan wisman ke Bali tumbuh lebih pesat

dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisman ke seluruh Indonesia.

Tahun 2016 sebanyak 11.519.275 orang, tahun 2017 sebanyak 14.039.799

orang, tahun 2018 sebanyak 15.806.191 orang, dan tahun 2019 sebanyak

16.106.954 orang. Berdasarkan data di atas, Bali merupakan penyumbang

lebih dari sepertiga jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke

Indonesia setiap tahunnya. Selain menyuguhkan budaya, pulau Bali juga

memiliki potensi alam yang bagus. Bali memiliki kekayaan sumber daya

alam yang berasal dari pegunungan yang subur. Beberapa komoditas

unggulan seperti hasil pertanian dan perkebunan menjadi daya tarik

tersendiri. Hasil perkebunan andalan antara lain jeruk, salak, kopi, dan

kelapa. Salah satu potensi alam yang ada di Bali adalah pengelolaan lahan

pertanian atau disebut juga Subak.

15
Subak merupakan salah satu aset sosial masyarakat Bali yang

merupakan warisan dunia dan selalu diwariskan kepada generasi

berikutnya, terutama dalam tradisi pengelolaan pertanian padi. Subak

adalah perkumpulan petani tradisional yang menjadi pengelola pengairan

sawah di suatu daerah. Subak berperan sebagai sistem teknologi dan

budaya yang diterapkan di daerah Bali, dapat ditransformasikan ke daerah

lain, dan penerapannya dapat mensejahterakan anggotanya.

Kabupaten Tabanan dikenal sebagai lumbung padi pulau Bali,

namun perubahan penggunaan lahan yang masif mengancam jumlah

pertanian di Kabupaten Tabanan. Selama tiga tahun terakhir atau dari tahun

2019 hingga 2022, luas konversi lahan sawah di Kabupaten Tabanan ke

sektor lain mencapai 322,15 hektar. Konversi lahan paling banyak terjadi

di Kabupaten Kediri, mencapai 92,85 hektar. Hasil sementara pengolahan

data menunjukkan luas sawah di Tabanan mencapai 19.289,24 hektar per

31 Agustus 2022. Berubah fungsi menjadi 84,41 hektar lahan pangan,

126,99 hektar lahan bukan pangan, dan 110,74 hektar bangunan. Secara

keseluruhan, luas areal persawahan yang beralih fungsi di Tabanan

mencapai 322,15 hektare selama tiga tahun terakhir. Sedangkan dilihat dari

masing-masing sentra produksi, diketahui bahwa lahan sawah terbanyak

terdapat di Kecamatan Penebel yaitu seluas 3.696,09 hektar, sedangkan

yang terendah terdapat di Kecamatan Pupuan yaitu mencapai 888,58

hektar. Sedangkan lahan sawah yang paling banyak mengalami konversi

ke sektor lain berada di Kabupaten Kediri dengan luas 92,85 hektar, diikuti

16
oleh Kabupaten Tabanan seluas 57,53 hektar dan Selemadeg seluas 5,56

hektar. Dari data diatas, sangat diperlukan adanya kebijakan yang dapat

memberikan perlindungan terhadap lahan pertanian dari praktik alih fungsi

lahan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah bentuk upaya perlindungan hukum dalam melindungi

lahan pertanian di Kabupaten Tabanan dari praktek alih fungsi lahan ?

2. Apakah yang menghambat Pemerintah Kabupaten Tabanan dalam

memberikan perlindungan lahan pertanian dari praktik alih fungsi?

1.3. Ruang Lingkup Masalah


Ruang lingkup masalah dalam penulisan ini terbatas pada upaya

perlindungan hukum terhadap alih fungsi lahan untuk menjaga luas lahan pertanian

di Kabupaten Tabanan

1.4. Tujuan Penelitian


1.4.1. Tujuan Umum

Setiap penulisan karya ilmiah memiliki tujuan ataupun maksud tertentu,

adapun yang menjadi tujuan umum dari penelitian ini adalah:

1. Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah

secara tertulis

2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada

bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa

3. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan hukum.

17
4. Untuk mengetahui Ruang lingkup masalah dalam penulisan ini terbatas

pada upaya perlindungan hukum terhadap alih fungsi lahan untuk

menjaga luas lahan pertanian di Kabupaten Tabanan

1.4.2. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini, adalah:

1. Untuk memahami bentuk upaya perlindungan hukum dalam

melindungi lahan pertanian di Kabupaten Tabanan dari praktek alih

fungsi lahan

2. Untuk menemukan penghambat Pemerintah Kabupaten Tabanan dalam

memberikan perlindungan lahan pertanian dari praktik alih fungsi

1.5. Manfaat Penelitian


1.5.1. Manfaat Teoritis

1. Untuk dapat memperkaya pengembangan teori ilmu pengetahuan guna

menambah pustaka hukum yang berkaitan dengan hukum lahan

2. Untuk memperoleh pemahaman dan gambar tentang pelaksanaan

perlindungan hukum terhadap alih fungsi lahan untuk menjaga luas

lahan pertanian di Kabupaten Tabanan

1.5.2. Manfaat Praktis

1. Untuk memberikan masukan kepada pemerintah dalam pelaksanaan

perlindungan hukum terhadap alih fungsi lahan untuk menjaga luas

lahan pertanian di Kabupaten Tabanan.

18
2. Untuk dapat dipakai sebagai acuan bagi pemerintah Kabupaten upaya

perlindungan hukum terhadap alih fungsi lahan untuk menjaga luas

lahan pertanian

1.6. Landasan Teoritis


Teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan dasar berpijak

bagi peneliti dalam mengadakan pembahasan terhadap masalah-masalah

yang diteliti, titik dasar-dasar teori yang digunakan sudah tentu ada

kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. Hal ini dimaksud agar dalam

penelitian didapatkan hasil analisis yang dapat dipertanggungjawabkan.

1.6.1. Teori Sistem Hukum


Dalam negara hukum, sistem hukumnya harus tersusun dalam

tata norma hukum secara hirarkis dan tidak boleh saling bertentangan

diantara norma-norma hukumnya baik secara vertikal maupun horizontal.

Sehingga jika terjadi konflik antar norma-norma tersebut maka akan

tunduk pada norma-norma logisnya, yakni norma-norma dasar yang ada

dalam konstitusi.(Malatta,2019:574) Lawrence M. Friedman,

mengemukakan bahwa, “The legal system would be nothing more than all

these subsystems put together” (Friedman,1975:10). Lawrence M.

Friedman juga menyatakan bahwa, “A legal system in actual operation is

a complex organism in which structure, substance, and culture interest”

(Friedman,1975:14).

Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa, dalam sistem hukum

terdapat sub sistem-sub sistem hukum sebagai satu kesatuan yang saling

19
berinteraksi. Suatu sistem hukum dalam operasi aktualnya merupakan

sebuah organisme kompleks dimana struktur, substansi, dan kultur

berinteraksi. Sub sistem hukum dalam hal ini adalah substansi hukum,

struktur hukum, dan budaya hukum.Ketiga sub sistem inilah yang sangat

menentukan apakah suatu sistem dapat berjalan atau tidak. Menurut

Lawrence M. Friedman, substansi hukum (legal substance) dan struktur

hukum (legal structure) yakni :

“The structure of a system is its skeletal frame work; it is


the permanent shape, the institutional body of the system, the
tought, rigid bones that keep the process flowing within bounds,
we describe the structure of a judicial system when we talk about
the number of judges, the jurisdiction of court, how higher courts
are stacked on top of lower courts, what persons are attached to
various court, and what their roles consist of. The substance is
composed of substantive rules and rules about how institutions
should behave ((Friedman,1975:15).
Lawrence M. Friedman juga mengemukakan mengenai budaya

hukum (legal culture) bahwa, “It is the element of social attitude and

value” (Friedman,1975:10). Lawrence M. Friedman juga menyatakan

bahwa, “Legal culture refers, then, to those parts of general culture-

customs, opinions, ways of doing and thinking-that bend social forces

toward or away from the law and in particular ways” (Friedman,1975:16).

Dapat dipahami dari uraian dalam teori sistem hukum dari Lawrence M.

Friedman bahwa, sistem hukum terdiri dari sub sistem-sub sistem hukum

yang saling berinteraksi, yakni :

1. Substansi hukum (legal substance) substansi hukum tersusun dari

peraturan-peraturan dan ketentuan mengenai bagaimana institusi-

institusi itu harus berprilaku.

20
2. Struktur hukum (legal structure) struktur sebuah sistem adalah

kerangka badannya; ia adalah bentuk permanennya, tubuh

institusional dari sistem tersebut, tulang-tulang keras yang kaku yang

menjaga agar proses mengalir dalam batas-batasnya. Struktur sebuah

sistem yudisial terbayang ketika kita berbicara tentang jumlah para

hakim, yurisdiksi pengadilan, bagaimana pengadilan yang lebih tinggi

berada di atas pengadilan yang lebih rendah, dan orang-orang yang

terkait dengan berbagai jenis pengadilan.

3. Budaya hukum (legal culture) adalah elemen sikap dan nilai sosial,

yang mengacu pada bagian-bagian yang ada pada kultur umum-adat

kebiasaan, opini-opini, cara bertindak dan berpikiryang mengarahkan

kekuatan-kekuatan sosial menuju atau menjauh dari hukum dan

dengan cara-cara tertentu (Friedman,2013:17).

Mengacu pada pendapat Lawrence Meir Friedman mengenai teori sistem

hukum, Soerjono Soekanto menyebutkan bahwa :

“Struktur mencakup wadah ataupun bentuk dari sistem tersebut yang,


umpamanya mencakup tatanan lembaga-lembaga hukum formal,
hubungan antara lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-
kewajibannya, dan seterusnya. Substansi mencakup isi norma-norma
hukum beserta perumusannya maupun acara untuk menegakkannya yang
berlaku bagi pelaksana hukum maupun pencari keadilan. Kebudayaan
(sistem) hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari
hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi
abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianuti) dan apa
yang dianggap buruk (sehingga dihindari).”(Soekanto, 2011:59)

21
Teori sistem hukum ini sebagai pisau analisis rumusan masalah

pertama dan kedua dikarenakan Sanksi Dan Pengaturan Norma

Corporate Social Responsibilitytidak tersistematis antara Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PerseroanTerbatas dan

pengaturan kelanjutannya yaitu Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial Dan

Lingkungan Perseroan Terbatas.

1.6.2. Teori Desentralisasi


Dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

1945 menentukan bahwa “Pemerintah Daerah Propinsi, Daerah

Kabupaten dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”. Ini

artinya bahwa pemerintah daerah dapat menjalankan dan mengatur

pemerintahannya tanpa campur tangan dari pemerintah pusat,

kewenangan ini diberikan agar pemerintah daerah lebih dapat

memperhatikan dan memajukan daerahnya dengan sumber pendapatan

asli daerah yang dimiliki, setiap permasalahan yang terjadi didaerah

dapat segera teratasi dengan adanya hak otonomi tersebut.

Pada pasal 1 angka 2 UU Pemda, Pemerintahan Daerah adalah

penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan

dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam dan prinsip

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

22
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam penyelenggaraan unsur pemerintahan di daerah, maka

dilaksanakan melalui 3 (tiga) asas yaitu:(Sunarno,2005:7)

1. Asas Desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah kepada daerah untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dalam sistem NKRI.

2. Asas Dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah pada Gubernur sebagai wakil pemerintah kepada instansi

vertial di wilayah tertentu.

3. Asas Tugas Pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada

daerah dan/desa; dari pemerintah provinsi kepada pemerintah

kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Pengertian Desentralisasi dalam pasal 1 angka 2 UU Pemda,

Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh

Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi.

Menurut J in het veld menyajikan beberapa kebaikan dari asas

desentralisasi yaitu :

1. Desentralisasi memberikan penilaian yang lebih tepat terhadap daerah

dan penduduk yang beraneka ragam;

2. Desentralisasi meringankan beban pemerintah, karena pemerintah

pusat tidak mungkin mengenal seluruh dan segala kepentingan dan

kebutuhan setempat dan tidak mungkin mengetahui bagaimana

memenuhi kebutuhan tersebut;

23
3. Dengan desentralisasi dapat meringankan beban yang melampaui batas

dari perangkat pusat yang disebabkan tunggakan kerja;

4. Pada desentralisasi unsur individu atau daerah lebih menonjol karena

dalam ruang lingkup yang sempit seseorang dapat lebih

mempergunakan pengaruhnya daripada masyarakat luas;

5. Pada desentralisasi masyarakat setempat dapat kesempatan ikut serta

dalam penyelenggaraan pemerintah tidak hanya sebagai objek;

6. Desentralisasi meningkatkan turut sertanya masyarakat setempat dalam

melakukan kontrol terhadap segala tindakan dan tingkah laku

pemerintah, ini dapat menghindari pemborosan dalam hal tertentu,

desentralisasi dapat meningkatkan daya guna dan hasil guna.

Dengan asas desentralisasi pemerintah daerah dituntut untuk

dapat meningkatkan daerahnya baik dari segi pendapatan maupun

sumber daya manusianya sehingga dengan asas ini Pemerintah Daerah

diberikan kewenangan untuk mengatur daerahnya dengan baik, dalam

meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pemberian hibah

dan bantuan sosial di provinsi Bali.

1.6.3. Teori Kewenangan


Wewenang merupakan bagian yang penting dalam hukum

administrasi Negara. Wewenang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

diartikan sebagai hak atau kekuasaan untuk bertindak (Pusat Bahasa

Departemen Pendidikan Nasional, 2005:1272). Kewenangan tidak

hanya diartikan sebagai hak untuk melakukan praktik kekuasaan, namun

24
adapun pengertian kewenangan (authority) berdasarkan Black’s Law

Dictionary adalah “Right to exercise powers; to implement and enforce

laws; to exact obedience; to command; to judge. Control over;

jurisdiction. Often synonymous with power”(Black,1978:121).

Menurut F.P.C.L Tonnaer pengertian kewenangan dalam

bukunya Ridwan HR menyatakan : Overheidsbevoeghdheid wordt in dit

verband opgevat als het vermogen om positief recht vast te stellen en

Aldus rechtsbetrekkingen tussen burger onderling en tussen overhead

en te scheppen (kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap

sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif dan dengan

begitu dapat menciptakan hubungan hukum antara pemerintah dengan

warga negara) (Ridwan H.R,2011:101).

Pengertian kewenangan menurut Ridwan H.R. adalah

“Kewenangan yang biasanya terdiri dari beberapa wewenang, adalah

kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu ataupun kekuasaan

terhadap sesuatu bidang pemerintahan atau bidang urusan tertentu yang

bulat, seperti urusan-urusan pemerintahan”.

Selain kewenangan tersebut pemerintah juga memiliki

kebebasan bertindak melalui Freies Ermessen atau kewenangan

diskresi. Menurut Laica Marsuki mengatakan Freies Ermessen adalah

suatu kebebasan yang diberikan kepada badan atau pejabat administrasi

dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, diembankan dalam kaitan

25
menjalankan bestuurzorg (Sadjijono,2011:70). Terhadap diskresi perlu

ditetapkan adanya batas toleransi.

Hal ini diperlukan agar tidak terjadi kewenangan yang tidak

terbatas, yaitu adanya kebebasan atau keleluasaan administrasi negara

untuk bertindak atas inisiatif sendiri, untuk menyelesaikan

permasalahan yang dihadapi, kewenangan pemerintah ini tidak boleh

mengakibatkan kerugian kepada masyarakat, harus dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum dan juga secara moral.

Menurut Prof. Muchsan, pelaksanaan diskresi oleh aparat

pemerintah (eksekutif) dibatasi oleh 4 (empat) hal, yaitu:

1. Apabila terjadi kekosongan hukum;

2. Adanya kebebasan interprestasi;

3. Adanya delegasi perundang-undangan;

4. Demi pemenuhan kepentingan umum.

1.6.4. Teori Efektivitas


Kata efektivitas berasal dari kata efektif yang diartikan dapat

membawa hasil secara maksimal dalam suatu usaha atau kegiatan, tindakan

dalam pelaksanaan suatu rencana untuk mencapai tujuan yang hendak

dicapai. Pengertian efektivitas adalah ‘suatu tingkat keberhasilan yang

dihasilkan oleh seseorang atau organisasi dengan cara tertentu sesuai

dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan kata lain semakin banyak

26
rencana yang berhasil dicapai maka suatu kegiatan dianggap semakin efektif

Berdasarkan pengertian efektivitas tersebut dalam penegakkan

hukum oleh aparat di lapangan banyak mengalami masalah-

masalah/kendala-kendala dalam proses penegakkan hukum. Oleh Prof.Dr.

Soerjono Soekanto, S.H.,M.A. dalam naskah pengukuhan sebagai Guru

Besar tetap Sosiologi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia

dengan judul : “ Faktor-faktor Pokok yang Berperan Dalam Proses

Penegakkan Hukum”.

“Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam tulisan ini akan dibatasi pada

undang-undang saja.

2. Faktor Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakkan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum berlaku atau

diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup” (Soekanto,

1983:8).

Kelima faktor tersebut saling berhubungan dan ketergantungan,

oleh karena merupakan esensi dari penegakkan hukum, juga merupakan

tolak ukur dari efektivitas penegakkan hukum.

27
1.7. Metode Penelitian
Guna memperoleh data hasil penelitian yang valid, maka dalam perolehan

hasil penelitian harus dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, metode-

metode sangat perlu dipergunakan dalam penelitian secara sistematis agar relevan,

efisien dan praktis.

Dalam rangka pemecahan permasalahan yang ada di skripsi ini

menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Pendekatan secara yuridis yaitu

dengan melihat dari segi-segi hukum yang sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Sedangkan pendekatan empiris yaitu pendekatan masalah

dengan melakukan penelitian di lapangan. Jenis penelitian ini merupakan salah satu

cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kebenaran, yaitu dengan

membandingkan aturan yang ada dengan pelaksanaan atau kenyataan dalam

masyarakat (das sollen dan das sein).

1.7.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian dalam tesis ini adalah penelitian hukum

empiris. Penelitian hukum empiris adalah suatu penelitian yang beranjak

dari adanya kesenjangan antara das solen dengan das sein yaitu

kesenjangan antara teori dengan dunia realita, kesenjangan antara

keadaan teoritis dengan fakta hukum, dan atau situasi ketidaktahuan yang

dikaji untuk pemenuhan kepuasan akademik. Dalam penelitian hukum

dengan aspek empiris, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris

yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata. Penelitian ini mengkaji

mengenai implementasi mengenai ketentuan restrukturisasi terhadap

28
debitur wanprestasi pada kredit perbankan serta hambatan-hambatan

dalam melaksanakan restrukturisasi kredit tersebut.

1.7.2. Sifat Penelitian


Sifat penelitian yang digunakan dalam ialah penelitian kualititatif yaitu

penelitian yang membutuhkan populasi dan sampel. Penelitian kualitatif

adalah penelitian tantang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung

menggunakan analisis, landasan teori harus sesuai dengan fakta dilapangan.

Faktanya berasal dari identitas dan peran informasi.

1.7.3. Data dan Sumber Data

Dalam penelitian hukum empiris digunakan dua jenis data yaitu

data primer yang bersumber dari penelitian lapangan dan data skunder

yang bersumber dari penelitian kepustakaan. Untuk lebih jelas maka akan

dijabarkan sebagai berikut:

1) Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dan bersumber dari penelitian

lapangan. Jadi terkait dengan penulisan ini, data primer bersumber dari

hasil penelitian di PT. Bank Panin Tbk, KCU Kuta-Bali. Untuk

memperoleh data primer yang bersumber dari penelitian lapangan maka

akan dilakukan observasi pada bank dalam pemberlakukan restrukturisasi

kredit dan wawancara langsung dalam pengumpulan fakta sosial sebagai

bahan kajian ilmu hukum empiris, wawancara dilakukan dengan cara

tanya jawab secara langsung dimana semua pertanyaan disusun secara

29
sistematik, jelas dan terarah sesuai dengan isu hukum yang diangkat

dalam penelitian (Nasution,2008:17). Wawancara dilakukan kepada

Direktur Utama dan bagian kredit yang memiliki deskripsi kerja dalam

menangani restrukturisasi kredit bermasalah.

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dan bersumber dari penelitian

kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh

konsep-konsep dan teori-teori yang bersifat umum yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian. Data sekunder terdiri dari:

a) Bahan hukum primer

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat

(Sunggono,2010:113). Bahan hukum primer yang digunakan sebagai

berikut:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

2. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan jo Undang-

Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

3. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

4. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

5. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 13/9/PBI/2011 Tentang Perubahan

Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/18/PBI/2008 tentang

Restrukturisasi Pembiayaan Bagi Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah.

30
6. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/ 15 /PBI/2012 Tentang Penilaian

Kualitas Aset Bank Umum.

7. Peraturan Bank Indonesia Nomor 15/2/PBI/2013 tentang Penetapan

Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum Konvensional.

8. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/177/KEP/DIR

tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.

9. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/ 190/ DPNP/ IDPnP tanggal 26

April 2005, dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/319/ DPNP/IDPnP

tanggal 27 Juni 2005 tentang Kebijakan Restrukturisasi Kredit.

10. Surat Edaran No.15/28/DPNP kepada Semua Bank Umum yang

Melaksanakan Kegiatan Usaha Secara Konvensional di Indonesia.

11. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/ POJK.03/

2015 Tanggal 21 Agustus 2015,

b) Bahan hukum sekunder

Bahan hukum skunder yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer.Bahan hukum sekunder yang digunakan

adalah literatur- literatur yang relevan dengan topik yang dibahas, baik

literatur hukum (buku-buku teks (textbook) yang ditulis para ahli yang

berpengaruh (de herseende leer) )(Sunggono,2010:114), hasil penelitian,

pendapat para pakar hukum, jurnal hukum dan artikel ilmiah yang

membahas mengenai perbankan, aspek hukum perbankan, kredit macet

dan restrukturisasi kredit.

c) Bahan hukum tersier

31
Bahan hukum tersier yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum

tertier yang digunakan dalam tesis ini adalah kamus-kamus dan

ensiklopedia.

1.7.4. Teknik Pengumpulan Data


Dalam penelitian hukum empiris ini digunakan 3 (tiga) teknik

untuk mengumpulkan data yaitu studi dokumen untuk pengumpulan data

sekunder, dan wawancara untuk pengumpulan data primer. Untuk lebih

jelas maka akan dijabarkan sebagai berikut:

1) Studi dokumen, merupakan teknik yang digunakan dalam rangka

pengumpulan data sekunder, studi dokumen merupakan teknik awal yang

digunakan dalam setiap penelitan hukum. Metode pengumpulan data ini

sangat bermanfaat karena dapat dilakukan tanpa mengganggu obyek atau

suasana penelitian (Sarwono,200:225).Studi dokumen ini dilakukan

dalam mengumpulkan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

2) Observasi dilakukan terhadap bank dalam pemberlakukan restrukturisasi

kredit sejak pengajuan kredit, perilaku marketing, respon bank dalam

menghadapi nasabah wanprestasi dan penyelesaian kredit bermasalah.

3) Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung

secara lisan dengan mana dua orang atau lebih bertatap muka

mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-

32
keterangan (Sunggono,2010:119).Wawancara dilakukan di Bank Pan

Indonesia (Panin Bank) dan Bank Perkreditan Rakyat Luhur Damai.

1.7.5. Lokasi Penelitian


Lokasi penelitian dalam penulisan ini adalah di PT. Bank Pan

Indonesia, Tbk (Panin Bank) KCU Kuta Bali dan di PT Bank Perkreditan

Rakyat Luhur Damai. Adapun alasan memilih lokasi penelitian ini adalah

karena pertimbangan jumlah debitur Non Performance Loan yang tinggi,

banyaknya permasalahan yang terjadi pada saat persetujuan kredit dan

proses restrukturisasi kredit yang sering dilakukan terhadap debitur Non

Performance Loan.

1.7.6. Analisis
Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian dilanjutkan

dengan analisis data secara kualitatif. Tujuan mempergunakan metode

kualitatif adalah agar seorang peneliti dapat mengerti atau memahami

gejala yang diteliti (Soekanto,2007:32). Metode kualitatif dapat

menggambarkan fenomena yang terjadi di masyarakat dapat diteliti

melalui penggalian kasus-kasus konkrit dan keadaan hukum di lapangan

yang mana terfokus pada pengkajian terhadap pemikiran, makna dan cara

pandang baik masyarakat, ahli hukum, maupun penulis sendiri mengenai

gejala-gejala yang menjadi objek penelitian(Ashofa,2001:57). Kasus-

kasus yang ditelaah meliputi penentuan kredit bermasalah oleh bank

akibat adanya debitur Non Performance Loan dan kebijakan

restrukturisasi di masing-masing bank .

33
Setelah melalui proses pengolahan yang selektif, kemudian data

tersebut disajikan secara deskriptif analisis, yaitu dijabarkan dalam bentuk

uraian–uraian yang nantinya dapat menjawab permasalahan mengenai

implementasi ketentuan restrukturisasi kredit terhadap debitur Non

Performance Loan pada kredit perbankan.

34
DAFAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : Citra
Aditya Bakti
Ashsofa, Burhan 2001, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta.
Black, Henry Campbell 1978, Black’s Law Dictionary, West Publishing, USA.
Ridwan H.R, 2011, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Ketujuh, Jakarta :
Friedman, Lawrence M. 1975, The Legal System; A Social Science Perspective,
New York; Russel Sage Foundation.
Friedman, Lawrence M. 2013, Sistem Hukum: Persepektif Ilmu Sosial,
diterjemahkan oleh: M. Khozim, Bandung : Nusa Media.
Mattalatta, Andi. 2009. Politik Hukum Perundang-Undangan, Jurnal Legislasi
Indonesia, Vol. 6 No. 4-Desember, Jakarta : Direktorat Jendral Peraturan
Perundang-undangan Departemen Hukum Dan HAM RI.
Marzui, Peter Mahmud 2010, Penelitian Hukum, Jaarta: Kencana Prenada Media.
Nasution, Bahder Johan 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Bandung : Mandar
Maju.
Pusat bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka
Sunarno, Siswanto. 2005, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta.:
Sinar Grafika
Soekanto, Soerjono 2011, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Ridwan H.R, 2011, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Ketujuh, Jakarta :
Rajawali Pers.
Sadjijono, 2011, Bab-Bab Hukum Administrasi, Yogyakarta : Laksbang Presindo
http://justkazz.ac.id/2010/02/penggunaan-asas-diskresi-dalam.html Diakses dari
situs internet : https://www.maxmanroe.com>vid, .pada tanggal 8 Agustus 2022
Pukul 21.05 Wita.
Soekanto, Soerjono 1983, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,.
Susanti, Dyah Ochtorina 2014, Penelitian Hukum (Legal Research), Jakarta : Sinar
Grafika.Group,
Sunggono, Bambang 2010, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers PT.
Raja Grafindo Persada.
Sarwono, Jonathan 2006, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif,
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Soekanto, Soerjono 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press) (selanjutnya disebut Soerjono
Soekanto III).

35

Anda mungkin juga menyukai