Anda di halaman 1dari 32

USULAN PENELITIAN

PERANAN KERTHA DESA DALAM MENANGANI


PELANGGARAN ADAT DI DESA MEKARSARI
KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

I WAYAN PUTRAYASA
NIM: 1914101054

PROGRAM STUDI HUKUM AGAMA HINDU


JURUSAN DHARMA SASTRA
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI MPU KUTURAN
SINGARAJA
2023
USULAN PENELITIAN

PERANAN KERTHA DESA DALAM MENANGANI


PELANGGARAN ADAT DI DESA MEKARSARI
KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI UNTUK DIUJI

OLEH:

Pembimbing I Pembimbing II

Putu Subawa, S.Pd.,M.Pd.H Ni Putu Ari Prastya Ningrum,S.H.,M.H


NIP. 197007052007101002 NIP. 198911272020121003

ii
LEMBAR
PENGESAHAN

PERANAN KERTHA DESA DALAM MENANGANI


PELANGGARAN ADAT DI DESA MEKARSARI
KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI DAN DIUJI

PADA TANGGAL 9 FEBRUARI 2023

Ketua Penguji Sekretaris Penguji

Putu Subawa, S.Pd.,M.Pd.H Ni Putu Ari Prastya Ningrum,S.H.,M.H


NIP. 197007052007101002 NIP. 198801062019032015

Anggota Penguji

Ni Ketut Tri Srilaksmi, S.H., M.Ap


IP. 199006252019032018

Mengetahui,
Ketua Jurusan Dharma Sastra

Putu Subawa,S.Pd.,M.Pd.H.
NIP. 197007052007101002

iii
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis yang berjudul “Peranan Kertha

Desa Dalam Menangani Pelanggaran Adat di Desa Mekarsari Kecamatan Baturiti

Kabupaten Tabanan” beserta isinya adalah benar-benar kerya sendiri, dan saya tidak

melakukan penjiplakan dan mengutip dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika

yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung

resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya

pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian

karya saya ini.

Singaraja, 9 Februari 2023


Yang membuat pernyataan

I Wayan Putrayasa
NIM. 1914101054

iv
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Angayubagia penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan

Yang Maha Esa, atas asung kertha wara nugraha-Nya penulis dapat menyusun dan

menyelesaikan proposal yang berjudul: “Peranan Kertha Desa Dalam

Menangani Pelanggaran Adat Di Desa Mekarsari Kecamatan Baturiti

Kabupaten Tabanan” dalam waktu yang telah ditentukan. Proposal ini penulis

susun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk meraih gelar sarjana (S1)

dilingkungan Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja.

Dengan telah berhasilnya menyusun proposal ini, maka sudah sewajarnya

penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat :

1. Dr. I Gede Suwindia, S.Ag., M.A selaku Ketua STAHN Mpu Kuturan

Singaraja, yang telah memberikan kesempatan dalam menyelesaikan

proposal ini.

2. Bapak Putu Subawa,S.Pd.,M.Pd.H selaku Ketua Jurusan Dharma Sastra,

STAHN Mpu Kuturan Singaraja, telah banyak memberikan arahan yang

sangat membantu dalam penyusunan proposal ini.

3. Putu Ary Prasetya Ningrum, S.H.,M.H selaku Ketua Prodi Hukum Hindu

STAHN Mpu Kuturan Sigaraja yang membantu selalu memberi petunjuk

dan arahan positif sehingga sangat membantu dalam penyusunan Proposal.

v
4. Bapak Putu Subawa,S.Pd.,M.Pd.H selaku Pembimbing I yang telah

banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan proposal

ini

5. Ibu Putu Ary Prasetya Ningrum, S.H.,M.H selaku Pembimbing II yang

telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan

proposal ini.

6. Para Informan yang banyak memberikan informasi dalam menyelesaikan

proposal ini.

7. Teman-teman yang banyak memberikan bantuan dalam penyusunan

proposal ini.

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih sangat jauh dari sempurna

baik dari penulisan, materi, maupun isinya. Hal ini disebabkan karena

keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu

kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dari para

pembaca. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengaharapkan

kritik serta saran-saran dari Bapak, Ibu, saudara sekalian yang bertujuan untuk

memperbaiki proposal ini. Semoga proposal ini ada manfaatnya.

Om Santi, Santih, Santih, Om.

Singaraja, 5 Pebruari 2023

Peneliti

vi
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ 3

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 6

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 7

1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 7


1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
1.3. Ruang Lingkup Masalah .............................................................................. 5
1.4. Tujuan Penelitian.......................................................................................... 6
1.4.1. Tujuan Umum ........................................................................................ 6
1.4.2. Tujuan Khusus ....................................................................................... 6
1.5. Manfaat Penelitian........................................................................................ 7
1.5.1. Manfaat Teoritis..................................................................................... 7
1.5.2. Manfaat Praktis ...................................................................................... 7
1.6. Landasan Teoritis Dan Kerangka Berpikir ................................................... 7
1.6.1 Landasan Teoritis .............................................................................. 7
1.6.2 Kerangka Berpikir ........................................................................... 14
1.7. Metode Penelitian ....................................................................................... 14
1.7.1. Jenis Penelitian .................................................................................... 15
1.7.2. Sifat Penelitian ..................................................................................... 15
1.7.3. Data Dan Sumber Data ........................................................................ 16
1.7.4. Teknik Pengumpulan Data................................................................... 16
1.7.5. Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa kehidupan ini tidak pernah

terlepas dari perubahan. Setiap kehidupan akan membawa perubahan karena

perubahan adalah bagian dari pada kehidupan. Demikian juga yang kita rasakan

sekarang ini di Bali, telah banyak perubahan yang terjadi. Semua perubahan itu

terjadi tidak terlepas dari posisi Bali sebagai pulau Wisata, yang dikunjungi oleh

wisatawan domestik maupun internasional. Tentu hal ini sangat menguntungkan

Bali dari sisi ekonomi, dimana asset pariwisata dapat dijadikan dan merupakan

andalan untuk meningkatkan pendapatan bagi masyarakat, pemerintah daerah dan

juga badan usaha swasta. Seperti halnya sekarang ini orang yang datang ke Bali

tidak hanya untuk berwisata namun mereka membuka usaha yang beraneka ragam

di bidang pariwisata. Apa yang diuraikan di atas merupakan sedikit gambaran

tentang perubahan yang terjadi di Bali dalam hal Krama (warga) desanya, yang

tidak lagi dihuni oleh Krama (warga) asli Bali yang bersifat homogen namun

sudah berubah menjadi suatu masyarakat yang heterogen. Dimana Krama yang

tinggal dan menetap di Bali sudah terdiri dari bermacam suku, ras, agama, bahkan

berasal dari berbagai negara yang berbeda. Keadaan yang seperti itu tentunya

akan memberikan beragam unsur dan corak yang berbeda di Bali, yang berakibat

adanya beragam unsur kebudayaan, kepercayaan, mata pencaharian, dan cara

hidup yang berbeda. Juga terjadinya silang budaya yang harus dicermati dan

diantisipasi agar tidak terjadi konflik yang dapat mengganggu keamanan

8
9

ketentraman, dan kenyamanan serta dapat meruntuhkan kharisma Bali

sebagai pulau wisata yang dapat berakibat langsung maupun tidak langsung

terhadap keamanan dan stabilitas nasional, serta dapat meruntuhkan persatuan dan

kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. dalam keadaan seperti

tersebut di atas penerapan sanksi awig-awig desa adat di Bali sangatlah diperlukan

karena awig-awig desa adat merupakan benteng pertahanan paling kuat di Bali.

Oleh karena bagaimanapun perubahan yang terjadi di Bali adalah terjadi juga di

wilayah desa adat lain, dimana di dalam wilayah desa adat sekarang ini sudah

terjadi beraneka ragam bentuk perubahan yang salah satunya adalah di bidang

pawongan (masyarakat), yang tidak hanya dihuni oleh Krama asli namun sudah

dihuni pula oleh Krama pendatang yang berasal dari suku, ras, agama yang

berbeda.

Keadaan tersebut memberikan dampak berbagi perbedaan, mulai dari

perbedaan kebudayaan, cara atau menjalankan ibadah yang berbeda dan

perbedaan biaya hidup, yang dapat mengakibatkan pergesekan kebudayaan yang

hidup dan berkembang sebelumnya yang dimiliki oleh krama desa adat.

Pergesekan tersebut dapat timbul sewaktu-waktu sebagai permasalahan adat yang

dapat merugikan desa adat itu sendiri dan dapat pula meruntuhkan kesatuan dan

persatuan yang telah ada dan hidup dalam desa adat. Keadaan tersebut tidak hanya

dialami oleh desa adat tertentu saja, namun dialami juga oleh sebagaian besar desa

adat di Bali. Salah satunya adalah Desa Adat Mekarsari, yang pernah mengalami
10

perubahan dan pergesekan berawal dari pawongan (masyarakat) yang merembet

pada pelemahan (alam sekitar), dan parahyangan (Ketuhanan dan Keagamaan).

Pengesahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa

merupakan dasar tempat pengembangan ( masyarakat berbasis pembangunan)

dalam pemahaman pembangunan di semua sendi kehidupan, karena pembangunan

masyarakat desa mempunyai sifat yang integralistik, ruang lingkup kegiatan

pembangunan masyarakat desa mencakupi seluruh lapangan kehidupan

masyarakat desa serta mengadakan perubahan dengan menempatkan masyarakat

sebagai subyek pembangunan. Oleh karena itu, UU Desa berkaitan dengan cara

memperkokoh pemerintahan desa dan membina masyarakat yang baik melalui

percepatan penyelenggaran tata kelola desa yang baik demi terciptanya

pemerintahan desa yang akuntabel Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang

Desa yaitu Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten /

Kota, menyusun kesatuan masyarakat hukum adat dan menetapkannya sebagai

desa adat. Desa Adat mempunyai peran pemerintahan, finansial Desa,

pemberdayaan dan pengembangan Desa, serta memperoleh kontrol dan

perlengkapan dari pemerintah daerah. Desa adat, dalam teori, merupakan warisan

dari pemerintahan kolektif lokal. Organisasi ini telah diwariskan dari generasi ke

generasi dan terus dihormati dan dikejar oleh sesepuh dan masyarakat desa adat

agar dapat berperan dalam memajukan kesejahteraan dan identitas sosial budaya

setempat, seperti gampong di Aceh, nagari di Minangkabau, huta/nagori di

Sumatera Utara, marga di Sumatera bagian selatan, tiuh atau pekon di Lampung,
11

banua dan wanua di Kalimantan, desa pakraman/desa adat di Bali, lembang

di-
12

Toraja dan negeri di Maluku. Provinsi Bali mengenal dua definisi desa. Pertama-

tama, menurut batas yang tersirat dan tersurat dalam hukum pedesaan, itu adalah

"desa" dalam arti hukum nasional. Dalam konteks ini, desa menjalankan berbagai

fungsi pemerintahan atau utilitas, sehingga disebut "Dinas Desa" atau "Desa

Administratif". Dalam pengertian kedua, desa, yaitu desa adat atau desa

pakraman, mengacu pada masyarakat adat yang terfokus pada ikatan adat dan

terkait dengan kehidupan tiga pura besar (Kahyangan Tiga). Ada persyaratan yang

berbeda untuk membentuk basis desa adat dan formal, sehingga luas dan jumlah

desa formal pendukung terkadang berbeda dengan desa adat, karena di Bali, desa

Adat dan Dinas sudah terkenal.

UUD 1945 Pasal 18 mengakui keberadaan kampung adat di Bali. Pada

saat itu, Undang-Undang Desa Nomor 5 Tahun 1979 tidak secara umum

mengakui keberadaan desa adat, yang pada saat itu Pemerintah Bali mengeluarkan

pemerintahan daerah berdasarkan karakteristik provinsi. Peraturan Daerah Nomor

6 Tahun 1986 tentang Desa Adat Bali diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi

Bali Nomor 3 Tahun 2001, dan yang terakhir dengan Peraturan Daerah Nomor 3

Tahun 2003. Revisi, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001

terakhir ditetapkan fungsi, peran dan peran desa sebagai kesatuan masyarakat adat

masyarakat Bali. Menurut Astara dalam Satrya dkk (2017), Desa Dinas dan Desa

adat berada dalam keadaan harmonis. Dalam diagram pemerintahan terdapat

hubungan komunikasi antara perangkat Desa dengan unsur Desa Pakraman.

Harmoni antara Guancun dan Pakramancun menghasilkan "satu tubuh dan dua

kepala". Menurut Pitana (2017) oleh Satrya dkk., Keharmonisan hubungan Dinas
13

Desa dan Desa Pakraman disebabkan adanya kemungkinan, antara lain: (1) Luas

dan jumlah penduduk desa formal dibandingkan dengan Desa Pakraman. Luas dan

populasi yang sama, (2) Satu desa dinas dari beberapa desa pakraman, (3) satu

desa pakraman teridri dari beberapa desa dinas, (4) satu desa dinas dari beberapa

desa pakraman, lainnya dari desa pakraman lainnya.

Desa adat merupakan salah satu lembaga organisasi sosial yang bersifat

tradisional di Bali. Desa pakraman memiliki beberapa hak otonomi, salah satunya

adalah otonomi dalam sosial ekonomi yang merupakan kekuasaan untuk mengatur

hubungan antar kelompok masyarakat serta mengelola kekayaan desa pakraman

Menurut ilmu hukum adat, desa merupakan masyarakat hukum adat yang teratur,

bersifat tetap, mempunyai kekuasaan sendiri, serta kekayaan sendiri berupa benda

yang kelihatan dan tidak kelihatan mata (Ter Haar, 1960: 16). Dalam Peraturan

Daerah Provinsi Bali No. 6 Tahun 1986 tentang Kedudukan, Fungsi, dan Peranan

Desa Adat dirumuskan bahwa: Desa Adat sebagai Desa Dresta adalah kesatuan

masyarakat hukum adat di Propinsi Daerah Tingkat I Bali yang mempunyai satu

kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat Umat Hindu secara

turun temurun dalam ikatan Khayangan Tiga (Khayangan Desa) yang mempunyai

wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah

tangganya sendiri. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 06 tahun 1986 kemudian

diganti dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 3 tahun 2003 tentang Desa

Pakraman, yang mengganti istilah Desa Adat dengan Desa Pakraman, namum

substansi tetap sama. Desa pakraman dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat

menetapkan aturan-aturan sendiri berupa awig-awig berupa hukum adat.


14

Penyusunan awig-awig desa bersumber dari falsafah Tri Hita Karana, yaitu

mengatur keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa,

manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam.

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti pengimplementasian

awig-awig di Desa Adat Mekarsari pelaksaannya mengupayakan Desa Adat

sebagai lembaga peradilan di desa, maka dari itu peneliti tertarik mengangkat

penelitian dengan judul “Peranan Kertha Desa Dalam Menangani Pelanggaran

Adat Di Desa Mekarsari Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan”

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah


sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peran Kertha Desa dalam menangani kasus

pelanggaran aturan Adat Izin Tinggal?

2. Apakah faktor penghambat dalam pelaksanaan peran Kertha Desa

dalam menangani kasus pelanggaran Desa Adat Izin Tinggal?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Ruang lingkup masalah dalam penulisan ini terbatas pada peranan kertha

desa dalam menangani pelanggaran Adat di Desa Mekarsari Kecamatan Baturiti

Kabupaten Tabanan
15

1.4. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian dilakukan oleh peneliti sudah tentu ada tujuan yang

hendak dicapai, karena melalui tujuan yang jelas akan mendapatkan hasil,

petunjuk yang ingin dicapai titik adapun tujuan dalam penelitian ada dua yaitu

tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang bersifat khusus sebagai berikut:

1.4.1. Tujuan Umum

Setiap penulisan karya ilmiah memiliki tujuan ataupun maksud tertentu,

adapun yang menjadi tujuan umum dari penelitian ini adalah:

1. Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah

secara tertulis

2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada

bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa

3. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan hukum.

4. Untuk mengetahui Ruang lingkup masalah dalam penulisan ini

terbatas pada peranan Kertha Desa Dalam Menangani Pelanggaran

Adat Di Desa Mekarsari Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan

1.4.2. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini, adalah:

1. Untuk memahami pengaturan peran Kertha Desa dalam menangani

kasus pelanggaran aturan Adat

2. Untuk menemukan pakah faktor yang berpengaruh dalam pelaksanaan

peran Kertha Desa dalam menangani kasus pelanggaran Desa Adat?


16

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

1. Untuk dapat memperkaya pengembangan teori ilmu pengetahuan guna

menambah pustaka hukum yang berkaitan dengan hukum pidana

2. Untuk memperoleh pemahaman dan gambar tentang hukum pidana

1.5.2. Manfaat Praktis

1. Untuk memberikan masukan kepada Kertha Desa dalam menangani

pelanggaran Adat di Desa Mekarsari Kecamatan Baturiti Kabupaten

Buleleng .

2. Untuk dapat dipakai sebagai acuan bagi pemerintah Adat dalam

menangani pelanggaran Adat.

1.6. Landasan Teoritis Dan Kerangka Berpikir

1.6.1 Landasan Teoritis

Teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan dasar berpijak bagi

peneliti dalam mengadakan pembahasan terhadap masalah-masalah yang

diteliti, titik dasar-dasar teori yang digunakan sudah tentu ada kaitannya

dengan permasalahan yang diteliti. Hal ini dimaksud agar dalam penelitian

didapatkan hasil analisis yang dapat dipertanggungjawabkan.

1. Teori Kewenangan

Wewenang merupakan bagian yang penting dalam hukum administrasi

Negara. Wewenang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai hak
17

atau kekuasaan untuk bertindak(Pusat bahasa Departemen Pendidikan

Nasional,
18

2005:1272). Kewenangan tidak hanya diartikan sebagai hak untuk

melakukan praktik kekuasaan, namun adapun pengertian kewenangan (authority)

berdasarkan Black’s Law Dictionary adalah “Right to exercise powers; to

implement and enforce laws; to exact obedience; to command; to judge.

Control over; jurisdiction. Often synonymous with power”( Black, 1978:121).

Menurut F.P.C.L Tonnaer pengertian kewenangan dalam bukunya Ridwan

HR menyatakan : Overheidsbevoeghdheid wordt in dit verband opgevat als het

vermogen om positief recht vast te stellen en Aldus rechtsbetrekkingen tussen

burger onderling en tussen overhead en te scheppen (kewenangan pemerintah

dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif

dan dengan begitu dapat menciptakan hubungan hukum antara pemerintah dengan

warga negara)( Ridwan H.R, 2011:101). Pengertian kewenangan menurut Ridwan

H.R. adalah “Kewenangan yang biasanya terdiri dari beberapa wewenang, adalah

kekuasaan terhadap segolongan orang-orang tertentu ataupun kekuasaan terhadap

sesuatu bidang pemerintahan atau bidang urusan tertentu yang bulat, seperti

urusan-urusan pemerintahan”.

Selain kewenangan tersebut pemerintah juga memiliki kebebasan

bertindak melalui Freies Ermessen atau kewenangan diskresi. Menurut Laica

Marsuki mengatakan Freies Ermessen adalah suatu kebebasan yang diberikan

kepada badan atau pejabat administrasi dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan, diembankan dalam kaitan menjalankan bestuurzorg (Sadjijono,

2011:70). Terhadap diskresi perlu ditetapkan adanya batas toleransi.


19

Hal ini diperlukan agar tidak terjadi kewenangan yang tidak terbatas, yaitu

adanya kebebasan atau keleluasaan administrasi negara untuk bertindak atas

inisiatif sendiri, untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi, kewenangan

pemerintah ini tidak boleh mengakibatkan kerugian kepada masyarakat, harus

dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan juga secara moral.

Menurut Prof. Muchsan, pelaksanaan diskresi oleh aparat pemerintah

(eksekutif) dibatasi oleh 4 (empat) hal, yaitu:

1. Apabila terjadi kekosongan hukum;

2. Adanya kebebasan interprestasi;

3. Adanya delegasi perundang-undangan;

Demi pemenuhan kepentingan umum.(


http://justkazz.ac.id/2010/02/penggunaan-asas-diskresi- dalam.html )

2. Teori kepastian hukum


Kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum dapat dikatakan

sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata dari kepastian

hukum adalah pelaksanaan atau penegakan hukum terhadap suatu tindakan

tanpa memandang siapa yang melakukan. Dengan adanya kepastian hukum

setiap orang dapat memperkirakan apa yang akan dialami jika melakukan

tindakan hukum tertentu. Kepastian diperlukan untuk mewujudkan prinsip

persamaan dihadapan hukum tanpa diskriminasi. Kepastian merupa kan ciri

yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis.

Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi

digunakan sebagai pedoman perilaku bagi setiap orang. Kepastian sendiri

disebut sebagai salah satu tujuan dari hukum.


20

Kepastian hukum akan menjamin seseorang melakukan perilaku sesuai


dengan ketentuan hukum yang berlaku, sebaliknya tanpa ada kepastian hukum
maka seseorang tidak memiliki ketentuan baku dalam menjalankan perilaku.
Gustav Radbruch mengemukakan kepastian sebaga salah satu tujuan dari
hukum. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan
dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis.
Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis
dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak
berbenturan atau menimbulkan konflik norma. Konflik norma yang
ditimbulkan dari ketidakpastian aturan
dapat berbentuk kontestasi norma, reduksi norma atau distorsi norma
(HTTP://yancearizona.net pada tanggal 1 juli 2017)

Gustav Radbruch mengemukakan 4 (empat) ha l mendasar yang


berhubungan dengan makna kepastian hukum yaitu : (HTTP://yancearizona.net
pada tanggal 1 juli 2017)
1. Hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif itu adalah perundang-

undangan.

2. Hukum itu didasarkan pada fakta, artinya didasarkan pada kenyataan.

3. Fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari

kekeliruan dalam pemaknaan, disamping mudah dilaksanakan.

4. Hukum positif tidak boleh mudah diubah.

Pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya


bahwa kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri. Kepastian
hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari perundang-
undangan. Berdasarkan pendapatnya tersebut, maka menurut Gustav
Radbruch, hukum positif yang mengatur kepentingan-kepentingan manusia
dalam masyarakat harus selalu ditaati meskipun hukum positif itu kurang adil
(HTTP://yancearizona.net pada tanggal 1 juli 2017) .

Menurut Achmad Ali “Kepastian Hukum” hanya berhubungan dengan

keberadaan hukum perundang-undangan. Di dalam suatu Negara yang

menganut sistem hukum tertulis (civil law system, codification system)

kepastian hukumnya (legal certainly) dijamin dengan dituangkannya secara

tertulis aturan-aturan dan asas-asas hukum. namun demikian tidak berarti


21

bahwa di dalam “common law system” yang didominasi oleh hukum tak

tertulis itu tidak memiliki alat untuk menjamin kepastian hukumnya.


22

Didalam “common law system” kepastian hukum dijamin dengan

berlakunya asas “stare decisis” atau “the binding force of precedent”, yaitu

kekuatan mengikat dari “precedent” (yurisprudensi) terhadap perk ara-perkara

sesudahnya yang sejenis (Ali, 2009: 289). Menurut Sudikno Mertokusumo,

kepastian hukum adalah jaminan bahwa hukum dijalankan , bahwa yang berhak

menurut hukum dapat memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat

dilaksanakan. Walaupun kepastian hukum erat kaitannya dengan keadilan,

namun hukum tidak identik dengan keadilan.

Kepastian hukum merupakan pelaksanaan hukum sesuai dengan

bunyinya sehingga masyarakat dapat memastikan bahwa hukum dilaksanakan

(HTTP://yancearizona.net pada tanggal 1 juli 2017). Kepastian hukum

menghendaki adanya upaya pengaturan hukum dalam perundang-undangan

yang dibuat oleh pihak yang berwenang, sehingga aturan tersebut memiliki

aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian bahwa hu kum berfungsi

sebagai suatu peraturan yang harus ditaati. Kaitannya den gan itu, Peter

Muhamad Marzuki menyatakan bahwa kepastian hukum mengandung dua

pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat

individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan

kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewanangan pemerintah

karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat

mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara

terhadap individu.
23

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-

undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim anta ra

putusan yang satu dengan putusan hakim yang lainnya untuk kasus serupa

yang telah diputuskan (Marzuki, 2008:158). Dalam rangka menciptakan dan

menjaga kepastan hukum, peran pemerintah dan pengadilan sangat penting.

Pemerintah tidak boleh menerbitkan aturan pelaksanaan yang tidak diatur oleh

undang-undang atau bertentangan dengan undang-undang. Apabila hal itu

terjadi, pengadilan harus menyatakan bahwa peraturan demikian batal demi

hukum, artinya dianggap tidak pernah ada sehingga akibat yang terjadi kare na

adanya peraturan itu harus dipulihkan seperti sedia kala (Budiartha, 2016:7).

3. Konsep Peran
Istilah "peran" kerap diucapkan banyak orang. Sering kita mendengar kata

peran dikaitkan dengan posisi atau kedudukan seseorang. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia pengertian peran adalah bagian dari tugas utama yang harus

dilaksanakan. Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa ‘peran merupakan aspek

dinamis kedudukan (status), jika seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya

sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu

peranan’(Soekanto,

2002:243).

Kemudian menurut Riyadi menyatakan bahwa:

“peran dapat diartikan sebagai orientasi dan konsep dari bagian yang
dimainkan oleh suatu pihak dalam oposisi sosial. Dengan peran
tersebut, sang pelaku baik itu individu maupun organisasi akan
berperilaku sesuai harapan orang atau lingkungannya. Peran juga
24

diartikan sebagai tuntutan yang diberikan secara struktural (norma-


norma, harapan, tabu, tanggung jawab dan lainnya)”( Riyadi, 2002:138).
25

Hakekatnya peran juga dapat dirumuskan sebagai suatu rangkaian perilaku

tertentu yang ditimbulkan oleh suatu jabatan tertentu. Kepribadian seseorang juga

dapat mempengaruhi bagaimana suatu peran tersebut harus dijalankan. Peran yang

dimainkan/diperankan pimpinan tingkat atas, menengah maupun bawah akan

mempunyai peran yang sama.

Lebih lanjut, Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa peran memiliki tiga

komponen yaitu sebagai berikut:( Soekanto, 2002:242)

1. Peran Aktif

Peran aktif merupakan peran yang diberikan oleh anggota kelompok oleh

karena kedudukannya di dalam kelompok sebagai aktifitas kelompok, seperti

pengurus, pejabat, dan lain sebagainya.

2. Peran Partisipatif

Peran partisipatif merupakan peran yang diberikan oleh anggota kelompok

kepada kelompoknya yang memberikan sumbangan yang sangat berguna bagi

kelompok itu sendiri.

3. Peran

Peran pasif adalah sumbangan anggota kelompok yang bersifat pasif, dimana

anggota kelompok menahan diri agar memberikan kesempatan kepada fungsi-

fungsi lain dalam kelompok sehingga berjalan dengan baik.

Dari beberapa pengertian diatas, dapat diketahui bahwa peran adalah suatu

sikap atau perilaku yang diharapkan oleh banyak orang atau sekelompok orang

terhadap seseorang yang memiliki status atau kedudukan tertentu.


26

1.6.2 Kerangka Berpikir

Peran kertha desa dalam menangani


pelanggaran adat di desa Mekatrsari
kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan

Bagaimanakah peran kertha desa Apakah faktor penghabat dalam


dalam menangani kasis pelanggaran pelaksanaanperan kertha desa dalam
aturan adat izin tinggal kasus pelanggaran Desa Adat Izin
Tinggal

Teori Kewenangan 1. Teori Kepastian Hukum


2. Konsep Peran

Metodologi Penelitian empiris

Hasil Penelitian

1.7. Metode Penelitian

Guna memperoleh data hasil penelitian yang valid, maka dalam perolehan

hasil penelitian harus dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, metode-

metode sangat perlu dipergunakan dalam penelitian secara sistematis agar relevan,

efisien dan praktis.


27

Dalam rangka pemecahan permasalahan yang ada di skripsi ini

menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Pendekatan secara yuridis yaitu

dengan melihat dari segi-segi hukum yang sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Sedangkan pendekatan empiris yaitu pendekatan masalah

dengan melakukan penelitian di lapangan. Jenis penelitian ini merupakan salah

satu cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan kebenaran, yaitu dengan

membandingkan aturan yang ada dengan pelaksanaan atau kenyataan dalam

masyarakat (das sollen dan das sein).

1.7.1. Jenis Penelitian

Penelitian adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan

dengan analisa dan konstruksi yang dilakuka n secara metodelogis,

sistematis, dan konsisten (Soekanto, 1984:42). Jenis penelitian dalam

penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan metode yuridis empi ris.

Metode yuridis yaitu suatu metode penulisan hukum yang berdasarkan

pada teori-teori hukum, literatur-literatur dan peraturan perundang-

undangan yang berl aku dalam masyarakat. Sedangkan metode empiris

yaitu suatu metode dengan melakukan observasi atau penelitian secara

langsung ke lapangan guna mendapatkan kebenaran yang akurat dalam

proses penyempumaan penulisan skripsi ini. Dalam penelitian ini yang

diteliti adalah Pemerintaha Desa di Bali baik desa dinas maupun desa adat.

1.7.2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang dilakukan oleh penulis bersifat Empiris/sosiologis.

Penelitian sosial empiris didasarkan pada kenyataan di lapangan atau melalui

Wawancara
28

1.7.3. Data Dan Sumber Data


Dalam materi penelitian ini, mengunakan jenis data Primer dan Sekunder

(Library Research). Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif artinya mempunyai otoritas bahan-bahan hukum primer terdiri dari

perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan-bahan

sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan

dokumen-dokumen resmi. Data primer diperoleh langsung dari sumber perdata,

yakni perilaku warga masyarakat, melalui penelitian. Data sekunder, antara lain,

mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang

berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya.

1.7.4. Teknik Pengumpulan Data


Karena data yang diperoleh berupa data Sekunder dan Primer, maka teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah melalui studi dokumentasi atau melalui

penelusuran literatur serta dengan melakukan tehnik wawancara atau observasi.

Dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis alat pengumpul data, yaitu studi

dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi dan wawancara atau

interview. Studi Dokumentasi diberi pengertian sebagai langkah awal dari setiap

penelitian hukum (baik normatif maupun yang sosiologis). Studi dokumen

merupakan suatu alat pengumpulan data yang dilakukan melalui data tertulis

dengan mempergunakan ”content analysis”. Adapun teknik pengumpulan data

yang digunakan oleh peneliti antara lain:

1. Observasi, antara lain sebagai berikut:


29

a. Pengamatan mencakup seluruh konteks sosial alamiah dari perilaku manusia

yang nyata;

b. Menangkap gejala atau peristiwa yang penting, yang mempengaruhi

hubungan sosial antara orang-orang yang diamati perilakunya;

c. Menentukan apakah yang disebut sebagai kenyataan dari sudut pandangan

hidup atau falsafat hidup dari pihak-pihak yang diamati;

d. Mengidentifikasikan keteraturan perilaku atau pola-polanya.

2. Wawancara adalah untuk membuat deskripsi dan eksplorasi. Dengan demikian,

maka faktor-faktor yang akan dapat mempengaruhi penggunaan wawancara

sebagai alat pengumpulan data, adalah antara lain;

a. Kwalitas pewawancara;

b. Kwalitas yang diwawancarai; dan

c. Sifat dari masalah yang diteliti.

3. Angket/kusioner, merupakan teknik pengumpulan data dengan cara

menyebarkan atau membagikan daftar pertanyaan yang telah dibuat

sebelumnya oleh peneliti kepada responden

1.7.5. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa

melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-

teori yang telah didapatkan sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini disebut

sebagai kegiatan memberikan telaah, yang dapat berarti menentang, mengkritik,

mendukung, menambah atau memberi komentar dan kemudian membuat suatu

kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan bantuan teori yang telah.

Adapun Analisis data dalam penelitian hukum memiliki sifat Deskriptif Sifat analisis

deskriptif maksudnya adalah bahwa peneliti dalam menganalisis berkeinginan untuk


30

memberikan gambaran atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian sebagaimana

hasil penelitian yang dilakukannya. menggunakan pendekatan kualitatif yaitu

adalah suatu cara analisis hasil penelitian yang menghasilkan data deskriptif

analisis, yaitu data yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan serta juga

tingkah laku yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.
31

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Marling dan Rina maryana .Hukum konservasi lingkungan sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya, penerbit mitra wacana media,Jakarta ,2015,
Hlm, 152.
Azmi Fendri,Pengaturan kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah dalam
pemanfaatan sumberdaya mineral dan batu bara,PTRaja grafindo,
Jakarta,2016,Hlm 173
Andi Mattalatta, 2009, Politik Hukum Perundang-Undangan, Jurnal Legislasi
Indonesia, Vol. 6 No. 4-Desember, Jakarta; Direktorat Jendral Peraturan
Perundang-undangan Departemen Hukum Dan HAM RI, h. 574
CST Kansildan Christine, Hukum tata Negara republic
Indonesia,Jakarta,2008,Hlm 18
Djoko Imbawani Atmadjaja,Hukum Dagang Indonesia,Setara pres,Malang,Hlm
224. 25
Encik Muhammad Fauzan, Hukum Tata Negara Indonesia,Setara press,
Malang,2017, Hlm .136.
Governance, CetakanKedua, PT RefikaAditama, Bandung, h. 55.
Hanif nurcholis Teori dan praktik pemerintahan dan otonom daerah, Penerbit
Grasindo, Jakarta,2005, hlm 66.
Lawrence M. Friedman, 1975, The Legal System; A Social Science Perspective,
New York; Russel Sage Foundation, h. 10.
M. Achmad Santosa, “Penegakaan Hukum Lingkungan : Kajian Praktek dan
Gagasan Pembaruan” Jurnal Hukum lingkungan, ICEL, Jakarta, hlm. 75.
32

Nimatul Huda,Hukum Pemerintahan Desa,setara press,Malang,Hlm 210


PandjiSantosa, 2009, Administrasi Publik; Teori dan Aplikasi Good
Ridwan HR,Hukum Administrasi Negara,Rajawali Pers,Depok,2018,Hlm 169-
170

SumartoHetifaSj, 2003,Partisipasi dan Good Governance, Yayasan Obor


Indonesia, Bandung, h. 2.
Utang Rosidin,Pemberdayaan Desa Dalam Sistem Pemerintahan Daerah,Pustaka
Setia,Bandung,Hlm 3.

Anda mungkin juga menyukai