Anda di halaman 1dari 256

COVER

BOOK CHAPTER

MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA


UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4
Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf
a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral
dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23,
Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:
i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual
yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan
informasi aktual;
ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk kepentingan penelitian ilmu
pengetahuan;
iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait
hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali
pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan
Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan
pengembangan ilmu pengetahuan yang
memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak
Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku
Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga
Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa
izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d,
huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA
Hasan Basri, S.IP., M.Si.
Nanda Zunafriesma, S.Sos., M.Si.
Hajar Ashwad, S.Sos., M.SP.
Riau Sujarwani, S.Sos., MM.
Raja Abumanshur Matridi, S.Sos., MPM.
Muhsin Efendi, S.A.P., M.Si.
Dr. Linda Fatmawati Saleh, S.H., M.H.
Wesley Liano Hutasoit, S.Sos., M.SP.
Nurbaiti Usman Siam, M.Si.
Hasiun Budi, S.E., M.S.M.
Fitri Dewi Wulandari, S.Sos., M.Si.
Indah Wahyu Maesarini, S.IP., M.Si.

Editor:
Afif Syarifudin Yahya, S.IP., M.Si

Penerbit

CV. MEDIA SAINS INDONESIA


Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id

Anggota IKAPI
No. 370/JBA/2020
MANAJEMEN PEMERINTAHAN DESA

Hasan Basri, S.IP., M.Si.


Nanda Zunafriesma, S.Sos., M.Si.
Hajar Ashwad, S.Sos., M.SP.
Riau Sujarwani, S.Sos., MM.
Raja Abumanshur Matridi, S.Sos., MPM.
Muhsin Efendi, S.A.P., M.Si.
Dr. Linda Fatmawati Saleh, S.H., M.H.
Wesley Liano Hutasoit, S.Sos., M.SP.
Nurbaiti Usman Siam, M.Si.
Hasiun Budi, S.E., M.S.M.
Fitri Dewi Wulandari, S.Sos., M.Si.
Indah Wahyu Maesarini, S.IP., M.Si.
Editor :
Afif Syarifudin Yahya, S.IP., M.Si
Tata Letak :
Dimas Haikal Hafidhien
Desain Cover :
Syahrul Nugraha
Ukuran :
A5 Unesco: 15,5 x 23 cm
Halaman :
viii, 242
ISBN :
978-623-362-460-2
Terbit Pada :
Maret 2022

Hak Cipta 2022 @ Media Sains Indonesia dan Penulis

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang keras menerjemahkan,


memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit atau Penulis.

PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA


(CV. MEDIA SAINS INDONESIA)
Melong Asih Regency B40 - Cijerah
Kota Bandung - Jawa Barat
www.medsan.co.id
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT


karena atas berkat dan rahmat-Nya penulisan buku ini
berhasil diterbitkan. Kami berharap dapat menjadi
referensi dalam menambah keilmuan tentang manajemen
pemerintahan desa meskipun belum sempurna. Masukan
dan saran dari pembaca sangat kami harapkan dalam
rangka penyempurnaan karya selanjutnya.
Desa mengalami pergeseran kedudukan, peran dan tata
kelola seiring berubahnya kebijakan penyelenggaraan
pemerintahan. Desa pernah berkedudukan sebagai
daerah otonom tingkat III dan saat ini kembali menjadi
bagian dari Daerah Kabupaten/Kota. Peran dan tata
kelola pemerintahan desa yang dahulu lebih dominan
berperan sebagai perpanjangan tangan dan bagian dari
pemerintah daerah telah bergeser karena mempunyai
kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat desa berdasarkan hak asal usul dan hak
tradisionalnya, sebagaimana yang dimandatkan dalam
Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Dengan konstruksi
menggabungkan fungsi local self government dan self-
governing community, Desa mempunyai kewenangan yang
sangat luas untuk menyelenggarakan pemerintahan desa
dan memajukan adat, tradisi, dan budaya yang telah
hidup pada masyarakat desa. Kewenangan desa
sebagaimana dimaksud mencakup kewenangan
berdasarkan hak asal-usul, kewenangan lokal berskala
desa, kewenangan yang ditugaskan oleh
Pemerintah/Pemerintah Daerah, dan kewenangan lain
yang ditugaskan oleh Pemerintah/Pemerintah Daerah
berdasarkan ketentutuan peraturan perundang-
undangan. Pelaksanaan berbagai kewenangan tersebut

i
dapat dikuatkan dengan penetapan produk hukum desa
(Peraturan Desa dan/atau Peraturan Kepala Desa).
“Wajah” desa telah berubah, yang dahulu dikonotasikan
sebagai wilayah tertinggal dan berkumpulnya masyarakat
miskin, sekarang sudah mengalami kemajuan
pembangunan infrastruktur yang sangat pesat dan
menurunnya rasio ketimpangan masyarakat kota dan
desa. Besarnya Dana Desa yang diberikan berkontribusi
langsung terhadap pembangunan infrastuktur dan
kemajuan kehidupan masyakarat desa. Kondisi demikian
sudah sejalan dengan apa yang diharapkan dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yaitu
mewujudkan masyarakat desa yang adil, makmur dan
sejahtera. Hingga Bulan Juli 2021 dari 74.957 Desa,
terdapat 3.269 Desa dengan status Mandiri, 15.321 Desa
dengan status Maju, 38.083 Desa dengan status
Berkembang, 12.635 Desa dengan status Tertinggal, dan
5.649 Desa dengan status Sangat Tertinggal (Keputusan
Direktur Jenderal Pembangunan Desa dan Perdesaan
Nomor: 398.4.1 Tahun 2021). Menjadikan desa yang
tangguh, tumbuh dan berkembang tidak saja
membutuhkan perencanaan penganggaran yang baik,
namun dibutuhkan juga konstruksi pelaksanaan yang
mampu menyesuaikan segala kondisi. Bila hal ini di
lakukan dengan baik maka pembangunan desa menjadi
solusi terbaik untuk mengentaskan kemiskinan,
pengangguran hingga peningkatan ekonomi lokal.
Perekonomian wilayah pedesaan sudah mulai
berkembang. Hadirnya Badan Usaha Milik Desa mampu
menggerakkan perekonomian desa, mengembangkan
pariwisata, dan meningkatkan hasil potensi desa.
Berbagai best practice pengelolaan Desa antara lain: Desa
Kandar Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Kepulauan
Tanimbar) yang mampu menjadi sentra panen raya hasil
pertanian, Desa Semangar Kabupaten Wonogiri yang

ii
mampu meningkatkan pendapatan masyarakat melalui
pemberdayaan pada sektor pertanian, perdagangan dan
produksi batik, Desa Karungan Kabupaten Sragen yang
mampu mengembangkan pariwisata dan penjualan
makanan tradisional tempo dulu melalui Badan Usaha
Milik Desa, Desa Peradong Kabupaten Bangka Barat yang
mampu mengatasi permasalahan gizi buruk (stunting)
melalui program desa siaga kesehatan, maupun
pengembangan kewirausahaan desa berbasis komunitas
yang digalakkan oleh Astra melalui Program Desa
Sejahtera Astra (DSA) oleh 235 anak grup perusahaan
yang tersebar di Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten
Kendal, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Solok,
Kabupaten Semarang, Kabupaten Tegalrejo, dan Kota
Denpasar. Berbagai best practice pengelolaan Desa
tersebut dapat dijadikan role model untuk pengembangan
Desa lainnya.
Kerja Sama antar Desa perlu digalakkan secara masif
untuk memperoleh manfaat yang optimal. Melalui kerja
sama, Desa akan memperoleh sharing of experience,
sharing of benefits, dan sharing of burdens sehingga dapat
mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
pelayanan publik. Kerja sama akan membantu untuk
memenuhi kekurangan, mengoptimalkan potensi,
meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya,
mengurangi ketimpangan serta mampu mengatasai
berbagai permasalahan yang disebabkan oleh faktor
teritori, sumber daya dan pengetahuan.
Berbagai fenomena tersebut dibahas di dalam buku ini
yang tersajikan dalam 12 Bab yang meliputi: prinsip
penyelenggaraan pemerintahan desa, penataan status
desa, kewenangan desa, pemilihan dan pengembangan
kapasitas aparatur pemerintah desa, sumber dan
pengelolaan keuangan pemerintahan desa, manajemen
aset pemerintahan desa, penyusunan produk hukum

iii
desa, pembangunan kawasan perdesaan, kerja sama
desa, pengelolaan badan usaha milik desa, pembinaan
dan pengawasan pemerintahan desa, dan studi kasus
pengelolaan pemerintahan desa.
Kami mengucapkan terima kasih tidak terhingga kepada
seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan
dan penerbitan buku ini. Semoga di lain kesempatan
dapat berkolaborasi kembali menorehkan hasil
pemikirannya secara komprehensif sebagai amal
kebaikan demi kamajuan bangsa dan negara.

Jakarta, 1 Februari 2022


Editor

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................ i


DAFTAR ISI .................................................................. v
1 PRINSIP PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN DESA ......................................... 1
Pendahuluan ........................................................ 1
Pemerintah Desa .................................................. 2
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa .................... 4
Perencanaan Pembangunan Desa .......................... 7
Tata Kelola Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa ............................................... 8
Peran dan Fungsi Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa ............................................... 9
Tata Kelola Pemerintahan yang Baik ................... 12
Proses Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ........ 13
Kesimpulan ........................................................ 13
2 PENATAAN STATUS DESA .................................. 15
Pendahuluan ...................................................... 15
Pembentukan Desa ............................................. 17
Penghapusan Desa ............................................. 20
Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan ......... 24
3 KEWENANGAN DESA ......................................... 29
Pendahuluan ...................................................... 29
Konsep Kewenangan ........................................... 31
Kewenangan Desa............................................... 35

v
4 PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS
APARATUR PEMERINTAH DESA ......................... 45
Pendahuluan ...................................................... 45
Konsep Sumber Daya Manusia ............................ 47
Manajemen Sumber Daya Manusia ..................... 48
Pemilihan dan Pengembangan
Sumber daya Manusia ........................................ 49
Kapasitas Aparatur Pemerintah Desa .................. 53
Struktur Pemerintahan Desa............................... 55
Pemilihan Aparatur Pemerintah Desa .................. 57
Pengembangan Kapasitas
Aparatur Pemerintah Desa .................................. 59
5 SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN
PEMERINTAHAN DESA ....................................... 67
Pendahuluan ...................................................... 67
Keuangan Desa................................................... 68
Sumber Penerimaan Desa ................................... 69
Asas Pengelolaan Keuangan Desa ........................ 73
Pengelolaan Keuangan Desa ................................ 75
Penutup ............................................................. 92
6 MANAJEMEN ASET PEMERINTAHAN DESA ........ 97
Pendahuluan ...................................................... 97
Manajemen Aset ................................................. 98
Pengelolaan Aset Desa ...................................... 100
7 PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA ............ 113
Undang-Undang Desa ....................................... 113
Peraturan Desa................................................. 122

vi
Peraturan Bersama Kepala Desa ....................... 129
Peraturan Kepala Desa...................................... 132
8 PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN ......... 135
Hakekat Kawasan Perdesaan............................. 135
Perencanaan Pembangunan Desa ...................... 144
Penataan Kawasan ........................................... 146
Pembangunan Kawasan ................................... 148
Identifikasi Kawasan Perdesaan ........................ 149
Pengembangan Badan Usaha Milik Desa
Bagi Kawasan Perdesaan .................................. 152
9 KERJA SAMA DESA .......................................... 159
Konsep Dasar Kerja Sama ................................. 159
Bentuk Kerja Sama ........................................... 163
Kerja Sama Desa .............................................. 165
Pelaksanaan Kerja Sama Desa .......................... 172
10 PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA .... 179
Pendahuluan .................................................... 179
Dasar Hukum Pengelolaan
Badan Usaha Milik Desa ................................... 182
Definisi Badan Usaha Milik Desa....................... 183
Definisi Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa .... 184
Tahapan-Tahapan Pengelolaan
Badan Usaha Milik Desa ................................... 185
Tujuan Pendirian Badan Usaha Milik Desa ........ 188
Dasar Pendirian Badan Usaha Milik Desa .......... 188
Aspek Manajemen Pengelolaan
Badan Usaha Milik Desa ................................... 191

vii
11 PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
PEMERINTAHAN DESA ..................................... 195
Pendahuluan .................................................... 195
Konsep Pembinaan ........................................... 196
Konsep Pengawasan.......................................... 198
Pembinaan dan Pengawasan
Pemerintahan Desa ........................................... 201
12 STUDI KASUS PENGELOLAAN
PEMERINTAHAN DESA ..................................... 223
Pendahuluan .................................................... 223
Pengelolaan Pemerintahan Desa ........................ 225
Realitas Desa di Masa Pandemi Covid 19 ........... 228
Praktek Baik (Best Practice)
Pengelolaan Desa di Indonesia .......................... 233
Penutup ........................................................... 238

viii
1
PRINSIP PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN DESA

Hasan Basri, S.IP., M.Si


Universitas Gajah Putih

Pendahuluan

Pada era otonomi daerah, Pemerintah daerah


menjalankan roda pemerintahan berdasarkan
kewenangannya masing-masing. Berdasarkan Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 1 dan ayat 6
menyatakan bahwa “Otonomi Daerah merupakan
wewenang, kewajiban dan hak dari pada daerah mengatur
maupun mengurus kepemerintahanya dan kepentingan
masyarakat berdasarkan kaedah sistem negara republik
Indonesia.”
Desa adalah bagian dari komponen pembangunan bangsa
dan negara yang sejak lama ada dan memberikan
kekuatan yang besar terhadap pembangunan negara,
namun pada dasarnya pembangunan desa masih jauh
jika dibandingkan dengan pembangunan di kota, bahkan
tidak masuk dalam prioritas pembangunan. Pada Tahun
2014 telah ditetapkan Undang–Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa yang mengatur beberapa hak-hak
otonomi desa. Undang–Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa telah mengatur kewenangan yang dimiliki

1
PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

oleh pemerintah desa. Pemberian kewenangan tersebut


harus diimbangi dalam pelaksanaan penyelenggaraan
pada desa sehingga dapat menciptakan pelayanan yang
baik dalam pelaksanaan administrasi untuk
meningkatkan kesejahteraan pada masyarakat desa.
Setelah adanya pengaturan yang jelas berkaitan dengan
otonomi daerah pada kabupaten/kota di Indonesia, desa
mendapatkan “angin segar” dengan mendapatkan
hak/otonomi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa. Tujuan ditetapkannya
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
adalah untuk memberikan kejelasan status atas
eksistensi desa yang pernah dahulu kala berdiri dengan
berbagai keragaman sebelum adanya terbentuknya
Republik Indonesia. Selanjutnya dalam Pasal 4 huruf e
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
menjelaskan tentang pengaturan desa yang bertujuan
membentuk pemerintahan desa yang terbuka,
profesional, efektif dan efesien dan bertanggung jawab.
Adanya penjelasan tentang pengaturan penyelenggaraan
desa dan kejelasan status desa, dari pada itu, dapat
diasumsikan desa memiliki kewenangan untuk mengurus
berjalannya desa dengan berbagai keragaman dan potensi
yang di miliki. Peryataan poin tersebut diatas, pada
penyelenggaraan pemerintahan desa di perlukan
perhatian penuh oleh pemerintah pusat.

Pemerintah Desa

Pemerintah desa adalah pemerintah terkecil dari bagian


pemerintah nasional. Pada prinsipnya pemerintah desa
memiliki tugas: (a) melaksanakan urusan pemerintahan,
umum, pembangunan rumah tangga, urusan
pemerintahan umum, membangun maupun pembinaan
terhadap masyarakat; serta (b) melaksanakan tugas
pembantuan dari pemerintah Daerah baik dari

2
PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

kabupaten, provinsi dan pusat. Tugas pokok tersebut


melahirkan fungsi pemerintah desa yang bersentuhan
langsung dengan kehidupan dan situsi sosial masyarakat
desa.
Pemerintahan desa merupakan satu kesatuan organisasi
pemerintahan, dimana organsasi tersebut memiliki fungsi
dalam pembuatan kebijakan dan koordinasi dalam
pelaksanaan tugas pada perangkat desa terhadap peran
yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Otonomi daerah adalah konsep untuk melaksanakan
sistem pengelolaan pemerintahan, pemerintah tidak
hanya terpusat pada pemerintahan nasional, tetapi
pemberian sebagian kewenangan dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah adalah untuk melaksanakan
pemerintahan secara efektif maupun efesien.
Desentralisasi telah sampai pada tataran desa.
Pemerintah desa mendapatkan beberapa wewenang dan
tanggung jawab yang dapat dikelola oleh pemerintah desa,
sebagaimana mengelola dana desa yang diberikan oleh
pemerintah pusat. Dengan Adanya sebagian pelimpahan
kewenangan kepada pemerintah desa maka pemerintah
desa harus mampu mempertanggungjawabkan dalam
pengelolaan dana desa. Perihal perwujudan pemerintah
desa yang bagus juga dipertegas dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 4 huruf e tentang adanya
pengaturan desa untuk “membentuk pemerintahan desa
yang efesien, profesional, terbuka, bertanggung jawab
dan efektif”. Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa membawa dampak yang positif bagi
masyarakat desa, terlebih peraturan tersebut
mendatangkan sebuah kebijakan tentang pemberian dana
desa yang diberikan kepada pemerintah desa untuk
meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan
masyarakat desa. Dengan asumsi pemerintah desa lebih

3
PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

paham terhadap potensi dan permasalahan yang


berhubungan dengan sosial ekonomi masyarakat desa.

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan perangkat


desa. Sedangkan perangkat desa terdiri dari sekretaris
desa beserta perangkat desa lainnya. Pengertian tentang
perangkat desa lainya sebagai perangkat pembantu
kepala desa terdiri dari dari sekretariat desa, pelaksana
teknis lapangan seperti kepala urusan, dan unsur
kewilayahan seperti kepala dusun/sebutan lain. Jumlah
perangkat desa disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi
sosial masyarakat setempat, dan kemampuan keuangan
desa.(Suharto, 2016:193)
Dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa
disebutkan pemerintah desa merupakan kepala
desa/sebutan lain yang dibantu oleh perangkat desa
sebagai unsur pelaksanaan penyelenggara pemerintahan
desa. Berikut ini dijelaskan kedudukan dan tugas Kepala
Desa, Perangkat Desa, dan Badan Permusyawaratan
Desa:
1. Kepala Desa
Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 tahun 2014
tentang Desa Pasal 26 diatur bahwa:
a. Kepala Desa mempunyai tugas dalam
menyelenggarakan pemerintahan desa,
melaksanakan pemberdayaan, pembinaan,
pembangunan terhadap desa yang dipimpin oleh
kepada desa dan perangkat desa.
b. Dalam melaksanakan tugas, Kepala Desa
memiliki wewenang sebagai pemimpin dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa, mengangkat
ataupun memberhentikan perangkat desa,

4
PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

pengusaan dalam pengelolaan keuangan dan


asset yang dimiliki desa tersebut, membuat
peraturan-peraturan desa, menetapkan
penganggaran pendapatan maupun belanja desa,
membina desa, menjaga ketertiban ketenteraman
dan keamanan masyarakat desa, serta
pembinaan perekonomian desa untuk
mengembangkan perekonomian desa dengan
tujuan kemakmuran masyarakat desa.
c. Mengusulkan juga menerima sebagian
pendapatan dari negara untuk meingkatkan
perekonomian masyarakat desa dengan tujuan
mensejahterakan masyarakat desa,
pengembangan sosial budaya adat istiadat dalam
masyarakat desa, pemanfaatan teknologi berdaya
guna, meningkatkan peran serta membangun
desa secara bersama-sama dengan masyarakat,
memdampingi desa pada pengadilan dan
menunjuk kuasa hukum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, dan melaksanakan
wewenang yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan
2. Perangkat Desa
Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, pelaksana
kewilayahan, dan pelaksana teknis. Perangkat desa
membantu tugas kepala desa dalam melaksanakan
tugas ataupun wewenangnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perangkat desa diangkat ataupun diberhentikan oleh
kepala desa sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Dan pada saat melaksanakan
tugas dan wewenangnya, perangkat desa
bertanggungjawab kepada kepala desa.

5
PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

3. Badan Permusyawaratan Desa


Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah mitra
kepala desa dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya. Keanggotaan BPD merupakan wakil
dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan
wilayah yang pengisiannya dilakukan secara
demokratis. Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan
jumlah paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak
9 (sembilan) orang, dengan memperhatikan aspek
kewilayahan, keterwakilan perempuan, jumlah
penduduk, dan kemampuan keuangan desa.
Sedangkan peresmiannya ditetapkan dengan
keputusan Bupati/Wali kota.
Masa kerja BPD sama dengan Kepala Desa, yaitu 6
tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali selama
3 (tiga) kali secara berturut-turut atau tidak berturut-
turut. Sedangkan tugas dan fungsi BPD adalah:
membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan
Desa bersama Kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat desa, dan
melakukan pengawasan kinerja kepala desa.
Kemudian untuk melaksanakan tugas dan fungsi
tersebut, BPD mempunyai hak untuk: 1) mengawasi
dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan
pemerintahan desa kepada pemerintah desa, 2)
menyatakan pendapat atas penyelenggaraan
pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan
desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan
pemberdayaan masyarakat desa, dan 3) mendapatkan
biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

6
PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

Perencanaan Pembangunan Desa

Perencanaan merupakan perancangan atau kerangka


sesuatu yang akan laksanakan ataupun dikerjakan. Pada
dasarnya, perencanaan sebagai strategi untuk mencapai
tujuan dengan memanfaatkan semua sumber daya yang
ada secara efektif dan efesien. Dengan demikian,
perencanaan dapat difahami sebagai reaksi ataupun atau
respon terhadap masa depan yang akan datang.
Selanjutnya, menurut Riyadi pembangunan merupakan
kegiatan suatu usaha untuk mendapatkan sebuah
perubahan, untuk tercapainya tingkat kesejahteraan dan
nilai tarap hidup masyarakat dan individu-individu
didalamnya yang berkehendak dan melaksanakan
pembangunan itu.(Theresia, 2015:2)
Aparatur pemerintah sebagai penguasa didalam
pengambilan sebuah keputusan yang berkaitan dengan
perencanaan, pembangunan dan kebijakan seyogyanya
senantiasa menerima aspirasi dari masyarakat baik
secara individu, kelompok dan keseluruhan masyarakat.
Dan memahami permasalahan yang sedang dihadapi
masyarakat.
Pembangunan desa mempunyai tujuan untuk
meningkatkan taraf kehidupan masyarakat (sejahtera),
meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan
mengurangi angka kemiskinan dalam memenuhi
kebutuhan dasar, pembangunan serta pengembangan
potensi ekonomi lokal yang dimiliki oleh desa dengan cara
memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungan dengan
cara berkelanjutan. Sehubungan dengan hal tersebut,
ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
menggunakan pendekatan yang sangat cocok atas
keberlangsungan tata kelola desa, seperti “Desa
membangun” dan “membangun Desa” yang disatukan
dalam perencanaan pembangunan desa. Sebagai

7
PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

konsekuensinya, desa memiliki hak untuk menyusun


sepenuhnya tentang perencanaan dan pembangunan
sesuai dengan wewenang yang sudah diatur dalam
peraturan dengan mengacu pada perencanaan
pembangunan Kabupaten/Kota. Dokumen rencana
pembangunan desa merupakan satu-satunya dokumen
perencanaan di desa dan sebagai dasar penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Pada Pasal 79 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
ditegaskan bahwa Pemerintah Desa menyusun
perencanaan pembangunan desa sesuai dengan
kewenangannya dengan mengacu kepada sebuah
perencanaan dan pembangunan Kabupaten dan kota.
Perencanaan pembangunan desa disusun secara
berjangka meliputi: Rencana pembangunan jangka
menengah desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun, dan
rencana pembangunan tahunan desa atau yang disebut
rencana kerja pemerintah desa yang merupakan
penjabaran dari rencana pembangunan jangka menengah
desa. Rencana pembangunan jangka menengah desa dan
rencana kerja pemerintahan desa merupakan satu-
satunya dokumen perencanaan di desa.

Tata Kelola Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang


tata kelola pemerintahan desa mencakup: Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(Dalam Pasal 18B Ayat 2 yang berbunyi: Negara mengakui
dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur
dalam undang-undang), Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah Nomor 43
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-

8
PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, dan


Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang
Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara.
Pemerintahan desa mempunyai peranan yang sangat
signifikan dalam pengelolaan suatu proses nilai-nilai
sosial pada masyarakat. Sedangkan yang paling utama
yang harus dilaksankan oleh pemerintahan desa yaitu:
kemampuan untuk menciptakan kehidupan yang
demoktratis, dan berupaya memenuhi standar pelayanan
sosial yang baik, sehingga masyarakat mendapatkan
kehidupan yang layak sebagai masyarakat yang harus
dijaga dan diperhatikan oleh negara menuju masyarakat
yang sejahtera, aman, tentram, dan berkeadilan.
Di dalam konteks nasional, pada sisi pembangunan
maupun dalam penyelenggaraan negara secara umum,
setidaknya terdapat 3 (tiga) pilar dalam tata kelola
pemerintahan yang baik, yaitu: penyelenggara atas negara
termasuk pemerintah, masyarakat, dan dunia. Dari ketiga
unsur tersebut, harus mampu bersinergi kepada
kerangka pembangunan tata pemerintahan yang baik
dalam lembaga penyelenggara negara, kegiatan
masyarakat, dan berbagai kegiatan dunia
usaha.(Abdullah, 2009:132).

Peran dan Fungsi Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Pemerintahan desa, pada Undang-undang Nomor 6 Tahun


2014 tentang Desa Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa
Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul
desa dan adat-istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan

9
PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

Republik Indonesia. Dengan demikian, dalam


penyelenggaraan pemerintahan desa terdapat 2 institusi
yang mengendalikannya, yaitu Pemerintah Desa dan
Badan Permusyawaratan Desa.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1 ayat
3 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pemerintah
Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah Kepala
Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan desa. Sedangkan perangkat desa terdiri
dari sekretariat desa, pelaksana kewilayahan, dan
pelaksana teknis, yang jumlanya disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi sosial budaya setempat. Dengan
kata lain, pemerintah desa adalah organisasi desa yang
terdiri atas:
1. unsur pimpinan, yaitu kepala desa;
2. unsur pembantu kepala desa, yang terdiri atas:
a. sekretariat desa, yaitu unsur staf atau pelayanan
yang diketuai oleh sekretaris desa; dan
b. unsur pelaksana teknis, yaitu unsur pembantu
kepala desa yang melaksanakan urusan teknis
dilapangan seperti urusan pengairan, keagamaan,
dan lain-lain
3. unsur kewilayahaan, yaitu pembantu kepala desa di
wilayah kerjanya seperti kepala dusun. Sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintahan desa, pemerintah
desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.
Karena itu, kalau dilihat dari segi fungsi maka
pemerintah desa memiliki fungsi:
a. menyelenggarakan urusan rumah tangga
kemasyarakatan;

10
PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

b. melaksanakan pembangunan dan pembinaan


kemasyarakatan;
c. melaksanakan pembinaan perekonomian desa;
d. melaksanakan pembinaan partisipasi; dan
e. swadaya gotong-royong masyarakat.
Upaya dalam mewujudkan implementasi
demokrasi pada penyelenggaraan pemerintahan
desa supaya memiliki kemampuan dalam
menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi
dalam pembangunan dan pelaksanaan
administrasi pemerintahan Desa, maka setiap
keputusan yang akan diambil harus berlandaskan
atas keputusan bersama seperti musyawarah
untuk mencapai kesepakatan bersama. Oleh
sebab itu, Badan Permusyawaratan Desa memiliki
tugas pokok dan fungsi dalam mengayomi adat
istiadat, mengarahkan pembuatan peraturan desa
bersama dengan Kepala Desa dan perangkatnya,
menampung juga menyalurkan keinginan
masyarakat, serta melakukan pengawasan dalam
pelaksanaan peraturan desa maupun peraturan
kepala desa, dan memiliki tugas dalam
pengusulan pengangkatan dan pemberhentian
Kepala Desa.
Rapat Badan Permusyawaratan Desa dipimpin
oleh pimpinan Badan Permusyawaratan Desa.
Rapat dinyatakan sah apabila kehadiran anggota
sekurang-kurangnya ½ (seperdua) dari jumlah
keseluruhan anggota Badan Permusyawaratan
Desa dengan keputusan yang akan ditetapkan
atas dasar suara terbanyak. Rapat Badan
Permusyawaratan Desa yang membahas maupun
akan memutuskan kebijakan yang bersifat
prinsipisil dan strategi untuk kepentingan

11
PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

masyarakat desa, seperti pengusulan


pemberhentian kepala desa, maka rapat
dinyatakan sah apabila kehadiran keanggotaan
Badan Permusyawaratan Desa sekurang-
kurangnya berjumlah 2/3 (dua per tiga) dari
jumlah keseluruhan anggota Badan
Permusyawaratan Desa, dan keputusan yang
ditetapkan berdasarkan persetujuan sekurang-
kurangnya ½ (seperdua) ditambah 1 (satu) dari
jumlah anggota yang hadir.

Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Konsep good governance sangat populer dengan


penguatan dasar nilai-nilai politik dan nilai-nilai
demokratisasi di Indonesia. Konsep good governance
dalam terminologi bahasa indonesia diartikan sebagai
“pemerintahan yang baik” dan sebagian menyebutnya
dengan “kepemerintahan yang baik”. Betapa pentingnya
pelaksanaan pemerintahan desa menggunakan tatanan
pemerintahan yang baik (good governance) dengan
memperbaiki dan peningkatan pelaksanaan manajemen
pemerintahan sehingga terjadinya kinerja yang lebih baik.
Dengan kata lainnya, mendorong terciptanya tata kelola
pemerintahan desa yang sangat baik. Desa memerlukan
pembangunan dengan konsep good governance yang
melibatkan keseluruhan elemen desa pada urusan publik,
perumusan kepentingan desa dan pelaksanaan
penyelenggaraan. Hal ini disebabkan karena
demokratisasi dalam proses pelaksanaan pemerintahan
desa bisa dibentuk melalui perluasan ruang gerak publik,
pengaktifan kelompok sosial masyarakat desa dan forum-
forum desa serta jaringan antar kelompok.

12
PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

Proses Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Proses penyelenggaraan pemerintahan desa pada


prinsip-prinsip good governance ada 9 prinsip atau
karakteristik good governance, yaitu: partisipasi
(participation), penerapan hukum (rule of law),
transparansi (transparancy), tanggung jawab
(responsiveness), orientasi (consensus otientation),
keadilan (equity), efektivitas (effectiveness and efficiency),
akuntabilitas (accountability), strategi visi (strategic
vision). Jika prinsip-prinsip tersebut dilaksanakan dengan
sepenuh hati dan bersunguh-sunguh tentunya
pelaksanan penyelenggaraan pemerintahan desa akan
berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut. Pada tata
hubungan desa dengan supra desa (Kabupaten atau
Provinsi), perlu memperkokoh sebuah proses delivery
lintermediary yang dapat mengantarkan kepentingan desa
pada domain politik supradesa secara partisipatif.

Kesimpulan

Prinsip penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan


ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
desa, dimana Pemerintah memberikan sebagian
kewenangan untuk menggali potensi desa dan sumber
dayanya. Pemberian kewenangan kepada pemerintah desa
seharusnya diimbangi dengan tata kelola pemerintahan
desa yang baik maupun ideal serta berkompeten dalam
penyelenggaran pemerintahan desa itu sendiri.
Kewenangan yang diberikan kepada desa dalam
melakukan pembangunan dan pemanfaatan anggaran
dana desa sangat rawan disalahgunakan sehingga perlu
adanya konsep penyelenggaraan pemerintahan desa yang
baik. Keberlangsungan pemerintahan desa sangat
berpengaruh dan membawa dampak cukup besar dalam
jalannya pembangunan desa serta pelayanan kepada
masyarakat desa.
13
PRINSIP PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA

Daftar Pustaka

Abdullah, H. (2009). Geliat Pembangunan Kota Pekanbaru


Menuju Kota Terkemuka di Indonesia. Jakarta:
Rmbook.
Suharto, D. G. (2016). Membangun Kemandirian Desa:
Perbandingan UU No. 5/1979, UU No. 22/1999, dan
UU No. 32/2004 Serta Perspektip UU No. 6/2014,.
Jakarta: Pustaka Pelajar.
Theresia, A. (2015). Pembangunan Berbasis Masyarakat:
Acuan Bagi Praktisi, Akademis, dan Pemerhati
Pengembangan Masyarakat. Bandung: Alfabeta.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Profil Penulis
Hasan Basri
Adalah penulis dari buku ini. Lahir dari orang tua
H. Husin seorang petani kopi dari kampung Arul
Pertik Rusip Antara Aceh Tengah dan Hj. Samdiah
sebagai anak ke- empat dari 4 bersaudara. Penulis
Lahir di Desa Rusip Kecamatan Rusip Antara
Kabupaten Aceh Tengah pada tanggal 15 Juli 1985
Penulis menempuh pendidikan SD, SLTP dan SLTA di Aceh
Tengah. Setelah meluluskan sekolah tingkat dasar sampai
dengan sekolah menengah atas, Penulis melanjutkan kejenjang
perguruan tinggi di pulau Jawa dan memproleh Sarjana (SI)
Ilmu Politik dari Universitas Diponegoro Semarang, dan penulis
melanjutkan Magister (S2) Ilmu Politik di Universitas yang sama
lulus tahun 2014.
Aktif menulis Artikel tentang Politik Lokal, Partai Politik Lokal,
Politik pemerintah Daerah dan Pilkada. Artikel Ilmiahnya
dipublikasi dalam jurnal skala nasional. Selain aktif menulis
juga sebagai pengajar Politik Lokal partai dan pemilu dan Ilmu
Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Gajah Putih Aceh sampai sekarang.
Email Penulis: hasanbasri@ugp.ac.id. hasangayo15@gmail.com

14
2
PENATAAN STATUS DESA

Nanda Zunafriesma, S.Sos., M.Si


Universitas Gajah Putih

Pendahuluan

Dalam dekade ini pertumbuhan penduduk Indonesia


berjumlah 272.628.692 jiwa pada tahun 2021 yang
tersebar pada 34 Provinsi
(https://dukcapil.kemendagri.go.id/berita/baca/809/dis
tribusi-penduduk-indonesia-per-juni-2021-jabar-
terbanyak-kaltara-paling-sedikit, diakses 26 Desember
2021). Pertumbuhan penduduk dan penyebarannya
memberi pemahaman bahwa penataan status desa sangat
diperlukan dikarenakan banyakanya jumlah penduduk
yang tidak sebanding dengan jumlah pegawai pemerintah.
Penataan status desa didasari oleh Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 memberikan pengertian mengenai
desa atau sebutan lain sebagai kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara
Republik Indonesia.
Desa adalah satu kesatuan persatuan masyarakat yang
memiliki batas hukum otonomi yang bersifat pengakuan,

15
PENATAAN STATUS DESA

dengan kata lain bahwa hukum otonomi desa bukan


pemberian dari pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah. Sedangkan kelurahan merupakan satu kesatuan
perangkat daerah kabupaten/kota, dengan kata lain
kelurahan menjadi bagian perangkat daerah dalam
pelaksanaan otonomi di daerah kabupaten/kota.
Secara administratif, desa adalah pembagian wilayah
administratif yang berada di bawah kecamatan dan
dipimpin oleh kepala desa. Sebuah desa secara
administratif terdiri dari beberapa kampung, dusun,
banjar, serta jorong. Dalam bahasa Inggris, “desa” disebut
village (Rahayu, 2018: 178). Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) desa merupakan nomina (kata
benda). Lebih rinci yang dimaksud dengan nomina dari
desa (Poerwadarminta, 2004: 68) adalah:
1. sekelompok rumah di luar kota yang merupakan
kesatuan, kampung, dusun;
2. udik atau dusun (dalam arti daerah pedalaman
sebagai lawan kota); dan
3. Tempat, tanah, daerah.
Dalam perkembangannya banyak para ahli dalam
memberikan pengertian desa. Beberapa pakar dalam desa
tersebut memberikan pengertian tentang desa, adapun
pengertiannya sebagai berikut (Rahayu, 2018: 179):
1. Menurut R. Bintarto, desa adalah perwujudan atau
kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik, serta
kultural yang terdapat di suatu daerah dalam
hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik
dengan daerah lain.
2. Menurut Rifhi Siddiq, desa adalah suatu wilayah yang
mempunyai tingkat kepadatan rendah yang dihuni
oleh penduduk dengan interaksi sosial yang bersifat
homogen, bermata pencaharian di bidang agraris

16
PENATAAN STATUS DESA

serta mampu berinteraksi dengan wilayah lain di


sekitarnya.
3. Menurut Paul H. Landis, desa adalah suatu wilayah
yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa, dengan
ciri-ciri antara lain memiliki pergaulan hidup yang
saling mengenal satu sama lain (kekeluargaan), ada
pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan
terhadap kebiasaan, serta cara berusaha bersifat
agraris dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
alam, seperti iklim, keadaan alam, dan kekayaan
alam.
4. Menurut Sutardjo Kartohadikusumo, desa dalah
suatu kesatuan hukum dan didalamnya bertempat
tinggal sekelompok masyarakat yang berkuasa
menadakan pemerintahan sendiri.
Berdasarakan pengertian para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa desa adalah persatuan kesatuan
masyarakat yang berlandaskan hukum bersifat homogen
dalam bermasyarakat dalam sosial budaya masing-
masing yang kedudukannya dibawah koordinasi dari
Kepala daerah melalui camat setempat.

Pembentukan Desa

Pembentukan desa sangat penting untuk kemajuan desa


mengingat perkembangan desa sangat pesat dalam
pertumbuhan penduduk dan juga daerah teritorialnya.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang desa, maka secara ringkas mekanisme
pembentukan desa diuraikan sebagai berikut:
1. adanya prakarsa dari Pemerintah dan pemerintah
kabupaten/kota untuk membentuk desa dengan
memperhatikan prakarsa masyarakat, hak asal-usul,
adat istiadat, dan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat.

17
PENATAAN STATUS DESA

2. melakukan sosialisai rencana pembentukan desa


kepada pemerintah desa induk dan masyarakat yang
bersangkutan.
3. rencana pemekaran desa dibahas oleh Badan
Permusyawaran Desa induk dalam musyawarah desa
untuk mendapatkan kesepakatan.
4. Bupati/Wali Kota setelah menerima hasil
kesepakatan musyawarah desa membentuk tim
pembentuk desa persiapan.
5. Tim pembentuk desa persiapan melakukan verifikasi
persyaratan pembentukan desa dan hasilnya
dituangkan dalam bentuk rekomendasi yang
menyatakan layak tidaknya dibentuk desa persiapan.
6. apabila desa persiapan dinyatakan layak, Bupati/Wali
Kota menetapkan peraturan tentang pembentukan
desa persiapan.
7. Gubernur menindaklanjuti peraturan Bupati/Wali
Kota dengan menerbitkan surat yang memuat kode
register desa persiapan, kode register ini menjadi
dasar bagi bupati/Wali Kota untuk mengangkat
pejabat kepala desa persiapan.
8. Pejabat kepala desa persiapan melaporkan hasil
perkembangan pelaksanaan desa persiapan kepada
desa induk dan bupati melalui camat secara berkala
6 (enam) bulan sekali.
9. laporan pejabat kepala desa menjadi pertimbangan
untuk kajian dan verifikasi mengenai layak-tidaknya
desa persiapan menjadi desa.
10. bila hasil verifikasi menujukan desa persiapan layak
menjadi desa, maka Bupati menyusun rancangan
Peraturan daerah tentang pembentukan desa
persiapan menjadi desa.

18
PENATAAN STATUS DESA

11. Desa persiapan ditingkatkan statusnya menjadi desa


dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak
ditetapkan sebagai desa persiapan.
12. Rancangan Peraturan daerah dibahas Bupati
bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, bila hasil pembahasan disetujui bersama,
maka Bupati menyampaikan rancangan Peraturan
daerah pembentukan desa ke Gurbenur untuk
dievaluasi.
13. Gubernur mengevaluasi rancangan Peraturan daerah
berdasarkan urgensi, kepentingan nasional,
kepentingan daerah, kepentingan masyarakat desa,
dan/atau peraturan perundang-undangan.
14. Gubernur menyatakan persetujuan atau penolakan
terhadap rancangan Peraturan daerah paling lama 20
(dua puluh) hari setelah menerima rancangan
Peraturan daerah dari Bupati.
15. Dalam hal Gubernur memberikan persetujuan atas
rancangan Peraturan daerah pembentukan desa
tersebut, selanjutnya Pemerintah daerah melakukan
penyempurnaan dan penetapkan rancangan
Peraturan daerah pembentukan desa menjadi
Peraturan daerah dalam jangka waktu paling lama 20
(dua puluh) hari.
16. dalam hal Gubernur tidak menolak dan tidak
menyetujui terhadap rancangan Peraturan daerah
tersebut, maka Bupati dapat mengesahkan rancangan
Peraturan daerah tersebut menjadi Peraturan daerah
pembentukan desa.

19
PENATAAN STATUS DESA

Penghapusan Desa

Dalam perkembangannya desa banyak mengalami


kemajuan, perkembangan dan juga kemunduran.
Penghapusan desa telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, serta diperkuat
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2017
Tentang Penataan Desa yang aturan pelaksanaan dari
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa telah diatur mekanisme penghapusan desa sebagai
berikut:
Dalam pasal 14 berbunyi:
“Pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan/atau
perubahan status Desa menjadi kelurahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 11
atau kelurahan menjadi Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ditetapkan dalam Peraturan Daerah.”
Dalam Pasal 15 berbunyi:
1) Rancangan Peraturan Daerah tentang pembentukan,
penghapusan, penggabungan, dan/atau perubahan
status Desa menjadi kelurahan atau kelurahan
menjadi Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
yang telah mendapatkan persetujuan bersama
Bupati/ Walikota dengan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah diajukan kepada Gubernur.
2) Gubernur melakukan evaluasi Rancangan Peraturan
Daerah tentang pembentukan, penghapusan,
penggabungan, dan/atau perubahan status Desa
menjadi kelurahan atau kelurahan menjadi Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
urgensi, kepentingan nasional, kepentingan daerah,
kepentingan masyarakat Desa, dan/atau peraturan
perundang-undangan.

20
PENATAAN STATUS DESA

Dalam Pasal 16 berbunyi:


1) Gubernur menyatakan persetujuan terhadap
Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15 paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah menerima Rancangan Peraturan Daerah.
2) Dalam hal Gubernur memberikan persetujuan atas
Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
melakukan penyempurnaan dan penetapan menjadi
Peraturan Daerah paling lama 20 (dua puluh) hari.
3) Dalam hal Gubernur menolak memberikan
persetujuan terhadap Rancangan Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Rancangan
Peraturan Daerah tersebut tidak dapat disahkan dan
tidak dapat diajukan kembali dalam waktu 5 (lima)
tahun setelah penolakan oleh Gubernur.
4) Dalam hal Gubernur tidak memberikan persetujuan
atau tidak memberikan penolakan terhadap
Rancangan Peraturan Daerah yang dimaksud dalam
Pasal 15 dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Bupati/Walikota dapat mengesahkan
Rancangan Peraturan Daerah tersebut serta
sekretaris daerah mengundangkannya dalam
Lembaran Daerah.
5) Dalam hal Bupati/Walikota tidak menetapkan
Rancangan Peraturan Daerah yang telah disetujui
oleh Gubernur, Rancangan Peraturan Daerah
tersebut dalam jangka waktu 20 (dua puluh) hari
setelah tanggal persetujuan Gubernur dinyatakan
berlaku dengan sendirinya.

21
PENATAAN STATUS DESA

Dalam pasal 17 berbunyi:


1) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang
pembentukan, penghapusan, penggabungan, dan
perubahan status Desa menjadi kelurahan atau
kelurahan menjadi Desa diundangkan setelah
mendapat nomor registrasi dari Gubernur dan kode
Desa dari Menteri.
2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai lampiran peta batas
wilayah Desa.
Mekanisme penghapusan desa dalam Undang-Undang
Desa kemudian diakhiri dengan Pasal 54 ayat (1) dan ayat
(2) yang menjelaskan bahwa musyawarah desa dilakukan
untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis yang
didalamnya termasuk penataan desa. Kemudian dalam
penjelasannya dinyatakan bahwa dalam hal penataan
desa, musyawarah desa hanya memberikan pertimbangan
dan masukan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
Disisi lain, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1
Tahun 2017 tentang Penataan desa yang merupakan
ketentuan lebih lanjut dari penataan desa yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa memberikan ketentutan tentang pengaturan
penghapusan desa yakni:
Dalam pasal 42 yang berbunyi:
1) Penghapusan Desa dilakukan dalam hal terdapat
kepentingan program nasional yang strategis atau
karena bencana alam.
2) Penghapusan desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menjadi wewenang Pemerintah Pusat.

22
PENATAAN STATUS DESA

Dalam pasal 43 yang berbunyi:


1) Kementerian/Lembaga pemerintah nonkementerian,
Pemerintah Daerah, Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota mengusulkan penghapusan Desa
kepada Menteri.
2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1), Menteri bersama-sama
dengan menteri/pimpinan lembaga pemerintah
nonkementerian pemrakarsa, Pemerintah Daerah
Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
melakukan pembahasan untuk penghapusan Desa.
3) Dalam hal hasil pembahasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) telah disepakati. Menteri menerbitkan
Keputusan Menteri tentang persetujuan penghapusan
Desa dan penghapusan kode desa untuk selanjutnya
disampaikan kepada Bupati/Wali Kota.
Dalam pasal 44 yang berbunyi:
1) Berdasarkan Keputusan Menteri tentang persetujuan
Penghapusan Desa dan penghapusan kode desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3),
Bupati/Walikota menyusun Rancangan Perda
Kabupaten/Kota tentang Penghapusan Desa.
2) Rancangan Perda Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disetujui
bersama antara Bupati/Wali Kota dengan DPRD
Kabupaten/Kota.
3) Dalam hal Rancangan Perda sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) telah disetujui bersama oleh Bupati/Wali
Kota dan DPRD Kabupaten/Kota, Bupati/Wali Kota
mengajukan Rancangan Perda Kabupaten/Kota
kepada Gubernur untuk dievaluasi.

23
PENATAAN STATUS DESA

Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan

Perkembangan setelah desa menjadi kelurahan memiliki


syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagaimana yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Adapun persyaratan
perubahan desa menjadi keluarahan adalah sebagai
berikut:
1. luas wilayah tidak berubah.
2. jumlah penduduk paling sedikit 8.000 (delapan ribu)
jiwa atau 1.600 (seribu enam ratus) kepala keluarga
untuk wilayah Jawa dan Bali serta paling sedikit
5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000 (seribu) kepala
keluarga untuk di luar wilayah Jawa dan Bali.
3. tersedianya sarana dan prasarana pemerintahan bagi
terselenggaranya pemerintahan kelurahan.
4. adanya potensi ekonomi berupa jenis, jumlah usaha
jasa dan produksi, serta keanekaragaman mata
pencaharian.
5. kondisi sosial budaya masyarakat berupa
keanekaragaman status penduduk dan perubahan
dari masyarakat agraris ke masyarakat industri dan
jasa.
6. meningkatnya kuantitas dan kualitas pelayanan.
Berbagai persyaratan di atas merupakan hal yang harus
dipenuhi sesuai dengan regulasinya. Setelah memenuhi
persyaratan maka terdapat mekanisme yang harus
dilaksanakan. Adapun mekanisme pelaksanaan usulan
perubahan status desa menjadi kelurahan adalah sebagai
berikut:

24
PENATAAN STATUS DESA

1. perubahan status desa menjadi kelurahan dilakukan


berdasarkan prakarsa Pemerintah desa bersama
Badan Permusyawaratan Desa dengan
memperhatikan saran dan pendapat masyarakat desa
setempat.
2. prakarsa sebagaimana dimaksud dibahas dan
disepakati dalam musyawarah desa.
3. Kesepakatan hasil musyawarah desa dituangkan ke
dalam bentuk keputusan.
4. Keputusan hasil musyawarah disampaikan oleh
Kepala desa kepada Bupati/Wali Kota sebagai usulan
perubahan status desa menjadi kelurahan.
5. Bupati/Wali Kota membentuk Tim untuk melakukan
kajian dan verifikasi usulan Kepala desa.
6. Hasil kajian dan verifikasi menjadi masukan bagi
Bupati/Wali Kota untuk menyetujui atau tidak
menyetujui usulan perubahan status desa menjadi
kelurahan.
7. Dalam hal Bupati/Wali Kota menyetujui usulan
perubahan status desa menjadi kelurahan,
Bupati/Wali Kota menyampaikan rancangan
Peraturan daerah kabupaten/kota mengenai
perubahan status desa menjadi kelurahan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota
untuk dibahas dan disetujui bersama.
8. pembahasan dan penetapan rancangan Peraturan
daerah kabupaten/kota mengenai perubahan status
desa menjadi kelurahan dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
Adapun alur tahapan usulan perubahan status desa
menjadi kelurahan dapat digambarkan sebagai berikut:

25
PENATAAN STATUS DESA

Gambar 2.1.
Alur Tahapan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan
Sumber: diolah berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014, 2021

Di dalam kerangka pemikiran telah disebutkan bahwa


sebuah implementasi adalah suatu permainan tawar-
menawar, persuasi, dan manuver di dalam kondisi
ketidakpastian oleh orang-orang dan kelompok-kelompok
guna memaksimalkan kekuasaan dan pengaruh mereka.
Hal ini terjadi karena kontrol rasional organisasi tidak
dapat berjalan dengan sendirinya pada policy yang
dijalankan oleh berbagai aktor dan institusi, atau dengan
kata lain, proses implementasi itu sudah dengan
sendirinya berpotensi memunculkan konflik kepentingan
dan kekuasaan di antara para aktor pelaksananya. Pada
perubahan status desa menjadi kelurahan, terdapat
konflik kepentingan pada tahap implementasi mengingat
kepala desa sebagai pengusul (atau lebih tepatnya
membahas usulan masyarakat) posisinya akan terancam
karana apabila terjadi perubahan, dia akan diganti. Posisi
ini akan berimplikasi paling tidak terhadap 2 (hal), yaitu:
penolakan atau kesepakatan dengan tawar menawar
terhadap kompensasi yang akan diperoleh.

26
PENATAAN STATUS DESA

Daftar Pustaka
Rahayu, Ani Sri. 2018. Pengantar Pemerintahan Desa.
Malang: Sinar Grafika
Poerwadarminta, W.J.S. 2004. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2017
Tentang Penataan Desa
https://dukcapil.kemendagri.go.id/berita/baca/809/dist
ribusi-penduduk-indonesia-per-juni-2021-jabar-
terbanyak-kaltara-paling-sedikit, diakses 26
Desember 2021

Profil Penulis
Nanda Zunafriesma
Lahir di Takengon, Kabupaten Aceh Tengah pada
tahun 1993 dan Dosen tetap Yayasan Universitas
Gajah Putih dengan unit kerja pada Program Studi
Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP) Universitas Gajah Putih.
Ia mendapat gelar sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Gajah Putih Takengon pada tahun 2015
dengan jurusan Ilmu Administrasi Negara. Menyelesaikan
program Master tahun 2019 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Negeri Diponegoro Jawa Tengah pada
Program Studi Ilmu Administrasi Publik. Penulis juga pernah
bekerja sebagai Tenaga Perbantuan bagian Persandian dan
Statistik di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Aceh
Tengah pada tahun 2019. Penulis menyukai mempelajari
tentang implementasi dan evaluasi kebijakan Publik.
Email Penulis: nandazunafriesma@gmail.com

27
28
3
KEWENANGAN DESA

Hajar Ashwad, S.Sos., M.SP.


Universitas Gajah Putih

Pendahuluan

Secara historis Desa merupakan cikal bakal


terbentuknya masyarakat politik dalam koridor Negara
Kesatuan Republik Indonesia dari sisi
kepemerintahannya, bahkan jauh sebelum negara
bangsa ini terbentuk, struktur jenis desa, masyarakat
adat dan sebagainya telah menjadi institusi sosial
dalam bingkai kearifan lokal. Salah satu realitas nyata
yang dapat dilihat secara langsung adalah bahwa sebagai
organisasi pemerintahan yang paling kecil, paling depan,
dan paling dekat dengan masyarakat. Desa berhubungan
secara langsung dan menyatu dengan kehidupan sosial,
budaya, dan ekonomi masyarakat sehari-sehari.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa, ditentukan bahwa Desa adalah
desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

29
KEWENANGAN DESA

Tujuan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6


Tahun 2014 tentang Desa adalah dengan harapan
menggabungkan konstruksi yaitu fungsi self goverment
community dengan local self goverment, diharapkan
kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini
m e r u p a k a n bagian dari wilayah Desa, ditata
sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat. Desa dan
Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir
sama. Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam
pelaksanaan hak asal-usul, terutama menyangkut
pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan
pengurusan wilayah adat, sidang perdamaian adat,
pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi
masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan
pemerintahan berdasarkan susunan asli.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa memberikan gairah baru bagi
masyarakat yang selama ini kadang kala menjadi
penonton dalam pembangunan di daerah. Masyarakat
diberikan kewenangan pengakuan terhadap hak asal
usul (rekognisi), penetapan kewenangan berskala
lokal dan pengambilan keputusan secara lokal
untuk kepentingan masyarakat Desa (subsidiaritas),
keberagaman, kebersamaan, kegotongroyongan,
kekeluargaan, musyawarah, demokrasi, kemandirian,
partisipasi, kesetaraan, pemberdayaan, dan
keberlanjutan. Tujuan ditetapkannya Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah dengan
harapan menggabungkan konstruksi yaitu fungsi self
goverment community dengan local self goverment,
diharapkan kesatuan masyarakat hukum adat yang
selama ini merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata
sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat. Desa dan
Desa Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir
sama. Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam

30
KEWENANGAN DESA

pelaksanaan hak asal-usul, terutama menyangkut


pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan
pengurusan wilayah adat, sidang perdamaian adat,
pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban bagi
masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan
pemerintahan berdasarkan susunan asli.

Konsep Kewenangan

Menurut Marbun (1997) secara konseptual istilah


wewenang atau kewenangan sering disejajarkan dengan
istilah Belanda “bevoegdheid” (yang berarti wewenang
atau berkuasa). Wewenang merupakan bagian yang
sangat penting dalam hukum tata pemerintahan, karena
pemerintahan baru dapat menjalankan fungsinya atas
dasar wewenang yang diperolehnya. Keabsahan tindakan
pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Perihal
kewenangan dapat dilihat dari konstitusi negara yang
memberikan legitimasi kepada badan publik dan lembaga
negara dalam menjalankan fungsinya. Wewenang adalah
kemampuan bertindak yang diberikan oleh undang-
undang yang berlaku untuk melakukan hubungan dan
perbuatan hukum. Dalam menjalankan kewenangan,
asas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang
dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan
pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum.
Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan pemerintahan
dan kenegaraan.
Kewenangan tidaklah sama dengan kekuasaan, karena
kekuasaan hanyalah menggambarkan hak untuk berbuat
dan atau tidak berbuat, sedangkan wewenangan
mengandung hak dan juga kewajiban. Kewajiban dari
suatu kewenangan, ada kewenangan secara horizontal
dan kewenangan secara vertikal. Kewenangan secara
horizontal berarti kekuasaan tersebut digunakan untuk

31
KEWENANGAN DESA

menyelenggarakan pemerintah sebagaimana mestinya,


sedangkan kewenangan secara vertikal berarti kekuasaan
tersebut adalah untuk menjalankan pemerintahan dalam
suatu tertib ikatan pemerintahan negara secara
keseluruhan. Kekuasaan secara umum bisa diberi
batasan sebagai kemampuan yang terdapat dalam diri
manusia atau sekelompok manusia, yang dapat
mempengaruhi tingkah laku orang atau sekelompok lain
dalam interaksinya. Adapun hasil interaksi yang
dilakukan secara aktif tersebut, diharapkan dapat
menimbulkan hasil yang sesuai dengan tujuan dan
keinginan yang terdapat pada orang atau kelompok orang
yang berkuasa.
Berdasarkan definisi kewenangan di atas, penulis
berpendapat bahwa kewenangan merupakan suatu hak
yang diberikan secara konstitusi kepada seseorang
pejabat yang mewakili institusi bertugas dan beritindak
menjalankan kewenangannya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang
penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan
pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan
desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat
desa. Kewenangan Desa meliputi:
1. kewenangan berdasarkan hak asal usul;
2. kewenangan lokal berskala desa;
3. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota; dan
4. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan.

32
KEWENANGAN DESA

Pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan


pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
Desa mempunyai kewajiban untuk:
1. melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta
kerukunan masyarakat desa dalam rangka
kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
2. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
desa;
3. mengembangkan kehidupan demokrasi;
4. mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa;
dan
5. memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat desa.
Dalam hal penyelenggaraan pemerintahan desa, Kepala
desa memiliki kewenangan salah satunya memimpin
penyelenggaraan pemerintahan desa. Sesuai dengan Pasal
24 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 bahwa
penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan asas:
kepastian hukum, tertib penyelenggaraan pemerintahan,
tertib kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas,
profesionalitas, akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi,
kearifan local, keberagaman, dan partisipatif.
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114
Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa
disebutkan bahwa perencanaan pembangunan desa
adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan
oleh Pemerintah desa dengan melibatkan Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara
partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber
daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
desa.

33
KEWENANGAN DESA

Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23


Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
mendefinisikan bahwa:
“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut
dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
Pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.
Sedangkan pengertian Desa di dalam Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undanag Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
sebagai berikut:
“Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia
Adapun yang dinamakan desa ialah suatu kesatuan
masyarakat hukum, di mana bertempat tinggal suatu
masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan
sendiri. Sejatinya desa adalah ‘negara kecil’ atau apa yang
dimaksud Ter Haar sebagai doorps republiek, karena
sebagai masyarakat hukum desa memiliki semua
perangkat suatu negara yang meliputi teritori, warga,
aturan atau hukum (rules atau laws), dan pemerintahan.
Dengan ungkapan lain, pemerintahan desa memiliki alat
(polisi dan pengadilan desa) dengan mekanisme
(aturan/hukum) untuk menjalankan “hak menggunakan
kekerasan” (ceorcion) di dalam teritori atau wilayah

34
KEWENANGAN DESA

(domain) hukumnya. Wilayah keberlakuan (domain)


hukum suatau masyarakat hukum dapat berupa suatu
teritori tetap, artinya berlaku bagi setiap orang yang
berada di wilayah itu dan/atau bagi setiap warga
masyarakat itu, dimana pun ia berada.

Kewenangan Desa

Sebelum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang


Desa ditetapkan, sejak Indonesia merdeka, telah
ditetapkan pula beberapa Undang-Undang yang secara
ekslusif maupun mandiri mengatur tentang desa.
Undang-undang itu antara lain: Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19
tahun 1965 tentang Desa Praja, Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di
Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir (hingga
sebelum 15 Januari 2014) adalah Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sepanjang
menyangkut Desa mulai dari Pasal 200 s/d Pasal 216.
Adapun kewengan desa diuraikan sebagai berikut:
1. Kewenangan Desa Berdasarkan Hak Asal Usul
meliputi:
a. sistem organisasi perangkat Desa;
b. sistem organisasi masyarakat adat;
c. pembinaan kelembagaan masyarakat;
d. pembinaan lembaga dan hukum adat;
e. pengelolaan tanah kas Desa;

35
KEWENANGAN DESA

f. pengelolaan tanah Desa atau tanah hak milik


Desa yang menggunakan sebutan setempat;
g. pengelolaan tanah bengkok;
h. pengelolaan tanah pecatu;
i. pengelolaan tanah titisara; dan
j. pengembangan peran masyarakat Desa.
2. Kewenangan berdasarkan hak asal usul Desa adat
meliputi:
a. penataan sistem organisasi dan kelembagaan
masyarakat adat;
b. pranata hukum adat;
c. pemilikan hak tradisional;
d. pengelolaan tanah kas Desa adat;
e. pengelolaan tanah ulayat;
f. kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa
adat;
g. pengisian jabatan kepala Desa adat dan perangkat
Desa adat; dan
h. masa jabatan kepala Desa adat.
Sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, Desa
telah memiliki lembaga yang mapan dan berkearifan
lokal masyarakat Desa yang bersangkutan.
Berdasarkan pendapat Ter Haar, masyarakat hukum
adat mempunyai 3 (tiga) komponen yaitu:
sekumpulan orang yang teratur, mempunyai lembaga
yang bersifat ajeg dan tetap, dan memiliki kekuasaan
dan kewenangan untuk mengurus harta benda.
Komponen yang pertama yaitu bahwa desa
merupakan sekumpulan orang yang teratur, berarti
di desa tinggal orang-orang yang membentuk sistem

36
KEWENANGAN DESA

kemasyarakatan yang teratur. Sistem


kemasyarakatan yang teratur menunjuk pada adanya
pola tata tindak sekumpul orang tersebut
berdasarkan peran, status, dan fungsi masing-
masing yang mengacu pada nilai dan norma yangd di
sepakati bersama. Konkretnya, di desa tidak hanya
ada orang-orang yang tinggal bersama saja,
melainkan orang-orang yang tinggal di desa mengatur
diri dari cara memposisikan diri dalam status,
perandan fungsi tertentu dalam rangka untuk
memenuhi hidupnya.
Selanjutnya, lembaga yang bersifat tetap dan ajeg,
artinya bahwa masyarakat desa mempunyai lembaga
sosial yang mapan. Lembaga berasal dari kebiasaan,
tata kelakuan, dan adat istiadat. Lembaga ini menjadi
pola perilaku masyarakat yang fungsional dalam
rangka memenuhi kehidupannya. Masyarakat desa
sebagai kesatuan masyarakat hukum adat
mempunyai lembaga-lembaga sosial yang melekat
dalam dirinya. Pola perilaku yang berjalan begitu
adanya, berjalan dengan sendirinya, tanpa ada yang
mengatur dan memaksa, dan jika tidak dilakukan
akan mengganggu keteraturan masyarakat.
Dalam hal memenuhi kebutuhan di bidang
pemerintahan, masyarakat desa mempunyai lembaga
pemerintah yang berbentuk organisasi pemerintah
desa. Dalam hal untuk memenuhi kebutuhannya di
bidang ekonomi, masyarakat desa mempunyai
lembaga ekonomi berupa sistem kepemilikan tanah
dan yang berbentuk organisasi: kelompok tani dan
KUD. Dalam hal memenuhi kebutuhannya dalam
partisipasi politik masyarakat desa mempunyai
lembaga yang disebut kumpulan desa, kerapat adat
Nagari, dan nama lain. Dalam hal ini memenuhi
kebutuhannya di bidang sosial-budaya, masyarakat

37
KEWENANGAN DESA

desa mempunyai lembaga arisan kerja, gotong


royong, jamaah pengajian, kumpulan pencak silat,
kumpulan seni tradisional dan yang lainnya. Semua
lembaga tersebut begitu teratur mapan dan
fungsional dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat desa yang bersangkutan.
Kemudian, Desa mempunyai kewenangan mengurus
harta benda, berarti desa mempunyai harta benda
sendiri yang diatur dan diurus oleh masyarakat desa
sendiri. Harta benda milik desa tersebut tidak diatur
dan ditentukan oleh Pemerintah atasnya
(Kabupaten/Kota, Provinsi, atau Pusat). Di Jawa
Tengah dan Jawa Timur hampir semua desa
mempunyai harta benda berupa tanah benda dan
tanah bengkok. Tanah benda desa adalah tanah
komunal milik masyarakat desa yang diperuntukkan
untuk membiayai pembangunan dan pemeliharaan
desa. Sedangkan tanah Bangkok adalah tanah
komunal milik masyarakat desa yang diperuntukkan
sebagai honor/gaji pada pengurus desa selama
menjabat. Beberapa desa ada yang mempunyai tanah
gembalan, kolam ikan, alun-alun, dan lapangan.
Disamping memiliki tanah ada juga desa yang
mempunyai pasar desa, tempat wisata, tempat
pemandian, dermaga, pelabuahan, dan tempat
penyebrangan. Semua harta dan benda yang di miliki
tersebut pengaturannya (pembuatan kebijakan) dan
pengurusannya (pelaksanaannya) dibuat sendiri oleh
masyarakat desa yang bersangkutan. Dengan
demikian maka yang dimaksud dengan kewenangan
yang sudah ada berdasarkan asal usulnya adalah
kewenangan yang mengacu pada pengertian desa
sebagai kesatuan masyarakat hukum adat tersebut.
Untuk dapat mendefinisikan kewenangan
berdasarkan hak asal usul maka diperlukan 3 (tiga)
langkah yaitu: melihat lembaga apa saja yang
38
KEWENANGAN DESA

fungsional dalam mengatur kehidupan masyarakat


desa, kemudian mengiventarisir harta benda yang di
milikinya, dan terakhir menghubungkan antara
lembaga yang di kembangkan masyarakat desa yang
bersangkutan dengan tata cara pengaturan dan
pengurusan harta benda yang di miliki.
3. Kewenangan lokal berskala Desa meliputi:
a. kewenangan yang mengutamakan kegiatan
pelayanan dan pemberdayaan masyarakat;
b. kewenangan yang mempunyai lingkup
pengaturan dan kegiatan hanya di dalam wilayah
dan masyarakat desa yang mempunyai dampak
internal desa;
b. kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan
dan kepentingan sehari-hari masyarakat desa;
c. kegiatan yang telah dijalankan oleh desa atas
dasar prakarsa desa;
d. program kegiatan Pemerintah, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dan
pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola
oleh desa; dan
e. kewenangan lokal berskala desa yang telah diatur
dalam peraturan perundang-undangan tentang
pembagian kewenangan Pemerintah, pemerintah
provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
Kewenangan lokal desa tidak bersifat absolut.
Penjelasan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa menegaskan bahwa kewenangan lokal
berskala desa adalah kewenangan untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat desa yang
telah dijalankan oleh desa atau yang muncul karena
perkembangan desa dan prakarsa masyarakat desa.
Kewenangan tersebut antara lain: tambatan perahu,

39
KEWENANGAN DESA

pasar desa, tempat pemandian umum, saluran


irigasi, sanitasi lingkungan, pos pelayanan terpadu,
sanggar seni dan belajar, serta perpustakaan desa,
embung desa dan jalan desa. Berbagai jenis
kewenangan lokal ini merupakan contoh konkret.
Namun kewenangan lokal tidak hanya terbatas hanya
itu melainkan sangat terbuka dan bisa berkembang
lebih banyak sesuai dengan konteks lokal dan
prakarsa masyarakat.
Dalam Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 44 Tahun 2016
Pasal 1 ayat (4) bahwa yang dimaksud kewenangan
lokal berskala desa adalah kewenangan untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
desa yang telah dijalankan oleh desa atau mampu
dan efektif dijalankan oleh desa atau yang muncul
karena perkembangan desadanprakasamasyarakat
desa. Ada sejumlah prinsip dasar mengatur dan
mengurus kewenangan local. Pertama, mengeluarkan
dan menjalankan aturan main (peraturan) tentang
apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh
dilakukan sehingga mengikat kepada pihak-pihak
yang berkepentingan. Misalnya desa menetapkan
besaran jasa pelayanan air minum yang dikelola BUM
Desa air bersih atau desa menetapkan larangan truk
besar masuk ke jalan kampung. Kedua, Desa
bertanggungjawab merencanakan, menganggarkan
dan menjalankan kegiatan pembangunan dan
pelayanan, serta menyelesaikan masalah yang
muncul. Misalnya karena posyandu merupakan
kewenangan lokal, maka desa bertangungjawab
melembagakan Posyandu ke dalam perencanaan
desa sekaligus menggangarkan untuk kebutuhan
Posyandu. Termasuk menyelesaikan masalah yang
muncul. Ketiga, memutuskan dan menjalankan
alokasi sumber daya (baik dana, peralatan maupun
40
KEWENANGAN DESA

personil) dalam kegiatan pembangunan atau


pelayanan. Termasuk membagi sumber daya kepada
penerima manfaat. Contoh: Desa memberikan
bantuan siswa sekolah kepada siswa yang berprestasi
namun tidak mampu. Keempat, kewenangan desa
lebih banyak yang berorientasi pada pelayanan dan
pemberdayaan daripada kontrol, penguasaan dan
izin. Kelima, cakupan pengaturan lokal di tingkat
desa dan hanya untuk masyarakat setempat. Desa
tidak berwenang mengeluarkan ijin untuk warga
maupun kepada pihak investor. Kewenangan
mengeluarkan izin berada di pemerintah supra desa.
Keenam, desa tidak berwenang melakukan pungutan
terhadap obyek yang telah dipungut atau obyek yang
menjadi kewenangan kabupaten/kota. Desa
berwenang melakukan pungutan atas obyek-obyek
kewenangan desa seperti: retribusi pasar desa,
retribusi tambatan perahu desa, retribusi pelayanan
air bersih, retribusi obyek wisata desa dan lain-lain.
Terkait kewenangan objek wisata dapat diseleraskan
sebagaimana diutarakan oleh Sugiama, A. Gima
dalam bukunya manajemen asset parawista yang
dimiliki oleh desa sebagai salah satu potensi yang
dapat dikelola oleh desa melalui kewenangannya.
Dengan demikian maka desa diakui keberadaannya
dan memiliki kewenangan asli yang berasal dari hak
asal-usul. Konsekuensi dari pengakuan atas otonomi
asli adalah desa memiliki hak mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri berdasarkan
asal-usul dan adat-istiadat setempat (self governing
community). Konsekuensi dari hak asal-usul adalah
desa memiliki otonomi. Esensi otonomi adalah
kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangga

41
KEWENANGAN DESA

Kewenangan desa dalam penataan ruang merupakan


kewenangan asli desa yang diamanatkan oleh Undang-
Undang Desa. Kewenangan ini dilaksanakan
berdasarkan hak asal usul desa dan kewenangan lokal
berskala desa. Kewenangan ini disusun mengacu pada
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM
Des), Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Des). Akan
tetapi kenyataannya, pelaksanaan kewenangan ini belum
berjalan dengan efektif karena kurangnya sumber daya
manusia dan tenaga ahli dalam penyusunan peraturan,
belum adanya bimbingan teknis terhadap pemerintah
desa dalam penyusunan peraturan desa dalam penataan
ruang, besarnya anggaran yang dibutuhkan dalam
penyusunan tata ruang wilayah, serta belum adanya
peraturan yang mengatur kewengangan desa secara
terperinci dan mekanisme penyusunan penataan ruang
yang lebih jelas.
Mekanisme penyusunan peraturan desa dalam penataan
ruang sendiri tidak jauh berbeda dengan tahapan
penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
yang meliputi: tahap perencanaan, pengumpulan data,
pengolahan dan analisis data, penyusunan konsep dan
rencana tata ruang wilayah, dan penyusunan rancangan
peraturan desa, dan penetapan peraturan desa.
Perbedaannya, dalam lingkup desa penyusunan
peraturan desa dalam penataan ruang ini harus
memperhatikan kewenangan pengendalian ruang yang
dimiliki oleh pemerintah kabupaten/kota sehingga dalam
proses penyusunan peraturan desa harus melalui tahap
evaluasi dari pemerintah kabupaten/kota sebelum
peraturan ini disahkan.
Pemberian kewenangan pada desa pada Kenyataannya
sangat sulit untuk dilaksanakan karena belum ada
peraturan yang mengatur secara lebih jelas mengenai
pengaturan dan penyusunan peraturan desa mengenai

42
KEWENANGAN DESA

tata ruang dan belum dilaksanakannya bimbingan teknis


terhadap pemerintah desa dalam penataan ruang.
Pemerintah kecamatan pun belum mempersiapkan atau
merencanakan bimbingan teknis karena menganggap
desa belum memerlukan pengaturan ruangnya sendiri,
belum adanya koordinasi bersama pemerintah
kabupaten, dan tidak tersedianya sumber daya manusia.
Kewenangan desa dalam penataan ruang dapat
memberikan dampak positif maupun negatif terhadap
sistem penataan ruang yang telah ada. Desa dapat
mengatur tata ruangnya sendiri dapat menampung
aspirasi masyarakat desa yang sesuai dengan asal-usul
dan kebudayaannya sendiri. Akan tetapi jika tidak
dikoordinasikan dengan baik maka pemberian
kewenangan ini akan menyebabkan egosentris desa,
konflik antar pemerintahan, dan konflik antar desa yang
mempunyai prioritas masing-masing dalam melaksnakan
pembangunan.

43
KEWENANGAN DESA

Daftar Pustaka
Silahuddin, M. (2015). Kewenangan Desa dan Regulasi
Desa.
Nurcholis, (2011). Pertumbuhan dan pennyelenggaraan
Pemerintahan Desa. Yogyakarta: Liberty
Marbun, SF. (1997). Peradilan Administrasi Negara dan
Upaya Administrasi di Indonesia. Yogyakarta: Liberty,
Sugiama, A. Gima. (2013). Manajemen Aset Pariwisata
(Edisi 1). Bandung: Guardaya Intimarta
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 tahun 2014
tentang Pedoman Pembangunan Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nonor 44 Tahun 2016
Tentang Kewenangan Desa

Profil Penulis
Hajar Ashwad
Lahir di Kota Takengon, 08 Juli 1990, pendidikan
S1 penulis di Universitas Gajah Putih Jurusan
Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik lulus pada tahun 2013, untuk
Jenjang pendidikan S2 penulis melanjutkan ke
Universitas Sumatera Utara (USU) dengan
mengambil konsentrasi jurusan Studi
Pembangunan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik lulus pada
tahun 2017.
Penulis bertugas sebagai dosen tetap di Universitas Gajah Putih
sejak tahun 2018 sampai saat ini. Penulis Juga mencoba aktif
dalam menulis Artikel tentang 1).
Pengawasan Dan Pengelolaan Retribusi Parkir Oleh Dinas
Perhubungan Bener Meriah Provinsi Aceh, 2). Peran Bagian
Hukum Dalam Menyelesaikan Perkara Pemerintahan Di
Sekretariat Kabupaten Aceh Tengah 3). Implementasi Program
Ternak Penggemukan Sapi Bali di Kabupaten Aceh Tengah
(Studi Kasus Tentang Program Pemerintah Daerah Dalam
Mencapai Swasembada Daging Di Kawasan Ternak Ketapang
Kabupaten Aceh Tengah.
Email Penulis: hajarashwad@gmail.com

44
4
PEMILIHAN DAN
PENGEMBANGAN KAPASITAS
APARATUR PEMERINTAH DESA

Riau Sujarwani, S.Sos., MM


STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang

Pendahuluan

Aparatur pemerintah saat ini memiliki peran yang sangat


penting untuk menjalankan roda pemerintahan yang ada
di Negara Indonesia, baik yang ada di pemerintah pusat
maupun yang ada di pemerintah daerah. Pada tingkat
daerah, aparatur pemerintah daerah terdiri dari aparatur
pemerintah daerah dan aparatur pemerintah desa. Hal ini
juga diperkuat dengan adanya aturan yang khusus
membahas tentang penyelenggaraan pemerintahan yang
ada di desa. Tetapi juga tidak lepas dengan aturan yang
ada diatasnya yaitu berdasarkan kebijakan umum yang
berasal dari Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, dimana menyatakan
bahwa penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan
masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta
peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan
suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik

45
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004


tentang Pemerintahan Daerah juga dijelaskan tentang
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan
nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pemerintah desa harus dapat mengurus pemerintahannya
demi kepentingan masyarakat desanya. Hal ini dapat
terwujud dengan meningkatkan pelayanan yang memiliki
orientasi utamanya adalah masyarakat. Untuk dapat
menjalankan amanah dengan baik maka pemerintah desa
juga memiliki aturan yang dapat meningkatkan kualitas
pelayanan yang maksimal bagi masyarakatnya. Aturan
tersebut dapat dilihat pada Undang Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa yang khusus membahas
tentang desa, yang menyatakan bahwa desa dalam
susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan
dan pembangunan perlu diatur tersendiri oleh undang-
undang. Penyelenggaraan pemerintahan yang maksimal
dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat juga
harus didukung dengan aparatur pemerintah desa yang
siap dan berkualitas dalam melakukan pelayanan.
Kualitas aparatur pemerintah desa dapat dilihat melalui
peningkatan kapasitas sumber daya aparatur pemerintah
desanya. Untuk dapat meningkatkan kapasitas sumber
daya aparatur pemerintah desa harus dibahas secara
detail tentang pemilihan dan pengembangan sumber daya
aparatur yang ada di desa. Oleh karena itu pada pokok
bahasan ini akan membahas secara detail tentang

46
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

pemilihan dan pengembangan kapasitas aparatur


pemerintah desa.

Konsep Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan aset utama dalam


rangka pembangunan suatu bangsa. Hal ini dapat diamati
dari kemajuan beberapa negara sebagai indikator
keberhasilan pembangunan bangsa. Hal mana negara-
negara yang potensial miskin sumber daya alamnya
(misalnya: Jepang, Korea, Singapura), karena usaha
peningkatan sumber daya manusianya yang begitu hebat
maka tingkat kemajuan negara tersebut dapat disaksikan
saat ini (Venni, 2017:5). Sumber daya manusia sebagai
aset harus terus ditingkatkan kualitasnya agar senantiasa
melakukan kreatifitas dalam berfikir demi melakukan
pelayanan kepada masyarakat yang berkualitas. Jika
pelayanan yang diberikan berkualitas maka akan
menimbulkan pembangunan yang berkembang dan maju.
Pandangan tentang sumber daya manusia bisa dilihat dari
2 (dua) aspek, yakni aspek kuantitas dan kualitas. Dari
aspek kuantitas berkaitan dengan jumlah sumber daya
manusia (penduduk) yang kurang penting kontribusinya
dalam pembangunan dibandingkan dengan aspek
kualitas. Bahkan kuantitas sumber daya manusia tanpa
disertai dengan kualitas yang baik akan menjadi beban
pembangunan suatu bangsa. Selanjutnya ditinjau dari
aspek kualitas berhubungan dengan mutu sumber daya
manusia yakni menyangkut kemampuan baik fisik
maupun non fisik (kecerdasan & mental). Oleh karena itu
untuk kepentingan akselerasi suatu pembangunan di
bidang apapun maka peningkatan kualitas sumber daya
manusia merupakan suatu prasyarat utama (Venni,
2017:5). Sumber daya manusia yang berkualitas dalam
suatu organisasi memiliki kedudukan yang sangat
penting, oleh karena itu maka organisasi agar senantiasa

47
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

melaksanakan kegiatan peningkatan kualitas. Semakin


berkualitas sumber daya manusia maka akan berkualitas
pula kecerdasan dan mental manusia tersebut sehingga
dapat menciptakan ide ide yang baru demi perkembangan
organisasinya.

Manajemen Sumber Daya Manusia

Human resources management oleh Mathis & Jackson


(2006:3) didefinisikan sebagai sebuah rancangan sistem-
sistem formal dalam sebuah organisasi untuk
memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif
dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional.
Selanjutnya manajemen sumber daya manusia oleh Rivai
& Sagala (2009:1) didefinisikan sebagai salah satu bidang
dari manajemen umum yang meliputi segi-segi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengendalian (Venni, 2017:11). Selain itu, terdapat
banyak pengertian manajemen sumber daya manusia oleh
para ahli yang lainnya, yang bisa disimpulkan bahwa
manajemen sumber daya manusia merupakan ilmu atau
seni yang digunakan oleh organisasi dalam mengelola dan
memberdayakan manusia agar dapat mencapai tujuan
organisasi.
Tujuan organisasi dapat dicapai dengan banyak hal, salah
satunya yaitu manajemen sumber daya manusia yang
maksimal, yang menimbulkan kualitas manusia secara
individu maupun kelompok yang ada didalam organisasi
tersebut. Sedangkan tujuan manajemen sumber daya
manusia dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni:
1. tujuan personal, yaitu dapat merubah sikap dan
perilaku seseorang dalam mewujudkan keinginan
yang sejalan dengan organisasi; dan
2. tujuan organisasional, yaitu untuk menyelarasakan
dan memberdayakan individu yang ada didalam

48
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

organisasi agar dapat mewujudkan capaian


organisasi.
Dengan adanya dua tujuan manajemen sumber daya
manusia di atas maka dapat disimpulakan bahwa peran
manajemen sumber daya manusia sangat penting agar
suatu organisasi dapat digerakkan sesuai dengan tujuan
organisasinya dan selaras dengan keinginan individu
manusia yang ada didalam organisasi tersebut. Untuk itu
organisasi juga harus memilih orang-orang untuk
menjalankan organisasi yang dapat sejalan dengan
organisasinya melalui pemilihan yang sangat selektif dan
sesuai.

Pemilihan dan Pengembangan Sumber daya Manusia

1. Pemilihan Sumber daya Manusia


Pemilihan sumber daya manusia pada suatu
organisasi dapat dilakukan melalui teknik peramalan
yang dipergunakan untuk memperkirakan jumlah
kebutuhan tenaga kerja (Dessler, 2015) antara lain:
a. analisis tren (trend analysis) adalah studi
terhadap kebutuhan pekerjaan di masa lalu
selama periode beberapa tahun untuk
meramalkan kebutuhan di masa depan.
b. analisis rasio (ratio analysis) adalah teknik
peramalan untuk menentukan kebutuhan staf di
masa depan membandingkan rasio antara faktor
penyebab dengan jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan.
c. diagram sebar (scatter plot) adalah metode grafis
yang digunakan untuk membantu
mengidentifikasi hubungan antara dua variabel,
dan menggambarkan dalam sebuah grafik
sehingga bisa diketahui jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan.

49
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

Setelah dilakukannya peramalan kebutuhan tenaga


kerja maka dapat ditentukan pemilihan tenaga kerja
yang layak untuk organisasi. Pemilihan atau seleksi
tenaga kerja menurut Priyono (2010:59) bertujuan
untuk mendapatkan karyawan yang:
a. berkualitas dan potensial.
b. jujur dan disiplin.
c. cakap, terampil dan bergairah dalam bekerja.
d. memenuhi persyaratan peraturan perundang-
undangan.
e. dapat bekerjasama (secara vertikal dan
horisontal).
f. dinamis dan kreatif, inovatif dan bertanggung
jawab.
g. loyal dan berdedikasi, dapat bekerja secara
mandiri serta memiliki budaya malu.
Selanjutnya juga perlu melakukan analisis terhadap
pekerjaan yang akan ditempati. Adapun analisis
terhadap pekerjaan meliputi (Priyono, 2010:74):
a. analisis penyusunan pegawai desain organisasi.
b. telaah dan perencanaan kinerja pegawai sukses
manajemen.
c. pelatihan dan pengembangan jalur karir.
d. kriteria seleksi evaluasi pekerjaan
Dari peramalan, pemilihan dan analisis pekerjaan
ketiganya merupakan hal yang sangat penting
sebelum melakukan pemilihan sumber daya manusia
yang ada di dalam organisasi, dan ketiganya saling
berkesinambungan pelaksanaannya. Hal itu
dilakukan agar sumber daya manusia yang terpilih
nantinya merupakan sumber daya yang sesuai

50
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

dengan kualifikasi dan tujuan organisasi. Setelah


terpilih maka organisasi memiliki tugas selanjutnya
yaitu untuk melakukann pengembangan sumber daya
manusia yang sudah berada di dalam organisasi
tersebut.
2. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengembangan sumber daya manusia merupakan
kegiatan yang wajib dilaksanakan oleh suatu
organisasi agar dapat menambah pengetahuan,
menambah kemampuan, dan menambah
keterampilan sumber daya manusia sesuai dengan
bidang pekerjaan masing masing. Pengembangan
dapat diartikan sebagai mempersiapkan individu agar
bisa melaksanakan tanggung jawab yang tinggi pada
pekerjaannya semaksimal mungkin. Pengembangan
biasanya berhubungan dengan peningkatan
kemampuan intelektual atau emosional yang
diperlukan untuk menunaikan pekerjaan dengan
lebih baik dan lebih fokus pada tujuan umum jangka
panjang organisasi. Untuk meningkatkan itu semua,
pengembangan sumber daya manusia juga tidak
terlepas dengan pelatihan. Oleh karena hal, konsep
tersebut beralih menjadi pelatihan dan
pengembangan sumber daya manusia agar menjadi
lebih lengkap dalam membahasnya. Sedangkan
pelatihan dapat diartikan dengan peningkatan
kemampuan dan keterampilan seseorang pada bidang
tertentu yang akan ditingkatkan.
Tujuan dari pelatihan dan pengembangan manajemen
sumber daya manusia adalah:
a. untuk menutup selisih antara kapabilitas atau
keahlian pegawai dengan ketersediaaan jabatan.

51
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

b. agar dapat berdaya guna dan tepat guna dalam


kerja pegawai untuk mencapai target kerja yang
sudah ditentukan.
c. agar keterampilan dan teknik dalam melaksanaan
kerja tertentu, terperinci dan rutin dapat sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi kerjanya.
d. dapat memperbaiki dan meningkatkan
pengetahuan, kemampuan dan sikap serta sifat
pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya.
Adapun pengembangan sumber daya manusia
menurut Isnaini & Fitra (2020:77) yang dapat
dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:
a. pendidikan, yakni suatu kegiatan untuk
meningkatkan penguasaan teori dan
keterampilan, memutuskan terhadap persoalan-
persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai
tujuan. Menurut Suprihanto (2001:74)
pendidikan adalah suatu kegiatan untuk
memperbaiki kemampuan pegawai dengan cara
meningkatkan pengetahuan dan pengertian
tentang pengetahuan umum dan pengetahuan
ekonomi pada umumnya, termasuk peningkatan
penguasaan teori dalam menghadapi persoalan–
persoalan organisasi.
b. pelatihan, yakni salah satu jenis proses belajar
untuk memperoleh dan meningkatkan
keterampilan di luar sistem pendidikan yang
berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan
metode yang lebih mengutamakan praktek bukan
teori. Pelatihan membantu pegawai dalam
memahami suatu pengetahuan praktis, guna
meningkatkan keterampilan, kecakapan, sikap
yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha
mencapai tujuan (Sutrisno, 2011:62). Pelatihan

52
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

adalah proses sistematik pengubahan perilaku


para pegawai dalam suatu arah guna
meningkatkan tujuan-tujuan organisasional.
Pelatihan dan pengembangan menjadi sangat
penting karena keduanya merupakan cara yang
digunakan oleh organisasi untuk
mempertahankan, menjaga, memelihara pegawai
publik dalam organisasi dan sekaligus
meningkatkan keahlian para pegawai untuk
kemudian dapat meningkatkan produktivitasinya
(Sulitiyani &Rosidah, 2003:175).
Pendidikan dan pelatihan dapat disimpulkan
merupakan tahapan yang harus dilakukan
apabila menginginkan sumber daya manusia yang
ada di dalam suatu organisasi menjadi
berkembang. Melalui pendidikan diperoleh
pengetahuan yang berupa teori-teori yang
nantinya akan digunakan sebagai penyeimbang
bahkan pengambilan suatu keputusan yang ada
didalam organisasi yang disesuaikan pada
kenyataan di lapangan. Sedangkan pelatihan
dapat mengimbangi teori yang tadinya didapat
pada pendidikan yang kemudian disempurnakan
melalui sikap praktis untuk meningkatkan
keterampilan dan kapasitas aparatur dalam
mencapai tujuan suatu organisasi.

Kapasitas Aparatur Pemerintah Desa

Kapasitas aparatur pemerintahan dapat ditunjukan


melalui keprofesionalitasannya dalam satu pekerjaan
yang sudah diamanatkan kepadanya. Untuk dapat
mewujudkan hal tersebut, Lembaga Administrasi Negara
Republik Indonesia (2009:92) mengemukakan bahwa,
aparat didalam sebuah institusi pemerintahan dapat

53
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

dikatakan profesional apabila memenuhi syarat sebagai


berikut:
1. terampil, kreatif, dan inovatif, dimana aparat harus
mampu melahirkan ide-ide terbaru didalam
melaksanakan atau merumuskan suatu pekerjaan
serta mampu dengan tanggap untuk merespon
kendala-kendala yang terjadi pada saat
melaksanakan sebuah pekerjaan.
2. komitmen terhadap tugas dan program dalam
melaksanakan pekerjaannya sehari-hari, aparat
harus berkomitmen dengan apa yang telah menjadi
tanggungjawabnya, disiplin didalam melaksanakan
tugas, serta berpegang teguh pada setiap peraturan-
peraturan yang telah ditetapkan bersama.
3. komitmen terhadap pelayanan publik, terwujudnya
cita-cita untuk menumbuhkan kinerja sumber daya
manusia yang professional, dibutuhkan aparat yang
harus memiliki kejujuran dalam melaksanakan
sebuah pekerjaan terutama menyangkut hak layak
orang ramai serta mampu menerima atau peduli
terhadap kritik dan saran yang diberikan oleh pihak
luar maupun dalam hal ini publik.
4. bekerja berdasarkan sifat dan etika, adanya attitude
individu yang baik dapat memberikan pengaruh baik
untuk menjalankan tugas serta tanggungjawabnya.
5. memiliki daya tangkap dan akuntabilitas, gerak cepat
serta tanggap dalam kondisi dan situasi apapun, ini
yang di katakan dalam kategori kinerja sumber daya
manusia profesionalitas, penuh kesiagaan dan
pertanggung jawaban (akuntabilitas) serta memiliki
kesiapan atau respon yang sangat cepat didalam
melakukan pelayanan kepada masyarakat yang
membutuhkan serta memiliki kesiapan dalam
menghadapi permasalahan yang datang dari luar

54
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

(masyarakat) atau pun yang datang dari dalam


lingkungan kerja.
6. tanggung jawab, pentingnya memilki rasa tanggung
jawab yang tinggi ialah agar dalam setiap bekerja
berdasarkan ketentuan dan prosedur yang berlaku.
7. memaksimalkan waktu dengan efektif dan efisien,
bisa melaksanakan pekerjaan dengan tepat waktu
dan tidak menghabiskan biaya yang tinggi dari setiap
pekerjaan tersebut (Soedarmi, 2009).
Syarat di atas sudah sangat mewakili dari profesionalnya
seorang aparatur pemerintahan, dimana syarat tersebut
membahas secara detail suatu profesi diharuskan untuk
melakukan hal-hal tersebut, agar aparatur
pemerintahannya dapat menjalankan pemerintahan.

Struktur Pemerintahan Desa

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang


Desa, menyatakan bahwa Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sedangkan pemerintahan desa adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Lalu Pemerintah Desa
adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Desa. Dan didalamnya juga ada Badan
Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi
pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari

55
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan


ditetapkan secara demokratis. Serta Badan Usaha Milik
Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya
dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna
mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
Adapun struktur organisasi Pemerintah desa
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.1. Susunan Organisasi Tata Kerja Pemerintah


Desa yang Tidak Mempunyai Dusun/Sebutan Lain
Sumber: diolah berdasarkan Permendagri
Nomor 84 Tahun 2015, 2021

56
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

Gambar 4.2. Susunan Organisasi Tata Kerja Pemerintah


Desa yang Mempunyai Dusun/Sebutan Lain
Sumber: diolah berdasarkan Permendagri
Nomor 84 Tahun 2015, 2021

Gambar 4.1. dan 4.2. menunjukkan perbedaan struktur


organisasi yang terdapat di pemerintahan desa bersumber
dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun
2015, pada gambar 1 merupakan struktur organisasi
pemerintahan desa yang tidak memiliki dusun atau
sebutan lainnya, sedangkan gambar 2 merupakan
struktur organisasi pemerintahan desa yang memiliki
dusun.

Pemilihan Aparatur Pemerintah Desa

1. Kepala Desa
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa pemilihan kepala desa dilakukan dengan
mekanisme sebagai berikut:
a. pemilihan kepala desa dilaksanakan secara
serentak di seluruh wilayah kabupaten/kota.
b. Pemerintah daerah kabupaten/kota menetapkan
kebijakan pelaksanaan pemilihan kepala desa

57
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

secara serentak dengan peraturan daerah


kabupaten/kota.
c. ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemilihan kepala desa serentak diatur dengan
atau berdasarkan peraturan pemerintah.
d. kepala desa dipilih langsung oleh penduduk desa.
e. pemilihan kepala desa bersifat langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil.
f. pemilihan kepala desa dilaksanakan melalui
tahap pencalonan, pemungutan suara, dan
penetapan.
g. dalam melaksanakan pemilihan kepala desa,
dibentuk panitia pemilihan kepala desa.
h. panitia pemilihan bertugas mengadakan
penjaringan dan penyaringan bakal calon
berdasarkan persyaratan yang ditentukan,
melaksanakan pemungutan suara, menetapkan
calon kepala desa terpilih, dan melaporkan
pelaksanaan pemilihan kepala desa.
i. biaya pemilihan kepala desa dibebankan pada
anggaran pendapatan dan belanja daerah
kabupaten/kota.
2. Perangkat Desa
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67
Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan
Pemberhentian Perangkat Desa, pemilihan perangkat
desa dilaksanakan dengan cara:
a. perangkat desa diangkat oleh kepala desa dari
warga desa yang telah memenuhi persyaratan
umum dan khusus.

58
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

b. persyaratan umum sebagaimana dimaksud


adalah: berpendidikan paling rendah sekolah
menengah umum atau yang sederajat, berusia 20
(dua puluh) tahun sampai dengan 42 (empat
puluh dua) tahun, dan memenuhi kelengkapan
persyaratan administrasi.

Pengembangan Kapasitas Aparatur Pemerintah Desa

Merujuk pada definisi manajemen sumber daya manusia


dapat dimaknai bahwa taktik pengembangan sumber
daya aparatur desa merupakan cara yang dapat
dilakukan untuk mengembangkan aparatur desa melalui
proses pendidikan dan pelatihan baik jangka pendek,
menengah, dan jangka panjang yang mempelajari
pengetahuan konseptual, teoritis, dan aplikatif untuk
mencapai tujuan yang diharapkan yakni terselenggaranya
pemerintahan yang efektif. Definisi ini memberikan
penegasan bahwa untuk mewujudkan terselenggaranya
pemerintahan desa yang efektif, dibutuhkan aparatur
desa yang profesional dalam menjalankan tugas. Hal ini
sebagaimana amanah Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa yang menegaskan bahwa salah satu
asas yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan
pemerintahan di desa adalah asas profesional. Oleh
karena itu, kepala desa yang dibantu oleh aparatur desa
harus menjadi aparatur yang mampu dan profesional
dalam memberikan layanan kepada masyarakat (Venni,
2017:67). Sedangkan ciri-ciri aparatur yang produktif
adalah cerdas dalam belajar dan menyelesaikan pekerjaan
relatif cepat, bekerja secara profesional, kreatif dan
inovatif, melaksanakan pekerjaan secara profesional,
menggunakan logika, dan efisien dalam bertindak, dan
tahu tentang kemampuan dirinya sebagai aparatur
pemerintah desa. Menurut Aras (2020:86) pengembangan
kapasitas aparatur desa yang produktif dapat di lihat dari:

59
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

1. pengembangan kualitas pengetahuan sumber daya


aparatur desa, memberikan pemahaman pada
aparatur senantiasa meningkatkan kemampuan
untuk mengantisipasi suatu perubahan.
2. pengembangan kualitas keterampilan sumber daya
manusia aparatur desa, dapat ditingkatkan melalui
pelatihan aparatur desa yang berbasis kompetensi
yaitu keterampilan psikomotorik, pola perilaku dalam
kelompok sosial.
3. pengembangan sikap/perilaku sumber daya aparatur
desa, dapat diperoleh dari jalur pendidikan formal.
Tiga hal di atas dapat di jelaskan bahwa pengembangan
kualitas sumber daya aparatur desa disini kepala desa
selaku atasan di desa dapat membantu mengembangkan
pengetahuan aparatur desa lainnya dalam pelaksanaan
fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan
desanya. Dengan pengembangan ini, kepala desa dapat
menciptakan kondisi dimana aparatur desa memiliki
perasaan aman dan puas dalam bekerja. Sehingga hasil
pekerjaan dapat berjalan sesuai dengan apa yang sudah
direncanakan, menuju tahap pelaksanakan bahkan
sampai pada evaluasi hasil pekerjaan, semuanya berjalan
sesuai dengan apa yang sudah direncanakan di awal oleh
pemerintah desa.
Pengembanga kualitas keterampilan sumber daya
manusia aparatur desa identik dengan peningkatan
keterampilan. Agar tujuan desa dapat tercapai diperlukan
kompetensi kepala desa dan kompetensi aparatur desa
lainnya, untuk melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan.
Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kompetensi adalah (dikutip dari laman
https://www.diklatkepegawaian.info/aparatur-desa,
diakses tanggal 25 Desember 2021):

60
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

1. Bimtek peningkatan kompetensi pemerintahan desa-


2020 dan pengelolaan keuangan desa TA. 2021 serta
manajemen Bumdes TA. 2021.
2. perencanaan pembangunan desa (menyusun
RPJMDes dan APBDes).
3. Bimtek pengelolaan keuangan desa, dari perencanaan
sampai pelaporan.
4. manajemen pelayanan publik bagi aparatur
pemerintahan desa.
5. Bimtek manajemen pemerintahan desa.
6. Bimtek manajerial kepala desa.
7. Bimtek pedoman tata cara pengadaan barang/jasa di
desa.
8. Bimtek pembinaan kesatuan bangsa dan
perlindungan masyarakat bagi aparatur
pemerintahan desa.
9. Bimtek penetapan batas desa.
10. Bimtek pengelolaan administrasi desa.
11. Bimtek pengelolaan kekayaan desa.
12. Bimtek pengelolaan keuangan desa.
13. Bimtek pengelolaan dan pengembangan BUMdes
(badan usaha milik desa).
14. Bimtek pendampingan dan pemberdayaan
masyarakat desa.
15. Bimtek pengadaan barang/jasa dengan swakelola.
16. Bimtek manajemen keuangan desa sesuai Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
17. Bimtek pertanggungjawaban kepala desa.

61
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

18. Bimtek penyusunan rencana strategis pelaksanaan


alokasi dana desa.
19. Bimtek sistem penatausahaan dan
pertanggungjawaban keuangan desa.
20. Bimtek pembuatan aplikasi teknologi informasi
pemerintahan desa.
21. Bimtek kinerja serta tugas camat/lurah/kepala desa
& sekretaris desa.
22. Bimtek peningkatan kompetensi sekdes.
23. Bimtek penyusunan dan pendayagunaan data profil
desa dan kelurahan.
24. Bimtek penyusunan produk hukum desa.
25. Bimtek penyusunan rencana pembangunan jangka
menengah desa (RPJM desa)
26. Bimtek penyusunan dan pemberdayagunaan data
profil desa dan kelurahan.
27. sosialisasi Permendesa PDTT Nomor 22 Tahun 2016
tentang penetapan prioritas penggunaan dana desa
tahun 2017 yang dilengkapi dengan Permenkeu No.
48/pmk.07/2016 tentang tatacara pengalokasian,
penyaluran, penggunaan, pemantauan dan evaluasi
dana desa.
28. Bimtek penyusunan struktur pemerintahan desa
beserta tugas dan fungsinya.
Banyak sekali pendidikan dan pelatihan yang bisa diikuti
oleh kepala desa dan aparatur desa demi pengembangan
keterampilan yang profesional, sehingga nantinya secara
umum dapat menjalankan roda pemerintahan desa agar
tujuan desa tercapai yaitu pembangunan desa yang tepat
guna dan berdaya guna. Jika setiap aparatur desa di
Indonesia melakukan pendidikan dan pelatihan

62
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

sebagaimana yang dianjurkan oleh pemerintah maka juga


dapat mengembangan pemangunan Negara secara global
yang dimulai dari desa.
Pengembangan yang terakhir adalah pengembangan
sikap/perilaku sumber daya aparatur desa, dapat
diperoleh melalui jalur pendidikan formal yang
memberikan dasar-dasar teori, logika dan kemampuan
analsis, pengetahuan umum, pengembangan bakat,
kepribadian dan sikap mental. Dalam Undang-Undang
Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa Pasal 33 huruf d
menyatakan bahwa kepala desa berpendidikan paling
rendah tamat sekolah menegah pertama atau sederajat
tetapi dipilih secara langsung oleh penduduk desa, tetapi
tidak jarang juga di era saat ini kepala desa sudah
perpendidikan sarjana mengingat tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap pendidikan sudah cukup tinggi saat
ini. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 67 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan
Pemberhentian Perangkat Desa Pasal 2 ayat 2
menyatakan bahwa perangkat desa berpendidikan paling
rendah sekolah menengah umum atau sederajat.
Masyarakat menganggap bahwa semakin tinggi jenjang
pendidikan seseorang akan beriringan pula kemampuan
berfikir serta sikap mental yang sudah terlatih pula.
Kesimpulan dari keseluruhan tema ini bahwa pemilihan
dan pengembangan kapasitas aparatur pemerintah desa
harus dijalankan dan terus dikembangkan agar
kompetensi aparatur pemerintah desa dapat meningkat.
Semakin kompetennya aparatur pemerintahan desa juga
dapat meningkatkan kualitas kinerja aparatur pemerintah
desanya yang berpengaruh terhadap kepuasan
masyarakat dan pembangunan desa yang maksimal. Jika
masyarakat puas dan desa berkembang
pembangunannya maka akan tercipta pembangunan
bangsa dan negara yang berkesinambungan.

63
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

Daftar Pustaka
Venni, Alam Heldi. 2017. Pengembangan Sumber Daya
Aparatur Desa. Gorontalo: Ideas Publishing
Dessler, Gary. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Jakarta: Salemba Empat.
Priyono. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Sidoarjo: Zifatama Publishing
Isnaini, Rodiyah & Agustina Isna Fitra. 2020. Manajemen
Sumber Daya Manusia Sektor Publik. Sidoarjo:
UMSIDA Press
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 84 Tahun 2015 Tentang Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Pemerintahan Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 67 Tahun 2017 Tentang Pengangkatan dan
Pemberhentian Perangkat Desa

64
PEMILIHAN DAN PENGEMBANGAN KAPASITAS APARATUR PEMERINTAH DESA

Profil Penulis
Riau Sujarwani
Lahir di Tanjungpinang Kepulauan Riau pada
Tanggal 16 Januari 1986. Lulus Sarjana Sosial
jurusan Administrasi Negara Universitas Slamet
Riyadi Surakarta Tahun 2004. Kemudian
melanjutkan kuliah Pasca Sarjana jurusan
Manajemen di Universitas Slamet Riyadi Surakarta dengan
konsentrasi Manajemen Sumber Daya Manusia lulus pada
Tahun 2011. Menjadi Dosen sejak 2011 hingga saat ini di
STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang. Di STISIPOL Raja Haji
penulis paling sering mengampu mata kuliah Asas Asas
Manajemen dan Kewirausahaan. Penulis juga ada beberapa
tulisan yang berupa jurnal, baik yang di terbitkan pada jurnal
yang berkualitas SINTA maupun yang belum berkualitas SINTA,
juga ada jurnal Internasional. Selain itu penulis juga beberapa
kali mendapatkan Penelitian Dosen Pemula yang didanai oleh
KEMENRISTEK DIKTI, bersama Dosen STISIPOL RH lainnya.
Menjadi dosen adalah profesi yang penulis rasa paling komplit
karena dengan menjadi dosen penulis dapat terus belajar dan
belajar agar ilmu yang didapat terus berkembang dan tajam.
Kemudian dapat melakukan penelitian yang terupdate serta
dapat melakukan pengabdian kepada masyarakat. Semoga apa
yang penulis tulis pada book chapter ini dapat bermanfaat
untuk kita semua. Terima kasih.
Email Penulis: riausujarwani@gmail.com

65
66
5
SUMBER DAN
PENGELOLAAN KEUANGAN
PEMERINTAHAN DESA

Raja Abumanshur Matridi, S.Sos., MPM.


STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang

Pendahuluan

Kehadiran Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang


Desa telah memberikan kepastian dan rekognisi atas
keberadaan desa dan memastikan pemerintah desa
memiliki kewenangan dalam mengatur dan mengurus
urusan masyarakat desanya. Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa juga memberikan otonomi
kepada desa untuk melaksanakan pembangunan secara
menyeluruh dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
dan kesejahteraan masyarakat desa. Dengan demikian,
peran dan posisi strategis tentu dimiliki oleh pemerintah
desa dalam rangka menyelenggarakan pelayanan publik
dan melaksanakan pemberdayaan masyarakat desa
(Rahmasari, 2020). Selain itu, pemerintah desa juga
memiliki sumber pendapatan yang besar pula untuk
menunjang pembangunan desa (Wijaya and Roni, 2019).
Hal ini tidak terlepas dari komitmen pemerintah untuk
membangun Indonesia dari desa. Dana yang besar telah
diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah desa
dalam rangka memperkuat perekonomian wilayah

67
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

sehingga mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat


Indonesia. Komitmen pemerintah tersebut dapat dilihat
melalui alokasi tansfer dana desa yang begitu besar yang
digulirkan ke desa sejak tahun 2015.
Besarnya transfer dana desa tersebut tentunya harus
dikelola dengan baik yang mengacu pada asas-asas
pengelolaan keuangan desa dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Namun demikian, pada
praktiknya hal itu tentulah tidak mudah untuk dijalankan
secara maksimal. Pengelolaan dana yang ada harus
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar terhindar dari
kegagalan atau tidak tepat sasaran (Matridi et al., 2015).
Ada beberapa faktor yang dapat menjadi faktor
pendukung dan penghambat terlaksananya pengelolaan
keuangan desa dengan baik yang dapat berasal dari faktor
internal dan faktor eksternal (Hadiyati, 2018) seperti
kuantitas, kualitas dan kompetensi sumber daya manusia
(SDM) yang dimiliki pemerintah desa, pengawasan oleh
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan keterlibatan
atau partisipasi masyarakat (Mondale, Aliamin and
Fahlevi, 2017; Hasan, Kasim and Tijow, 2021). Dengan
demikian, keberadaan dan keterlibatan stakeholders
sangat penting dalam melaksanakan pengelolaan
keuangan desa sesuai dengan prinsip Good Governance.

Keuangan Desa

Di dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 71


ayat 1 dijelaskan bahwa keuangan desa adalah semua hak
dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
Desa. Selanjutnya pada pasal 71 ayat 2 menjelaskan
bahwa hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan,
dan pengelolaan Keuangan Desa. Sumber keuangan desa

68
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

didapatkan melalui pendapatan asli desa, APBD dan


APBN (Nurcholis, 2011). Kewenangan pemerintah desa
adalah untuk menyelenggarakan urusan pemerintah desa
dengan dukungan pendanaan dari APBDesa, melalui
bantuan pemerintah pusat, pemerintah daerah baik dari
pemerintah kabupaten maupun dari pemerintah provinsi.

Sumber Penerimaan Desa

Penerimaan desa adalah uang yang berasal dari seluruh


pendapatan desa yang masuk ke APBDesa melalui
rekening kas desa (pasal 1 ayat 6 Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014). Pendapatan desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a
pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun
2014 meliputi semua penerimaan uang melalui rekening
desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun
anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa.
Pendapatan desa ini dibagi menjadi 3 kelompok yaitu (1)
Pendapatan Asli Desa (PADesa), (2) Transfer dan (3)
Pendapatan Lain-lain, dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Pendapatan Asli Desa
Pendapatan desa yang berasal dari Pendapatan Asli
Desa meliputi:
a. Hasil Usaha
Adapun yang dimaksud dengan hasil usaha ini
dapat berupa pendapatan yang didapatkan
melalui hasil BUMDes dan juga hasil usaha dari
kepemilikan aset tanah kas desa yang dijadikan
sebagai penerimaan dalam APBDesa.
b. Hasil Aset
Hasil aset merupakan pendapatan yang
didapatkan melalui pengelolaan aset yang dimiliki
oleh Pemerintah Desa. Pengelolaan aset desa telah

69
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

diatur melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri


Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset
Desa yang merupakan pengganti dari Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007
tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa.
Aset desa merupakan barang milik desa yang
berasal dari kekayaan asli milik desa, dibeli atau
diperoleh atas beban APBDesa atau perolehan hak
lainnya yang sah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 tahun 2016 Pasal 2 menjelaskan tentang
jenis dan kekayaan aset desa. Jenis aset desa
terdiri dari:
1) kekayaan asli desa;
2) kekayaan milik desa yang dibeli atau
diperoleh atas beban APBDesa;
3) kekayaan desa yang diperoleh dari hibah dan
sumbangan atau yang sejenis;
4) kekayaan desa yang diperoleh sebagai
pelaksanaan dari perjanjian/ kontrak
dan/atau diperoleh berdasarkan ketentuan
peraturan undang-undang;
5) hasil kerja sama desa; dan
6) kekayaan desa yang berasal dari perolehan
lain yang sah.
Sedangkan Kekayaan Asli Desa dapat berasal
dari:
1) tanah kas desa;
2) pasar desa;
3) pasar hewan;
4) tambatan perahu;

70
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

5) bangunan desa;
6) pelelangan ikan yang dikelola oleh desa;
7) pelelangan hasil pertanian;
8) hutan milik desa;
9) mata air miliki desa;
10) permandian umum; atau
11) lain-lain kekayaan asli desa.
Berdasarkan kekayaan asli desa yang dimiliki
maka pemerintah desa dapat memanfaatkan
kepemilikan aset tersebut untuk dijadikan
sebagai sumber pendapatan asli desa baik melalui
kegiatan usaha atas aset yang dimiliki, kegiatan
sewa menyewa aset serta berbagai kegiatan
lainnya.
c. Swadaya, partisipasi dan Gotong royong
Swadaya, partisipasi dan gotong royong
masyarakat adalah penerimaan yang berasal dari
sumbangan masyarakat desa. Penganggaran
penerimaan swadaya, partipasi dan gotong royong
harus dihitung secara cermat dan riil dalam
bentuk uang yang masuk ke rekening kas desa
untuk mendukung pelaksanaan suatu kegiatan
yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah desa.
d. Lain-lain pendapatan asli desa
Pendapatan asli desa lain adalah penerimaan desa
yang diperoleh antara lain dari hasil pungutan
desa sesuai dengan kewenangan desa yang
ditetapkan dan diatur dalam Peraturan desa.
Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan
desa diluar yang ditetapkan dan diatur dalam
Peraturan desa dan penyusunan rancangan

71
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

Peraturan desa tentang Pungutan desa wajib


mendapat evaluasi dari Bupati/Wali Kota.
2. Transfer
Transfer dana ke desa merupakan bagian dari belanja
negara dan daerah dalam rangka pendanaan
pelaksanaan desentralisasi fiskal. Adapun bentuk
transfer dana ke desa sebagai berikut:
a. Dana Desa;
b. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi
daerahkabupaten/kota;
c. Alokasi Dana Desa (ADD);
d. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan
BelanjaDaerah Provinsi; dan
e. bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan
BelanjaDaerah Kabupaten/Kota.
3. Pendapatan Lain-lain.
Pendapatan lain-lain yang merupakan pendapatan
desa dapat berupa:
a. penerimaan dari hasil kerja sama desa;
b. penerimaan dari bantuan perusahaan yang
berlokasi di desa;
c. penerimaan dari hibah dan sumbangan dari pihak
ke tiga;
d. koreksi kesalahan belanja tahun anggaran
sebelumnya yang mengakibatkan penerimaan di
kas desa pada tahun anggaran berjalan;
e. penerimaan atas bunga bank; dan
f. penerimaan yang didapatkan atas hadiah dalam
mengikuti lomba oleh Pemerintah desa.

72
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

Asas Pengelolaan Keuangan Desa

Asas pengelolaan keuangan desa merupakan cerminan


atau nilai-nilai yang harus dipatuhi oleh penyelenggara
pemerintah desa sebagai pedoman atau acuan dalam
melaksanakan pengelolaan keuangan desa. Pemerintah
desa tentunya memiliki kewajiban dalam mengelola
keuangan desa sesuai dengan asas yang telah tertuang
melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113
Tahun 2014 yang meliputi asas-asas transparan,
akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan
disiplin anggaran, yang dideskripsikan sebagai berikut
(BPKP, 2015; Kamaroesid, 2017; Bihambing, 2019):
1. Transparan
Transparan yaitu bentuk keterbukaan informasi yang
harus dilakukan oleh pemerintah desa agar
memungkinkan pemangku kepentingan dapat
mengetahui dan mendapatkan akses informasi
pengelolaan keuangan desa seluas-luasnya.
Pemangku kepentingan ini yaitu lembaga pemeriksa
fungsional, lembaga pemeriksa internal dan eksternal
dan lembaga atau badan peradilan, lembaga pers dan
masyarakat. Masyarakat memiliki hak untuk
memperoleh dan mendapatkan informasi yang benar,
akurat, jujur dan tidak diskrimatif tentang
penyelenggaraan pemerintahan desa yang mengacu
pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Prinsip keterbukaan ini memberikan ruang
bagi publik untuk mengawasi penyelenggaraan
pemerintah desa agar tidak terjadi penyimpangan dan
penyalahguanaan wewenang.
2. Akuntabel
Akuntabel yaitu prinsip penyelenggaraan pemerintah
yang harus dipertanggungjwabkan kepada publik.

73
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

Mengacu pada pendapat Lembaga Administrasi


Negara maka aknutabel dapat diartikan sebagai suatu
tindakan, kegiatan atau kinerja pemerintah/ lembaga
dapat dipertanggungjawabkan untuk meminta dan
mendapatkan keterangan akan pertanggungjawaban
(Bihambing, 2019). Keseluruhan kegiatan yang telah
dilaksanakan dan hasil akhir kegiatan harus
dipertanggungjawabkan baik kepada Badan
Permusyawaratan Desa, kepada Bupati/Wali Kota
melalui Camat atau jajaran pemerintahan diatasnya
maupun kepada masyarakat desa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Partisipatif
Partisipatif yaitu prinsip penyelenggaran
pemerintahan desa dengan melibatkan unsur-unsur
yang ada di desa, seperti unsur kelembagaan desa dan
unsur masyarakat baik secara langsung maupun
secara tidak langsung. Keikutsertaan pemangku
kepentingan dimulai sejak pelaksanaan tahapan
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.
4. Tertib dan Disiplin Anggaran
Tertib dan disiplin anggaran yaitu prinsip pengelolaan
keuangan desa yang harus mengacu pada peraturan
dan pedoman yang mangatur pelaksanaannya.
Pengelolaan anggaran harus dilaksanakan secara
konsisten dan harus dicatat setiap adanya peristiwa
keuangan atau transaksi keuangan dengan
menerapkan prinsip akuntansi keuangan desa.
Berikut adalah asas pengelolaan keuangan desa:

74
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

Tabel 5.1. Asas Pengelolan Keuangan Desa

Asas Penunjuk Perwujudan Mengapa penting ?

Transparan a. Memudahkan akses a. Memenuhi hak


publik terhadap masyarakat
informasi
b. Menghindari
b. Penyebaran informasi konflik
terkait pengelolaan
keuangan desa

Akuntabel a. Laporan a. Mendapatkan


pertanggungjawaban legitimasi
masyarakat
b. Informasi kepada
publik b. Mendapatakan
kepercayaan
publik

Partisipatif a. Keterlibatan efektif a. Memenuhi hak


masyarakat masyarakat

b. Membuka ruang bagi b. Menumbuhkna


peserta masyarakat rasa memiliki

c. Meningkatkan
keswadayaan
masyarakat

Tertib dan a. Taat hukum a. Menghindari


Disiplin penyimpangan
b. Tepat waktu, tepat
Anggaran
jumlah b. Meningkatkan
profesionalisme
c. Sesuai prosedur

Sumber: (Bihambing, 2019)

Pengelolaan Keuangan Desa

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20


Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Pasal 1
nomor 6 yang dimaksud dengan pengelolaan keuangan
desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

75
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,


dan pertanggungjawaban keuangan desa. Keseluruhan
kegiatan pengelolaan keuangan desa diuraikan pada
bahasan dibawah ini.
1. Perencanaan Keuangan Desa
Secara umum, perencanaan merupakan suatu proses
awal untuk menentukan apa yang ingin dicapai
dimasa depan dan bagaimana memilih cara dan
tindakan yang tepat untuk mencapainya dengan
menggunakan sumber daya yang ada agar lebih efektif
dan efisien (Bihambing, 2019; Wasistiono and Tahir,
2019). Secara umum, perencanaan keuangan dapat
diartikan sebagai suatu kegiatan untuk melakukan
prediksi atau perkiraan pedapatan dan belanja dalam
kurun waktu tertentu dimasa mendatang yang
dituangkan melalui Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APBDesa) (Bihambing, 2019).
Perencanaan keuangan desa adalah serangkaian
kegiatan untuk memprediksi pendapatan dan belanja
dalam waktu tertentu dimasa yang akan datang
(Zulaifah and Marwata, 2020). Berdasarkan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 bahwa
yang dimaksud dengan perencanaan pengelolaan
keuangan desa merupakan perencanaan penerimaan
dan pengeluaran pemerintahan desa pada tahun
anggaran berkenaan yang dianggarkan dalam
APBDesa. Perencanaan merupakan tahap awal dalam
kegiatan pengelolaan keuangan desa yang
dilaksanakan dengan menyusun APBDesa. APBDesa
ini wajib disusun oleh pemerintah desa setiap
tahunnya. Untuk menyusun perencanaan
pembangunan desa maka pemerintah desa harus
mengacu pada perencanaan pembangunan
kabupaten/kota. Untuk perencanaan pembangunan
desa terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka

76
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

Menengah (RPJM) Desa dan Rencana Kerja


Pembangunan Desa (RKP Desa) yang disusun secara
berjangka oleh pemerintah desa dan ditetapkan
melalui Peraturan Desa (Kamaroesid, 2017).
RPJM Desa merupakan dokumen yang memuat
rencana kegiatan pembangunan desa untuk jangka
waktu selama 6 tahun. Penyusunan RPJM Desa wajib
melibatkan stakeholder melalui penyelenggaraan
musyawarah perencanan pembangunan desa
(Musrenbang Desa) secara partisipatif. Sebelum
melaksanakan musrenbang desa, Kepala Desa dapat
membentuk tim penyusun RPJM Desa yang terdiri
dari: Kepala desa sebagai pembina, Sekretaris desa
sebagai ketua, ketua lembaga pemberdayaan
masyarakat sebagai sekretaris dan perangkat Desa,
lembaga pemberdayaan masyarakat, kader
pemberdayaan masyarakat Desa, dan unsur
masyarakat lainnya sebagai anggota tim penyusun
RPJM Desa. Tim penyusun RPJM Desa berperan
dalam penyelarasan arah kebijakan pembangunan
Kabupaten/Kota, pengkajian keadaan Desa,
penyusunan rancangan RPJM Desa, dan
penyempurnaan rancangan RPJM Desa. Selanjutnya,
rancangan RPJM Desa yang telah disetujui oleh
Kepala desa maka dapat dilaksanakan musyawarah
perencanaan pembangunan Desa. Penyusunan
Rencana Pembangunan Desa dilaksanakan melalui
musrenbang desa. Adapun pihak yang terlibat dalam
kegiatan musrenbang desa yaitu, Pemerintah desa,
Badan Permusyawaratan Desa dan masyarakat yang
dapat diwakili oleh tokoh masyarakat, tokoh agama,
tokoh adat, tokoh pendidikan, kelompok nelayan,
kelompok tani dan sebagainya sesuai Pasal 25 ayat 3
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun
2014.

77
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

Selanjutnya, pemerintah desa harus menyusun RKP


Desa sebagai dasar untuk menetapkan APBDesa
(Kamaroesid, 2017; Wasistiono and Tahir, 2019). RKP
Desa yang merupakan rencana pembangunan
tahunan desa hanya berlaku untuk jangka waktu 1
(satu) tahun berjalan. RKP Desa merupakan dokumen
penjabaran kegiatan yang terdapat di RPJM Desa yang
harus disusun oleh pemerintah desa (Wasistiono and
Tahir, 2019). Penyusunan RKP desa oleh Pemerintah
desa dapat dilakukan pada bulan Juli dan ditetapkan
melalui peraturan desa selambat-lambatnya pada
akhir bulan september tahun berjalan. Didalam
menyusun RKP desa, Pemerintah desa harus
mengacu pada informasi dari pemerintah daerah
kabupaten/kota yang berkaitan dengan pagu indikatif
desa dan berbagai rencana kegiatan baik dari
pemerintah daerah kabupaten/kota maupun
pemerintah daerah provinsi. RKP desa yang disusun
oleh kepala desa dengan melibatkan masyarakat desa
dengan melaksanakan kegiatan sebagai berikut
(Wasistiono and Tahir, 2019):
a. penyusunan perencanaan pembangunan desa
melalui musyawarah desa. Badan
Permusyawaratan Desa menyelenggarakan
musyawarah desa untuk melakukan penyusunan
rencana pembangunan desa paling lambat
dilaksanakan pada bulan juni tahun berjalan.
Hasil musyawarah desa ini dijadikan sebagai
pedoman oleh pemerintah desa dalam menyusun
rancangan dan daftar usulan RKP desa.
b. pembentukan tim penyusunan RKP Desa.
c. perencanaan pagu indikatif desa dan
penyelarasan program/kegiatan masuk ke desa.
d. pencermatan ulang dokumen RPJM Des.

78
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

e. penyusunan rancangan RKP Desa.


f. penyusunan RKP Desa melalui musyawarah
perencanaan pembangunan desa
(Musrenbangdes).
g. penetapan RKP.
h. perubahan RKP.
i. pengajuan daftar usulan RKP.
Adapun tahapan dalam menyusun APBDesa
(Nurcholis, 2011; Soleh and Rochansjah, 2014;
Kamaroesid, 2017; Bihambing, 2019) sebagai berikut:
a. Tahapan Persiapan
Pada tahapan persiapan dilaksanakan kegiatan
sebagai berikut:
1) Sektretaris Desa
Pada tahapan ini, Sekretaris desa memiliki
tugas untuk menyusun Rancangan Peraturan
Desa (Ranperdes) tentang APBDesa yang
mengacu pada Rencana Kerja Pembangunan
Desa (RKP Desa). Selanjutnya, Sekretaris
Desa harus menyampaikan Rancangan
Peraturan Desa tentang APBDesa kepada
Kepala Desa. Adapun susunan Ranperdes
terdiri dari: (a). Naskah APBDesa, (b).
Lampiran I tentang Ringkasan APBDesa, (c).
Lampiran II tentang Rincian APBDesa, (d).
Lampiran III tentang Penjabaran APBDesa,
dan (e). Dokumen Pelaksanaan Anggaran
Desa (DPA Desa).
2) Kepala Desa
Pada tahapan ini, Kepala Desa menyampaikan
Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa

79
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

kepada Badan Permusyawaratan Desa.


Adapun susunan Ranperdes terdiri dari (a).
Naskah APBDesa, (b). Lampiran I tentang
Ringkasan APBDesa, (c). Lampiran II tentang
Rincian APBDesa dan (d). Lampiran III tentang
Penjabaran APBDesa. Kepala Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa melakukan
pembahasan Ranperdes secara bersama,
mendapatkan persetujuan dari Badan
Permusyawaratan Desa dan disepakati secara
bersama-sama.
3) Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan
Desa
Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan
Desa melakukan pembahasan Ranperdes
secara bersama, mendapatkan persetujuan
dari Badan Permusyawaratan Desa dan
disepakati secara bersama-sama.
b. Tahapan Evaluasi
Pada tahapan evaluasi dilaksanakan kegiatan
sebagai berikut:
1) Rancangan Peraturan Desa (Ranperdes)
tentang APBDesa yang telah
disepakati/disetujui bersama BPD harus
disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Walikota melalui Camat paling lambat
selama 3 (tiga) hari setelah disepakati untuk
dievaluasi.
2) setelah dilakukan evaluasi maka
Bupati/Walikota dapat menetapkan hasil
evaluasi Ranperdes tentang APBDesa paling
lambat selama 20 hari kerja sejak

80
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

disampaikannya atau diterimanya dokumen


Ranperdes tersebut.
c. Tahapan Penetapan
Pada tahapan penetapan dilaksanakan kegiatan
sebagai berikut:
1) mengacu pada hasil evaluasi yang dilakukan
oleh Bupati/Walikota, jika ada yang harus
dilakukan penyesuaian dari Ranperdes
tentang APBDesa dikarenakan
ketidaksesuaian dengan kepentingan umum
dan peraturan perundangan-undagan yang
lebih tinggi maka Kepala Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa dapat melakukan
revisi perubahan untuk dilakukan
penyesuaian dan dilanjutkan dengan
penetapan kembali menjadi peraturan desa
oleh kepala desa. Penyempurnaan Ranperdes
tentang APBDesa paling lama 7 (tujuh) hari
kerja terhitung sejak diterimanya hasil
evaluasi.
2) Peraturan desa yang telah ditetapkan tersebut
selanjutnya dikirim ke Bupati/Walikota
melalui bagian pemerintahan desa.
3) jika hasil evaluasi atau perubahan
penyempurnaan tidak ditindaklanjuti oleh
kepala desa maka Bupati/Walikota/Camat
dapat membatalkan Ranperdes tentang
APBDesa yang diajukan dan menyatakan
berlakunya pagu APBDesa tahun sebelumnya.
4) Peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan
paling lambat tanggal 31 Desember tahun
anggaran berjalan.

81
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

Tahapan penyusunan dan penetapan APBDesa


digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.1. Jadwal Penyusunan APBDesa


Sumber:(BPKP, 2015; Kamaroesid, 2017)

2. Pelaksanaan
Setelah melaksanakan tahapan awal (perencanaan)
pengelolaan keuangan desa maka proses berikutnya
adalah tahapan pelaksanaan. Pelaksanaan adalah
rangkaian kegiatan yang dikerjakan dengan mengacu
pada rencana yang telah ditetapkan secara bersama
agar dapat mencapai tujuan organisasi. Yang
dimaksud dengan pelaksanaan dalam pengelolaan
keuangan desa adalah rangkaian kegiatan untuk
melaksanakan rencana dan anggaran yang telah
ditetapkan secara bersama melalui APBDesa
(Bihambing, 2019). Kegiatan utama yang terdapat
pada tahapan pelaksanaan da[at berupa penyusunan
Rencana Anggaran Biaya (RAB), pengajuan Surat
Permintaan Pembayaran (SPP), dan dilanjutkan
dengan melaksanakan kegiatan dilapangan. Kegiatan
pokok pada fase pelaksanaan ini secara umum dapat
dipilah menjadi 2 (dua) yaitu: kegiatan yang berkaitan
dengan pengeluaran, dan melaksanakan kegiatan di
lapangan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
20 Tahun 2018 dapat diketahui bahwa pelaksanaan

82
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

pengelolaan keuangan desa merupakan keseluruhan


atas transaksi penerimaan dan pengeluaran desa
yang dilaksanakan melalui rekening kas desa pada
bank yang ditunjuk Bupati/Wali Kota. Rekening kas
desa dibuat oleh Pemerintah desa dengan spesimen
tanda tangan Kepala desa dan Kaur
Keuangan/Bendahara desa. Untuk desa yang belum
memiliki pelayanan perbankan di wilayahnya,
rekening kas desa dibuka di wilayah terdekat yang
dibuat oleh Pemerintah desa dengan spesimen tanda
tangan Kepala desa dan Kaur Keuangan/Bendahara
desa. Keseluruhan transaksi penerimaan dan
pengeluaran desa harus didukung dengan bukti yang
lengkap dan sah.
Sehubungan dengan nomor rekening kas desa, Kepala
desa harus melaporkannya kepada Bupati/Wali Kota.
Selanjutnya, daftar nomor rekening kas desa tesebut
akan dilaporkan oleh Bupati/Wali Kota kepada
Gubernur dengan tembusan Menteri Dalam negeri
melalui Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa.
Hal ini digunakan untuk kemudahan laporan dalam
pengendalian penyaluran dana transfer. Untuk
memenuhi kebutuhan operasional pemerintah desa
maka Kaur Keuangan (bendahara desa) dapat
menyimpan uang tunai pada jumlah tertentu yang
mengacu pada Peraturan Bupati/Wali Kota tentang
pengelolaan keuangan desa.
Kepala desa menugaskan Kaur dan Kasi pelaksana
kegiatan anggaran sesuai tugasnya menyusun DPA
paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah Peraturan Desa
tentang APBDesa dan Peraturan Kepala Desa tentang
Penjabaran APBDesa ditetapkan. DPA yang dimaksud
dapat berupa:

83
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

a. rencana kegiatan dan anggaran desa, dengan


penjabaran isi yaitu merinci setiap kegiatan,
anggaran yang disediakan, dan rencana
penarikan dana untuk kegiatan yang telah
dianggarkan.
b. rencana kerja kegiatan desa, dengan penjabaran
isi yaitu merinci lokasi, volume, biaya, sasaran,
waktu pelaksanaan kegiatan, pelaksana kegiatan
anggaran, dan tim yang melaksanakan kegiatan.
c. rencana anggaran biaya (RAB) yaitu merinci
satuan harga untuk setiap kegiatan.
Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan anggaran harus
menyerahkan rancangan DPA kepada Kepala desa
melalui Sekretaris desa paling lama 6 (enam) hari
kerja setelah penugasan. Sekretaris Desa bertugas
untuk melakukan verifikasi rancangan DPA paling
lama 15 (lima belas) hari kerja sejak Kaur dan Kasi
menyerahkan rancangan DPA. Kepala desa
menyetujui rancangan DPA yang telah diverifikasi
oleh Sekretaris desa. Jika terjadi perubahan
Peraturan Desa tentang APBDesa dan/atau
perubahan Peraturan Kepala Desa tentang
Penjabaran APBDesa yang menyebabkan terjadinya
perubahan anggaran dan/atau terjadi perubahan
kegiatan, Kepala desa menugaskan Kaur dan Kasi
pelaksana kegiatan anggaran untuk menyusun
rancangan DPPA yaitu (1) Rencana Kegiatan dan
Anggaran Desa Perubahan dan (2) Rencana Anggaran
Biaya Perubahan. Kaur dan Kasi pelaksana kegiatan
anggaran menyerahkan rancangan DPPA kepada
Kepala Desa melalui Sekretaris Desa paling lama 6
(enam) hari kerja setelah penugasan. Sekretaris Desa
bertugas melakukan verifikasi rancangan DPPA paling
lama 15 (lima belas) hari kerja sejak Kaur dan Kasi
menyerahkan DPPA. Selanjutnya setelah melalui

84
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

proses verifikasi oleh sekretaris desa maka Kepala


Desa dapat menyutujui rancangan DPPA yang telah
diverifikasi oleh Sekretaris desa.
Setelah DPA telah disetujui oleh Kepala desa maka
Kaur Keuangan menyusun rancangan Rencana
Anggaran Kas (RAK) Desa. Rancangan RAK Desa yang
telah disusun disampaikan kepada Kepala desa
melalui Sekretaris desa. Sekretaris desa melakukan
verifikasi terhadap rencangan RAK Desa yang
diajukan Kaur Keuangan dan dilanjutkan dengan
persetujuan rancangan RAK Desa oleh Kepala desa
berdasarkan hasil verifikasi Sekretaris desa. RAK
Desa memuat arus kas masuk dan arus kas keluar
yang digunakan mengatur penarikan dana dari
rekening kas untuk mendanai pengeluaran
berdasarkan DPA yang telah disahkan oleh Kepala
desa. Arus kas terdiri dari 2 (dua) macam yaitu:
a. arus kas masuk, memuat semua pendapatan desa
yang berasal dari pendapatan asli desa, transfer
dan pendapatan lain.
b. arus kas keluar, memuat semua pengeluaran
belanja atas beban APBDesa.
Setiap peristiwa transaksi pendapatan dan
pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap
dan sah. Penerimaan pembiayaan dari Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran (SiLPA) pada tahun
sebelumnya dapat digunakan:
a. untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi
pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja.
SiLPA ini merupakan perhitungan perkiraan
penerimaan dari pelampauan pendapatan
dan/atau penghematan belanja tahun
sebelumnya yang digunakan untuk membiayai

85
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan dalam


APB Desa tahun anggaran berkenaan.
b. untuk mendanai kegiatan yang belum selesai atau
lanjutan.
SiLPA ini merupakan perhitungan riil dari
anggaran dan kegiatan yang harus diselesaikan
pada tahun anggaran berikutnya.
Khusus untuk pencairan dana cadangan dan
pembentukan dana cadangan dicatatkan dalam
Catatan atas Laporan Keuangan. Pencatatan
pencairan dana cadangan merupakan penyisihan
anggaran dana cadangan dalam rekening kas desa.
Pembentukan dana cadangan dilarang digunakan
untuk membiayai program dan kegiatan lain diluar
yang telah ditetapkan dalam Peraturan Desa
mengenai dana cadangan.
3. Penatausahaan
Penatausahaan merupakan kegiatan pencatatan
seluruh transaksi keuangan yang dapat berupa
transaksi penerimaan dan pengeluaran uang dalam 1
(satu) tahun anggaran berjalan. Penatausahaan
keuangan desa merupakan bagian dari proses
pengelolaan keuangan yaitu proses administrasi
pencatatan kegiatan keuangan desa dengan
menggunakan formulir/dokumen/buku yang
dilakukan oleh Kaur Keuangan. (Zulkifli, 2020).
Secara umum pelaksana fungsi kebendaharaan
biasanya disebut bendahara desa yang dalam hal ini
dilakukan oleh Kaur Keuangan Pemerintah desa.
Dalam melaksanakan tugas sebagai pengelola utama
keuangan desa maka bendahara (kaur keuangan)
harus menjalankan tugas dan tanggungjawabnya
dengan penuh ketekunan dan ketelitian yang
merupakan syarat dalam melaksanakan kegiatan ini.

86
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

Bendahara desa/Kaur keuangan harus mematuhi


ketentuan yang berlaku, melaksananakan tugas dan
tanggung jawab, menjalankan prosedur dan
mendokumentasikan penatausahaan keuangan desa.
Berdasarkan pasal 63 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 20 tahun 2018 dijelaskan bahwa
penatausahaan dilakukan oleh Kaur Keuangan
sebagai pelaksana fungsi kebendaharaan.
Selanjutnya Kaur Keuangan memiliki kewajiban
melakukan pencatatan terhadap seluruh transaksi
yang terjadi seperti transaksi penerimaan dan
pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir
bulan secara tertib. Lebih lanjut, Kaur Keuangan juga
memiliki kewajiban mempertanggungjawabkan uang
melalui laporan pertanggungjawaban. Laporan
pertanggungjawaban tersebut harus disampaikan
setiap bulan kepada Kepala desa dan paling lambat
atau selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya.
Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran
menggunakan:
a. Buku Kas Umum (BKU);
b. Buku Kas Pembantu Pajak; dan
c. Buku Bank.
Sehubungan dengan transaksi penerimaan dan
pengeluaran kas yang dilakukan secara tunai maka
bendahara desa/kaur keuangan harus melakukan
pencatatan atas seluruh transaksi tersebut pada
Buku Kas Umum (BKU). Kemudian, setiap transaksi
penerimaan uang yang berasal dari pungutan pajak
dan transaksi pengeluaran seperti pembayaran pajak
ke kas Negara akan dicatat oleh Bendahara
desa/Kaur keuangan pada Buku Kas Pembantu

87
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

Pajak. Selanjutnya, segala bentuk transaksi baik


penerimaan dan pengeluaran kas melalui
bank/transfer akan dilakukan pencatatan pada Buku
Bank. Khusus untuk transaksi pendapatan dan
pembiayaan maka terdapat buku pembantu yaitu
buku rincian pendapatan dan buku rincian
pengeluaran. Berikut ini merupakan kegiatan dan
dokumen yang terdapat dalam penatausahaan
keuangan desa sebagai berikut (BPKP, 2015;
Kamaroesid, 2017):
a. penatausahaan penerimaan desa
b. penatausahaan belanja desa
c. penatausahaan pembiayaan desa
d. dokumentasi penatausahaan oleh bendahara
desa/kaur keuangan, yang mencakup:
1) Buku Kas Umum.
2) Buku Kas Pembantu Pajak.
3) Buku Rincian Pendapatan.
4) Buku Rincian Pengeluaran.
e. laporan bendahara desa.
f. penatausahaan oleh pelaksana kegiatan.
g. kode rekening, yang mencakup:
1) kode rekening pendapatan desa.
2) kode rekening belanja desa.
3) kode rekening pembiayaan desa.
4. Pelaporan
Pelaporan merupakan salah satu fungsi manejemen
yang sangat penting untuk dilakukan agar
tercapainya tujuan organisasi. Pelaporan adalah

88
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

suatu aktivitas penyampaian hasil kegiatan atau hasil


pekerjaan pada periode tertentu dengan menyediakan
data dan informasi sebagai bentuk tanggungjawab
atas tugas dan wewenang yang telah diberikan.
Laporan keuangan adalah suatu kegiatan
penyampaian informasi yang disiapkan dan disajikan
oleh suatu lembaga/instansi/organisasi kepada pihak
internal dan eksternal sebagai bentuk alat
pertanggunggjawaban atas tugas yang telah diberikan
dan sebagai alat komunikasi kepada pihak yang
membutuhkannya (Bihambing, 2019).
Pelaporan atas pengelolaan keuangan desa sangat
penting dilakukan untuk mengetahui data dan
informasi yang berkaitan dengan realisasi pendapatan
dan pengeluaran keuangan pemerintah desa. Pada
tahapan pelaporan atas pengelolaan keuangan desa
maka kepala desa harus menyampaikan laporan
realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Wali
Kota yang terbagi atas 2 (dua) laporan semester
sebagai berikut:
a. Laporan Semester Pertama
Laporan ini dapat berupa laporan realisasi
APBDesa dan harus disampaikan selambat-
lambatnya pada akhir bulan Juli tahun berjalan.
Laporan pelaksanaan realisasi APBDesa ini
memberikan data dan informasi sehubungan
dengan realisasi antara pendapatan, belanja dan
pembiayaan dengan target dan anggaran yang
telah ditetapkan selama 1 (satu) semester.
b. Laporan Semester Akhir Tahun
Laporan ini harus disampaikan selambat-
lambatnya pada akhir bulan Januari tahun
berikutnya. Laporan pelaksanaan realisasi
APBDesa semester akhir memberikan data dan

89
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

informasi sehubungan dengan realisasi antara


pendapatan, belanja dan pembiayaan dengan
target dan anggaran yang telah ditetapkan sampai
akhir tahun. Laporan yang disampaikan mulai
dari awal sampai akhir atau akumulasi dari
seluruh kegiatan selama 1 (satu) tahun anggaran.
5. Pertanggungjawaban Keuangan Desa
Laporan pertanggungjawaban merupakan suatu
kegiatan memberikan keterangan secara rinci yang
dapat dilakukan baik secara lisan maupun tulisan
yang menggambarkan pelaksanaan seluruh kegiatan
pada periode tertentu atas tugas dan tanggungjawab
yang telah diberikan oleh Atasan atau Pejabat yang
lebih tinggi. Berdasarkan Pasal 70 Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 bahwa Kepala
desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban
realisasi APBDesa kepada Bupati/Wali Kota melalui
Camat setiap akhir tahun anggaran. Laporan
pertanggungjawaban tersebut harus disampaikan
paling lambat atau selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
setelah akhir tahun anggaran berkenaan yang
ditetapkan dengan Peraturan Desa. Sebelum
ditetapkan menjadi Peraturan desa, Sektretaris desa
berkewajiban untuk menyusun rancangan Peraturan
desa tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBDesa dan juga berkewajiban menyusun
rancangan Keputusan Kepala desa tentang
pertanggungjawaban kepala desa. Sekretaris desa
menyampaikan kepada kepala desa untuk dibahas
bersama Badan Permusyawaratan Desa. Setelah
mendapatkan persetujuan dari Badan
Permusyawaratan Desa maka Kepala desa dan Badan
Permusyawaratan Desa dapat menetapkan rancangan
peraturan desa tentang pertanggungjawaban
pelaksanaan APBDesa menjadi peraturan desa

90
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

(Nurcholis, 2011). Didalam Peraturan desa harus


disertai dengan:
a. laporan keuangan yang terdiri dari:
1) laporan realisasi APBDesa.
2) catatan atas laporan keuangan.
b. laporan realisasi kegiatan.
c. daftar program sektoral, program daerah dan
program lainnya yang masuk ke desa.
Selanjutnya, Peraturan desa tentang laporan
pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa
dilampiri dengan:
a. format laporan pertanggungjawaban realisasi
pelaksanaan APBDesa Tahun Anggaran
berkenaan;
b. format laporan kekayaan milik desa per 31
Desember Tahun Anggaran berkenaan; dan
c. format laporan program Pemerintah dan
Pemerintah daerah yang masuk ke desa.
Laporan pertanggungjawaban yang disiapkan
merupakan bagian dari laporan penyelenggaraan
pemerintahan desa akhir tahun anggaran.
Bupati/Wali Kota menyampaikan laporan konsolidasi
realisasi pelaksanaan APB Desa kepada Menteri
Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Bina
Pemerintahan Desa paling lambat minggu kedua
Bulan April tahun berjalan. Selain menyampaikan
laporan pertanggungjawaban kepada Bupati/Wali
Kota melalui Camat setiap akhir tahun anggaran,
Pemerintah desa juga diharuskan untuk
menyampaikan laporan realisasi kegiatan dalam satu
tahun anggaran kepada masyarakat melalui media
informasi. Ini merupakan salah satu syarat dalam

91
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

memberikan keterbukaan informasi publik kepada


masyarakat. Media yang dapat digunakan dalam
menyampaikan informasi harus mudah diakses oleh
masyarakat seperti papan pengumuman yang
umumnya dipasang didepan atau di kawasan kantor
desa, radio komunitas dan media informasi lainnya.
Adapun materi informasi yang harus disampaikan ke
publik paling sedikit mencakup:
a. laporan realisasi APBDesa;
b. laporan realisasi kegiatan;
c. kegiatan yang beum selesai dan/atau tidak
terlaksana;
d. sisa anggaran; dan
e. alamat pengaduan.

Penutup

Besarnya jumlah anggaran yang dianggarkan Pemerintah


Pusat untuk Pemerintah desa tentunya memerlukan
kesiapan dan keseriusan pemerintah desa dalam
mengelola keuangan desa. Dalam mengelola keuangan
desa harus memperhatikan asas transparansi, akuntabel,
partisipatif, dan tertib dan disiplin anggaran. Selain dana
yang bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah
daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota,
pemerintah desa juga dapat mengelola segala potensi
sumber daya yang ada di desa yang dapat dijadikan
sumber pendapatan asli desa. Memaksimalkan
penyelenggaraan pelayanan publik untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat desa.

92
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

Daftar Pustaka
Bihambing, H. (2019) Pengelolaan Keuangan Desa.
Yogyakarta: deepublish.
BPKP (2015) Petunjuk pelaksanaan bimbingan dan
konsultasi pengelolaan keuangan desa, Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Jakarta.
Hadiyati, S. N. (2018). Studi Identifikasi Faktor–Faktor
Yang Dapat Mempengaruhi Pengelolaan Keuangan
Desa (Studi Empiris Pada Seluruh Desa Di Kecamatan
Gegesik Kabupaten Cirebon, Monex : Journal Research
Accounting Politeknik Tegal, 7(2), pp. 435–442. doi:
10.30591/monex.v7i2.933.
Hasan, S., Kasim, N. M. and Tijow, L. M. (2021) ‘Prospektif
Model Pengelolaan Keuangan Desa Melalui
Pengawasan Berbasis Masyarakat’, Maleo Law
Journal, 5(I), pp. 1–17.
Kamaroesid, H. (2017) Pengelolaan Keuangan Desa dalam
Praktek/Penerapannya di Desa. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Matridi, R. A. et al. (2015) ‘An Evaluation of P3DK (An
Acceleration of Development Village Program): A
Reviewing on Failure toward Revolving Loan Fund
System in Kepulauan Riau Province, Indonesia’,
Procedia - Social and Behavioral Sciences. Elsevier
B.V., 169, pp. 189–197. doi:
10.1016/j.sbspro.2015.01.302.
Mondale, T. F., Aliamin and Fahlevi, H. (2017) ‘Analisis
Problematika Pengelolaan Keuangan Desa (Studi
Perbandingan pada Desa Blang Kolak I dan Desa
Blang Kolak II , Kabupaten Aceh Tengah)’, Jurnal
Perspektif Ekonomi Darussalam, 3(2), pp. 196–212.
Nurcholis, H. (2011) Pertumbuhan dan Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa. Jakarta: Erlangga.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014
Tentang Pengelolaan Keuangan Desa

93
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014


Tentang Pedoman Pembangunan Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018
Tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2016
Tentang Pengelolaan aset Desa
Rahmasari, B. (2020) ‘Pengelolaan Keuangan Desa
Ditinjau Dari Undang- Undang Desa Menuju
Masyarakat Yang Mandiri’, Jurnal Lex Renaissance,
5(2), pp. 488–507. doi: 10.20885/jon.vol1.iss1.art19.
Soleh, C. and Rochansjah, H. (2014) Pengelolaan
Keuangan Desa. Bandung: Fokusmedia.
UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Wasistiono, S. and Tahir, M. I. (2019) Administrasi
Pemerintahan Desa. Pertama. Tangerang Selatan -
Banten: Universitas Terbuka.
Wijaya, E. and Roni, M. F. (2019) ‘Praktik Pengelolaan
Keuangan Desa Dan Faktor-Faktor Yang
Memengaruhinya (Practice of Village Fund
Management and Its Affecting Factors)’, Jurnal Ilmiah
Kebijakan Hukum, 13(2), pp. 165–184.
Zulaifah, I. A. and Marwata (2020) ‘Perencanaan
Pengelolaan Keuangan Desa (Studi Kasus pada Desa
Jlumpang , Kecamatan Bancak , Kabupaten
Semarang)’, Jurnal Akuntansi dan Pajak, 21(1), pp.
130–141.
Zulkifli (2020) ‘Penatausahaan Keuangan Desa /
Gampong’. Kabupaten Bireuen.

94
SUMBER DAN PENGELOLAAN KEUANGAN PEMERINTAHAN DESA

Profil Penulis
Raja Abumanshur Matridi
Merupakan Putra sulung dari tiga bersaudara,
anak dari ayah yang bernama Raja Anizar, SPd.SD
dan Ibu Darmayanti, dan merupakan suami dari
istri tercinta Raviany Rizal, ST dan telah
dikaruniai 2 orang putra, yang pertama Raja Rakhshan Nadhif
dan yang kedua Raja Rafisqy Arfadhia. Lahir di Midai
(Kabupaten Natuna), 5 Februari 1986. Pendidikan, SDN 006
dan SMPN 1 Kecamatan Midai, SMAN 2 Kota Tanjungpinang,
dan menyelesaikan pendidikan S1 jurusan Ilmu Administrasi
Negara di STISIPOL Raja Haji Kota Tanjungpinang tahun 2010.
Menyelesaikan pendidikan S2 di Northern University of Malaysia
pada tahun 2013 di bidang Public Management. Menjadi dosen
sejak tahun 2013 di STISIPOL Raja Haji dan diamanahkan
menduduki jabatan Sekretaris Prodi Administrasi Publik masa
bakti 2013-2018. Menduduki jabatan Ketua Prodi Administrasi
Publik sejak 2018-sekarang. Merupakan Co-Author pada buku
Program Pemerintah Daerah dan Permasalahan Sosial, rutin
menerbitkan jurnal baik berskala nasional maupun
internasional. Aktif dalam kegiatan penelitian dan bekerjasama
dengan pemerintah daerah. Dipercayakan menjadi Tenaga Ahli
dalam menyusun naskah kajian pemekaran desa di Kabupaten
Natuna pada tahun 2019 dan 2020. Menjadi Tenaga Ahli pada
kajian Dampak Pemberian Bantuan Terhadap Pendapatan
Nelayan/Pembudidaya Di Kabupaten Bintan tahun 2018,
Tenaga Ahli dalam Menyusun Potret Pembangunan Manusia
Kabupaten Bintan pada tahun 2019 dan Tenaga Ahli pada
kegiatan Fasilitator Inovasi Daerah di Kabupaten Bintan Tahun
2020 dan 2021 dan merupakan team work Pemerintah
Kabupaten Bintan dalam meraih penghargaan Innovation
Government Award (IGA) sebagai Kabupaten Terinovatif kategori
Daerah Perbatasan pada tahun 2020 dan 2021.
Email Penulis: matridi_aeksalo@yahoo.com

95
96
6
MANAJEMEN ASET
PEMERINTAHAN DESA

Muhsin Efendi, S.A.P., M.Si.


Universitas Gajah Putih

Pendahuluan

Desa merupakan suatu kesatuan masyarakat hukum


yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul
yang khusus (Widjaja, 2003:3). Definisi lain berdasarkan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 bahwa Desa adalah
Desa dan Desa Adat atau yang disebut dengan nama lain
yang selanjutnya disebut Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa, bahwa yang dimaksud dengan pemerintahan desa
adalah penyelenggara urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan
pembangunan desa, pembinaan masyarakat desa dan

97
MANAJEMEN ASET PEMERINTAHAN DESA

pengesahan masyarakat desa berdasarkan Pancasila,


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka
Tunggal Ika.
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa desa adalah
kesatuan masyarakat yang mempunyai batas-batas
wilayah dan mempunyai kekuasaan mengatur
masyarakat serta berdasarkan prakarsa masyarakat
setempat. Alasan penyelenggaraan pemerintahan desa
adalah keberagaman, partisipasi, otonomi, demokrasi
yang sesungguhnya dan pemberdayaan masyarakat.

Manajemen Aset

Istilah manajemen aset sangat asing didengar oleh banyak


orang, namun yang biasanya orang sering mendengar
atau membicarakan istilah manajemen dan aset.
Manajemen yang dibahas terdiri dari 4 (empat) fungsi
dasar yaitu: perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan dan pengendalian. Pengertian aset secara
umum adalah kekayaan. Aset dapat berupa aset berwujud
atau aset tidak berwujud. Aset berwujud seperti tanah
milik perusahaan, bangunan, peralatan, dan mesin. Aset
tetap untuk pelayanan publik seperti infrastruktur
meliputi jalan, jembatan, pelabuhan, dan irigasi. Contoh
aset tidak berwujud termasuk hak kekayaan intelektual,
hak cipta, paten, dan lain-lain.
Istilah manajemen adalah suatu proses yang dipimpin
oleh individu atau kelompok dengan upaya yang
terkoordinasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Fungsi manajemen meliputi kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian.
Manajemen aset adalah proses struktural yang mencakup
semua aset sebagai aset untuk mendukung pemberian
layanan (Hariyono, 2007). Sementara itu aset jika ditinjau

98
MANAJEMEN ASET PEMERINTAHAN DESA

dari perspektif hukum, menurut Hidayat (2011:4), aset


meliputi benda tidak bergerak dan benda bergerak,
termasuk benda yang mereka dapat atau dapat dirasakan
umumnya dikenal sebagai objek material. seperti tanah,
kendaraan, bangunan atau benda tidak berwujud lainnya,
yang kemudian disebut benda berwujud dan tidak
berwujud. Terkandung dalam aset/harta kekayaan atau
aset suatu lembaga, organisasi, korporasi atau
perorangan. Selanjutnya Sugiama (2013:15) menjelaskan
bahwa aset dapat dipisahkan dalam bentuk apapun atau
apapun dengan nilai ekonomi yang dimiliki oleh individu,
pemerintah atau korporasi yang dapat diukur atau dinilai
secara finansial.
Menurut Hastings (2010) manajemen aset adalah
“serangkaian kegiatan yang terkait dengan: identifikasi
aset yang diperlukan, penentuan kebutuhan pembiayaan,
akuisisi aset, penyediaan sistem pendukung logistik dan
pemeliharaan aset, disposisi atau penggunaan kembali
aset. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan secara
efektif dan efisien.” Dari beberapa pendapat sebelumnya
bahwa manajemen aset adalah kegiatan pengelolaan aset,
dimulai dengan penentuan atau alokasi semua aset yang
diperlukan hingga pelepasan aset secara efektif dan
efisien dengan itu aset dikelola dengan baik. Tujuan
pengelolaan aset adalah untuk memiliki pedoman yang
benar agar aset yang dikelola berfungsi secara efektif,
efisien, dan bernilai tinggi (Sugiama, 2013).
Di sisi lain, dengan disahkannya Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa, menggambarkan maksud
negara untuk mendorong fleksibilitas desa, khususnya
dalam pengelolaan aset desa. Artinya, memberikan
berbagai jenis kemandirian bagi pemerintah desa. Barang
milik desa yang dapat dikuasai oleh pemerintah desa
adalah barang milik desa yang diperoleh atau diperoleh
atas beban anggaran pendapatan dan belanja desa, serta

99
MANAJEMEN ASET PEMERINTAHAN DESA

hak-hak lain yang sah. Aset desa yang dapat dikuasai oleh
Pemerintah desa dapat berupa tanah perkemahan desa,
tanah umum, pasar desa, pasar ternak, dermaga kapal,
bangunan desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil
pertanian, seluruh hutan yang ada di desa, semua mata
air yang ada di desa, masyarakat umum, dan aset lainya
milik desa. Berdasarkan hal tersebut jelaslah bahwa harta
desa adalah murni milik desa.

Pengelolaan Aset Desa

Pengelolaan aset desa murupakan rangkaian kegiatan


yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan,
pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan,
pemindah tanganan, pengawasana dan pengendalian aset
dimanfaatkan untuk menunjang penyelenggaraan
pemerintahan desa, mengoptimalkan daya guna dan hasil
guna aset desa dan meningkatkan pendapatan desa
(Nurcholis, 2011:81), dan untuk pendayaguna aset desa
secara tidak langsung dipergunakan dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintah desa dan tidak
mengubah status kepemilikan dan dalam rangka
meningkatkan pendapatan desa (Risnawati, 2017)
Jenis barang milik desa menurut Pasal 10 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 terdiri atas:
1. harta milik desa asal;
2. barang milik desa yang dibeli atau diperoleh atas
beban anggaran desa;
3. kekayaan desa dari hibah dan hibah atau sejenisnya;
4. kekayaan desa yang diperoleh untuk pelaksanaan
perjanjian/kontrak dan/atau berdasarkan ketentuan
hukum;
5. hasil kerjasama desa; dan

100
MANAJEMEN ASET PEMERINTAHAN DESA

6. kepemilikan desa atas perolehan legal lainnya.


Dengan demikian pengaturan tentang aset desa dibuat
dan disusun atas barang milik desa dengan harapan
dapat tercipta kesamaan persepsi dilingkungan
Pemerintah desa sesuai dengan mekanisme yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Adanya kejelasan klasifikasi dan pengkodean kekayaan
desa secara nasional, yang akan menjadi acuan bagi
Pemerintah desa dalam pengelolaan kekayaan desa yang
seragam dan terpadu dalam rangka pelaksanaan
peraturan administrasi dan mendukung tertib
pengelolaan aset desa yang lebih efektif dan efisien. Jika
aset desa diketahui, kebijakan pembangunan dapat
dilaksanakan dengan baik terkait aset desa. Dengan
demikian, peran Kepala desa dalam pengelolaan barang
milik desa dapat terlihat, sebaliknya tanpa harta, desa
tidak mengetahui kekayaannya dan peran Kepala desa
dalam mengelola barang milik desa tidak terlihat.
Pengelolaan kekayaan desa didasarkan pada asas
fungsional, kepastian hukum, transparansi, keterbukaan,
efisiensi, tanggung jawab, dan keamanan nilai. (Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 Pasal 3)
Kemudian, Kepala desa berwenang dan bertanggung
jawab untuk menetapkan pedoman pengelolaan kekayaan
desa, pembantu dan pejabat/pengurus pengelolaan
kekayaan desa, pedoman pengamanan aset desa,
membuat usulan perolehan, pengalihan dan disposisi aset
desa secara strategis melalui musyawarah desa,
persetujuan usul pengalihan, pelepasan aset desa dalam
batas kewenangan dan persetujuan usulan penggunaan
aset desa yang bukan tanah atau bangunan. Selanjutnya,
salah satu aspek strategis kepala desa dan perangkat desa
adalah melakukan inventarisasi, pengelolaan dan
pemanfaatan aset desa. Aspek strategis di desa,
penambahan atau penjualan aset desa, tidak bisa

101
MANAJEMEN ASET PEMERINTAHAN DESA

dilakukan secara sepihak oleh kepala desa sekalipun


mendapat mandat pengelolaan, Pemenritah desa tidak
dapat memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi atau
segelintir orang. Rambu-rambu telah jelas dibuat dalam
regulasi tentang aset desa.
Pengelolaan aset desa harus mendapat persetujuan dari
Badan Permusyawaratan Desa yang merupakan lembaga
perwakilan desa. Jika dilakukan pelepasan hak
kepemilikan aset desa harus mendapat persetujuan dari
Badan Permusyawaratan Desa dan ijin tertulis dari
Bupati/Wali Kota dan Gubernur. Dalam pengelolaan aset
desa, semua proses harus dijalankan mengikuti asas atau
prinsip dasar tertentu mengikuti asas umum pengelolaan
barang milik negara (BMN) (Sutaryono, dkk 2014:34).
Pengelolaan aset desa diatur dalam Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016. Dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 diterangkan
bahwa kekayaan desa adalah kekayaan desa yang berasal
dari kekayaan asli desa, yang dibeli atau diperoleh dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) atau
hak lain yang sah. Selanjunya pengelolaan aset desa
meliputi berbagai kegiatan mulai dari perencanaan,
perolehan, pemanfaatan, penggunaan, pengamanan,
pemeliharaan, pembuangan, pengalihan, pengelolaan,
pelaporan, evaluasi, pembinaan, pemantauan dan
pengendalian kekayaan. dari desa. Aset asli daerah
adalah: harta desa, pasar desa, pasar hewan, dermaga
perahu, bangunan desa, pelelangan ikan yang dikelola
desa, lelang produk pertanian, hutan desa, mata air desa,
pemandian umum dan kekayaan adat lainnya dari Desa.
Prinsip dasar atau kaidah-kaidah dalam pengelolaan aset
desa adalah sebagai berikut:
1. fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah-masalah di bidang pengelolaan

102
MANAJEMEN ASET PEMERINTAHAN DESA

barang milik desa yang dilaksanakan pengelola harus


sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab
masing-masing.
2. kepastian hukum, yaitu pengelolaan aset desa harus
dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan
perundang-undangan.
3. keterbukaan, yaitu penyelenggaraan pengelolaan aset
desa harus terbuka bagi semua pihak. Masyarakat
berhak menerima informasi mengenai tujuan,
sasaran, dan hasil pengelolaan aset desa.
4. efisiensi, yaitu pengelolaan aset desa diarahkan agar
digunakan sesuai batasan-batasan standar
kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang
penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi
pemerintahan secara optimal.
5. akuntabilitas, yaitu seluruh proses dan kegiatan
pengelolaan aset desa dari usulan hingga pencapaian
hasilnya harus dapat dipertanggungjawabkan pada
semua pihak terutama masyarakat desa.
6. kepastian nilai, yaitu pengelolaan aset desa harus
didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai
barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan
pemindahtanganan aset serta penyusutan neraca
pemerintah, sebagaimana tertuang dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016.
(Sutaryono, dkk 2014:35).
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 77
ayat (1) menambahkan bahwa asas atau prinsip dasar
dalam pengelolaan aset desa adalah asas kepentingan
umum, yang mengandung pengertian bahwa pengelolaan
aset desa didasarkan pada kepentingan masyarakat luas
di atas kepentingan individual, kelompok, atau golongan
tertentu. Kepentingan masyarakat luas ini dalam

103
MANAJEMEN ASET PEMERINTAHAN DESA

pelaksanaannya dijamin dan dilindungi oleh peraturan


perundang-undangan.
Pengelolaan aset desa harus memenuhi asas-asas
sebagaimana disebutkan di atas, dengan tujuan sebagai
berikut:
1. meningkatkan pendapatan asli desa (PAD).
2. memfasilitasi pelayanan publik bagi warga desa.
3. mengembangkan aset lokal dan aset milik bersama
untuk meningkatkan kesejahteraan warga desa.
4. memberdayakan dan mengembangkan kapasitas
warga desa untuk melakukan pemetaan dalam
mengembangkan aset lokal dan aset milik bersama
untuk meningkatkan perekonomian warga desa.
Dalam hal pengelolaan kekayaan desa sesuai dengan
Pasal 7 dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1
Tahun 2016, kegiatannya meliputi: perencanaan,
perolehan, pemanfaatan, pemanfaatan, perlindungan,
pemeliharaan, pemindahan, pemindahtanganan,
penatausahaan, pelaporan, evaluasi, pengelolaan,
pemantauan, dan pengendalian kekayaan desa. Berikut
adalah serangkaian proses pengelolaan aset tingkat desa.
1. Perencanaan
Perencanaan dalam hal ini melibatkan seluruh
stakeholder yang ada di desa, dengan harapan bahwa
tujuan pembangun tersentuh langsung oleh
masyarakat dengan cara musrenbang desa. Tahap
awal dalam proses perencanaan pengelolaan aset desa
melalui musawarah desa. Langkah selanjutnya ialah
pengalokasian anggaran yang akan digunakan,
setelah musrenbang desa selesai, Pemerintah desa
melakukan penyortiran untuk menyusun
perencanaan jangka panjang maupun jangka pendek.
Tentunya perencanaan tersebut bersifat sederhana,

104
MANAJEMEN ASET PEMERINTAHAN DESA

sistimatis, prioritas jelas terlihat, dan semua kegiatan


pokok yang akan dilaksanakan sudah tercakup.
Pelaksanannya berdasarkan asas kepentingan umum,
fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efesiensi,
efektivitas, akuntabilitas, dan kepastian nilai
ekonomi.
Perencanaan aset desa tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa)
untuk kebutuhan 6 (enam) tahun. Selain kebutuhan
6 (enam) tahun, ada pula rencana kebutuhan aset
desa tahunan yang dituangkan dalam Rencana Kerja
Pemerintahan Desa (RKPDesa) dan ditetapkan dalam
APBDesa, dengan mempertimbangkan ketersediaan
aset yang ada.
2. Perolehan dan Penggunaan
Perolehan aset desa didasarkan pada prinsip efisiensi,
efektivitas, transparansi dan keterbukaan, kompetitif,
adil atau tidak diskriminatif dan bertanggung jawab.
Pengadaan barang atau jasa di desa diatur dengan
Keputusan atau Peraturan Kepala daerah
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Penggunaan barang milik desa ditentukan
untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan
desa, dan status penggunaan barang milik desa
ditetapkan setiap tahun dengan keputusan kepala
desa.
3. Pemanfaatan
Pemanfaatan aset desa dioptimalkan untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,
mengasilkan pendapatan dalam bentuk uang, dan
juga dapat mensejahtrakan masyarakat. Aset desa
dapat digunakan sepanjang tidak digunakan secara
langsung untuk mendukung penyelenggaraan
pemerintahan desa. Bentuk penggunaan berupa:

105
MANAJEMEN ASET PEMERINTAHAN DESA

sewa, pinjam pakai, penggunaan bersama saat


digunakan, konstruksi untuk pengalihan atau
konstruksi untuk pengalihan. Penggunaan barang
milik desa ditentukan di desa. Penggunaan aset dalam
bentuk sewa tidak mengubah status kepemilikan dan
jangka waktu maksimal 3 (tiga) tahun, yang
selanjutnya dapat diperpanjang. Hal ini tidak berlaku
untuk pinjaman tanah, bangunan dan barang milik
pribadi berupa kendaraan bermotor. Kerja sama
pemanfaatan tanah atau bangunan dengan pihak lain
dilakukan untuk mengoptimalkan daya guna dan
hasil guna serta meningkatkan pendapatan desa.
Kerja sama pemanfaatan barang milik desa berupa
tanah dan bangunan dengan pihak lain didasarkan
pada ketentuan sebagai berikut: anggaran desa tidak
memiliki dana yang cukup untuk menutupi biaya
operasional, pemeliharaan dan perbaikan tanah dan
bangunan yang diperlukan, dan lain-lain dilarang
meminjamkan atau menggadaikan barang milik desa
yang menjadi objek kerja sama dalam penggunaan.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah kegiatan yang dilakukan agar
seluruh aset desa selalu dalam keadaan baik dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan desa.
Pemeliharaan dilakukan terhadap barang persediaan
yang sedang digunakan tanpa mengubah, menambah,
atau mengurangi bentuknya sehingga barang
dagangan dapat digunakan sesuai kebutuhan.
Pemeliharaan barang milik desa harus dilakukan oleh
Kepala desa dan Perangkat desa. Biaya pemeliharaan
properti ditagihkan ke APBDesa.
5. Penghapusan
penghapusan aset desa adalah kegiatan yang
digunakan untuk menghapus atau memindahkan

106
MANAJEMEN ASET PEMERINTAHAN DESA

aset desa dari buku inventaris desa. Penghapusan


barang milik desa dilakukan dengan cara: perubahan
harta benda, perusakan, kehilangan, pencurian dan
kebakaran. Penghapusan aset desa yang berpindah
tangan, meliputi: pengalihan aset desa kepada pihak
lain, dan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap. Desa yang kehilangan haknya
akibat putusan pengadilan wajib mengeluarkannya
dari inventarisasi barang milik desa.
Perusakan dengan sengaja barang milik desa, dengan
ketentuan: berupa barang yang sudah tidak dapat
digunakan lagi atau tidak berguna lagi, termasuk
meja, kursi, computer, dan protokol pemusnahan
disusun sebagai dasar keputusan kepala desa tentang
pemusnahan. Penghapusan aset strategis desa
terlebih dahulu disusun dalam berita acara dan atas
persetujuan Bupati/Wali Kota ditetapkan dengan
Keputusan kepala desa. Penghapusan barang milik
desa tidak perlu dengan persetujuan Bupati/Wali
Kota, tetapi terlebih dahulu dibuat berita acara dan
ditetapkan dengan Keputusan Kepala desa. Barang
milik desa yang desanya telah dibuka oleh
pembangunan, seperti waduk, uang penggantinya
diserahkan kepada pemerintah kabupaten atau kota
sebagai pendapatan daerah. Harta kekayaan desa
yang digabung menjadi simpanan melalui
pembangunan, uang penggantinya menjadi milik
desa. Uang pengganti ini merupakan pendapatan desa
yang penggunaannya terutama digunakan untuk
membangun infrastruktur desa. Milik desa yang
desanya dihilangkan atau dilebur dalam kerangka
peraturan desa, aset desa yang desanya dihilangkan
menjadi milik desa yang digabung.

107
MANAJEMEN ASET PEMERINTAHAN DESA

6. Pengalihan
Bentuk pengalihan harta desa meliputi: tukar
tambah, jual beli, dan kepemilikan aset desa dapat
dijual apabila: aset tersebut tidak mempunyai nilai
guna untuk menunjang pekerjaan pemerintahan
desa; Aset berupa tanaman dan ternak
yang dikelola oleh pemerintah desa, seperti: jati,
maranti, bambu, sapi dan kambing; penjualan aset
dilakukan melalui penjualan langsung atau lelang;
Penjualan langsung meliputi: meja, kursi, komputer,
mesin tik, serta tanaman dan ternak; Lelang meliputi:
mobil, peralatan mesin; Penjualan lelang disertai
dengan kwitansi penjualan dan ditetapkan dengan
keputusan pengelola desa atas penjualan tersebut;
Uang hasil penjualan dicatat di kas kota sebagai
pendapatan kota; Penyertaan modal pemerintah desa
pada aset desa dilakukan dalam rangka pembinaan,
pembinaan dan peningkatan kinerja Badan Usaha
Milik Desa (BUMDesa). Penyertaan modal yang
diharapkan berupa Tanah Kas Desa.
7. Administrasi
Aset desa yang telah ditentukan penggunaannya,
harus diinventarisasi dan diberi kode dalam buku
inventarisasi aset desa. Pengkodean ini diatur dalam
pedoman umum pengkodean aset desa.
8. Penilaian aset
Penilaian aset dilakukan oleh pemerintah kabupaten
bersama dengan pemerintah desa untuk melakukan
inventarisasi aset berdasarkan ketentuan hukum.
Penilaian
properti dalam konteks penggunaan dan pengalihan
tanah dan bangunan dilakukan oleh penilai negara
atau penilai publik.

108
MANAJEMEN ASET PEMERINTAHAN DESA

9. Pembinaan dan pengawasan


Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan dan
pengawasan kepada Pemerintah desa dalam
pelaksanaan pengelolaan barang milik desa melalui
Direktur Pembangunan. Gubernur memberikan
pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan
barang milik desa. Bupati atau walikota juga
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pengelolaan barang milik desa. Bupati atau Wali kota
melimpahkan pengarahan dan pengawasan kepada
Kacamatan.

109
MANAJEMEN ASET PEMERINTAHAN DESA

Daftar Pustaka
Campbell, J. D , Jardine, McGlynn, (2011). Asset
Management Excellence: Optimizing Equipment Life-
Cycle Decisions, Second Edition
Risnawati, Dewi. 2017. Pengelolaan Aset Desa Dalam
Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Di Desa Krayan
Bahagia Kecamatan Long Ikis Kabupaten Paser. E-
jurnal ilmu pemerintahan, 2017, 5 (1): 199-212 ISSN
2477-2458.
Widjaja, H.A.W (2003). Pemerintahan Desa/Marga: Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Haryono, A. (2007). Modul Prinsip dan Teknik Manajemen
Kekayaan Negara. Badan Pendidikan dan Pelatihan
Keuangan, Pusdiklat Keuangan Umum. Tangerang.
Hastings, Nicholas A. John. (2010). Physical Assett
Management: Springer. Australia
Muchtar, Hidayat. (2011). Manajemen Aset (Privat dan
Publik): Laks Bang. Yogyakarta.
Marwansyah. (2009). Pengantar Manajemen: Politeknik
Negeri Bandung, Bandung.
Nurcholis, (2011). Pertumbuhan dan pennyelenggaraan
Pemerintahan Desa: Liberty Yogyakarta
Siregar, Doli. (2004). Manajemen Aset: Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Sugiama, A. Gima. (2013). Manajemen Aset Pariwisata,
Guardaya Intimarta, Edisi 1, Bandung
Sutaryono, Dkk. (2017). Buku Pinter Pengelolaan Aset
Desa: Forum Pengembangan Pembaharuan Desa
(FPPD). Yogyakarta
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Kementerian Dalam Negeri Nomor 1 Tahun
2016 tentang Pengelolaan Aset Desa

110
MANAJEMEN ASET PEMERINTAHAN DESA

Profil Penulis
Muhsin Efendi
Lahir di Suka Ramai, 18 April 1985, pendidikan S1
penulis di Universitas Diponegoro Semarang
dengan mengambil Jurusan Ilmu Administrasi
Publik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik lulus
tahun 2009, untuk Jenjang pendidikan S2 penulis
lanjutnya ke Universitas Iskandarmuda Banda
Aceh juga mengambil jurusan Ilmu Administrasi lulus tahun
2017. Penulis bertugas sebagai dosen tetap di Universitas Gajah
Putih sejak tahun 2011 sampai saat ini.
Penulis Juga aktif dalam menulis Artikel tentang:
1).Accountability of the 2020 Village Fund Allocation Management
(Alokasi Dana Kampung) in Arul Pertik Village, Central Aceh
Regency, Indonesia, 2). Implementasi Pelayanan Program
Keluarga Harapan (PKH) Di Kecamatan Syiah Utama Kabupaten
Bener Meriah. 3). Pengaruh Kompetensi, Iklim Organisasi, Dan
Motivasi Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai (Studi Kasus
Pada Dinas Syariat Islam Kabupaten Bener Meriah). 4).
Implementasi Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni
Oleh Dinas Sosial Kecamatan Bandar Bener Meriah. 5). Peran
Bagian Hukum Dalam Menyelesaikan Perkara Pemerintahan Di
Sekretariat Kabupaten Aceh Tengah, 6). Pengelolaan Pariwisata
Alam Dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Asli Daerah
Perspektif Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2013 Tentang
Kepariwisataan, 7). Pengawasan Pengelolaan Retribusi Parkir
Dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bener
Meriah Artikel Ilmiahnya dipublikasi dalam jurnal skala
nasional dan berkat dorongan teman-teman dan keluarga besar
serta keinginan besar untuk membangun pendidikan, saya
telah menghasilkan sebuah karya yang berbentuk buku dengan
judul “Kewenangan Daerah Dalam Rangka Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Bener Meriah”.
Email Penulis: muhsinefendi.fisipol@ugp.ac.id
muhsin85.efendi@gmail.com

111
112
7
PENYUSUNAN PRODUK
HUKUM DESA

Dr. Linda Fatmawati Saleh, S.H., M.H.


Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM
Sulawesi Tenggara

Undang-Undang Desa

Sebagai negara hukum, Indonesia menganut ajaran


berkonstitusi seperti negara-negara modern lainnya,
memiliki konstitusi tertulis yang disebut Undang-Undang
Dasar 1945. Undang-Undang Dasar 1945 ini ditempatkan
sebagai fundamental law sehingga menjadi hukum dasar
atau sebagai higher law. Norma fundamental negara
(staatsfundamentalnorm) adalah norma hukum tertinggi
dalam suatu negara. Menurut Syamsuddin (2013:23)
bahwa sebagai norma hukum tertinggi, norma
fundamental negara tidak dibentuk oleh suatu norma
hukum yang lebih tinggi lagi, tetapi pre-supposed atau
ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat dalam suatu
negara dan tempat bergantungnya norma-norma hukum
di bawahnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
merupakan pengganti UU No. 10/2004, jenis dan hierarki
peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut :

113
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Disebut hierarkhi karena peraturan perundang-undangan
yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Seperti
Peraturan Daerah atau Perda tidak boleh bertentangan
dengan Peraturan Pemerintah maupun Undang-Undang.
Sebaliknya peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi menjadi dasar atau landasan bagi peraturan
dibawahnya. Selain peraturan perundang-undangan yang
tercantum di atas, peraturan lainnya diatur dalam Pasal
8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, yang
menegaskan bahwa:
“Jenis Peraturan Perundang-undangan selain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup
peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan
Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia,
Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang
dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas
perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa
atau yang setingkat.”

114
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

Dijelaskan oleh Sartika (2016:166) bahwa jenis peraturan


tersebut memiliki kekuatan mengikat sebagai peraturan
perundang-undangan dengan ketentuan bahwa
peraturan tersebut diperintahkan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk
berdasarkan kewenangan. Dalam Pasal 7 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 bahwa tidak disebutkan peraturan
desa. Sementara disisi lain yang menjadi dasar dalam
pembentukan peraturan desa adalah Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014 jo Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksana Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 111 tahun 2014 tentang
Pedoman Teknis Peraturan di Desa. Ada 2 (dua) peraturan
perundang-undangan yang berbeda yang mengatur
mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan.
Benang merah perbedaan ini terjawab dalam Pasal 8
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan perundang-undangan.
Sementara disisi lain yang menjadi dasar dalam
pembentukan peraturan desa adalah Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014 jo Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksana UndangUndang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri
Nomor 111 tahun 2014 tentang Pedoman Teknis
Peraturan di Desa. Ada 2 (dua) peraturan perundang-
undangan yang berbeda yang mengatur mengenai
pembentukan peraturan perundang-undangan. Benang
merah perbedaan ini terjawab dalam Pasal 8 Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan perundang-undangan.
Peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Desa atau yang
setingkat diakui keberadaannya dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
115
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau


dibentuk berdasarkan kewenangan. Perintah peraturan
perundang-undangan atau berdasarkan kewenangan
merupakan persyaratan yang menjadikan Peraturan desa
tersebut diakui keberadaaanya dan mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat.
Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan unsur-
unsur daripada fungsi pemerintahan umum yang
merupakan tugas pokok daripada Pemerintah desa, di
samping fungsi-fungsi lain guna melengkapi tugas
kewajiban (Sumber Saparin:42). Wewenang serta
tanggung jawab Pemerintah desa yang bersangkutan
mengacu pada berbagai pengertian administrasi secara
umum yang berbunyi bahwa administrasi adalah suatu
proses kegiatan yang dilakukan oleh satu atau lebih
dalam rangka untuk mencapai tujuan. Dengan demikian
pengertian administrasi pemerintahan desa adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan desa untuk mencapai
tujuan yaitu pemerintahan desa yang mampu
menggerakkan masyarakat dalam pembangunan dan
terwujudnya kemandirian dan keberdayaan masyarakat
desa (Widjaja, 1993:92).
Negara mengakui eksistensi desa sebagai wilayah
otonom, baik desa sebagai sebuah kesatuan hukum
maupun desa sebagai kesatuan adat di nusantara dengan
menerbitkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa. Undang-Undang ini telah mengakomodasi
banyak hal yang muaranya untuk melindungi dan
memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri
dan demokratis. Kedudukan desa ditempatkan pada
posisi terhormat dan diakui sebagai subyek yang
berprakarsa. Selanjutnya didalam penjelasan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa juga
disebutkan bahwa “Mengingat kedudukan, kewenangan,

116
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

dan keuangan desa yang semakin kuat,


penyelenggaraan pemerintahan desa diharapkan lebih
akuntabel yang didukung oleh sistem pengawasan dan
keseimbangan antara pemerintah desa dan lembaga
desa”. Artinya secara substantif Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan kepercayaan,
amanah dan tanggung jawab kepada berbagai pihak, yaitu
jajaran pemerintahan nasional, daerah, lokal, terutama
para pemangku kepentingan di desa- desa.
Berdasarkan argument di atas dapat dimaknai bahwa
Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah, berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu wujud
kewenangan desa untuk mengatur kepentingan
masyarakatnya adalah melalui pembentukan produk
hukum desa. Salah satu tujuan dari pembentukkan
produk hukum desa adalah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan desa, mengatur
pelaksanaan pembangunan, pembinaan masyarakat,
pemberdayaan masyarakat dan pelayanan umum. Oleh
karena itu, pemahaman yang benar terhadap fungsi,
kedudukan, dan tata cara pembuatan produk hukum
desa menjadi hal penting yang harus diketahui oleh
aparat pemerintah desa, agar produk hukum yang dibuat
benar-benar dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan
tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang
lebih tinggi (Sukriono dan Rapita, 2018:10).
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
menyebutkan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau
yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa,
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

117
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat


berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, disebutkan bahwa Desa atau yang disebut
dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan
Republik Indonesia terbentuk. Sebagai bukti
keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum
perubahan) menyebutkan bahwa:
“Dalam teritori Negara Indonesia terdapat lebih kurang
250 “Zelfbesturende landschappen” dan
“Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali,
Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang,
dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susunan
Asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah
yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia
menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa
tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai
daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul
daerah tersebut.
Oleh sebab itu, keberadaan desa wajib tetap diakui dan
diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desa mengalami banyak perubahan aturan namun belum
dapat mewadahi semuanya sebagaimana banyak
perubahan dalam sejarah pengaturan Desa, telah
ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok
Pemerintahan Daerah;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan Daerah;

118
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang


Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah;
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa
Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat
Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah
Republik Indonesia;
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan di Daerah;
6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa;
7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah; dan
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Dalam perjalanannya desa mendapatkan pengakuan
dengan adanya Undang-Undang Desa. Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa disahkan Presiden Dr.
H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Januari
2014, yang diundangkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7 dan Penjelasan
Atas UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dalam
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5495 hari itu juga oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia Amir Syamsudin pada tanggal 15 Januari 2014
di Jakarta.
Keberagaman karakteristik dan jenis desa, atau yang
disebut dengan nama lain, tidak menjadi penghalang bagi
para pendiri bangsa (founding fathers) ini untuk
menjatuhkan pilihannya pada bentuk negara kesatuan.
Meskipun disadari bahwa dalam suatu negara kesatuan
perlu terdapat homogenitas, tetapi Negara Kesatuan
Republik Indonesia tetap memberikan pengakuan dan
jaminan terhadap keberadaan kesatuan masyarakat

119
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

hukum dan kesatuan masyarakat hukum adat beserta


hak tradisionalnya.
Dalam pelaksanaannya, pengaturan mengenai desa
tersebut belum dapat mewadahi segala kepentingan dan
kebutuhan masyarakat desa yang hingga saat ini sudah
berjumlah sekitar 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) desa dan
sekitar 8.000 (delapan ribu) kelurahan. Selain itu,
pelaksanaan pengaturan desa yang selama ini berlaku
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman,
terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat
hukum adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi
masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan
pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan
antarwilayah, kemiskinan, dan masalah sosial budaya
yang dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 disusun dengan
semangat penerapan amanat konstitusi, yaitu pengaturan
masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan Pasal
18B ayat (2) untuk diatur dalam susunan pemerintahan
sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (7). Walaupun
demikian, kewenangan kesatuan masyarakat hukum adat
mengenai pengaturan hak ulayat merujuk pada ketentuan
peraturan perundang-undangan sektoral yang berkaitan.
Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing
community dengan local self government, diharapkan
kesatuan masyarakat hukum adat yang selama ini
merupakan bagian dari wilayah desa, ditata sedemikian
rupa menjadi desa dan desa adat. Desa dan desa adat
pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama.
Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan
hak asal-usul, terutama menyangkut pelestarian sosial
desa adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat,
sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman dan
ketertiban bagi masyarakat hukum adat, serta

120
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan


susunan asli.
Desa Adat memiliki fungsi pemerintahan, keuangan desa,
pembangunan desa, serta mendapat fasilitasi dan
pembinaan dari pemerintah kabupaten/kota. Dalam
posisi seperti ini, Desa dan Desa Adat mendapat
perlakuan yang sama dari Pemerintah dan pemerintah
daerah. Oleh sebab itu, di masa depan Desa dan Desa
Adat dapat melakukan perubahan wajah Desa dan tata
kelola penyelenggaraan pemerintahan yang efektif,
pelaksanaan pembangunan yang berdaya guna, serta
pembinaan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat di
wilayahnya. Dalam status yang sama seperti itu, Desa dan
Desa Adat diatur secara tersendiri dalam Undang-Undang
ini.
Menteri yang menangani Desa saat ini adalah Menteri
Dalam Negeri. Dalam kedududukan ini Menteri Dalam
Negeri menetapkan pengaturan umum, petunjuk teknis,
dan fasilitasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan
Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat
Desa. Merespon tersebut, Kementerian Dalam Negeri
mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 111 tahun 2014 tentang Pedoman
Teknis Peraturan di Desa. Jenis Peraturan yang diatur di
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014
ini adalah tentang Peraturan Desa, Peraturan Bersama
Kepala Desa, dan Peraturan Kepala Desa. Peraturan di
Desa tersebut dijelaskan dalam Pasal 3 dan dilarang
bertentangan dengan kepentingan umum, dan/atau
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun
2014 ini mencabut Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan
dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa.

121
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

Peraturan Desa berisi materi pelaksanaan kewenangan


desa dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan
bersama Kepala Desa berisi materi kerja sama desa.
Sedangkan Peraturan Kepala Desa berisi materi
pelaksanaan peraturan desa, peraturan bersama kepala
desa dan tindak lanjut dari peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi. Peraturan Desa, mencakup
tiga bagian yaitu: bagian perencanaan, penyusunan
Peraturan Desa oleh Kepala Desa dan penyusunan
Peraturan Desa oleh Badan Permusyawaratan Desa,
Pembahasan, Penetapan, Pengundangan dan
Penyebarluasan. Hanya sayangnya belum semua desa
menyusun peraturan desa, dan jika sudah membuat
peraturan desa belum semua peraturan desanya sesuai
dengan kaidah legalislative drafting.

Peraturan Desa

Dalam Penjelasan umum angka 7 Undang-Undang Nomor


6 Tahun 2014 tentang Desa dinyatakan bahwa penetapan
peraturan desa merupakan penjabaran atas berbagai
kewenangan yang dimiliki desa mengacu pada ketentuan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dengan
demikian, materi muatan peraturan desa terdiri atas
penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki desa
dan menngacu kepada peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi. Dalam melaksanakan otonomi desa
tersebut peraturan desa memiliki peran strategis
menggerakkan roda pemerintahan dan pembangunan
desa. Peran strategis tersebut merupakan cerminan
materi muatan peraturan desa itu sendiri yang memuat
banyaknya kewenangan desa baik kewenangan
berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal
berskala desa. Mengingat sangat strategisnya peranan
peraturan desa dalam rangka otonomi desa, para pihak

122
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

yang terlibat dalam pembentukan peraturan desa (Kepala


desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan masyarakat
desa) harus memahami kedudukan peraturan desa
sebagai peraturan perundang-undangan (produk hukum)
dan sebagai produk politik (Raharjo, 2021:203).
Dengan memahami kedudukan peraturan desa maka
secara simultan para pihak (Kepala desa, Badan
Permusyawaratan Desa, dan masyarakat desa)
hendaknya meningkatkan kapasitasnya dalam teknik
pembentukan peraturan desa berdasarkan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan dan proses
pembentukan peraturaran desa bedasarkan Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 jo Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014 dan memahami kewenangan yang
dimiliki desa dalam rangka mewujudkan otonomi desa.
Lebih lanjut Rahardjo (2021) menyebutkan bahwa dalam
pedomannya, peraturan di desa dilarang bertentangan
dengan kepentingan umum dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan desa ditetapkan oleh Kepala desa setelah
dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan
Desa. Rancangan peraturan desa tentang anggaran
pendapatan dan belanja desa, pungutan, tata ruang, dan
organisasi pemerintahan desa harus mendapatkan
evaluasi dari Bupati/Wali Kota paling lama 20 (dua puluh)
hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan
peraturan tersebut oleh Bupati/Wali Kota. Dalam hal
Bupati/Wali Kota telah memberikan hasil evaluasi, maka
dalam batas waktu, peraturan desa tersebut berlaku
dengan senidrinya. Rancangan peraturan desa wajib
dikonsultasikan kepada masyarakat desa. Masyarakat
desa berhak memberikan masukan terhadap rancangan
peraturan desa.

123
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

Peraturan desa dan Peraturan Kepala desa diundangkan


dalam berita desa dan lembaran desa oleh sekretaris desa.
Dalam pelaksanaan peraturan desa, Kepala desa
menetapkan Peraturan Kepala desa sebagai aturan
pelaksanaannya. Peraturan bersama Kepala desa
merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Kepala desa
dari 2 (dua) desa atau lebih yang melakukan kerja sama
antardesa. Peraturan Bersama Kepala desa merupakan
perpaduan kepentingan desa masing-masing dalam kerja
sama antar desa.
Dalam ketentuan umum Peraturan Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 tentang
Pedoman Teknis Peraturan di Desa dijelaskan bahwa
peraturan di desa adalah peraturan yang meliputi
Peraturan desa, Peraturan Bersama Kepala desa, dan
Peraturan Kepala desa. Peraturan desa adalah peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh kepala desa
setelah dibahas dan disepakati bersama Badan
Permusyawaratan Desa. Peraturan Bersama Kepala desa
adalah peraturan yang ditetapkan oleh 2 (dua) atau lebih
Kepala desa dan bersifat mengatur. Peraturan Kepala desa
adalah peraturan yang ditetapkan oleh kepala desa dan
bersifat konkret, individual dan final.
Tahapan pembentukan peraturan desa berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis
Peraturan di Desa adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan
Perencanaan penyusunan rancangan Peraturan desa
ditetapkan oleh Kepala desa dan Badan
Permusyawaratan Desa dalam rencana kerja
pemerintah desa. Lembaga kemasyarakatan, lembaga
adat dan lembaga desa lainnya di desa dapat
memberikan masukan kepada Pemerintah desa

124
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

dan/atau Badan Permusyawaratan Desa untuk


rencana penyusunan rancangan Peraturan desa.
2. Penyusunan
Penyusunan rancangan Peraturan desa diprakarsai
oleh Pemerintah desa. Rancangan Peraturan desa
yang telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada
masyarakat desa dan dapat dikonsultasikan kepada
Camat untuk mendapatkan masukan. Rancangan
Peraturan desa yang dikonsultasikan diutamakan
kepada masyarakat atau kelompok masyarakat yang
terkait langsung dengan substansi materi pengaturan.
Masukan dari masyarakat desa dan Camat kemudian
digunakan Pemerintah desa untuk tindaklanjut
proses penyusunan rancangan Peraturan desa.
Rancangan Peraturan desa yang telah
dikonsultasikan disampaikan Kepala desa kepada
Badan Permusyawaratan Desa untuk dibahas dan
disepakati bersama. Dalam hal penyusunan
Peraturan desa oleh Badan Permusyawaratan Desa,
maka Badan Permusyawaratan Desa dapat menyusun
dan mengusulkan rancangan Peraturan desa.
Rancangan Peraturan desa dikecualikan untuk
rancangan Peraturan desa tentang rencana
pembangunan jangka menengah desa, rancangan
Peraturan desa tentang rencana kerja pemerintah
desa, rancangan Peraturan desa tentang APBDesa dan
rancangan Peraturan Desa tentang laporan
pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa.
Rancangan Peraturan desa dapat diusulkan oleh
anggota Badan Permusyawaratan Desa kepada
pimpinan Badan Permusyawaratan Desa untuk
ditetapkan sebagai rancangan Peraturan Desa usulan
Badan Permusyawaratan Desa.

125
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

3. Pembahasan
Badan Permusyawaratan Desa mengundang Kepala
desa untuk membahas dan menyepakati rancangan
Peraturan desa. Dalam hal terdapat rancangan
Peraturan desa prakarsa Pemerintah desa dan usulan
Badan Permusyawaratan Desa mengenai hal yang
sama untuk dibahas dalam waktu pembahasan yang
sama, maka didahulukan rancangan Peraturan desa
usulan Badan Permusyawaratan Desa, sedangkan
rancangan Peraturan desa usulan Kepala desa
digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
Rancangan Peraturan desa yang belum dibahas dapat
ditarik kembali oleh pengusul. Rancangan Peraturan
desa yang telah dibahas tidak dapat ditarik kembali
kecuali atas kesepakatan bersama antara Pemerintah
Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Rancangan
Peraturan desa yang telah disepakati bersama
disampaikan oleh pimpinan Badan Permusyawaratan
Desa kepada Kepala desa untuk ditetapkan menjadi
peraturan desa paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung
sejak tanggal kesepakatan. Rancangan peraturan
desa wajib ditetapkan oleh Kepala desa dengan
membubuhkan tanda tangan paling lambat 15 (lima
belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan
peraturan desa dari pimpinan Badan
Permusyawaratan Desa.
4. Penetapan
Rancangan Peraturan desa yang telah dibubuhi tanda
tangan disampaikan kepada Sekretaris desa untuk
diundangkan. Dalam hal Kepala desa tidak
menandatangani Rancangan Peraturan Desa, maka
rancangan Peraturan desa tersebut tetap wajib
diundangkan dalam Lembaran desa dan sah menjadi
Peraturan Desa.

126
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

5. Pengundangan
Sekretaris desa mengundangkan peraturan desa
dalam lembaran desa. Peraturan Desa dinyatakan
mulai berlaku dan mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat sejak diundangkan.
6. Penyebarluasan
Penyebarluasan dilakukan oleh Pemerintah desa dan
Badan Permusyawaratan Desa sejak penetapan
rencana penyusunan rancangan Peraturan desa,
penyusunan rancangan Peratuan Desa, pembahasan
rancangan Peraturan desa, hingga pengundangan
Peraturan desa. Penyebarluasan dilakukan untuk
memberikan informasi dan/atau memperoleh
masukan masyarakat dan para pemangku
kepentingan.
Tahapan evaluasi dan klarifikasi peraturan desa
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman
Teknis Peraturan di Desa adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi
a. Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa,
pungutan, tata ruang, dan organisasi Pemerintah
Desa yang telah dibahas dan disepakati oleh
Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa,
disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Wali Kota melalui Camat atau sebutan
lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati
untuk dievaluasi.
b. Dalam hal Bupati/Wali Kota tidak memberikan
hasil evaluasi dalam batas waktu, Peraturan Desa
tersebut berlaku dengan sendirinya.

127
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

c. Hasil evaluasi rancangan Peraturan Desa


diserahkan oleh Bupati/Wali Kota paling lama 20
(dua puluh) hari kerja terhitung sejak diterimanya
rancangan Peraturan tersebut oleh Bupati/Wali
Kota.
d. Dalam hal Bupati/Wali Kota telah memberikan
hasil evaluasi, maka Kepala Desa wajib
memperbaikinya.
e. Kepala Desa memperbaiki rancangan peraturan
desa paling lama 20 (dua puluh) hari sejak
diterimanya hasil evaluasi.
f. Kepala Desa dapat mengundang Badan
Permusyawaratan Desa untuk memperbaiki
rancangan peraturan desa
g. Hasil koreksi dan tindaklanjut disampaikan
Kepala Desa kepada Bupati/Wali Kota melalui
Camat.
h. Dalam hal Kepala Desa tidak meninjaklanjuti
hasil evaluasi dan tetap menetapkan menjadi
Peraturan Desa, Bupati/Wali Kota membatalkan
Peraturan Desa dengan Keputusan
Bupati/Walikota.
i. Bupati/Wali Kota dapat membentuk tim evaluasi
Rancangan Peraturan Desa yang ditetapkan
dengan keputusan Bupati/Wali Kota.
2. Klarifikasi
a. Peraturan Desa yang telah diundangkan
disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Bupati/Wali Kota paling lambat 7 (tujuh) hari
sejak diundangkan untuk diklarifikasi;
b. Bupati/Wali Kota melakukan klarifikasi
Peraturan Desa dengan membentuk tim klarifikasi

128
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterima.


Hasil klarifikasi dapat berupa:
1) hasil klarifikasi yang sudah sesuai dengan
kepentingan umum, dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi; dan
2) hasil klarifikasi yang bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau ketentuan
peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi
3) Dalam hal hasil klarifikasi Peraturan Desa
tidak bertentangan dengan kepentingan
umum, dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi
Bupati/Wali Kota menerbitkan surat hasil
klarifikasi yang berisi hasil klarifikasi yang
telah sesuai.
4) Dalam hal hasil klarifikasi bertentangan
dengan kepentingan umum, dan/atau
ketentuan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi Bupati/Wali Kota
membatalkan Peraturan Desa tersebut
dengan Keputusan Bupati/Wali Kota.

Peraturan Bersama Kepala Desa

Tahapan penyusunan Peraturan Bersama Kepala Desa


berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman
Teknis Peraturan di Desa adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan
Kegiatan perencanaan dalam tahapan penyusunan
Peraturan Bersama Kepala desa meliputi:

129
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

a. perencanaan penyusunan rancangan Peraturan


Bersama Kepala Desa ditetapkan bersama oleh 2
(dua) Kepala Desa atau lebih dalam rangka kerja
sama antar-Desa.
b. perencanaan penyusunan rancangan Peraturan
Bersama Kepala Desa ditetapkan setelah
mendapatkan rekomendasi dari musyawarah
desa.
2. Penyusunan
Kegiatan penyusunan dalam rangkaian tahapan
penyusunan Peraturan Bersama Kepala desa
meliputi:
a. penyusunan rancangan Peraturan Bersama
Kepala Desa dilakukan oleh Kepala Desa
pemrakarsa.
b. Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang
telah disusun, wajib dikonsultasikan kepada
masyarakat desa masing-masing dan dapat
dikonsultasikan kepada camat masing-masing
untuk mendapatkan masukan.
c. masukan dari masyarakat desa dan camat
digunakan Kepala Desa untuk tindaklanjut proses
penyusunan rancanan Peraturan Bersama Kepala
Desa.
3. Pembahasan, Penetapan dan Pengundangan
Kegiatan pembahasan, penetapan dan pengundangan
dalam tahapan penyusunan Peraturan Bersama
Kepala desa meliputi:
a. pembahasan rancangan Peraturan Bersama
Kepala Desa dilakukan oleh 2 (dua) Kepala desa
atau lebih.

130
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

b. Kepala desa yang melakukan kerja sama antar-


Desa menetapkan Rancangan Peraturan Desa
dengan membubuhkan tanda tangan paling
lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal
disepakati.
c. Rancangan Peraturan Bersama Kepala Desa yang
telah dibubuhi tanda tangan, diundangkan dalam
Berita Desa oleh Sekretaris Desa masing-masing
desa.
d. Peraturan Bersama Kepala Desa mulai berlaku
dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak
tanggal diundangkan dalam Berita Desa pada
masing-masing Desa.
4. Penyebarluasan
Kegiatan penyerbarluasan Peraturan Bersama Kepala
desa meliputi:
a. Peraturan Bersama Kepala Desa disebarluaskan
kepada masyarakat Desa masing-masing
Dalam implementasinya, belum semua desa
menyusun peraturan Bersama kepala desa. Padahal
pada kenyataannya satu desa dengan yang lainnya
memiliki potensi yang harus diatur dengan Peraturan
Bersama Kepala desa. Oleh karena itu, perlu adanya
fasilitasi dan pendampingan dari kecamatan dan
kabupaten/kota untuk bisa mendorong desa
melakukan kerja sama yang dipayungi dalam
peraturan bersama kepala desa demi kemajuan
bersama antardesa yang bekerja sama.

131
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

Peraturan Kepala Desa

Penyusunan rancangan Peraturan Kepala Desa dilakukan


oleh Kepala Desa. Materi muatan Peraturan Kepala Desa
meliputi materi pelaksanaan peraturan di desa dan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Peraturan Kepala Desa diundangkan dalam Berita Desa
oleh Sekretaris Desa.
Pembiayaan pembentukan Peraturan di Desa dibebankan
pada APBDesa. Peraturan Desa Adat disesuaikan dengan
hukum adat dan norma adat istiadat yang berlaku di Desa
Adat sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Teknik dan prosedur
penyusunan peraturan di desa berlaku secara mutatis
mutandis bagi teknik dan prosedur penyusunan
peraturan di desa adat. Kepala Desa dapat menetapkan
Keputusan Kepala Desa untuk pelaksanaan peraturan di
desa, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
dan dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa yang
bersifat penetapan. Ketentuan mengenai teknik
penyusunan peraturan di desa dan Keputusan Kepala
Desa sesuai dengan ketentuan Undang-Undang tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai tata cara
penyusunan peraturan di desa diatur dalam Peraturan
Bupati/Walikota.

132
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

Daftar Pustaka
Putri, Lia Sartika. 2016. Kewenangan Desa dan Penetapan
Peraturan Desa (Village Authority and The Issuance of
Village Regulation). Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 13
N0. 02
Raharjo, Muhamad Mu’iz. 2021. Pokok-Pokok dan Sistem
Pemerintahan Desa, Teori, Regulasi dan Implementasi.
Depok: RajaGrafindo Persada
Saparin, Sumber. 1986. Luas Bidang Kegiatan
Pemerintahan, Tata Pemerintahan Dan Administrasi
Pemerintahan Desa. Jakarta: Ghalia Indonesia
Sukriono, Didik dan Desinta Dwi Rapita. 2018. Pelatihan
Pembuatan Produk Hukum Desa di Pemerintahan Desa
Kecamatan Sumber Pucung Kabupaten Malang. Jurnal
Praksis dan Dedikasi Sosial, Vo.1 No.1
Syamsuddin, Aziz. 2013. Proses dan Teknik Penyusunan
Undang-Undang. Jakarta: Sinar Grafika
Widjaja, HAW. 2003. Penyelenggaraan Otonomi Daerah di
Desa. Jakarta: Rajawali Pers
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-
undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 tahun 2014
tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa.

133
PENYUSUNAN PRODUK HUKUM DESA

Profil Penulis
Linda Fatmawati Saleh
Lahir di Ujung Pandang pada tanggal 30 Mei 1981.
Menyelesaikan studi S1 di Fakultas Hukum
Universitas Sulawesi Tenggara. Menempuh dan
menyelesaikan jenjang Pendidikan S2 dan S3 di
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Saat ini
berkarir sebagai Perancang Peraturan Perundang-
undangan Ahli Muda di Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM Sulawesi Tenggara. Selain sebagai Perancang
Peraturan PerUndang-Undangan, Penulis juga merupakan staf
pengajar di beberapa Perguruan Tinggi di Sulawesi Tenggara.
Disela-sela pekerjaan tersebut, aktif pula menulis buku, jurnal
internasional dan media serta narasumber pada berbagai
kegiatan ilmiah.
Email : Lindafatmawatisaleh@gmail.com

134
8
PEMBANGUNAN
KAWASAN PERDESAAN

Wesley Liano Hutasoit S.Sos., M. SP


Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda

Hakekat Kawasan Perdesaan

Kawasan Perdesaan dimaknai sebagai kawasan yang


mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk
pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan,
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi. Kawasan perdesaan saat ini mendapat
perhatian lebih, bukan saja karena di kawasan ini
tersimpan potensi sumber daya alam yang menjadi
sumber pembangunan nasional, tetapi juga masih
menyimpan banyak permasalahan yang membutuhkan
perhatian.
Kawasan perdesaan sangat terkait dengan rencana
struktur ruang wilayah (baik nasional, provinsi, ataupun
kabupaten) dalam wilayah pelayanan dan sistem jaringan
prasarananya. Rencana tata ruang kawasan perdesaan
merupakan bagian dari rencana tata ruang wilayah
kabupaten yang dapat disusun sebagai instrumen
pemanfaatan ruang untuk mengoptimalkan kegiatan
pertanian (dalam arti luas) yang dapat berbentuk kawasan
agropolitan. Melalui pendekatan penataan ruang

135
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

diharapkan keterkaitan kawasan agropolitan dengan


sistem kota dan outlet pemasaran dalam suatu struktur
dan pola pemanfaatan ruang wilayah menjadi jelas dan
terintegrasi dengan Rencan Tata Ruang Wilayah
Kabupaten/Kota yang ada (Renstra Dirjen Pembangunan
Kawasan Perdesaan, 2015-2019).
Pembangunan nasional sejatinya bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat
Indonesia yang makmur dan berkeadilan. Namun
pendekatan pembangunan sentralistik selama ini telah
menciptakan berbagai ketimpangan, diantaranya
ketimbangan antara yang kaya dan miskin, ketimpangan
antar daerah (regional), dan ketimpangan antara
perdesaan dengan perkotaan.
Kesenjangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan
telah menghasilkan kemiskinan di perdesaan dan proses
urbanisasi yang tidak terkendali. Adanya ketimpangan
hasil-hasil pembangunan perdesaaan dan perkotaan telah
berakibat buruk terhadap kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat di kedua wilayah tersebut. Kota mengalami
kepadatan penduduk yang semakin tinggi disebabkan
terbukanya kesempatan kerja di berbagai bidang.
Sementara desa yang masih bertumpu pada sektor
pertanian tradisional tidak mampu memberikan
kesempatan kerja yang memberikan pendapatan yang
layak. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya
urbanisasi, berkurangnya tenaga kerja di sektor
pertanian, dan semakin rapuhnya perekonomian
perdesaan. Hal ini sulit untuk dielakkan karena
percepatan mekanisme ekonomi perkotaaan mengalahkan
petumbuhan ekonomi perdesaan. Kondisi ini
menyebabkan ketimpangan pertumbuhan kota dan desa
yang semakin mencolok (Renstra Dirjen Pembangunan
Kawasan Perdesaan, 2015-2019).

136
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

Implementasi kebijakan pengembangan kawasan


perdesaan juga mengalami perubahan pasca
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
tentang Desa, khususnya pada wilayah kabupaten yang
didominasi perdesaan. Regulasi tersebut memberikan
kewenangan pada desa untuk mengelola pemerintahan
dan keuangan sendiri dibawah koordinasi
kabupaten/kota sehingga peran Pemerintah desa dan
masyarakat menjadi penentu kesuksesan pembangunan
perdesaan. Kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Implementasi
dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Pembangunan kawasan perdesaan menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Pasal 123 terdiri atas:
penyusunan rencana tata ruang kawasan perdesaan
secara partisipatif, pengembangan pusat pertumbuhan
antar desa secara terpadu, penguatan kapasitas
masyarakat, kelembagaan dan kemitraan ekonomi, dan
pembangunan infrastruktur antar perdesaan. Berbagai
kebijakan tersebut akan berdampak signifikan terhadap
keberadaaan dan peran aktor yang terlibat dalam
pengembangan kawasan. Aktor yang terlibat dalam
kawasan perdesaan adalah Pemerintah desa, Pemerintah
daerah Kabupaten/Kota, serta Pemerintah daerah rovinsi
(Kolopaking dan Apriande, 2016).
Mengapa Pemerintah daerah dan Pemerintah desa penting
mendiskusikan dan merumuskan tentang pembangunan
percepatan pembangunan desa dengan pendekatan
kawasan. Dalam Peraturan Menteri Desa Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2016
137
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan, sangat


memungkinkan didalam desa difasilitasi oleh Pemerintah
daerah untuk membentuk kawasan perdesaan
berdasarkan potensi dan tipologi desa sehingga unsur
landscape bentang alam lalu masyarakat di dalam satu
kawasan beberapa desa pada kecamatan dapat
membentuk satu kawasan secara bersama-sama.
Misalnya, apakah desa tersebut kawasan pertanian,
kawasan peternakan, kawasan pariwisata, kawasan
pesisir pantai sesuai dengan potensi dan tipologi.
Pembentukan kawasan perdesaan sangat bermanfaat bagi
pemerintah daerah dan juga desa, memberi ruang kepada
kementerian/lembaga untuk berpartisipasi melakukan
proses percepatan pembangunan desa di dalam satu
kawasan karena didalam Peraturan Menteri Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor
5 Tahun 2016 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan
menyebutkan bahwa pembiayaan terhadap pembangunan
kawasan perdesaan dilakukan melalui Anggaran
Pendapan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Provinsi, Anggaran Pendapan dan Belanja
Daerah Kabupaten/kota, Anggaran Pendapan dan Belanja
Desa dan juga dapat dilakukan oleh Pihak Ketiga, yang
menjadi tantangan adalah masih banyak desa di
Indonesia belum melakukan proses pemetaan tentang
potensi dan tipologi masyarakat dalam rangka
mendukung pembentukan kawasan pedesaan.
Dalam kajian manajemen pembangunan, strategi
pembangunan dengan melibatkan rakyat seecara aktif
demikian disebut sebagai pembangunan yang berpusat
pada manusia/rakyat (people-centred development). Fokus
perhatian dari pembangunan yang berpusat pada
manusia menurut Korten (2001) adalah perkembangan
manusia (human-growth), kesejahteraan (wellbeing),
keadilan (equity) dan berkelanjutan (sustainability).

138
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

Dominasi pemikiran dalam pembangunan ini adalah


keseimbangan ekologi manusia (balanced human ecology),
sumber pembangunannya adalah informasi dan prakarsa
yang kreatif dengan tujuan utama adalah aktualisasi
optimal dari potensi manusia (Tjokrowinoto, 1999: 218).
Perlu dilakukan musyawarah desa untuk memastikan
desa-desa punya komitmen dan visi bersama bagaimana
menyelesaikan persoalan dan mengelola potensi yang ada
di desa sehingga dengan kajian pemetaan kawasan
perdesaan tersebut memberi inspirasi bagi pemerintah
desa maupun pemerintah daerah dalam rangka
melakukan sinkronisasi dan akselerasi perencanaan
pembanguna desa sehingga kedepannya hasil dari proses
kajian dan pemetaan ini untuk mendorong pemerintah
daerah untuk memiliki rencana strategis dan rencana
kerja kawasan perdesaan untuk kemudian masing-
masing desa yang tergabung dalam kawasan sesuai
dengan tipologi dan kawasan potensi yang dimiliki dan
mendapat pengesahan melalui pemerintah daerah
menjadi sebuah kawasan.
Kawasan perdesaan membutuhkan kelembagaan yang
berperan aktif serta mampu membangun kemitraan
ekonomi dengan berbagai stakeholder yang terkait (Iqbal,
2007, Widiawati, 2018). Satu sampai tiga desa secara
bentang alam memiliki potensi kawasan (perkebunan)
untuk kemudian ditetapkan menjadi kawasan
(perkebunan). Dalam konsep kawasan maka desa-desa
yang tergabung perlu melaksanakan perencanaa yang
fokus pada konsep rencana strategis dan rencana kerja
daerah. Memudahkan bagi pemerintah daerah untuk
melakukan proses pemantauan terhadap bagaimana
proses pengelolaan potensi kawasan. Misalnya kawasan
perkebunan maka Dinas Pertanian dan Perkebunan
dalam menyusun rencana strategis (Renstra) perlu
berpedoman/merujuk pada rencana strategis kawasan.

139
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

Selain itu, proses penyusunan rencana strategis kawasan


melakukan penyesuaian bagaimana pelaksanaan rencana
tata ruang wilayah dalam kawasan tersebut, bagaimana
posisi rencan detail tata ruang (RDTR) mengenai
pemanfaatan detail di tingkat kecamatan kawasan
tersebut dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD). Tindakan dalam perencanaan
pembentukan kawasan perdesaan adalah untuk
melakukan proses gotong royong menyelesaikan masalah
di desa sehingga dapat menjadi model untuk
meningkatkan menjadi pendorong menciptakan
perubahan dan kemajuan mengenai ekonomi dan
kesejahteraan yang ada di desa. Pada prinsipnya hal
tersebut menjadi latar belakang kenapa daerah perlu
memfasilitasi desa untuk melakukan pemetaan kawasan
serta membuat peraturan daerah berkaitan penetapan
kawasan serta dokumen rencana strategis dan rencana
kerja kawasan untuk digunakan sebagai pedoman untuk
melakukan musyawarah desa untuk menyusun RKPD
dan prioritas penggunaan dana desa. Salah satu
instrumen yang tidak bisa dilupakan adalah perlu
mencermati rencana strategis dan rencana kerja kawasan.
Keberhasilan pemberdayaan tata kelola usaha
masyarakat bukan hanya dipengaruhi modal/dukungan
anggaran tapi juga pemberdayaan secara partisipatif dan
mandiri (Karsidi, 2007).
Indonesia merupakan negeri indah nan mempesona
dengan keragaman suku, seni budaya dan kekayaan alam
yang melimpah yang terkandung didalam gunung, tanah,
air, hutan, laut dan udara yang membentang diantara
ribuan pulau. Sumber-sumber daya alam tersebut
merupakan kekayaan alam yang harus dijaga
kelestaiannya agar dapat memenuhi kebutuhan hajat
hidup orang banyak, karena itu salah satu strategi
pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah
adalah dengan mengolah potensi sumber daya alam dan
140
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

sumber daya manusia secara berkesibambungan dan


berkeadilan. Namun, hasil pembangunan sepenuhnya
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara
merata terutama perdesaan. Kemiskinan dan
kesenjangan sosial masih mewarnai wajah kehidupan
masyarakat di perdesaan. Lahirnya Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa merupakan harapan
baru bagi masyarakat desa untuk bisa hidup lebih
sejahtera. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 secara
tegas mengamanahkan desa sebagai subjek atau pelaku
utama pembangunan desa. Disamping hak mengakui dan
kewenangan untuk mengatur dan mengurus
pembangunan internal rumah tangga desa, dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Desa juga
menetapkan dan mengatur ketentuan tentang
pembangunan kawasan perdesaan yaitu perpaduan
penggunaan antar desa dalam satu kabupaten atau kota.
Kemajuan suatu daerah tidak terlepas dari dukungan
investasi pihak swasta (Nasution, 2018).
Ketentuan tentang pembangunan kawasan perdesaan
selanjutnya diperjelas dalam Peraturan Menteri Desa
Pembangunan dan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Nomor 5 Tahun 2016 Tentang Pembangunan Kawasan
Perdesaan, dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa sebagai peraturan
perundangan yang berlaku diatasnya maka menjadi jelas
bahwa pembangunan kawasan perdesaan
diselenggarakan dalam upaya mewujudkan visi Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
pembangunan kawasan perdesaan direncanakan,
ditetapkan dan diselenggarakan atas prinsip partisipatif,
holistik dan komprehensif berkesinambungan,
keterpaduan, keadilan, keseimbangan, transparansi dan
akuntabulitas. Arah tujuan tersebut secara nyata
ditegaskan dalam ketetapan tentang tujuan dan
pembangunan kawasan perdesaan yaitu untuk
141
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan,


pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat
desa di kawasan perdesaan melalui pendekatan
pembangunan partisipatif.
Selanjutnya mengenai ruang lingkup kawasan perdesaan
meliputi penggunaan dan pemanfaatan wilayah desa
pelayanan untuk meningkatkan kesejahtraan,
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.
Berdasarkan identifikasi atas fungsi dan potensi
unggulan, intervensi Pemerintah mengklasifikasi kawasan
perdesaan kedalam lima (5) tema besar kawasan
perdesaan yaitu:
1. kawasan agropolitan;
2. kawasan minapolitan;
3. kawasan wisata dan budaya;
4. kawasan sumber daya alam; dan
5. kawasan industri rumah tangga.
Selanjutnya, bagaimana pembangunan kawasan
perdesaan diselenggarakan, pembangunan kawasan
perdesaan merupakan suatu strategi percepatan
pembangunan desa-desa dalam suatu kawasan yang
penyelenggaraannya meliputi kegiatan-kegiatan,
pengusulan, perencanaan dan penetapan, pelaksanaan,
pembangunan, evaluasi dan pelaporan. Kawasan
perdesaan dapat diusulkan dari bawah yang biasa disebut
bottom up yaitu dari hasil musyawarah beberapa desa
yang difasilitasi pemerintah daerah dan dapat dibantu
oleh pihak ketiga. Usulan hasil musyawarah kemudian
disepakati oleh para kepala desa dalam bentuk surat
kesepakatan sebelum kemudian diserahkan kepada
Bupati/Wali Kota. Kawasan perdesaan dapat juga
diprakarsai oleh Bupati/Wali Kota atau yang disebut
sebagai mekanisme top down sesuai dengan prinsip

142
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

partisipasi maka kawasan perdesaan yang diprakarsai


oleh Bupati/Wali Kota harus mendapatkan persetujuan
kepala desa dan tokoh masyarakat yang wialayahnya
diusulkan menjadi kawasan. Sampai di kabupaten/kota
usulan akan dibahas dan dilengkapi dengan Rencana
Pembangunan Kawasan Perdesaan (RPKP) yang
diprakarsai oleh Bupati/Wali Kota melalui Tim Koordinasi
Pembangunan Kawasan Perdesaan (KPKP)
Kabupaten/Kota. RPKP disusun sebagai Rencana
Pembangunan Jangka Menengah yang berlaku selama
lima (5) tahun yang dapat diubah dengan perubahan
perkembangan kebutuhan kawasan. Rencana
Pembangunan Kawasan Perdesaan (RPKP) dan penetapan
kawasan perdesaan ditetapkan melalui Peraturan
Bupati/Wali Kota dengan memperhatikan rencana tata
ruang dan wilayah kabupaten atau kota dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten/Kota
terutama dalam penentuan prioritas, jenis dan lokasi
program pembangunan. Pembangunan kawasan
perdesaan diselenggarakn sebagai perwujudan program
kegiatan pembangunan tahunan pada kawasan
perdesaan yang merupakan penguatan kapasitas
masyarakat dan hubungan kemitraan yang dilakukan
oleh pemerintah, swasta dan/atau masyarakat di
kawasan perdesaan. Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang ditunjuk oleh Bupati/Wali Kota setelah
mendapatkan masukan dari TKPKP dan pemerintah desa
akan bertindak sebagai pelaksana pembangunan
kawasan perdesaan. Sumber dana pembangunan
kawasan perdesaan dapat berasal dari pemerintah melalui
APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten atau Kota APB
Desa dan/atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
Disamping sebagai pelaksana SKPD yang ditunjuk oleh
Bupati/Wali Kota juga berkewajiban membuat laporan
kinerja Triwulan, laporan selanjutnya diberikan kepada
Bupati/Wali Kota melalui Bappeda kabupaten/kota

143
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

untuk ditindaklanjuti sebagai arahan kepada TKPKP


kabupaten/kota dalam pelaksanaan pembangunan
kawasan perdesaan periode selanjutnya.

Perencanaan Pembangunan Desa

Perencanaan pembangunan desa adalah proses tahapan


kegiatan yang diselenggarakan Pemerintah desa dengan
melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dan unsur
masyarakat guna pemanfaatan dan pengalokasian
sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan
pembangunan desa. Salah satu upaya mengembangkan
kawasan perdesaan melalui pengembangan potensi
komoditas unggulan (Suyitman, 2010). Tujuan dari
perencanaan pembangunan desa adalah untuk
pembangunan desa itu sendiri. perencanaan
pembangunan desa disusun dengan kewenangan
pemerintah desa mengacu pada perencanaan
Pembangunan Kabupaten/Kota. Pemerintah desa dalam
merencanakan pembangunan harus mengacu untuk
mengintegrasikan dan menyelaraskan pada perencanaan
kabupaten/kota. Perencanaan pembangunan desa
mencakup 4 (empat) bidang inti yaitu: bidang
penyelenggaraan pemerintah desa, bidang pelaksanaan
pembangunan desa, bidang pembinaan kemasyarakatan
desa, bidang pemberdayaan masyarakat desa dan satu
bidang lainnya yang akan menjadi pos cadangan di
APBDesa yaitu bidang penanggulangan bencana, keadaan
darurat dan keadaan mendesak di desa. Dalam rangka
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa
didampingi oleh Pemerintah daerah kabupaten/kota yang
dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
kemudian didampingi oleh tenaga pendamping
profesional, kader pemberdayaan masyarakat dan pihak
ketiga di bawah koordinasi camat. Perencanaan
pembangunan desa dalam peraturan desa perlu

144
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

melakukan RPJM untuk masa waktu 6 (enam) tahun dan


dijabarkan dalam bentuk RKP untuk masa waktu 1 (satu)
tahun. Perencanaan pembangunan desa ini disusun
berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah desa yang
pelaksanaannya paling lambat Bulan Juni tahun
anggaran berjalan.
Konsep pemberdayaan merupakan upaya menjawab
bentuk konsep pembangunan yang ideal, dimana
menurut Narayan (2002) menjelaskan “Empowerment is
the expansion of assets and capabilities of poor people to
participate in, negotiate with, control, and hold accountable
institutions that affect their lives”. Mengingat
pemberdayaan sebagai suatu proses, maka implementasi
pemberdayaan mengedepankan proses daripada hasil
(output).
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM
Desa) memuat visi dan misi kepala desa, arah kebijakan
pembangunan desa, serta rencana kegiatan yang meliputi
bidang penyelenggaraan pemerintah desa, pelaksanaan
pembangunan desa. RPJM Desa ditetapkan dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak
terpilihnya kepala desa.
Implementasi kebijakan pembangunan kawasan
perdesaan partisipatif diselenggarakan berdasarkan
amanat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 51 Tahun
2017 tentang Pelaksanaan Pembangunan Kawasan
Perdesaan Berbasis Masyarakat (PKPBM). Berdasarkan
kebijakan di atas, PKPBM diarahkan dalam rangka
peningkatan kapasitas masyarakat untuk membangun
serta merevitalisasi wilayahnya yang sudah ada secara
partisipatif melalui pendekatan kawasan, yaitu
membentuk simpul yang dapat melakukan ikatan kerja
sama antar desa-desa dalam satu kawasan tanpa
ditentukan oleh batas administrasi pemerintahan,
melainkan berdasarkan fungsi, ciri, karakteristik dan

145
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

potensi ekologi kawasan. Strategi yang diterapkan sebagai


syarat terwujudnya PKPBM melalui: strategi penguatan
(bonding strategty), strategi menghubungkan atau
menjembatani (briding strategy), dan strategi menciptakan
kerjasama antar pemangku kepentingan (creating
strategi).
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114
Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa yaitu
adanya pembentukan Tim penyusun terdiri dari Kepala
desa, Sekretaris desa, Ketua lembaga pemasyarakatan
desa, perangkat desa yang bertugas untuk penyelarasan
arah kebijakan pembangunan, pengkajian keadaan desa,
penyusun rancangan RPJM desa dan penyempurnaan
rancangan RPJM desa. Pengkajian keadaan desa
bertujuan untuk mempertimbangkan kondisi objektif
keadaan desa, dalam hal ini desa yang berbeda akan
menghasilkan RPJM desa yang berbeda pula. Penyusunan
rencana pembangunan desa melalui musyawarah desa
berdasarkan hasil laporan pengkajian untuk kemudian
disusun rencana pembangunan desa yaitu laporan hasil
pengkajian laporan desa, rumusan arah kebijakan
pembangunan desa yang dijabarkan dari visi dan misi
kepala desa, rencana prioritas kegiatan 4 (empat) bidang,
sumber pembiayaan rencana kegiatan pembangunan.
Hasil kesepakatan tersebut dituangkan dalam berita
acara dan menjadi pedoman dalam penyusunan RPJM
desa.

Penataan Kawasan

Bisakah lingkungan kita lebih tertata rapi? Jawabannya


bisa, bahkan sangat bisa tepat sesuai fungsinya.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional melalui Direktorat Jenderal, Tata Ruang,
Direktorat Penataan Kawasan bertugas untuk
mengkoordinasikan penataan kawasan agar kawasan

146
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

menjadi aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.


Kawasan perlu kita tata seiring dengan berjalannya waktu
jumlah manusia semakin bertambah sedangkan jumlah
ruang tidak bertambah. Setidaknya ada 4 (empat) isu
strategis dalam penataan kawasan yang dihadapi.
Pertama, Tata Kelola yaitu Penataan kawasan
memerlukan koordinasi yang efektif dengan banyak
pihak, tata kelola dan sinkronisasi beragam aturan
menjadi kunci. Kedua, ekonomi yaitu adanya
ketimpangan pertumbuhan ekonomi satu kawasan
dengan kawasan lainnya untuk isu sosial adalah
kurangnya peran serta masyarakat dalam hal penataan
ruang padahal masyarakat adalah pelaku utama
pembentuk ruang dan pihak yang akan terkena dampak
atau setiap perubahan ruang. Ketiga, lingkungan yaitu
masih terdapat kawasan kumuh, minimnya sarana dan
prasarana di permukiman, rawan bencana alam, isu
perubahan iklim dan lainnya. Keempat, Kewilayahan
yaitu masih perlunya penguatan fungsi desa dan kota
dalam kerangka urban rural in cage dalam keterkaitan
antar wilayah di Indonesia. Lalu, apa yang perlu
dilakukan untuk menata kawasan yaitu menetapkan
kemakawasan, mengembangkan konsep rencana
pengembangan kawasan dengan mengacu pada berbagai
kebijakan terkait tata ruang, menganalisis kebijakan
penataan kawasan mulai dari rencana tata ruang wilayah
nasional, wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/kota.
Mengembangkan sistem perkotaan dan perdesaan serta
mengembangkan keterkaitan antar wilayah,
memberdayakan ekonomi lokal, melestarikan sosial dan
budaya, membuat kesepakatan dengan berbagai pihak,
membuat program dan rencana aksi, berkoordinasi secara
efektif dengan berbagai pihak untuk mewujudkan rencana
yang telah disusun. Direktorat Penataan Kawasan
melakukan penataan bersifat tematik dan holistik.
Tematik diuraikan menjadi tema seperti tema-tema rawan
147
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

bencana, budaya, ekonomi kreatif, perubahan iklim, kota


tepi air dan sebagainya. Sebagai contoh penataan
kawasan rawan bencana yang terjadi di kawasan
perdesaan akan ditangani oleh Subdit Penataan Kawasan
Perdesaan dan Subdit Penataan Kawasan Baru. Untuk
menghasilkan masterplan Direktorat Penataan Kawasan
melihat dari berbagai aspek mulai dari ekonomi hingga
sosial dari tingkat kabupaten dan kota hingga nasional
serta melibatkan berbagai pihak. Dalam hal ini, Direktorat
Penataan Kawasan mewujudkan semua ini melalui Subdit
Perencanaan dan Kemitraan tentunya dengan didukung
penuh untuk perubahan dan peningkatan sumber daya
manusia yang mumpuni serta mengetahui fungsi dan
kegunaan dari penataan wilayah perdesaan. Direktorat
Penataan Kawasan menghasilkan masterplan penataan
kawasan dan dokumen kerja sama dengan berbagai
pihak, masterplan dan dokumen kerja sama ini menjadi
dasar bagi direktorat penataan kawasan untuk
berkoordinasi serta berkolaborasi dengan berbagai pihak
untuk mendorong terwujudnya kawasan yang aman,
nyaman, produktif dan berkenlajutan untuk sekarang dan
masa depan.

Pembangunan Kawasan

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan


Transmigrasi telah menggelar rapat koordinasi nasional
Pembangunan Kawasan Perdesaan pada Tahun 2020
dengan tema Sinergitas Kementerian Lembaga
membangun Indonesia unggul melalui percepatan
pembangunan kawasan perdesaan. Selain mementingkan
sinergitas antar kementerian menyampaikan pentingnya
pembangunan desa berbasis kawasan. Tidak hanya fokus
pada pembangunan desa dalam skala kecil melainkan
desa-desa tersebut akan disinergikan. Sinergitas antar
desa tersebut dapat membentuk suatu jaringan yang akan

148
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

mendorong kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi di


desa. Kawasan dikemudian hari akan berkembang
maknanya bukan hanya kawasan dalam konteks
hamparan tetapi akan menuju kawasan dalam bentuk
jaringan. Pada 10 (sepuluh) desa yang berbeda hamparan
dapat membentuk kawasan jaringan dan tentunya
memberikan efek positif terhadap pembangunan desa
yang lebih strategis. Kementerian Desa Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi akan terus
mendorong perekonomian dan pendapatan masyarakat
desa melalui sektor pertanian, juga meningkatkan
kualitas sumber daya manusia di perdesaan. Kebijakan
kawasan perdesaan yaitu meningkatkan efisiensi,
modernisasi dan nilai tambah pertanian dalam
meningkatkan pendapatan masyarakat perdesaan dan
menciptakan diserfikasi perekonomian perdesaan,
peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi dan
peningkatan kapasitas sektor pendukung yang mumpuni.
Arah kebijakan di dalam RPJM 2020-2024 dilakukan
dalam kebijakan prioritas adalah peningkatan
kelembagaan BUMDes, peningkatan sumber daya
manusia dan peningkatan kerjasama dan kemitraan dan
harapan adanya masukan dari para eksekutor program di
daerah diharapkan dampak pembangunan desa dapat
dirasakan oleh masyarakat hingga ke pelosok.

Identifikasi Kawasan Perdesaan

Tanah air tercinta dengan kekayaan yang menarik hati.


Hutan, gunung, sawah, lautan tidak lepas dari pandangan
mata. Namun terdapat fenomena sosial ketika berbicara
mengenai wilayah perdesaan karena dengan kekayaan
yang begitu berlimpah masih banyak masyarakat yang
tidak sejahtera, terjadi kesenjangan sosial khususnya
antar wilayah perdesaan dan perkotaan. Tingginya
kemiskinan di desa diakibatkan oleh wilayah yang

149
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

terisolasi akses terhadap transportasi, telekomunikasi,


pendidikan, kesehatan maupun permukiman sangatlah
terbatas terutama di desa-desa kawasan perbatasan
daerah tertinggal dan pulau-pulau terpencil terluar.
Selain itu, pengembangan potensi ekonomi lokal desa
belum optimal akibatnya kurangnya akses dan modal
dalam proses produksi, pengolahan maupun pasaran
hasil produksi masyarakat desa. Oleh karena itu, perlu
diadakan pembangunan di setiap kawasan perdesaan,
sasaran pembangunan desa kawasan perdesaan dalam
RPJMN 2019-2024 yaitu mengurangi jumlah desa
tertinggal sampai 5000 desa dan meningkatkan jumlah
desa mandiri sedikitnya 2000 desa. Setiap kawasan
perdesaan pasti memiliki potensi yang bisa dikembangkan
menjadi suatu usaha dalam rangka mensejahterakan
kawasan tersebut.
Untuk mengetahui potensi kawasan perdesaan perlu
dilakukan indentifikasi terlebuh dahulu, seperti apa
prosesnya dimulai dari indentifikasi sumber daya alam,
sumber daya manusia, teknologi dan infrastruktur
pendukung, serta peluang pasar. Kemudian, melihat
kesesuaian antara permintaan dan penawaran dan
selanjutnya akan dilihat prioritas pengembangan potensi
usahanya. Potensi apa saja yang terdapat di kawasan
perdesaan. Pertama, sumber daya alam, yang tergolong
hayati dan non hayati. Sumber daya alam hayati
bersumber dari mahluk hidup terdiri dari pertanian,
perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan.
Sedangkan, sumber daya alam non hayati adalah sumber
daya alam yang tidak berasal dari mahluk hidup seperti
air, angin, tanah, pertambangan dan energi. Kedua,
sumber daya manusia, yaitu sumber daya manusia dapat
dikembangkan kemampuannya untuk menggerakkan
usaha yang akan dibangun, caranya antara lain
identifikasi kepala keluarga yang ada, jenis kelamin, usia,
pendidikan, mata pencaharian, keahlian yang dimiliki dan
150
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

usaha yang sudah ada. Dari informasi tersebut dapat


dilihat potensi usaha yang akan dikembangkan. Ketiga,
teknologi dan infrastruktur pendukung, yang
dikembangkan dan dimanfaatkan dalam usaha yang akan
dibangun yaitu peralatan yang digunakan oleh manusia
berguna memudahkan dan mensejahterakan kehidupan
bersama, dapat berbentuk perlatan yang sangat
sederhana dan mungkin tanpa kita sadari sering kita
gunakan, sedangkan infrastruktur atau prasarana adalah
segala sesuatu sebagai penunjang utama
terselenggaranya suatu proses seperti jalan, irigasi,
waduk, fasilitas pengolahan limbah dan fasilitas publik
lainnya. Keempat, peluang pasar, juga wajib dan perlu
dilakukan identifikasi untuk menentukan alternatif usaha
yang akan kita kembangkan caranya dengan
mengidentifikasi jumlah penduduk, rata-rata pendapatan
perkapita, dan mendeskripsikan pola konsumsi
masyarakat sebagai calon konsumen. Setelah adanya
identifikasi keempat potensi tersebut maka langkah
selanjutnya adalah menyesuaikan potensi yang dimiliki
kawasan perdesaan atau melihat pada proses penawaran
dan peluang pasar yang ada atau sering kita sebut dengan
permintaan. Terdapat matriks kesesuaian yang memiliki
potensi untuk dikembangkan, setelah itu dilakukan
prioritas pengembangan usaha dalam bentuk tabel mulai
dari daftar usaha, menentukan kriteria lalu memberikan
bobot pada masing-masing kriteria dan kemudian kita
beri penilaian terhadap setiap jenis usaha, lalu kalikan
hasil penilaian dengan bobot masing-masing kriteria, lalu
jumlahkan hasil perkalian setiap usaha sehingga jumlah
tersebut menghasilkan penilaian akhir, setelah itu kita
urutkan hasil akhirnya untuk menentukan prioritas
pengembangan usaha sehingga masyarakat desa dapat
menemukan usaha yang dapat dikembangkan di kawasan
perdesaan. Tetapi hal tersebut masih dalam kerangka
tahap awal karena masih ada tahap selanjutnya

151
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

perencanaan pembangunan kawasan perdesaan


berdasarkan usaha tersebut.

Pengembangan Badan Usaha Milik Desa Bagi Kawasan


Perdesaan
Usaha pengembangan ekonomi pedesaan sudah sejak
lama dijalankan oleh Pemerintah melalui berbagai
program, namun upaya tersebut belum membuahkan
hasil yang memuaskan sebagaimana yang diinginkan
bersama. Terdapat banyak faktor yang menyebabkan
kurang berhasilnya program tersebut. Salah satu faktor
yang paling dominan adalah intervensi pemerintah terlalu
besar. Akhirnya justru menghambat daya kreativitas dan
inovasi masyarakat desa dalam mengelola dan
menjalankan mesin ekonomi di pedesaan. Berdasarkan
pengalaman masa lalu, satu pendekatan baru yang
diharapkan mampu menstimulus dan menggerakkan roda
perekonomian di pedesaan adalah melalui pendirian
kelembagaan ekonomi yang dikelola sepenuhnya oleh
masyarakat desa. Lembaga ekonomi ini tidak lagi
didirikan atas dasar instruksi pemerintah, tetapi harus
didasarkan pada keinginan masyarakat desa yang
berangkat dari adanya potensi yang jika dikelola dengan
tepat akan menimbulkan permintaan pasar. Lembaga
ekonomi tersebut adalah Badan Usaha Milik Desa.
Badan Usaha Milik Desa merupakan lembaga usaha milik
desa yang dikelola oleh masyarakat dan pemerintah desa
dalam upaya untuk memperkuat ekonomi desa dan
dibentuk berdasarkan kebutuhan dan potensi desa.
Badan Usaha Milik Desa adalah kedaulatan ekonomi desa
yang ingin diaplikasikan sesuai dengan amanat Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
Badan Usaha Milik Desa, dengan menjadikan Badan
Usaha Milik Desa sebagai pusat ekonomi masyarakat.

152
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

Sebagai badan usaha sebagian besar atau seluruh


modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara
langsung berasal dari kekayaan desa.
Berdirinya Badan Usaha Milik Desa dilandasi oleh
Undang-Undang Nomor32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah Pasal 213 Ayat 1 yang mengatur
bahwa “Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa
sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa”. Hal tersebut
juga tercantum dalam dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 71 Tahun 2005 tentang Desa, pendirian badan
usaha tersebut disertai dengan upaya penguatan
kapasitas dan didukung oleh kebijakan daerah
kabupaten/kota yang ikut memfasilitasi dan melindungi
usaha masyarakat desa dari ancaman persaingan dari
pemodal besar. Terdapat 2 (dua) kendala yang sering
dihadapi ketika mendirikan Badan Usaha Milik Desa.
Pertama, tidak memiliki secretariat/kantor sebagai
tempat pelayanan unit usaha toko tani. Kedua, kendaraan
untuk mengangkut hasil-hasil pertanian masyarakat.
Harapan kedepannya, dengan adanya pengembangan
Badan Usaha Milik Desa bagi pembangunan kawasan
perdesaan melalui Direktorat Jenderal Pembangunan
Kawasan Perdesaan Kementerian Desa Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mendorong untuk
mewujudkan demi untuk mensejahterakan masyarakat.
Saat ini landasan hukum mengenai keberadaan dan tata
kelola semakin diperjelas oleh Pemerintah dengan
ditetapkannya Peraturan Menteri Desa Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015
tentang Badan Usaha Milik Desa. Peraturan Menteri Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor
4 Tahun 2015 tentunya membawa angin segar bagi desa-
desa yang selama ini belum memiliki Badan Usaha Milik
Desa. Namun, masih belum paham benar mengenai
pengelolaan yang benar didalam Badan Usaha Milik Desa.

153
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

Sebelum adanya Badan Usaha Milik Desa kegiatan belum


terorganisasi secara benar dan setelah adanya Badan
Usaha Milik Desa melahirkan usaha mikro, kecil dan
menengah menjadi desa yang mandiri dan berdikari.
Badan Usaha Milik Desa dapat didirikan berdasarkan
inisiatif Pemerintah desa dan/atau masyarakat perdesaan
berdasarkan musyawarah masyarakat desa dengan
mempertimbangkan potensi usaha sosial dan ekonomi
masyarakat. Adanya unit usaha sosial kegiatan
masyarakat yang dikelola secara kooperatif, adanya
kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai
bagian dari usaha desa. Pendirian Badan Usaha Milik
Desa dimaksudkan sebagai upaya menampung seluruh
kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum
yang dikelola oleh desa dan atau kerja sama antar desa.
Maksud dan tujuan didirikannya Badan Usaha Milik Desa
adalah Pertama, sebagai upaya menampun usaha seluruh
kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum
yang dikelola oleh desa dan kerja sama antar desa juga
untuk meningkatkan perekonomian desa. Kedua, untuk
mengoptimalkan hasil desa agar bermanfaat untuk
kesejahteraan desa. Ketiga, untuk meningkatkan usaha
usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi
desa. Keempat, mengembangkan kerja sama usaha antar
desa dan/atau dengan pihak ketiga. Kelima, untuk
menciptakan peluang dan jaringan pasar yang
mendukung kebutuhan layanan umum. Keenam,
membuka lapangan pekerjaan. Ketujuh, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan
umum, pertumbuhan dan pemerataan ekonomi desa.
Kedelapan, untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
desa dan pendapatan asli desa. Untuk mencapai
tujuannya Badan Usaha Milik Desa menggunakan cara
pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam bentuk
pelayanan barang dan jasa. Kebutuhan masyarakat yang

154
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

harus dipenuhi adalah kebutuhan pokok, selain itu


pembekalan usaha bagi masyarakat juga menjadi salah
satu tanggung jawab dari Badan Usaha Milik Desa.
Pada dasarnya pendirian dan pengelolaan Badan Usaha
Milik Desa merupakan wujud dari pengelolaan ekonomi
produktif desa yang dilakukan secara kooperatif,
partisipatif, transparansi, akuntabel dan sustainable. Hal
tersebut perlu dilakukan pengelolaan Badan Usaha Milik
Desa dengan serius agar bisa berjalan secara mandiri,
efektif, dan profesional. Pengelolaan Badan Usaha Milik
Desa dapat disimpulkan bahwa wilayah perdesaan
memiliki aset desa dikelola dalam sektor keuangan
kemudian kepada sektor ril, dan kelembagaan
masyarakat.

155
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

Daftar Pustaka
Iqbal, M. (2007). Analisis peran pemangku kepentingan
dan implementasinya dalam pembangunan pertanian.
Jurnal Litbang Pertanian, 26(3), 89–99. Retrieved from
http://pustaka.litbang.pertanian.go.id
/publikasi/p3263071.pdf
Karsidi, R. (2007). Pemberdayaan Masyarakat Untuk
Usaha Kecil dan Mikro. Jurnal Penyuluhan, 3(2), 136–
145.
Kolopaking, L.M. & Fredian Tonny, 2005.
Pengembangan Kawasan Pedesaan Berbasis
Komunitas. Bahan Pelatihan Kerjasama
Departemen Komunikasi Pengembangan
Masyarakat dengan Direktorat Jenderal
Pengembangan Masyarakat Desa, Departemen
Dalam Negeri RI.
Kolopaking, Lala M, dkk. (2016). Mekanisme Perencanaan
Desa Membangun dan Membangun Desa. In Pusat
Studi Kebijakan Pembangunan Pertanian Perdesaan,
LPPM Institut Pertanian Bogor (Vol. 1).
Korten, David C. (2001). Menuju Abad Ke-21 :
Tindakan Sukarela clan Agenda Global. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Narayan, Deepa. (2002). Empowerment and Poverty
Reduction: A Source Book. Washington DC: The World
Bank
Nasution, H. S. (2018). Analisis Faktor - Faktor Yang
Mempengaruhi Pertumbuhan Produk Domestik Regional
Bruto Era Desentralisasi Fiskal Di Propinsi Banten
Periode 2001:1-2009:4
Suyitman. (2010). Model Pengembangan Kawasan
Agropolitan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tjokrowinoto, Moeljarto. (1999). Pembangunan: Dilema
dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset
Widiawati, Kristiana. (2018). Agropolitan dan
Pembangunan Ekonomi Perdesaan. Saintis, 9, 86–88.
https://doi.org/10.19613/j.cnki.1671-
3141.2018.86.025

156
PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa


Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 51 Tahun 2007
tentang Pelaksanaan Pembangunan Kawasan
Perdesaan Berbasis Masyarakat (PKPBM)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014
tentang Pedoman Pembangunan Desa.
Rencana Strategi Direktorat Jenderal Pembangunan
Kawasan Perdesaan 2015-2019

Profil Penulis
Wesley Liano Hutaoit
Keterarikan penulis terhadap isu sosial diperoleh
melalui membaca yang sudah menjadi kebutuhan
dan kebiasaan sejak penulis menginjakkan kaki
di perkuliahn pada tahun 2003. Kebiasan
membaca memberikan kemudahan dalam
menulis terutama menemukan ide-ide baru
berkenaan dengan lingkungan sosial. Hal itu yang
mendorong penulis menentukan pilihan untuk menempuh dan
menyelesaikan perkuliahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas HKBP Nommensen Medan tahun 2010 dan
melanjutkan perkuliahan pada sekolah Magister Studi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara. Ketertarikan
menulis juga terbentuk di dalam organisasi GMNI Kota Medan.
Penulis sebagai Dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda.
Penulis aktif dalam penelitian sosial, penelitian daerah, book
chapter dengan harapan dapat memberikan kontribusi bagi
bangsa dan negara.
Email Penulis: wesleyuntag45@gmail.com

157
158
9
KERJA SAMA DESA

Dra. Nurbaiti Usman Siam, M.Si


STISIPOL Raja Hajji Tanjungpinang

Konsep Dasar Kerja Sama

Manusia merupakan makhluk sosial yang dibekali akal


pikiran untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, akan
tetapi manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan
manusia lainnya. Setiap manusia selalu melakukan kerja
sama dengan manusia lainnya dalam berbagai bidang
kehidupan. Kerja sama antar manusia mengandung
makna setiap manusia saling membantu satu sama
lainnya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik secara
individu maupun organisasi untuk mencapai tujuan.
Adapun yang menjadi pengertian kerja sama menurut
para ahli adalah sebagai berikut. Menurut (Ahmadi, 2007)
kerja sama adalah merupakan usaha bersama dari dua
orang atau lebih untuk melaksanakan tugas untuk
mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Lebih lanjut
(Ahmadi, 2007) mengatakan bahwa kerja sama berarti
bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan bersama.
Ia adalah proses sosial yang paling dasar. Biasanya, kerja
sama melibatkan pembagian tugas, dimana setiap orang
mengerjakan setiap pekerjaan yang merupakan
tanggungjawab demi tercapainya tujuan bersama.
Sedangkan menurut (Johnson, 2006) kerja sama adalah
pengelompok yang terjadi di antara makhluk-makhluk

159
KERJA SAMA DESA

hidup yang kita kenal. Kerja sama atau belajar bersama


adalah proses berugu (berkelompok) dimana anggota-
anggotanya mendukung dan saling mengandalkan untuk
mencapai suatu hasil mufakat. Ruang kelas suatu tempat
yang sangat baik untuk membangun kemampuan
kelompok (tim), yang dibutuhkan kemudian di dalam
kehidupan. Sedangkan dalam administrasi istilah kerja
sama sebagaimana yang dijelaskan (Engkoswara;
Komariah, 2012) adalah usaha untuk mencapai tujuan
bersama yang ditetapkan melalui pembagian
tugas/pekerjaan, tidak sebagai pengkotakan kerja, akan
tetapi sebagai satu kesatuan kerja yang semuanya terarah
pada pencapaian tujuan. Menurut Pamudji, kerja sama
adalah pekerjaan yang dilakukan oleh 2 (dua) orang atau
lebih dengan melakukan interaksi antar individu yang
melakukan kerja sama sehingga tercapai tujuan yang
dinamis. Ada 3 (tiga) unsur yang terkandug dalam kerja
sama, yaitu:
1. orang yang melakukan kerja sama;
2. adanya interaksi; dan
3. adanya tujuan yang sama.
Jika salah satu dari ketiga unsur ini tidak termuat pada
suatu objek yang disepakati bersama, maka dapat
dianggap bahwa pada objek tersebut tidak terdapat kerja
sama.
Dari pengertian kerja sama di atas, maka ada beberapa
aspek yang terkandung dalam kerja sama, yaitu:
1. dua orang/lembaga/desa atau lebih, artinya kerja
sama akan ada kalau ada minimal dua pihak yang
melakukan kesepakatan. Oleh karena itu, sukses
tidaknya kerja sama tersebut ditentukan oleh peran
dari kedua pihak atau lebih yang bekerja sama
tersebut.

160
KERJA SAMA DESA

2. aktivitas, menunjukkan bahwa kerja sama tersebut


terjadi karena adanya aktivitas yang dikehendaki
bersama, sebagai alat untuk mencapai tujuan dan ini
membutuhkan strategi (bisnis/usaha)
3. tujuan/target, merupakan aspek yang menjadi
sasaran dari kerja sama usaha tersebut, biasanya
adalah keuntungan baik secara finansial maupun non
finansial yang dirasakan atau diterima oleh kedua
pihak.
4. jangka waktu tertentu, menunjukkan bahwa kerja
sama tersebut dibatasi oleh waktu, artinya ada
kesepakatan kedua pihak kapan kerja sama itu
berakhir. Dalam hal ini, tentu saja setalah tujuan atau
target yang dikehendaki telah tercapai.
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa salah satu
aspek dari kerja sama adalah target atau tujuan yang
akan dicapai. Melihat hal ini, maka sudah jelas bahwa
dengan adanya kerja sama diharapkan diperoleh manfaat
dari pihak-pihak yang bekerja sama tersebut. Manfaat
kerja sama dilihat dari target tersebut adalah baik bersifat
finansial maupun non finansial.
Adapun yang menjadi manfaat dari kerja sama adalah
sebagai berikut :
1. Kerja sama mendorong persaingan di dalam
pencapaian tujuan dan peningkatan produktivitas;
2. Kerja sama mendorong berbagai upaya individu agar
dapat bekerja lebih produktif, efektif, dan efisien;
3. Kerja sama mendorong terciptanya sinergi, sehingga
biaya operasionalisasi akan menjadi semakin rendah
yang menyebabkan kemampuan bersaing meningkat;
4. Kerja sama mendorong terciptanya hubungan yang
harmonis antar pihak terkait serta meningkatkan rasa
kesetiakawanan;

161
KERJA SAMA DESA

5. Kerja sama menciptakan praktek yang sehat serta


meningkatkan semangat kelompok.
Menurut Roucek dan Warren (Syani, 2007) mengatakan
bahwa kerja sama berarti bersama-sama untuk mencapai
tujuan bersama. Ia adalah satu proses social yang paling
dasar. Biasanya kerja sama melibatkan pembagian tugas,
dimana setiap orang mengerjakan setiap pekerjaan yang
merupakan tanggungjawabnya demi tercapainya tujuan
bersama. Adapun manfaat kerja sama sebagai berikut:
1. Kerja sama mendorong persaingan di dalam
pencapaian tujuan dan peningkatan produktivitas;
2. Kerja sama mendorong pelbagai upaya individu agar
dapat bekerja lebih produktif, efektif dan efisien;
3. Kerja sama mendorong terciptanya sinergi, sehingga
biaya operasionalisasi akan menjadi semakin rendah
yang menyebabkan kemampuan bersaing meningkat;
4. Kerja sama mendorong terciptanya hubungan yang
harmonis antar pihak terkait serta meningkatkan rasa
kesetiawanan;
5. Kerja sama menciptakan praktek yang sehat serta
meningkatkan semangat kelompok;
6. Kerja sama mendorong ikut serta memiliki situasi dan
keadaan yang terjadi di lingkungannya, sehingga
secara otomatis akan ikut menjaga dan melestarikan
situasi dan kondisi yang telah baik.

162
KERJA SAMA DESA

Bentuk Kerja Sama

Ada tiga jenis bentuk kerja sama yang didasarkan


perbedaan dalam organisasi, grup atau dalam sikap grup,
yaitu:
1. Kerja sama primer
Di sini grup dan individu sungguh–sungguh dilebur
menjadi satu. Grup berisi seluruh kehidupan
daripada individu, dan masing-masing saling
mengejar untuk masing-masing pekerjaan, demi
kepentingan seluruh anggota dalam grup itu.
Contohnya adalah kehidupan rutin sehari-hari dalam
keluarga.
2. Kerja sama sekunder
Apabila kerjasama primer karakteristiknya ada
masyarakat primitive, maka kerjasama sekunder ini
sangat diformalisir dan spesialisir, dan masing-
masing individu hanya membaktikan sebagian dari
pada hidupnya kepada grup yang dipersatuakn
dengan itu. Sikap orang-orang disini lebih
individualitis dan mengadakan perhitungan-
perhitungan. Contohnya adalah kerjasama dalam
kantor-kantor dagang, pabrik-pabrik, pemerintahan
dan sebagainya.
3. Kerja sama tertier
Dalam hal ini yang menjadi dasar kerjasama yaitu
konflik yang laten. Sikap-sikap yang kerja sama
adalah murni oprtunis. Organisasi mereka sangat
longgar dan gampang pecah, bila alat bersama itu
tidak lagi membantu masing-masing pihak dalam
mencapai tujuannya. Contohnya adalah hubungan
buruh dengan pimpinan perusahaan, hubungan dua
partai dalam usaha melawan partai ketiga. (Syani,
1987)

163
KERJA SAMA DESA

Sehubungan dengan pelaksanan kerja sama, menurut


(Soekanto, 2013; Syani, 2007), ada tiga bentuk kerja
sama, yaitu:
1. Bargaining, yaitu pelaksanaan perjanjian
mengenai pertukaran barang-barang dan jasa-
jasa antara dua organisasi atau lebih.
2. Co-optation, yaitu suatu proses penerimaan unsur-
unsur baru dalam kepemimpinan atau
pelaksanaan politik dalam suatu organisasi,
sebagai salah satu cara untuk menghindari
terjadinya keguncangan dalam stabilitas
organisasi yang bersangkutan.
3. Coalition, adalah kombinasi antara dua organisasi
atau lebih yang mempunyai tujuan-tujuan yang
sama. Coalition dapat menghasilkan keadaan
yang tidak stabil untuk sementara waktu, oleh
karena dua organisasi atau lebih tersebut
kemungkinan mempunyai struktur yang berbeda-
beda satu dengan lainnya. Akan tetapi maksud
utamanya adalah untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan bersama, maka sifatnya adalah
kooperatif.
Ada beberapa cara yang dapat menjadikan kerja sama
berjalan dengan baik dan mencapai tujuan yang telah
disepakati oleh dua orang atau lebih tersebut, yaitu:
1. Saling terbuka, dalam sebuah tatanan kerja sama
yang baik harus ada komunikasi yang
komunikatif antara dua orang yang bekerja sama
atau lebih.
2. Saling mengerti, kerja sama berarti dua orang
atau lebih bekerja sama untuk mencapai suatu
tujuan, dalam proses tersebut, tentu ada, salah
satu yang melakukan kesalahan dalam

164
KERJA SAMA DESA

menyelesaikan permasalahan yang sedang


dihadapkan.
Dan dalam menjalankan kerja sama antar pihak
harus menjaga prinsip-prinsip dalam bekerja sama,
sebagai berikut.
1. Berorientasi pada tercapainya tujuan yang baik
2. Memperhatikan kepentingan bersama
3. Saling menguntungkan.

Kerja Sama Desa

1. Dasar Hukum Kerja Sama Desa


Kerja sama antar desa adalah suatu rangkaian
kegiatan bersama antar desa atau desa dengan pihak
ketiga dalam bidang pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan. Kerja sama desa di atur dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 pada Bab XI,
pada Pasal 91-93. (Huda, 2015; Nugroho, Riant ;
Suprapto, 2021a; Nurcholis, 2011; Sutoro Eko, 2017)
Desa dapat mengadakan kerja sama dengan desa lain
dan/atau kerja sama dengan pihak ketiga. Kerja sama
antar-desa meliputi (Pasal 92):
a. Kerja sama antar-Desa meliputi:
1) pengembangan usaha bersama yang dimiliki
oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang
berdaya saing;
2) kegiatan kemasyarakatan, pelayanan,
pembangunan, dan pemberdayaan
masyarakat antar- Desa; dan /atau
3) bidang keamanan dan ketertiban.

165
KERJA SAMA DESA

b. Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam


Peraturan Bersama Kepala Desa meliputi
kesepakatan musyawarah antar-Desa.
c. Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan
kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui
Peraturan Bersama Kepala Desa.
d. Musyawarah antar-Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) membahas hal yang berkaitan
dengan:
1) pembentukan lembaga antar-Desa;
2) pelaksanaan program Pemerintah dan
Pemerintah Daerah yang dapat dilaksanakan
melalui skema kerja sama antar-Desa;
3) perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan
program pembangunan antar- Desa;
4) pengalokasian anggaran untuk Pembangunan
Desa, antar-Desa, dan Kawasan Perdesaan;
5) masukan terhadap program Pemerintah
Daerah tempat Desa tersebut berada; dan
6) kegiatan lainnya yang dapat diselenggarakan
melalui kerja sama antar-Desa.
e. Dalam melaksanakan pembangunan antar-Desa
badan kerja sama antar-Desa dapat membentuk
kelompok/lembaga sesuai dengan kebutuhan.
f. Dalam pelayanan usaha antar-Desa dapat
dibentuk BUM Desa yang merupakan milik 2 (dua)
Desa atau lebih.
Desa dapat melakukan kerja sama dengan pihak
ketiga. Ruang lingkup kerja sama antar-Desa
sebagaimana dimaksud meliputi bidang
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan;

166
KERJA SAMA DESA

kerja sama antar desa dapat dilakukan antara desa


dengan desa dalam 1 (satu) kecamatan; dan desa
dengan desa di lain kecamatan dalam satu
kabupaten/kota.
Apabila desa dengan desa di lain kabupaten/kota
dalam satu provinsi mengadakan kerja sama, maka
harus mengikuti ketentuan kerja sama antar daerah.
Penetapan keputusan bersama atau perjanjian
bersama antara lain memaut; ruang lingkup kerja
sama, bidang kerja sama, tata cara dan ketentuan
pelaksanaan kerja sama; jangka waktu; hak dan
kewajiban; pembiayaan; tata cara perubahan,
penundaan dan pembatalan; penyelesaian
perselisihan; lain-lain ketentuan yang diperlukan.
Kerja sama desa dengan pihak ketiga diatur dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 96
Tahun 2017. Pasal 93, UU no. 6 tahun 2014 berbunyi
sebagai berikut:
a. Kerja sama Desa dengan pihak kegita dilakukan
untuk mempercepat dan meningkatkan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
pelaksanaan Pembangunan Desa, Pembinaan
Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan
masyarakat Desa.
b. Kerja sama dengan pihak ketiga sebagaimana di
maksud pada ayat (1) dimusyawarahkan dalam
musyawarah Desa.
Kerja sama desa dengan pihak ketiga dapat dilakukan
dalam bidang: peningkatan perekonomian,
masyarakat desa, peningkatan pelayanan pendidikan,
kesehatan, sosial budaya, ketentraman dan
ketertiban, pemanfaatan sumber daya alam dan
teknologi tepat guna dengan memperhatikan

167
KERJA SAMA DESA

kelestarian lingkungan, tenaga kerja, pekerjaan


umum, batas desa, dan lain-lain kerja sama yang
menjadi kewenangan desa. Kerja sama desa dengan
pihak ketiga dapat dilakukan dengan instansi
pemerintah atau swasta, maupun perorangan sesuai
dengan objek yang dikerja samakan. Kerja sama desa
dengan pihak ketiga ditetapkan dengan perjanjian
bersama. Penetapan Keputusan Bersama atau
Perjanjian kerja sama dimaksud dilakukan oleh
pihak-pihak yang melakukan kerja sama sesuai
ketentuan yang berlaku. Penetapan Keputusan
Bersama antara lain memuat:
a. Ruang lingkup kerja sama;
b. Bidang kerja sama;
c. Tata cara dan ketentuan pelaksanaan kerja sama;
d. Jangka waktu;
e. Hak dan kewajiban;
f. Pembiayaan;
g. Tata cara perubahan, penundaan dan
pembatalan;
h. Penyelesaian perselisihan; dan
i. Lain-lain ketentuan yang diperlukan.
Kerja sama desa yang membebani masyarakat dan
desa, harus mendapatkan persetujuan BPD. Segala
kegiatan dan biaya dari bentuk kerja sama desa
dituangkan dalam APDDes. Pembiayaan dalam
rangka kerja sama desa dibebankan kepada pihak-
pihak yang melakukan kerja sama.
Sedangkan dasar hokum untuk pelaksanaan kerja
sama desa dengan ruang lingkup pelaksanaan kerja
sama desa diatur melalui PP Nomor 43 tahun 2014

168
KERJA SAMA DESA

tentang Peraturan Pelaksana UU No. 6 tahun 2014


tentang Desa. Pasal 143 ayat (4) ruang lingkup kerja
sama sebagai berikut: bidang kerja sama; tata cara
dan ketentuan pelaksanaan kerja sama; jangka
waktu.
2. Kewenangan Pemerintahan Desa dalam kerja sama
Desa
Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang
penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan
Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa
berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan
adat istiadat Desa.(Kansil, 1988; Kartohadikoesoemo,
1984; Nugroho, Riant ; Suprapto, 2021a; Nurcholis,
2011; Surianingrat, 1980, 1992; Syani, 2007)
Kewenangan Desa diatur dalam Undang-undang
Nomor 6 Tahun 2014 pada bab IV Pasal 18 – 22. Pasal
19 berbunyi, kewenangan Desa meliputi:
a. kewenangan berdasarkan hak asal usul;
b. kewenangan local berskala Desa;
c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintahan,
Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota ; dan
d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Kepala Desa selaku pemimpin penyelenggaraan
pemerintahan desa mempunyai tugas memimpin
pelaksanaan kerja sama desa, dan mempunyai tugas
mengkoordinasikan penyelenggaran kerja sama desa
secara partisipatif. Kepala desa wajib memberikan

169
KERJA SAMA DESA

laporan keterangan pertanggungjawaban


pelaksanaan kerja sama desa kepada masyarakat
melalui BPD. BPD mempunyai tugas menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat dalam penentuan
bentuk kerja sama dan objek yang dikerja samakan,
dan mempunyai tugas untuk mendorong partisipasi
aktif masyarakat dalam kegiatan kerja sama desa
mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, evaluasi
dan pelastarian. Badan Perwakilan Desa memberikan
informasi keterangan pertanggungjawaban kepala
Desa mengenai kegiatan kerja sama desa kepada
masyarakat. Kepala Desa kepada dan BPD
mempunyai kewajiban:
a. meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
b. memelihara ketentraman dan ketertiban
masyarakat;
c. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam setiap
pengambilan keputusan;
d. memberdayakan masyarakat desa;
e. mengembangkan potensi sumber daya alam dan
melestarikan lingkungan hidup.
3. Prinsip Kerja Sama Desa
Keberhasilan suatu kerja sama adalah apabila pihak
(desa-desa, pihak ke tiga) yang sepakat melakukan
kerja sama taat dan berkomitmen terhadap prinsip
dan asas yang disepakati. Tanpa dilandasi ketaatan
terhadap keduanya, menjadi para pihak saling curiga,
tidak transparan serta secara sepihak, maka asas-
asas dalam pengaturan desa diatur dalam UU No. 6
Tahun 2014 Tentang Desa pada Pasal 3 dan
merupakan prinsip yang harus menjadi sandaran
para pihak dalam melaksanakan kerja sama
desa(Dwipaya, 2003; Ndraha, 1991; Nugroho, Riant ;

170
KERJA SAMA DESA

Suprapto, 2021a; Nurcholis, 2011). Adapun bunyi dari


Pasal 3 tersebut adalah sebagai berikut:
a. Rekognisi;
b. Subsidiaritas;
c. Keberagaman;
d. Kebersamaan;
e. Kegotongroyongan;
f. Kekeluargaan;
g. Musyawarah;
h. Demokrasi;
i. Kemandirian;
j. Partisipasi;
k. Kestaraan;
l. Pemberdayaan; dan
m. Keberlanjutan.
Secara tegas dalam pasal 3 tersebut mengamanatkan
pengakuan terhadap hak asal usul, kewenangan desa
maupun keragaman setiap desa.
Prinsip kerja sama desa mencakup prinsip universal
dan khusus. Prinsip universal, yaitu prinsip good
governance yang mengandung muatan nilai
transparansi, akuntabilitas, partisipatif, efisiensi,
efektivitas, dan consensus.(Dwipaya, 2003; Kansil,
1988; Ndraha, 1991; Nugroho, Riant ; Suprapto,
2021b; Nurcholis, 2011; Saragi, 2004; Solekhan,
2014; Widjaja, 2003)
Prinsip khusus kerja sama desa yang dapat
digunakan sebagai acuan (Ahmadi, 2007; Clistrap,

171
KERJA SAMA DESA

2008; Johnson, 2006; Nugroho, Riant ; Suprapto,


2021a; Syani, 1987) adalah sebagai berikut:
a. Dibentuk melalui pendekatan dari bawah melalui
inisiasi local dengan menggunakan prinsip
komunikasi, kerja sama dan koordinasi.
b. Dibangun untuk kepentingan umum.
c. Kerja sama tidak bersifat hirarkis melainkan
merupakan jejaring kelembagaan.
d. Keterikatan yang dijalin didasarkan kebutuhan.
e. Kerja sama dibangun harus saling memperkuat.
f. Kerja sama dibangun harus saling percaya,
menghargai, saling memahami.

Pelaksanaan Kerja Sama Desa

Setiap desa memerlukan desa lain atau pihak lain dalam


melakukan pembangunan desa, karena desa tidak dapat
menangani sendiri semua hal yang dibutuhkan desa.
Melalui kerja sama juga menjadi salah satu upaya untuk
mencegah terjadinya degradasi lingkungan maupun
mencegah terjadinya konflik kepentingan antar desa.
Kerja sama desa merupakan hak setiap masyarakat desa
dan pemerintah desa, sesuai dengan kewenangannya,
untuk melakukan kerja sama dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan dalam bidang pembangunan,
pemberdayaan masyarakat, pembangunan ekonomi
sesuai dengan potensi dan kemampuannya.
Kerja Sama Desa yang dilembagakan dengan
pembentukan Badan Kerja Sama Antar-Desa (BKAD)
maupun non/tanpa BKAD dapat mengembangkan
kegiatan pembangunan desa. Kerja sama antar desa
sebagai hak yang dimiliki desa merupakan alternatif
untuk mewujudkan desa maju dan berdaya saing dalam

172
KERJA SAMA DESA

upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


Susunan organisasi, tata kerja dan pembentukan BKAD
ditetapkan dengan Peraturan Bersama Kepala Desa
mengenai kerja sama desa. Orang-orang yang ada dalam
BKAD adalah terdiri dari unsur Pemerintahan Desa,
Anggota Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga
Kemasyarakatan Desa, dan Tokoh Masyarakat dengan
mempertimbangkan keadilan gender(Nugroho, Riant ;
Suprapto, 2021a; Nurcholis, 2011; Surianingrat, 1980).
Tugas BKAD diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2017 Tentang
Tata Cara Kerja Sama Desa di Bidang Pemerintahan Desa
Pasal 11, adalah mengelola kerja sama antar desa,
meliputi dalam hal mempersiapkan, melaksanakan dan
melaporkan hasil pelaksanaan kerja sama antar desa.
Rencana kerja sama desa dibahas dalam Rapat
Musyawarah Desa dan dipimpin langsung oleh Kepala
Desa, untuk membahas: 1. Ruang lingkup kerja sama; 2.
Bidang kerja sama; 3. Tata cara dan ketentuan
pelaksanaan kerja sama; 4. Jangka waktu; 5. Hak dan
kewajiban; 6. Pembiayaan; 7. Penyelesaian perselisihan;
dan 8. Lain-lain ketentuan yang diperlukan. Hasil
pembahasan kerja sama desa menjadi acuan Kepala Desa
dan/atau Badan Kerja Sama Desa dalam melakukan kerja
sama desa. Hasil tersebut kemudian dibahas bersama
dengan desa dan/atau pihak ketiga yang akan melakukan
kerja sama desa. Hasil kesepakatan pembahasan kerja
sama desa tersebut di tetapkan dalam Keputusan
Bersama Kerja Sama Desa. Perubahan dan pembatalan
kerja sama desa harus dimusyawarahkan untuk
mencapai mufakat dengan melibatkan berbagai pihak
yang terkait dalam kerja sama desa.
Perubahan kerja sama desa dapat dilakukan apabila: 1.
Terjadi situasi force majuer; 2. Atas permintaan salah satu
pihak dan/atau kedua belah pihak; 3. Atas hasil

173
KERJA SAMA DESA

pengawasan dan evaluasi BPD, dan 4. Kerja sama desa


sudah habis masa berlakunya.
Pembatalan kerja sama desa dapat dilakukan apabila \:
a. salah satu pihak dan/atau kedua belah pihak
melanggar kesepakatan; b. kerja sama desa bertentangan
dengan ketentuan diatasnya; dan c. merugikan
kepentingan masyarakat.
Penentuan tenggang waktu kerja sama desa ditentukan
dalam kesepakatan bersama oleh kedua belah pihak yang
melakukan kerja sama dengan memperhatikan saran dari
Camat selaku Pembina dan pengawas kerja sama desa
serta ketentuan yang berlaku, ruang lingkup, bidang karja
sama, pebiayaan dan ketentuan lain mengenai kerja sama
desa.
Setiap perselisihan yang timbul dalam kerja sama desa
diselesaikan denga cara musyawarah dan mufakat serta
dilandasi dengan semangat kekeluargaan, penyelesaian
perselisihan dalam kerja sama desa dapat diselesaikan
dengan cara:
1. perselisihan kerja sama antar desa dalam satu
kecamatan, difasilitasi dan diselesaikan oleh Camat.
2. perselisihan kerja sama antar desa pada kecamatan
yang berbeda dalam satu kabupaten/kota difasilitasi
dan diselesaikan oleh Bupati/Wali Kota.
3. perselisihan kerja sama desa lain kabupaten/ kota
dalam satu Provinsi difasilitasi dan diselesaikan oleh
Gubernur.
4. penyelesaikan perselisihan diselesaikan diselesaikan
secara adil dan tidak memihak.
5. keputusan hasil penyelesaian bersifat final.

174
KERJA SAMA DESA

6. perselisihan kerja sama dengan pihak ketiga dalam


satu kecamatan difasilitasi dan diselesaikan oleh
Gubernur, dan
7. perselisihan kerja sama desa dengan pihak ketiga
pada kecamatan yang berbeda dalam satu
kabupaten/kota difasilitasi dan diselesaikan oleh
Bupati/Wali kota. (Chozin, 2010; Dwipaya, 2003;
Nugroho, Riant ; Suprapto, 2021b; Nurcholis, 2011;
Tresiana, 2016; Wasistiono, Sadu ;Tahir, 2007)

175
KERJA SAMA DESA

Daftar Pustaka
Ahmadi, A. (2007). Sosiologi Pendidikan. Rineka Cipta.
Chozin, M. A. (2010). Pembangunan Perdesaan Dalam
Rangka Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. IPB
Press.
Clistrap, R. L. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia.
Salemba Empat.
Dwipaya, A. A. (2003). Membangun Good Governance di
Desa. IRE Press.
Engkoswara; Komariah, A. (2012). Administrasi
Pendidikan. Alfabeta.
Huda, N. (2015). Hukum Pemerintahan Desa dalam
konstitusi Indonesia sejak kemerdekaan hingga era
reformasi. Setara Press.
Johnson, E. (2006). Contextual Teaching and Learning
(Menjadikan Kegiatan Belajar Mengasyikan dan
Bermakna) Terjemahan Ibnu Setiawan. In The SAGE
Encyclopedia of Online Education.
Kansil, C. S. . (1988). Desa Kita dalam Peraturan Tata
Pemerintahan Desa. Ghalia Indonesia.
Kartohadikoesoemo, S. (1984). Desa. Balai Pustaka.
Ndraha, T. (1991). Dimensi-Dimensi Pemerintah Desa.
Bumi Aksara.
Nugroho, Riant ; Suprapto, F. A. (2021a). Kerja sama
Pemerintahan Antar Desa Bagian 1: Konsep Dasar.
Elex Media Komputindo Kompas Gramedia.
Nugroho, Riant ; Suprapto, F. A. (2021b). Kerja sama
Pemerintahan Antar Desa Bagian 2: Kelembagaan
Kerjasama Antar Desa. Elex Media Komputindo
Kompas Gramedia.
Nurcholis, H. (2011). Pertumbuhan dan Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa. In Erlangga.
Saragi, T. P. (2004). Mewujudkan Otonomi Masyarakat
Desa Alternatif Pemberdayaan Desa. Yayasan Adikara
IKAPI-FORD FOUNDATION.

176
KERJA SAMA DESA

Soekanto, S. (2013). Sosiologi: Suatu Pengantar. In


Journal Ekonomi dan Bisnis Indonesia (Vol. 23).
Solekhan, M. (2014). Penyelenggara Pemerintah Berbasis
Partisipasi Masyarakat. Malang: Setara Press.
Surianingrat, B. (1980). Desa dan Kelurahan Menurut UU
Nomor 5 Tahun 1979.
Surianingrat, B. (1992). Pemerintahan Administrasi Desa
dan Kelurahan. Rineka Cipta.
Sutoro Eko. (2017). REGULASI BARU, DESA BARU Ide,
Misi, dan Semangat UU Desa. In BMC Public Health
(Vol. 5, Issue 1).
Syani, A. (1987). Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial.
In Fajar Agung (Vol. 28, Issue 44).
Syani, A. (2007). Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan.
Bumi Aksara.
Tresiana, N. (2016). New Public Service dan Musrenbang
Desa. Suluh Media.
Wasistiono, Sadu ;Tahir, M. I. (2007). Prospek
Pengembangan Desa. Fokusmedia.
Widjaja, H. A. W. (2003). Otonomi Desa: merupakan
otonomi yang asli, bulat dan utuh. Raja Gralindo
Persada.

177
KERJA SAMA DESA

Profil Penulis
Nurbaiti Usman Siam
Lahir di Tanjungpinang, Kepulauan Riau pada
tahun 1968 dan Dosen tetap Yayasan Raja Haji
Fisabilillah dengan unit kerja pada Program Studi
Ilmu Pemerintahan Sekolah Tinggi Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik (STISIPOL) Raja Haji
Tanjungpinang Kepulauan Riau.
Ia mendapat gelar sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Eka Sakti Padang pada tahun 1992 dengan
jurusan Ilmu Pemerintahan. Menyelesaikan program Master
tahun 2015 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Padjadjaran Bandung pada Program Studi Ilmu Pemerintahan.
Penulis juga pernah menjadi dosen luar biasa di Fakultas
Administrasi Negara Universitas Lancang Kuning Kelas Jauh
Tanjungpinang pada tahun 1992-1999. Dan pernah kerja
sebagai TKPMP di Dinas Tenaga Kerja Provinsi Riau pada tahun
1993 dan di tempatkan pada Kabupaten Kepulauan Riau.
Penulis memiliki pengalaman diluar jabatan fungsional adalah
sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Pemerintahan 1999-
2000, Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan 2000-2001,
Sekretaris P3M tahun 2001-2002, Ketua P3M tahun 2002
sampai dengan tahun 2012, tahun 2012 sampai dengan tahun
2015 menjadi Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan, pada
bulan September tahun 2015 hingga sekarang menjadi Wakil
Ketua II bidang Administrasi Umum, Keuangan dan
Kepegawaian di Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja
Haji Tanjungpinang. Penulis menyukai mempelajari tentang
Pemerintahan Desa.
Email Penulis: nurbaitiusmansiam@gmail.com

178
10
PENGELOLAAN
BADAN USAHA MILIK DESA

Hasiun Budi, S.E., M.S.M


Universitas Gajah Putih

Pendahuluan

Pemerintahan desa merupakan unit terkecil dari


pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan
jumlah desa 74. 961 informasi tersebut ialah informasi
keputusan menteri dalam negeri dengan nomor 146. 1-
4717 tahun 2020 tentang penetapan nama, kode serta
jumlah desa seluruh Indonesia tahun 2020, Informasi
desa tersebut dipergunakan sebagai informasi acuan guna
menyalurkan alokasi dana desa yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara pada tahun 2021.
Data jumlah Badan Usaha Milik Desa di Indonesia adalah
sebanyak 57.273 yang sudah resmi terdaftar. Dari data
tersebut, yang aktif berjumlah 45.233 sedangkan sisanya
12.040 kurang aktif. Sementara data Badan Usaha Milik
Desa yang terdampak pandemi Covid-19 berjumlah
15.768. Aartinya bahwa terdapat sekitar 35% usaha
Badan Usaha Milik Desa sudah tutup.
Pemerintah desa diberikan tugas otonomi dan
kewenangan yang sangat luas untuk mengatur dan
mengelola perekonomian desa merupakan kekuatan
diberbagai bidang dalam mewujudkan kesejahteraan

179
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

masyarakat dan memperluas aktivitas perekonomian


masyarakat desa. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa, bahwa Pemerintah desa dapat
memimpin pengelolaan yang otonom yang diperkuat
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 yang
diubah melaui Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
2015, bahwa Pemerintahdesa mempunyai kewenangan
untuk mengatur sumber daya dan arah kebijakan
pembangunan dalam rangka mendorong partisipasi
masyarakat sekaligus mendorong dinamika kehidupan
sosial, budaya, ekonomi serta pengetahuan yang lebih
luas. Kewenangan untuk menetapkan regulasi
pemerintahan desa merupakan salah satu peluang
perubahan dalam mengapai harapan baru bagi
masyarakat desa.
Desa mempunyai solidariras dan ikatan sosial dalam
menyangga aktivitas pemerintahan dalam mewujudkan
pembangunan sosial kemasyarakatan sekaligus
penyangga perekonomian desa yang tidak dapat
diabaikan begitu saja, karena Desa mempunyai kondisi
modal sosial (social capital) yang sudah cukup kuat pada
masyarakat desa itu sendiri. Modal sosial lainya adalah
semangat gotong-royong sekaligus swadaya masyarakat
yang tidak dapat ditiru serta di contoh di tempat lain,
karena budaya ini telah lama ada sebagai perwujudan
“keotonomian asli” sebagai cikal bakal solidaritas
warganya. Adapun modal sosial yang dapat diilustrasikan
pada gambar dibawah;

180
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

Gambar 10.1. Ilustrasi Modal Sosial


Sumber: Penulis, 2021

Dari gambar ilustrasi modal sosial tersebut di atas, ikatan


sosial pada lingkungan pemerintahan desa yang telah
terbangun begitu kuat dan akrab serta menjadi jembatan
sosial lintas sektoral dalam mewujudkan perekonomian
nasional sekaligus mempermudah akses pengembangan
wilayah perekonomian berkelanjutan atas jaringan sosial
yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke.
Dalam jurnal penelitian Eko.et.al., (2014) menjelaskan 3
(tiga) aspek bahwa ikatan sosial masyarakat desa yang
bersifat parokial (terbatas) menjadi modal sosial yang
paling dangkal yang tidak mampu memfasilitasi
pembangunan ekonomi, mewujudkan desa yang
bertenaga sosial, dan berdemokrasi lokal. Selanjutnya (De
Massis. et. al., 2015) menjelaskan bahwa untuk
membebaskan ikatan sosial (social bonding) yang terbatas
tersebu, perlu ada gerakan kemandirian masyarakat desa.
Selain memperkuat modal sosial, desa juga harus
memperkuat modal ekonomi (financial capital), modal
pengetahuan (knowledge capital), dan modal
kemanusiaan (human capital).

181
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa


masyarakat desa sangat mudah mengakses modal dasar
pengelolaan berbagai bentuk usaha dalam mewujudkan
perekonomian berkelanjutan serta memudahkan warga
mengakses kegiatan usaha yang disesuaikan dengan
potensi sumber daya yang tersedia.

Dasar Hukum Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa

Badan Usaha Milik Desa merupakan milik warga


masyarakat desa, sebutan dan penamamaan didasari atas
kesepakatan bersama, baik oleh Pemerintah desa
maupun tokoh dan masyarakat. Adapun dasar hukum
terkait dengan Badan Usaha Milik Desa adalah sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2021 Tetang
BUMDesa;
4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa;
5. Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun 2015
tentang Badan Usaha Milik Desa;
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016
tentang Pengeloaan Asset Desa; dan
7. Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2020
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri
Desa Pembagunan Daerah Tertinggal dan

182
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 Ttntang Prioritas


Penggunaan Dana Desa Tahun 2020.

Definisi Badan Usaha Milik Desa

Badan Usaha Milik Desa adalah badan usaha yang


seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa
melalui penyertaan modal secara langsung yang
bersumber dari kekayaan desa yang dipisahkan guna
mengelola aset, jasa pelayanan dan usaha lainnya yang
tidak bertentangan dan dipergunakan untuk
kemakmuran masyarakat desa.
Dari pengertian tersebut diatas posisi Pemerintah desa
sebagai penyelenggara tugas utama dalam mewujudkan
pemberian pelayanan kepada warga desa,
memberdayakan masyarakat serta mengarahkan skala
prioritas pembangunan masyarakat desa. Kepala desa
mempunyai peran yang sangat strategis dalam
pengelolaan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan tugas
dan wewenang. Kepala desa bertugas yakni
menyelenggarakan pemerintahan desa, melakukan
pembinaan masyarakat desa, pemberdayaan masyarakat
desa dan melaksanakan pembangunan desa (Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 26 ayat 1).
Selanjutnya wewenang Kepala desa yakni: (1) mengelola
penyelenggaraan pemerintah desa berlandaskan
kebijakan yang diresmikan bersama Badan
Permusyawaratan Desa, (2) mengajukan rancangan
Peraturan desa, (3) menetapkan Peraturan desa yang
sudah memperoleh persetujuan bersama Badan
Permusyawaratan Desa, (4) menyusun serta mengajukan
rancangan Peraturan desa terkait Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa guna dibahas serta disahkan bersama
Badan Permusyawaratan Desa, (5) membina kehidupan
penduduk desa, (6) membina perekonomian desa, (7)
mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;

183
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

(8) mewakili desanya didalam serta diluar pengadilan


serta bisa menunjuk kuasa hukum guna mewakilinya
sesuai dengan peraturan perundang- undangan, serta (9)
melakukan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perundang- udangan (Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 Pasal 26 ayat 2).
Dari Sembilan kewenangan kepala desa tersebut
sebagaimana ditegaskan pada ayat 2 dimaksud, pada poin
5,6 dan 7 adalah cikal bakal untuk menginisiasi
terbentunknya Badan Usaha Milik Desa maupun Badan
Usaha Milik Desa bersama. Kepala desa selain
melaksanakan tugas dan kewenangannya juga diberikan
kewajiban menjalin hubungan kerja sama dengan seluruh
mitra kerja Pemerintah desa dengan menaati dan
menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan.
Kewajiban menjalin kerja sama yang harus tegas adalah
mengembangkan pendapatan masyarakat dengan
pemerintah desa seperti kewajiban memberdayakan
potensi masyarakat dan pengembangan kelembagaan
Badan Usaha Milik Desa dengan tujuan meningkatkan
kesejahtraan masyarakat desa. Kewajiban strategis lainya
adalah melaksanakan prinsip tata kelola pemerintahan
desa yang bebas dan bersih dari kolusi, korupsi dan
nepotisme juga kewajiban menyelenggarakan
administrasi pemerintahan desa yang baik yakni
mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan desa.

Definisi Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa

Pengelolaan dasar katanya “kelola” dengan awalan kata


“peng” dan akhiran “an”. Arti kelola sendiri
mengendalikan dan menyelengarakan baik itu
pemerintahan maupun perusahaan. Dari kata dasar
dimaksud definisi pengelolaan ialah proses mengoordinasi
perencanaan kegiatan dan mengintegrasikan jenis usaha
agar dapat dikendalikan secara optimal serta efesien

184
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

dalam penyelengaraannya.
Pengelola Badan Usaha Milik Desa wajib dibekali ilmu
manajemen yakni pengenalan tentang fungsi manajemen.
Pertama, fungsi perencanaan (planing) Badan Usaha Milik
Desa sesuai dengan tahapannya, baik perencanaan
jangka pendek, jangka menegah maupun perencanaan
jangka panjang. Kedua, fungsi pengorganisasian
(organizing) tahapannya yakni mendapat mandat sebagai
pengelola Badan Usaha Milik Desa dari Kepala desa,
dalam surat keputusannya penetapan Direktur,
Sekretaris, Bendahara serta sejumlah Pimpinan unit
usaha. Ketiga, fungsi pengarahan (actuating) pada tahap
ini seluruh personil yang telah ditempatkan sesuai
tupoksi harus diarahkan pada usaha Badan Usah Milik
Desa itu sendiri dan berfokus pada mewujudkan unit
usaha yang telah disepakati. Keempat, fungsi
pengendalian (controlling) usaha yakni Badan Usaha Milik
Desa yang telah berkembang perlu dilakukan
pengendalian/pengawasan sesuai tahap pertama
kesepakatan yang telah direncanakan artinya terkait
program usaha selanjutnya unit yang membidangi usaha
tersebut. Penjelasan tersebut seiring dengan definisi
pengelolaan dalam buku Terry (2012:15) yang
menyebutkan pengelolaan adalah proses khas yang terdiri
dari atas tindakan perencanaan, pengorganisasian,
pergerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yang telah
ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia
dan sumber daya lainnya.

Tahapan-Tahapan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa

Adapun tahapan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa


yakni ada 3 (tiga) tahapan yang harus dilalui. Pada tahap
pertama dalam pembentukan Badan Usaha Milik Desa,
Kepala desa berserta Badan Permusyawaratan Desa

185
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

mengundang tokoh masyarakat untuk menyepakati


persyaratan Badan Usaha Milik Desa yang akan didirikan,
dalam pertemuan tersebut telah menyiapkan kerangka
atau pokok-pokok yang akan dimusywarahkan antara
lain:
1. nama Badan Usaha Milik Desa;
2. tempat berdiri;
3. tujuan Badan Usaha Milik Desa;
4. Badan hukum;
5. unit usaha;
6. struktur organisasi; dan
7. bentuk pertanggungjawan.
Pada tahap awal dalam pertemuan ini adanya sebuah
kesepakatan membentuk struktur organisasi dimana
peran Kepala desa sebagai komisaris dan warga
masyarakat yang berjiwa entrepreneurship dipilih menjadi
direktur. Selanjutnya dalam pertemuan tahap awal ini
adanya kesepakatan menyematkan nama Badan Usaha
Milik Desa, bentuk usaha, kejelasan tujuan serta maksud
pendirian Badan Usaha Milik Desa sekaligus model
pertanggungjawaban kepada pemerintah desa.
Tahap kedua adalah menyusun regulasi yang
berhubungan dengan pendirian Badan Usaha Milik Desa.
Adapun tahapannya adalah sebagai berikut:
1. merumuskan peraturan desa tentang pendirian
Badan Usaha Milik Desa dengan merujuk kepada
peraturan pemerintah daerah serta ketentuan
perundang-undangan yang berlaku;
2. pengesahan peraturan desa tentang pendirian Badan
Usaha Milik Desa;
3. merumuskan AD/ART;

186
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

4. menyepakati susunan/bentuk struktur organisasi


serta aturan kelembagaan;
5. menyepakati tugas serta fungsi pengelola Badan
Usaha Milik Desa;
6. menyepakati peraturan kerja sama dengan mitra
usaha; dan
7. merumuskan rencana usaha dan pengembangannya
Pada tahap kedua ini perlu juga merumuskan AD/ART
sebagai dasar rujukan pengelolaan yang disesuaikan
dengan prinsip-prinsip tata kelola Badan Usaha Milik
Desa yang sehat dan berkelanjutan. Hal lain yang perlu
dirumuskan adalah menetapkan sistem koordinasi
dengan berbagai unit usaha sekaligus merumuskan kerja
sama lintas desa. Selain itu juga merumuskan diskripsi
tugas dan kewenangan dari setiap pengelola Badan Usaha
Milik Desa per unit yang telah disepakati.
Pada tahap ketiga yang perlu diperhatikan adalah proses
penentuan sistem penggajian dan pengupahan sekaligus
rekruitmen untuk menetapkan personil yang diposisikan
menjadi pengelola Badan Usaha Milik Desa. Secara teknis
dilakukan dengan musyawarah dengan memperhatikan
kesesuaian kriteria dengan tujuan ada kemampuan
menjalankan Badan Usaha Milik Desa dan
mengembangkan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa
seperti aktivitas operasional diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. merumuskan rencana kerja;
2. pemeilihan pengurus dan pengelola;
3. menyusun pembukuan Badan Usaha Milik Desa dan
sistem administrasi;
4. menetapkan sistem informasi pengeloaan Badan
Usaha Milik Desa; dan

187
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

5. menetapkan sistem pengajian atau pengupahan


pengelola Badan Usaha Milik Desa.

Tujuan Pendirian Badan Usaha Milik Desa

Tujuan dari pendirian Badan Usaha Milik Desa adalah


sebagai berikut:
1. menumbuhkan perekonomian desa;
2. membuka lapangan kerja baru;
3. mendorong usaha warga desa dalam pengelolaan
potensi perekonomian warga;
4. menghasilkan kesempatan serta jaringan pasar yang
menunjang serta menyediakan seluruh kategori
kebutuhan publik desa;
5. memaksimalkan aset desa supaya berguna untuk
kesejahteraan warga desa;
6. menambah pemasukan masyarakat desa serta
peningkatan pendapatan asli desa;
7. meningkatkan rencana kerja sama usaha antar desa
serta/ataupun dengan pihak ketiga; dan
8. menambah kesejahtraan publik melalui perbaikan
pelayanan menyeluruh, perkembangan serta
pemerataan ekonomi desa.

Dasar Pendirian Badan Usaha Milik Desa

Pendirian Badan Usaha Milik Desa didasari dengan


lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014
yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47
Tahun 2015 yang mengatur bahwa desa mempunyai
kewenangan untuk mengatur sumber daya dan arah
kebijakan pembangunan dalam rangka mendorong

188
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

partisipasi masyarakat sekaligus mendorong dinamika


kehidupan sosial, budaya, ekonomi serta pengetahuan
yang lebih luas. Selain itu Peraturan Pemerintah Nomor
11 Tahun 2021 tentang Badan Usaha Milik Desa yang
terdiri dari 18 BAB dan 78 pasal dapat dijadikan referensi
dan penguat dalam menyusun regulasi turunan
pemerintahan desa dalam mendirikan Badan Usaha Milik
Desa. Peraturan tersebut telah disesuaikan dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja.
Pendirian Badan Usaha Milik Desa sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor
11 Tahun 2021 yakni Badan Usaha Milik Desa terdiri dari:
Badan Usaha Milik Desa, dan Badan Usaha Milik Desa
Bersama. Dalam Pasal 3 dijelaskan tujuan Badan Usaha
Milik Desa dan Badan Usaha Milik Desa Bersama yakni
melakukan kegiatan ekonomi melalui pengelolaan usaha,
serta pengembangan investasi dan produktivitas
perekonomian dan potensi desa. Dari Pasal 3 poin a
tersebut dapat dijelaskan bahwa kumpulan beberapa desa
untuk mendirikan Badan Usaha Milik Desa Bersama
menjadi penopang tumbuhnya ekonomi yang saling
menguntungkan. Sebagai contoh di Kecamatan Lut Tawar
Kabupaten Aceh Tengah Badan Usaha Milik Desa
Kampung Hakim Bale dengan Nama Bur Telege yang
dikelola dengan objek wisata panorama alam yang jumlah
pengujungnya setiap tahun terus meningkat, baik
wisatawan domestik maupun wisatawan manca negara,
sementara kampung tetangganya bernama Teluk One-one
dimana Badan Usaha Milik Desa kampung tersebut belum
berkembang padahal potensi desa tersebut sangat
mendukung untuk pengembangan home stay, dan kuliner
khas daerah.
Lebih jauh lagi pendirian Badan Usaha Milik Desa
Bersama dalam BAB II Pasal 7 ayat 3 menyebutkan Badan

189
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

Usaha Milik Desa Bersama didirikan berdasarkan


kedekatan wilayah, kegiatan usaha dan kesamaan potensi
ekonomi. Salah satu yang sangat spektakuler adalah
berdirinya Badan Usaha Milik Desa bersama di
Kabupaten Bener Meriah Provinsi Aceh tepatnya di
Kecamatan Pintu Rime Gayo yakni menggagas berdirinya
pertamina (SPBU) dan baru pertama di Indonesia.
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dapat
dijadikan contoh bagi Badan Usaha Milik Desa yang lain
di seantero nusantara ini. Usaha tersebut bukan tanpa
dasar tentu telah ada gagasan-gagasan sebelumnya
sebagaimana diketahui bahwa Badan Usaha Milik Desa
Bersama di wilayah ini pernah menggagas ide tentang
pendirian water boom, akibat lokasi dan ketersediaan
lahan terbatas sehingga ide tersebut gagal untuk
dilaksanakan, mereka tidak berputus asa sampai disitu
karena ada yang lebih layak untuk dikembangkan yakni
SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) yang
mendapat restu dari Direktur Pertamina di Banda Aceh.
Selain dukungan tersebut, dukungan dari Pemerintah
daerah juga sangat posistif teruma sambutan Plt. Bupati
Kabupaten Bener Meriah yakni Bapak Dailami. Dalam
arahan Beliau Badan Usaha Milik Desa yang dikelola
bersama ini dapat dijadikan kebanggaan warga
masyarakat Pintu Rime Gayo khususnya, Masyarakat
Kabupaten Bener Meriah pada Umumnya.
Dari contoh yang penulis sampaikan di atas berikut
beberapa Badan Usaha Milik Desa yang berkembang di
Provinsi Aceh meskipun dalam situasi Pandemic Covid 19
mengalami naik turunnya pendapatan usaha Badan
Usaha Milik Desa. Data resmi Badan Usaha Milik
Gampong (BUMG) sebutan untuk Aceh yang secara resmi
telah terdaftar pada Bumdes.id sebanyak 318 (Tiga Ratus
delapan Belas) BUMG binaan DPMG Aceh tahun 2021
sebagaimana dalam gambar berikut:

190
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

Gambar 10.2. Peta Produk Binaan BUMG Kegiatan Gampong


DPMG Aceh Tahun 2021
Sumber: www.dpmg.acehprov.go.id, 2021

Aspek Manajemen Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa

Aspek manajemen pemerintahan desa dalam pengelolaan


Badan Usaha Milik Desa harus menjadi prioritas dari tiap-
tiap organisasi yang menggerakan perekonomian desa.
Adapun aspek manajemen yang menjadi skala prioritas
dengan menyusun profil desa seperti menyusun data
pokok desa ataupun kelurahan, dilanjutkaan data potensi
desa. Dari data profil sebagai acuan pengambilan
keputusan untuk mendirikan Badan Usaha Milik Desa
sebagai tahap awal yang harus dipersiapkan dengan
menyusun dan melengkapi posisi dalam struktur Badan

191
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

Usaha Milik Desa sebagaimana contoh struktur dibawah


ini:

Gambar 10.3. Struktur Organisasi BUMDesa


Sumber: Penulis, 2021

Berdasarkan gambar struktur Badan Usaha Milik Desa di


atas posisi direktur, sekretaris, bendahara dan manajer
unit usaha perlu membangun koordinasi serta
komunikasi yang harmonis dengan menetapkan tujuan
organisasi. Struktur organisasi Badan Usaha Milik Desa
dapat berkembang berdasarkan penetapan unit usaha
yang direncanakan dengan mempergunakan aktivitas
orang lain serta kumpulan informasi dari sumber
observasi, pengamatan di lapangan baik dengan cara
wawancara serta dokumentasi yang terencana,
terstruktur serta terorganisasi dengan rapi juga dapat
dievaluasi untuk suatu rekomendasi perbaikan.

192
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

Daftar Pustaka
Eko, S., et al.. 2014. Desa Membangun Indonesia.
Yogyakarta: Forum Pengembangan Pembaharuan
Desa (FPPD).
Massis, De, et al., 2015, Product Innovation in Family
versus Nonfamily Firms: an Exploratory Analysis.
Journal of Small Bussiness Management Vol. 53 No.
1: 1-36.
Muhaimin. 2020. Rekonstruksi Penggunaan Dana Desa
Untuk Mewujudkan Kesejahtraan Masyarakat Desa.
Jurnal Penelitian Hukum De Jure. Vol. 20, No.4. 557-
572
Terry, George R. 2012. Prinsip-Prinsip Manajemen.
Jakarta. Bumi Aksara. Hlm 15.
Wirawan, Aditya. 2017. Kajian Yuridis Penatausahaan
Barang Milik Desa yang diperoleh dari Angaran
Pendapatan dan Belanja Negara. Vol.3 (2016) No.138-
153
Udang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2021 tentang
Badan Usaha Milik Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014
tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi Nomor 4 tahun 2015 tentang Badan
Usaha Milik Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016
tentang Pengeloaan Aset Desa
Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2020 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Desa
Pembagunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan
Dana Desa Tahun 2020

193
PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

Profil Penulis
Hasiun Budi
Lulus Sarjana (S1) Ilmu Ekonomi pada Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Gajah Putih dengan
konsentrasi Ilmu Manajemen, tahun 2003 pada
tahun 2008 mengabdi di kampus yang sama
sebagai staf dosen dan pada tahun 2011
ditetapkan sebagai dosen pada prodi ilmu
komunikasi dengan jabatan fungsional akademik Aisten Ahli,
dengan mengampu mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi, Azas-
azas Manajemen, Kewirausahaan, Teknik Melobi dan Negosiasi
ditahun yang sama pernah menjadi anggota panwaslih kepala
daerah kabupaten Aceh Tengah, serta melanjutkan studi
Magister Sains Manajemen di Universitas Malikussaleh
Lhokseumawe selesai pada Tahun 2013, penulis aktif menulis
diberbagai jurnal Ilmiah Nasional, serta menulis buku monograf
saat ini Jabatan Fungsional Akademik lektor 200 KUM. sejak
tahun 2019 s/d sekarang aktif mengikuti program seminar
kedaireka, scale up bumdes, seminar nasinonal dan regional
baik sebagai peserta dan narasumber di berbagai perguruan
tinggi.
Email Penulis : hasiunbudi.fisipol@ugp.ac.id

194
11
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
PEMERINTAHAN DESA

Fitri Dewi Wulandari, S.Sos., M.Si


Stisipol Raja Haji Tanjungpinang

Pendahuluan

Desa merupakan subsistem pemerintahan daerah di


bawah subsistem pemerintahan nasional didalam sistem
penyelenggaraan ketatanegaraan di Indonesia. Sebagai
satuan administratif dan politis terendah dengan hak-hak
otonomi yang berbasis pada asal usul dan adat istiadat,
maka sudah seharusnya tetap terintegrasi didalam
subsistem pemerintahan daerah dan sistem
pemerintahan nasional. Untuk itu, pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di
desa oleh satuan pemerintahan yang berada di atasnya,
yakni oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota penting dilakukan. Hal ini
sebagai upaya agar penyelenggaraan pemerintahan desa
berjalan sesuai dengan apa yang telah menjadi tujuannya
untuk mewujudkan kesejahteraan umum masyarakat
desa.
Secara Etimologi, kata “desa” berasal dari bahasa
Sanksekerta, deshi yang berarti tanah air, tanah asal,
atau tanah kelahiran. (Rustiadi, dkk, 2007:33) Sedangkan

195
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

secara geografis, desa atau village diartikan sebagai “a


groups of houses or shops in a country area, smaller than a
town”. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki kewenangan untuk mengurus rumah tangganya
sendiri berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang
diakui dalam pemerintahan nasional dan berada di
daerah kabupaten. (Jamaludin, 2015; 4)
Pemerintah desa atau disebut juga Pemdes adalah
lembaga pemerintah yang bertugas mengelola wilayah
tingkat desa. Dalam menjalankan amanah Undang-
Undang Dasar Tahun 1945, khususnya pada pasal 33
ayat (3), maka Pemerintah desa harus mengelola desanya
dengan benar dan akuntabel, bersama-sama dengan
masyarakatnya, yang bukan hanya sebagai objek dalam
pembangunan. Masyarakat desa justru turut serta
menjadi subjek dalam pembangunan desa itu sendiri,
meskipun sumber daya di desa dikuasai oleh negara.
Partisipasi masyarakat desa dalam hal ini dapat
ditunjukkan ketika menjadi bagian dalam pembinaan dan
pengawasan di desanya.

Konsep Pembinaan

Sebelum memahami pengertian dan bentuk pembinaan


penyelenggaraan pemerintahan desa, ada baiknya kita
mengetahui terlebih dahulu beberapa konsep Pembinaan
didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
Menurut Mangunhardjana (1986:12): “pembinaan adalah
suatu proses belajar dengan mempelajari hal-hal yang
belum dimiliki dengan tujuan membantu orang yang
menjalani, untuk membetulkan dan mengembangkan
pengetahuan dan kecakapan yang sudah ada serta
mendapatkan pengetahuan dan kecakapan baru untuk
mencapai tujuan hidup dan kerja, yang dijalani secara

196
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

lebih efektif. Sementara itu, Menurut Widjaja (2001:139)


mengatakan bahwa:
“Pembinaan adalah suatu proses pengembangan yang
mencakup urutan-urutan pengertian diawali dengan
mendirikan, menumbuhkan, memelihara pertumbuhan
tersebut yang disertai usaha perbaikan, dan akhirnya
mengembangkan, dengan demikian pembinaan adalah
sejauh mana usaha dari kegiatan mengenai perencanaan,
pengorganisasian, pembiyaan, penyusunan program,
koordinasi pelaksanaan dan pengawasan suatu pekerjaan
secara berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai
tujuan dengan semaksimal mungkin.”
Pendapat lainnya menurut Mathis (2002:112)
menegaskan bahwa “pembinaan adalah suatu proses
dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu
untuk membantu mencapai tujuan organisasi. Oleh
karena itu, proses ini terkait dengan berbagai tujuan
organisasi, pembinaan dapat dipandang secara sempit
maupun luas.” Definisi pembinaan secara lebih sempit
yang diarahkan pada pekerjaan seorang pegawai
dijelaskan oleh Ivancevich (2008:46) bahwa “pembinaan
sebagai usaha untuk meningkatkan kinerja pegawai
dalam pekerjaannya sekarang atau dalam pekerjaan lain
yang akan dijabatnya segera.” Selanjutnya sehubungan
dengan definisi tersebut, Ivancevich (2008)
mengemukakan sejumlah butir penting yaitu:
“pembinaan adalah sebuah proses sistematis untuk
mengubah perilaku kerja seorang/sekelompok pegawai
dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi.
Pembinaan terkait dengan keterampilan dan kemampuan
yang diperlukan untuk pekerjaan yang sekarang
dilakukan. Pembinaan berorientasi ke masa sekarang dan
membantu pegawai untuk menguasai keterampilan dan
kemampuan (kompetensi) yang spesifik untuk berhasil
dalam pekerjaannya.”

197
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

Adapun tujuan dari pembinaan terkait konteks pegawai


ataupun tenaga kerja dijelaskan oleh Sedarmayanti
(2009:10) yaitu:
1. meningkatkan kesetiaan dan ketaatan;
2. menghasilkan tenaga kerja yang berdaya guna dan
berhasil guna;
3. meningkatkan kualitas, keterampilan, serta
memupuk semangat dan moral kerja;
4. mewujudkan iklim kerja yang kondusif; dan
5. memberikan pembekalan dalam rangka distribusi
tenaga kerja.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, jika dikaitkan
dengan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan desa,
maka dapat disimpulkan bahwa pembinaan
penyelenggaraan pemerintahan desa adalah sebuah
proses manajemen (perencanaan, pengorganisasian,
pembiyaan, penyusunan program, koordinasi
pelaksanaan dan pengawasan) yang terus menerus secara
berurutan atau sistematis yang diawali dengan
mendirikan, menumbuhkan, memelihara pertumbuhan
tersebut yang disertai usaha perbaikan, dan
mengembangkan, sehingga mencapai tujuan yang efektif
dan efisien bagi kemajuan penyelenggaraan pemerintahan
di desa.

Konsep Pengawasan

Pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen sangat


penting dan tidak dapat diabaikan begitu saja jika ingin
mengukur kesesuaian antara rencana, perintah dengan
implementasinya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa
pendapat ahli tentang definisi pengawasan. Dalam
Manullang (2005:172-173) dijelaskan beberapa pendapat
pengawasan seperti berikut:

198
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

“George R.Terry mengemukakan: “Control is to determine


what is accomplishe, evaluate it, and apply corrective
measures, if needed, to insure result in keeping with the
plan.” Selanjutnya Newman juga mengatakan, “Control is
assurance that the performance conform to plan.”
Demikianlah Henry Fayol mengatakan, “Control consist in
verifying whether everything accure in comformity with the
plan adapted, the instruction issued and principles
established. It has object to point out weaknesses and
errors in order to reactivity them and prevent recurreance. It
operate in everything, people, actions.”
Manullang (2005:173) selanjutnya menjelaskan: “Sesuai
dengan batasan-batasan di atas, maka pengawasan dapat
diartikan sebagai suatu proses untuk menerangkan
pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya, dan
bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.
Adapun cara-cara pengawasan agar efektif, dalam
Manullang (2005:178-179) dijelaskan: “dengan
mengumpulkan fakta-fakta yaitu: “(a) peninjauan pribadi;
(b) interviu atau lisan; (c) laporan tertulis; (d) laporan dan
pengawasan kepada hal-hal yang bersifat istimewa.”
Kemudian dijelaskan pula oleh Manullang (2005:184)
tentang “proses pengawasan dimanapun juga atau
pengawasan yang berobjekkan apapun terdiri dari fase
sebagai berikut: (a) menetapkan alat pengukur (standart);
(b) mengadakan penilaian (evaluate); (c) mengadakan
tindakan perbaikan (corrective action)”. Pendapat lainnya
berasal dari Silalahi (2002:396) yang menyebutkan
pengawasan dalam istilah pengontrolan ini, menjelaskan:
“Sebagai proses, pengontrolan secara garis besar terdiri
dari empat tahap, yaitu: (1) tetapkan standar; (2) monitor
dan ukur kinerja; (3) bandingkan hasil kinerja aktual dan
standar, (4) ambil tindakan perbaikan dan buat

199
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

penyesuaian.” Pendapat yang senada juga dijelaskan oleh


Terry, et.al (2010:232-233) bahwa:
“Pengawasan adalah suatu proses dasar, serupa saja
dimanapun ia terdapat dan apapun yang
diawasi…Langkah no.1, Expectancy (yang diharapkan),
langkah no.2. Performance (pelaksanaan), langkah no.3.
Comparison (perbandingan) untuk mendapatkan
Feedback, Langkah no. 4. Correction (koreksi).”
Silalahi (2002:404) juga membedakan tipe control menjadi
dua, yakni kontrol birokratik (bureaucratic control) dan
kontrol organik (organic control):
“Jika cara control dilakukan menuruti prosedur dan
aturan ekstensif, hierarkis, deskripsi jabatan yang ketat
dan metode-metode formal untuk pencegahan dan
pengoreksian penyimpangan dari hasil dan perilaku yang
ditentukan dinamakan kontrol birokratik juga disebut
kontrol mekanistik (mechanistic control). Sebaliknya, jika
cara control dilakukan dengan otoritas fleksibel, deskripsi
jabatan yang longgar, kontrol individual dan metode-
metode lain untuk pencegahan dan pengoreksian
penyimpangan dari perilaku dan hasil yang ditetapkan
dalam standar disebut kontrol organik.”
Demikian beberapa pendapat tersebut menegaskan
definisi dan proses dalam pengawasan atau kontrol yang
pada dasarnya bertujuan untuk membandingkan rencana
terhadap tujuan yang ingin dicapai serta untuk
mendapatkan feedback/rekomendasi terbaik atas tugas
yang telah dikerjakan.

200
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

Pembinaan dan Pengawasan Pemerintahan Desa

1. Pembinaan dan Pengawasan oleh Pemerintah Atasan


Pemerintahan desa sebagai satuan pemerintahan di
daerah di bawah kecamatan yang memiliki hak-hak
otonomi yang lebih luas untuk mengelola sumber
daya alam dan keuangannya tentu saja memerlukan
dukungan dari pemerintah atasannya berupa
pembinaan serta pengawasan agar para
penyelenggaranya dapat meningkatkan kapasitas
daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan
urusan pemerintahan konkuren (pembagian urusan
antara pemerintah pusat dan daerah provinsi serta
daerah kabupaten/kota sebagai dasar otonomi
daerah), sesuai dengan ketentuan peraturan-
perundang-undangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah menjadi landasan hukum bagi
aparatur pemerintah dalam mengimplementasikan
pembinaan dan pengawasan berjenjang tersebut.
Menteri mengkoordinasikan kegiatan pembinaan dan
pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah
baik secara umum maupun teknis. Pembinaan umum
dan teknis dilakukan dalam bentuk fasilitasi,
konsultasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian
dan pengembangan. Sementara itu, pengawasan
umum dan teknis dilakukan dalam bentuk reviu,
monitoring, evaluasi, pemeriksaan, dan bentuk
pengawasan lainnya.
Selain dibina dan diawasi oleh unit pemerintahan di
atasnya, yakni pemerintah, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota, maka pemerintahan
desa juga mendapat pengawasan dari masyarakat
desa dan lembaga diluar pemerintah seperti LSM,

201
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

pers/media, dan lembaga peradilan, dan ombudsman.


Hal ini juga perlu dilakukan untuk menjamin agar
pemerintahan desa berjalan sesuai dengan rencana
dan ketentuan perundang-undangan. Bentuk
pembinaan dan pengawasan tersebut sesuai Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada Bab
XIV Pembinaan dan Pengawasan khususnya dapat
kita ketahui dari penjabarannya pada Pasal 112
sampai dengan Pasal 115. Berikut kita dapat
mengetahui bentuk-bentuk pembinaan dan
pengawasan secara berjenjang sebagai berikut:
a. Pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah,
meliputi:
1) memberikan pedoman dan standar
pelaksanaan dan penyelenggaraan
Pemerintahan desa;
2) memberikan pedoman tentang dukungan
pendanaan dari Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota kepada Desa;
3) memberikan penghargaan, pembimbingan
dan pembinaan kepada lembaga masyarakat
desa;
4) memberikan pedoman penyusunan
perencanaan pembangunan partisipatif;
5) memberikan pedoman dan standar tanda
jabatan, bagi perangkat desa;
6) memberikan bimbingan, supervisi dan
konsultasi penyelenggaraan pemerintahan
desa, badan permusyarawaratan desa, dan
lembaga kemasyarakatan;
7) memberikan penghargaan atas prestasi yang
dilaksanakan dalam penyelenggaraan

202
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

pemerintahan desa, badan permusyawaratan


desa, dan lembaga kemasyarakatan desa;
8) menetapkan bantuan keuangan langsung
kepada desa;
9) melakukan pendidikan dan pelatihan tertentu
kepada aparatur pemerintahan desa dan
Badan Permusyarawaratan Desa;
10) melakukan penelitian tentang
penyelenggaraan pemerintahan desa di desa
tertentu;
11) mendorong percepatan pembangunan
perdesaan;
12) memfasilitasi dan melakukan penelitian
dalam rangka penentuan kesatuan
masyarakat hukum adat sebagai desa; dan
13) menyusun dan memfasilitasi petunjuk teknis
bagi Badan Usaha Milik Desa dan lembaga
kerja sama desa.
b. Pembinaan dan pengawasan Pemerintah Daerah
Provinsi, meliputi:
1) melakukan pembinaan terhadap
kabupaten/kota dalam rangka penyusunan
Peraturan daerah kabupaten/kota yang
mengatur desa;
2) melakukan pembinaan kabupaten/kota
dalam rangka pemberian alokasi dana desa;
3) melakukan pembinaan peningkatan kapasitas
Kepala desa dan Perangkat desa, Badan
Permusyawaratan Desa, dan Lembaga
kemasyarakatan;

203
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

4) melakukan pembinaan manajemen


pemerintahan desa;
5) melakukan pembinaan upaya percepatan
pembangunan desa melalui bantuan
keuangan, bantuan pendampingan dan
bantuan teknis;
6) melakukan bimbingan teknis bidang tertentu
yang tidak mungkin dilakukan oleh
pemerintah daerah kabupaten/kota;
7) melakukan inventarisasi kewenangan provinsi
yang dilaksanakan oleh desa;
8) melakukan pembinaan dan pengawasan atas
penetapan rancangan anggaran pendapatan
dan belanja daerah kabupaten/kota dalam
pembiayaan desa;
9) melakukan pembinaan terhadap
kabupaten/kota dalam rangka penataan
wilayah desa;
10) membantu pemerintah dalam rangka
penentuan kesatuan masyarakat hukum adat
sebagai desa; dan
11) membina dan mengawasi penetapan
pengaturan Badan Usaha Milik Desa
Kabupaten/Kota dan Lembaga kerja sama
antar-desa.
c. Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota kepada desa meliputi:
1) memberikan pedoman pelaksanaan
penugasan urusan kabupaten/kota yang
dilaksanakan oleh desa;
2) memberikan pedoman penyusunan peraturan
desa dan peraturan kepala desa;

204
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

3) memberikan pedoman penyusunan


perencanaan pembangunan partisipatif;
4) melakukan fasilitasi penyelenggaraan
pemerintahan desa;
5) melakukan evaluasi dan pengawasan
peraturan desa;
6) menetapkan pembiayaan alokasi dana
perimbangan untuk desa;
7) mengawasi pengelolaan keuangan desa dan
pendayagunaan aset desa;
8) melakukan pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan pemerintahan desa;
9) menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
bagi pemerintah desa, badan
permusyawaratan desa, lembaga
kemasyarakatan, dan lembaga adat;
10) memberikan penghargaan atas prestasi yang
dilaksanakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa, Badan Permusyawaratan
Desa, lembaga kemasyarakatan, dan lembaga
adat;
11) melakukan upaya percepatan pembangunan
perdesaan;
12) melakukan upaya percepatan pembagunan
desa melalui bantuan keuangan, bantuan
pendampingan, dan bantuan teknis;
13) melakukan peningkatan kapasitas Badan
Usaha Milik Desa dan lembaga kerjasama
antar-desa; dan

205
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

14) memberikan sanksi atas penyimpangan yang


dilakukan oleh Kepala desa sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Kemudian untuk pembinaan oleh Camat sebagai
perpanjangan tangan Bupati/Wali kota meliputi
(Nurcholis, 2011: 156):
a. memfasilitasi penyusunan peraturan desa dan
peraturan kepala desa;
b. memfasilitasi administrasi tata pemerintahan
desa;
c. memfasilitasi pengelolaan keuangan desa dan
pendayagunaan asset desa;
d. memfasilitasi pelaksanaan urusan otonomi
daerah kabupaten/kota yang diserahkan kepada
desa;
e. memfasilitasi penerapan dan penegakan
peraturan perundang-undangan;
f. memfasilitasi pelaksanaan tugas kepala desa dan
perangkat desa;
g. memfasilitasi upaya penyelenggaraan
ketentraman dan ketertiban umum;
h. memfasilitasi pelaksanaan tugas, fungsi dan
kewajiban lembaga kemasyarakatan;
i. memfasilitasi penyusunan perencanaan
pembangunan partisipatif;
j. memfasilitasi kerjasama antar desa dan kerja
sama dengan pihak ketiga;
k. memfasilitasi pelaksanaan pemberdayaan
masyarakat desa;

206
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

l. memfasilitasi kerja sama antar lembaga


kemasyarakatan dan kerjasama lembaga
kemasyarakatan dengan pihak ketiga;
m. memfasilitasi bantuan teknis dan pendampingan
kepada lembaga kemasyarakatan; dan
n. memfasilitasi koordinasi unit kerja pemerintahan
dalam pengembangan lembaga kemasyarakatan.”
Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh
instansi Inspektorat Kabupaten/Kota sebagai Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) terhadap
penyelenggaraan pemerintahan desa dilakukan untuk
menjaga akuntabilitas pengelolaan keuangan desa.
Pengawasan dan pembinaan dilakukan pada laporan
pertanggungjawaban pengelolaan desa yang dibuat
kepala desa, efisiensi dan efektivitas pengelolaan
keuangan desa dan pada tugas-tugas yang
dilaksanakan oleh kepala desa sesuai peraturan
perundang-undangan. Pejabat pengawas pemerintah
membuat program kerja pengawasan tahunan (PKPT)
yang disahkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.
Berdasarkan PKPT tersebut pejabat pemerintah pada
Inspektorat Kabupaten/Kota melaksanakan
pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan
desa, berkoordinasi dengan Camat setempat,
kemudian hasilnya disampaikan kepada Bupati/Wali
Kota.
2. Pengawasan oleh warga desa
Warga desa sebagai kesatuan masyarakat yang
meduduki wilayah pedesaan merupakan wujud nyata
rakyat yang tentu saja memiliki kedaulatannya,
sesuai sistem demokrasi kerakyatan yang dianut
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan
demikian tentu saja Kepala desa sebagai kepala
pemerintahan di tingkat desa yang dipilih oleh warga

207
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

desanya, memiliki kewajiban untuk


mempertanggungjawabkan segala tindakannya baik
berupa kebijakan desa yang dibuat maupun dalam
mengelola kelembagaan, keuangan, kekayaan desa
yang diamanatkan kepadanya. Adapun kebijakan
desa yang dibuat Kepala desa beserta perangkat desa
berbentuk peraturan desa, peraturan/keputusan
kepala desa. Peraturan desa yang paling penting
adalah peraturan desa tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa. Oleh karena Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa memuat penyusunan anggaran
pembiayaan untuk program pelayanan dan
pembangunan desa dalam satu tahunan. Dalam hal
ini Kepala desa beserta Badan Permusyawaratan Desa
harus mampu menata Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa agar memberikan kemanfaatan yang
luas bagi masyarakat desanya.
Selain itu, penetapan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa
juga didasarkan pada Peraturan desa. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa sangat penting
untuk memberikan arah bagi Kepala desa dalam
menyusun prioritas program kerjanya, sehingga dapat
menjadi acuan dalam memonitoring/mengawasi serta
mengevaluasi keberhasilan kepala desa dalam
membagun desanya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
114 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan
Desa disebutkan pada BAB II Perencanaan
Pembangunan Desa, Bagian Kedua Penyusunan
RPJM Desa, Paragraf 1 Pasal 6 ayat (1) menyebutkan
bahwa:
“Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi kepala
desa, arah kebijakan pembangunan desa, serta
rencana kegiatan yang meliputi bidang

208
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan


pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan
desa, dan pemberdayaan masyarakat desa…”
Dengan demikian tampak bahwa Kepala desa beserta
jajarannya harus menjalankan roda pemerintahannya
berdasarkan ketetapan yang telah ditentukan oleh
pemerintahan atasannya, melalui panduan kerja yang
mesti disusun pemerintah desa melalui Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa, agar sejalan
dengan tujuan umum pembangunan secara nasional
dan sesuai dengan visi misi dan arah pembangunan
desannya. Masyarakat desa disini punya peran yang
sangat penting pula untuk bahu membahu membantu
pemerintah desa agar menjadi desa yang maju dan
sejahtera, melalui keterlibatan dalam pengawasan
terhadap pelaksanaan rancangan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa maupun
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa tersebut.
Apabila terjadi penyalahgunaan wewenang Kepala
desa maupun perangkat desa lainnya, ada mekanisme
yang dapat dilakukan warga desa. Misalnya dengan
menyampaikannya kepada Badan Permusyawaratan
Desa untuk dibahas pada rapat pleno yang
diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa.
Hasil rekomendasinya disampaikan kepada kepala
desa, untuk melaksanakan kebijakan desa
sebagaimana seharusnya. Jika kepala desa
mengabaikan rekomendasi tersebut, maka Badan
Permusyawaratan Desa dapat menyampaikannya
kepada Bupati/Wali Kota melalui Camat untuk
rekomendasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan
kegiatan administrasi pemerintahan, dan untuk
permasalahan yang berkaitan dengan dugaan
tindakan pidana korupsi dan penyalahgunaan

209
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

wewenang, Badan Permusyawaratan Desa dapat


merekomendasikannya kepada penegak hukum.
Masih terkait dengan peran masyarakat desa sebagai
user layanan pemerintahan desa, maka dalam Pasal
18 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik, ditegaskan bahwa masyarakat
berhak:
a. mengetahui kebenaran isi standar pelayanan;
b. mengawasi pelaksanaan standar pelayanan;
c. mendapatkan tanggapan terhadap pengaduan
yang diajukan;
d. mendapat advokasi, perlindungan dan/atau
pemenuhan pelayanan;
e. memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara
untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan
yang diberikan tidak sesuai dengan standar
pelayanan;
f. memberitahukan kepada pelaksana untuk
memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang
diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan;
g. mengadukan pelaksana yang melakukan
penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak
memperbaiki pelayanan kepada penyelenggara
dan ombudsman;
h. mengadukan penyelenggara yang melakukan
penyimpangan standar pelayanan dan/atau tidak
memperbaiki pelayanan kepada Pembina
penyelenggara dan Ombudsman;
i. mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai
dengan asas dan tujuan pelayanan.

210
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

Penjelasan pasal tersebut juga memberikan


penegasan bahwa masyarakat dalam konteks ini
masyarakat desa juga memiliki hak dalam mengawasi
penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan
oleh aparatur desa, melalui mekanisme pengaduan
kepada Kepala desa, Ombudsman dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, secara
tertulis oleh warga desa yang merasa dirugikan akibat
layanan yang diberikan. Pengaduan warga wajib
ditanggapi oleh penyelenggara layanan publik paling
lambat 14 (empat belas) hari sejak pengaduan
diterima, yang sekurang-kurangnya berisi informasi
lengkap atau tidak lengkapnya materi aduan.
Penyelenggara juga wajib memutuskan hasil
pemeriksaan pengaduan paling lambat 60 (emam
puluh) hari sejak berkas pengaduan dinyatakan
lengkap. Kemudian keputusan hasil pemeriksaan juga
wajib disampaikan kepada pihak pengadu paling
lambat 14 (empat belas) hari sejak diputuskan. Jika
pengadu melakukan penuntutan ganti rugi, maka
keputusan itu juga memuat jumlah ganti rugi dan
batas waktu pembayarannya. Sehingga atas
keputusan tersebut, penyelenggara wajib
menyediakan anggaran guna membayarkan ganti
rugi. Adapun kepala desa sebagai atasan perangkat
desa yang memberikan layanan tidak semestinya,
memiliki kewenangan dalam memberikan sanksi.
3. Pengawasan oleh Lembaga Peradilan
Lembaga Peradilan juga memiliki peran dalam
mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa,
terutama dalam hal kepatuhan pemerintah desa
terhadap perundang-undangan yang sah berlaku
dalam mendukung tugas dan kewenangan mereka
sebagai pemerintah desa. Kepala desa, Perangkat desa
dan anggota Badan Permusyawaratan Desa yang

211
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

dalam menjalankan tugasnya melakukan tindakan


penyalahgunaan wewenangnya, maka tentu saja
mereka akan dihadapkan dengan lembaga peradilan.
Lembaga peradilan yang dimaksud dapat berada pada
tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan
Mahkamah Agung serta Peradilan Tata Usaha Negara
(PTUN) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(Pengadilan Tipikor).
Perkara pidana yang dilakukan oleh oknum
pemerintah desa, misalnya perbuatan asusila,
penyalahgunaan wewenang, korupsi penggunaan
uang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
dan/atau uang negara yang dikuasai desa, maka
setelah adanya penyelidikan dan penyidikan oleh
kepolisian dengan bukti yang cukup akan diteruskan
ke Kejaksaan Negeri atau Kejaksaan Tinggi, kemudian
ke lembaga peradilan yang berwenang untuk
menyelenggarakan persidangan misalnya di
Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi ataupun
Pengadilan Tipikor. Sementara itu jika gugatan
berasal dari masyarakat terkait perkara administrasi
ketatausahaan negara yang merugikan masyarakat
dapat digugat ke PTUN. Misalnya pada kebijakan
berupa peraturan/keputusan kepala desa yang
dianggap merugikan masyarakat desa karena
berpihak pada pengusaha luar (asing), terkait
pengelolaan sumber daya alam desa yang seharusnya
menjaga nilai-nilai kearifan lokal desa tersebut.
4. Pengawasan oleh Lembaga Ombudsman
Ombudsman merupakan lembaga negara yang
mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan
pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh
penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk
yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Miliki
Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan

212
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

Hukum milik Negara serta Badan Swasta atau


perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan
pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh
dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja Negara dan/atau anggran pendapatan dan
belanja daerah. Hal ini tertuang dalam Pasal 1
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia). Dalam penjelasan
ini, maka keberadaan desa juga menjadi bagian dalam
kewenangan ombudsman dalam mengawasi
penyelenggaraan layanan publiknya.
Sebagai lembaga negara yang bersifat mandiri dan
tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga
negara dan instansi pemerintahan lainnya, serta
dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas
dari campur tangan kekuasaan lainnya, Ombudsman
Republik Indonesia (ORI) menurut Pasal 3 Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008
Tentang Ombudsman Republik Indonesia)
menjalankan tugas dan wewenangnya berasaskan:
1. kepatutan;
2. keadilan;
3. non-diskriminasi;
4. tidak memihak;
5. akuntabilitas;
6. keseimbangan;
7. keterbukaan; dan
8. kerahasiaan
Berikutnya akan kita ketahui beberapa tugas
Ombudsman sesuai dengan pasal 7 Undang-Undang
Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia, yakni:

213
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

1. menerima laporan atas dugaan maladministrasi


dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
2. melakukan pemeriksaan substansi atas laporan;
3. menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam
ruang lingkup kewenangan Ombudsman;
4. melakukan investigasi atas prakarsa sendiri
terhadap dugaan maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;
5. melakukan koordinasi dan kerjasama dengan
lembaga negara atau lembaga pemerintahan
lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan
perseorangan;
6. membangun jaringan kerja;
7. melakukan upaya pencegahan maladministrasi
dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan
8. melakukan tugas lain yang diberikan oleh
undang-undang.
Tindakan maladministrasi yang dimaksudkan dalam
penjelasan tugas Ombudsman sebenarnya juga sudah
termaktub pada Pasal 1 Bab I Ketentuan Umum
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia, yang
mendefinisikan maladministrasi adalah:
“perilaku atau perbuatan melawan hukum,
melampaui wewenang, menggunakan wewenang
untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang
tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian
kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan
publik yang dilakukan oleh Penyelenggaraan Negara
dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian
materiil dan/atau immaterial bagi masyarakat dan
orang perseorangan.”

214
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

Adapun beberapa bentuk maladministrasi yang paling


umum menurut Nurtjahjo (2013:5) adalah
“penundaan berlarut, penyalahgunaan wewenang,
penyimpangan prosedur, pengabaian kewajiban
hukum, tidak transparan, kelalaian, diskriminasi,
tidak professional, ketidakjelasan informasi, Tindakan
sewenang-wenang, ketidakpastian hukum dan salah
pengelolaan.”
Seterusnya dalam Nurtjahjo (2013:12-14) turut
menjelaskan maladministrasi yang dilakukan
aparatur pemerintah dikarenakan adanya:
1. mis conduct yaitu melakukan sesuatu di kantor
yang bertentangan dengan kepentingan kantor.
2. deceitful practice yaitu praktek-praktek
kebohongan, tidak jujur terhadap publik.
Masyarakat disuguhi informasi yang menjebak,
informasi yang tidak sebenarnya, untuk
kepentingan birokrat.
3. Korupsi yang terjadi karena penyalahgunaan
wewenang yang dimilikinya, termasuk
didalamnya mempergunakan kewenangan untuk
tujuan lain dari tujuan pemberian kewenangan,
dan dengan tindakan tersebut untuk kepentingan
memperkaya dirinya, orang lain kelompok
maupun korporasi yang merugikan keuangan
negara.
4. defective policy implementation yaitu kebijakan
yang tidak berakhir dengan implementasi.
Keputusan-keputusan atau komitmen-komitmen
politik hanya berhenti sampai pembahasan
undang-undang atau pengesahan undang-
undang, tetapi tidak sampai ditindak lanjuti
menjadi kenyataan.

215
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

5. bureaupathologis adalah penyakit-penyakit


birokrasi ini antara lain:
a. indecision yaitu tidak adanya keputusan yang
jelas atas suatu kasus. Jadi suatu kasus yang
pernah terjadi dibiarkan setengah jalan, atau
dibiarkan mengambang, tanpa ada keputusan
akhir yang jelas. Biasanya kasus-kasus
seperti bila menyangkut sejumlah pejabat
tinggi. Banyak dalam praktik muncul kasus-
kasus yang di peti es kan.
b. red tape yaitu penyakit birokrasi yang
berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan
yang berbelit-belit, memakan waktu lama,
meski sebenarnya bisa diselesaikan secara
singkat.
c. cicumloution yaitu penyakit para birokrat yang
terbiasa menggunakan katakata terlalu
banyak. Banyak janji tetapi tidak ditepati.
Banyak kata manis untuk menenangkan
gejolak masa. Kadang-kadang banyak kata-
kata kontroversi antar elit yang sifatnya bisa
membingungkan masyarakat.
d. rigidity yaitu penyakit birokrasi yang sifatnya
kaku. Ini efek dari model pemisahan dan
impersonality dari karakter birokrasi itu
sendiri. Penyakit ini nampak dalam pelayanan
birokrasi yang kaku, tidak fleksibel, yang
pokoknya baku menurut aturan, tanpa
melihat kasus-perkasus.
e. psycophancy yaitu kecenderungan penyakit
birokrat untuk menjilat pada atasannya. Ada
gejala Asal Bapak senang. Kecenderungan
birokrat melayani individu atasannya, bukan
melayani publik dan hati nurani. Gejala ini

216
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

bisa juga dikatakan loyalitas pada individu,


bukan loyalitas pada publik.
f. over staffing yaitu gejala penyakit dalam
birokrasi dalam bentuk pembengkakan staf.
Terlalu banyak staf sehingga mengurangi
efisiensi.
g. paperasserie adalah kecenderungan birokrasi
menggunakan banyak kertas, banyak
formulir-formulir, banyak laporan-laporan,
tetapi tidak pernah dipergunakan
sebagaimana mestinya fungsinya.
h. defective accounting yaitu pemeriksaan
keuangan yang cacat. Artinya pelaporan
keuangan tidak sebagaiamana mestinya, ada
pelaporan keuangan ganda untuk
kepentingan mengelabuhi. Biasanya
kesalahan dalam keuangan ini adalah mark
up proyek keuangan.
Bentuk maladministrasi lainnya yang dilakukan oleh
birokrat yaitu:
1. ketidak jujuran (dishonesty), berbagai tindakan
ketidakjujuran antara lain: menggunakan barang
publik untuk kepentingan pribadi, menerima
uang dll.
2. perilaku yang buruk (unethical behavior), tindakan
tidak etis ini adalah tindakan yang mungkin tidak
bersalah secara hukum, tetapi melanggar etika
sebagai administrator.
3. mengabaikan hukum (disregard of law), tindakan
mengabaikan hukum mencakup juga tindakan
menyepelekan hukum untuk kepentingan dirinya
sendiri, atau kepentingan kelompoknya.

217
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

4. favoritisme dalam menafsirkan hukum, tindakan


menafsirkan hukum untuk kepentingan
kelompok, dan cenderung memilih penerapan
hukum yang menguntungkan kelompoknya.
5. perlakuan yang tidak adil terhadap pegawai,
tindakan ini cenderung ke perlakuan pimpinan
kepada bawahannya berdasarkan
faktor like and dislike. Yaitu orang yang disenangi
cenderung mendapatkan fasilitas lebih, meski
prestasinya tidak begus. Sebaliknya untuk orang
yang tidak disenangi cenderung diperlakukan
terbatas.
6. inefisiensi bruto (gross inefficiency), adalah
kecenderungan suatu instansi publik
memboroskan keuangan negara.
7. menutup-nutupi kesalahan, kecenderungan
menutupi kesalahan dirinya, kesalahan
bawahannya, kesalahan instansinya dan menolak
diliput kesalahannya.
8. Gagal menunjukkan inisiatif, kecenderungan
tidak berinisiatif tetapi menunggu perintah dari
atas, meski secara peraturan memungkinkan dia
untuk bertindak atau mengambil inisiatif
kebijakan.”
Jika ada pengaduan warga desa kepada Ombudsman,
atas penyelenggaraan layanan publik di desa yang
terindikasi melakukan maladministrasi sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya, maka Ombudsman
wajib menerima dan memproses pengaduan
masyarakat dengan melakukan pemeriksaan materi
laporan pengaduan. Kita dapat mengetahui prosedur
pengelolaan pelaporan berdasarkan dari penjelasan
pada Pasal 25 sampai dengan Pasal 41 BAB VII Tata
Cara pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan pada

218
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang


Ombudsman Republik Indonesia. Hasil
pemeriksaannya dapat berupa menolak laporan
dan/atau menerima laporan dan memberikan
rekomendasinya kepada atasan terlapor
(penyelenggara layanan publik yang dilaporkan).
Ada kewajiban untuk melaksanakan rekomendasi
tersebut untuk terlapor dan atasan terlapor.
Sementara itu, atasan terlapor juga wajib
menyampaikan laporan kepada ombudsman tentang
rekomendasi yang telah dilaksanakannya, disertai
dengan hasil pemeriksaan dalam waktu paling lambat
60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
diterimanya rekomendasi. Ombudsman dapat
melakukan pemeriksaan lapangan untuk meminta
keterangan terlapor maupun atasan terlapor. Jika
terlapor maupun atasan terlapor tidak melaksanakan
rekomendasi tersebut, atau hanya melaksanakan
sebagian rekomendasi tersebut dengan alasan yang
tidak dapat diterima Ombudsman maka Ombudsman
dapat mempublikasikan atasan terlapor kepada
Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
Dari definisi dan bentuk-bentuk serta penyebab
kecenderungan terjadinya maladministrasi ini
seringkali terjadi dan terkadang tidak disadari bahkan
didiamkan oleh masyarakat sebagai penerima
pelayanan publik termasuk masyarakat desa ketika
diperlakukan demikian. Maka itu Ombudsman
menjadi wadah yang dapat meneruskan dan
mengelola pengaduan masyarakat di desa untuk
mendapatkan kesetaraan dan keadilan dalam
menerima layanan publik. Ombudsman menjadi
aparat pengawasan pemerintah yang bekerja
independen, khusus dalam menanggapi praktik
maladministrasi, yang tentu saja berbeda dengan

219
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semisal


Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) dan/atau Lembaga Inspektorat Daerah yang
bertugas mengawasi kinerja dan keuangan instansi
pemerintah daerah termasuk pemerintahan desa.
Berdasarkan uraian pembahasan tentang pembinaan
dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa
dapat dipahami bahwa sesungguhnya sistem itu
sudah dibangun dengan baik oleh pemerintah melalui
dukungan peraturan perundang-undangan yang
turut menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
desa yang memiliki karakteristik yang beragam
disetiap wilayahnya. Hanya saja aturan yang sudah
baik tidak akan mampu terimplementasi dengan baik
apabila tidak ada kohesivitas yang baik, komunikasi
vertikal (pemerintah dan masyarakat desa) yang baik
serta nilai-nilai solidaritas seluruh komponen bangsa
ini terintergrasi dengan baik untuk membangun
sistem manajemen pemerintahan desa yang handal.

220
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

Daftar Pustaka
Ivancevich, John, M, dkk. (2008). Perilaku dan Manajemen
Organisasi, jilid 1 dan 2. Jakarta: Erlangga.
Jamaludin, Adon Nasrullah. (2015). Sosiologi Perdesaan.
Bandung: Pustaka Setia.
Mangunhardjana, A. (1986). Pembinaan Arti dan
Metodenya. Yogyakarta: Kanisius.
Manullang, M. (2005). Dasar-Dasar Manajemen.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Mathis Robert, Jackson John. (2002). Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarta: Salemba empat.
Nurcholis, Hanif. (2011). Pertumbuhan dan
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta:
Erlangga.
Nurtjahjo, Hendra. et.al (2013). Memahami
Maladministrasi. Jakarta: Ombudsman Republik
Indonesia.
Rustiadi & Pranoto. (2007). Agropolitan: Membangun
Ekonomi Perdesaan. Bogor: Crestpent Press.
Sedarmayanti. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia,
Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri
Sipil. Bandung: PT Refika Aditama.
Silalahi, Ulber. (2002). Pemahaman Praktis Asas-Asas
Manajemen. Bandung: CV. Mandar Maju.
Terry, George R & Leslie W. Rue (Terj. G.A Ticoalu). (2010).
Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara.
Widjaja, A. W. (2001). Pemerintahan Desa dan
Administrasi Desa. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 tahun 2014
tentang Pedoman Pembangunan Desa

221
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMERINTAHAN DESA

Profil Penulis
Fitri Dewi Wulandari
Ketertarikan penulis terhadap ilmu pengetahuan
sudah tampak sejak kecil karena memiliki
kegemaran membaca dan menulis karangan.
Bahkan sejak awal sudah memiliki cita-cita
sebagai seorang guru. Sejak lulus dari SMU Negeri
1 Tanjungpinang di tahun 2000 dengan jurusan
Ilmu Pengetahuan Sosial, semakin memperkuat keinginan
untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di Kota
Tanjungpinang, yakni pada Stisipol Raja Haji pada program
studi Ilmu Administrasi Negara dan menamatkan pendidikan
tersebut pada tahun 2006. Saat itu penulis sudah menjadi
Asisten Dosen, dan diangkat sebagai dosen tetap Yayasan pada
tahun 2007. Penulis berkesempatan meneruskan pendidikan
Pasca Sarjana di Universitas Diponegoro Semarang pada tahun
2011 Pada Program Studi Magister Ilmu Administrasi,
Konsentrasi Kebijakan Publik.
Penulis memiliki kepakaran dibidang Kebijakan Publik, Analis
Formulasi Kebijakan, Manajemen Publik dan Ekonomi Politik
Kebijakan. Dalam rangka mewujudkan karir sebagai dosen
profesional dan tersertifikasi, penulis juga aktif sebagai peneliti
di bidang kepakarannya tersebut. Beberapa penelitian telah
dilakukan, baik yang pendanaannya berusmber dari internal
perguruan tinggi maupun Kemenristek DIKTI. Selain penelitian,
penulis juga berupaya aktif menulis buku dengan harapan
karya-karya penulis dapat memberikan kontribusi positif bagi
bangsa dan negara yang sangat tercinta ini.
Email Penulis: fitridewiwylandari@gmail.com

222
12
STUDI KASUS PENGELOLAAN
PEMERINTAHAN DESA

Indah Wahyu Maesarini, S.IP., M.Si.


Institut Ilmu Sosial Dan Manajemen Stiami

Pendahuluan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa


memberikan angin segar bagi desa dalam upaya
pengembangan potensi di daerahnya. Bagaimana tidak?
dengan adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 ini
secara tidak langsung memberikan optimistik baru bagi
desa dengan melalui pendekatan berbagai sektoral,
kearifan lokal pemerintahan di desa serta potensi sumber
daya yang dimilikinya membuat desa memiliki daya tarik
tersendiri di dalam pengelolaannya secara lebih
profesional. Belum lagi dana desa yang digelontorkan oleh
Pemerintah sebagai upaya memberdayakan masyarakat
desa agar mau membangun desa menjadi mimpi yang
akan menjadikan kenyataan bahwa di rumah sendiri
(desa) sangatlah lebih menguntungkan daripada berada di
perantauan (ibu kota).
Mengacu pada Pasal 78 Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa maka kita dapat melihat pengelolaan
manajemen desa yang baik sebagai salah satu kunci
keberhasilan desa dalam menjawab segala permasalahan
desa yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi

223
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

Pemerintah Pusat hingga Pemerintah daerah. Menjadikan


desa yang tangguh, tumbuh dan berkembang tidak saja
membutuhkan perencanaan yang baik namun juga
pelaksanaan serta fungsi anggaran yang mumpuni
melalui pengawasan. Bila hal ini di lakukan dengan baik
maka pembangunan desa menjadi solusi terbaik
mengentaskan kemiskinan, pengangguran hingga
peningkatan ekonomi lokal maka sudah seyogyanya
pengelolaan desa harus dilakukan secara tepat, cepat,
dan akurat.
Kebutuhan suatu desa hanya desa tersebut yang dapat
mewujudkannya. Desa dengan karakteristik pariwisata
hanya akan tumbuh baik bila ditangani dengan kebijakan
serta manajerial desa yang menyentuh kepada
perkembangan pariwisata sebagai bagian dari
keberlanjutan pembangunan di desa. Demikian juga
sebaliknya, dengan upaya pengembangan industri rumah
tangga akan melakukan langkah-langkah untuk
masyarakat desanya dengan menggunakan pendekatan
industri berbasis sektor rumah tangga.
Mencermati perkembangan desa saat ini maka
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi mengeluarkan sejumlah kebijakan
pengelolaan desa yang menitikberatkan kepada
pemberdayaan desa sebagai salah satu tempat
perkembangan ekonomi kerakyatannya. Peraturan
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 mengatur tentang
pembangunan di desa berbasis kepada kegiatan padat
karya, produk olahan di sektor pertanian, kelautan,
wisata, dan industri kecil.

224
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

Pengelolaan Pemerintahan Desa

Berbicara mengenai pengelolaan desa maka tidak akan


terlepas dari kegiatan manajerial desa. Pengelolaan dalam
manajemen di dalamnya akan ditemui fungsi-fungsi yang
menjalankannya. Tidaklah berlebihan bila manajemen
dikatakan sebagai upaya membantu, menjalankan,
melayani, memfasilitasi dengan menggunakan daya
manusia. Bahkan dalam arti yang lebih luas lagi,
manajemen memegang peranan penting mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian hingga
pengawasan atau yang kita kenal dengan POAC (palnning,
organizing, actuating, controlling) yang diperkenalkan oleh
Terry atau pemikiran Gullick dan Urwick dalam
PORSCORB (perencanaan, pengorganisasian,
pendelegasian, pengarahan, koordinasi, pelaporan dan
pembiayaan).
Manajemen seyogyanya sebagai sebuah seni bagaimana
melakukan pengelolaan. Sifatnya yang kompleks
menyebabkan pengelolaan manajemen menjadi sangat
penting bahkan menjadi letak keberhasilan ataupun
kegagalan sebuah manajerial. Demikian halnya dengan
pengelolaan desa, di mana orang-orang yang ditunjuk dan
dipercaya mengelola desa adalah individu-individu dalam
kelompok masyarakat yang mempunyai kapasitas dan
kompetensi lebih di dalam mewujudkan tujuannya
Manajemen digambarkan sebagai aktivitas dari organisasi
untuk mencapai tujuannya (Sugandi, 2011). Di dalam
literatur lainnya, manajemen disampaikan sebagai
melakukan, mengurus atau membantu (Syafii, 2010). Di
dalam perkembangannya manajemen memiliki
pemahaman yang berbeda, yang membedakan antara
pengelolaan pemerintah dan pengeloaan swasta. Namun
dalam perkembangannya manajemen menjadi sentral

225
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

dalam pengembangan, baik di sektor publik dan sektor


bisnis.
Desa sebagai wilayah khusus dalam sebuah
pemerintahan diselenggarakan dengan membentuk
pemerintahan di desa dengan Kepala desa sebagai
pengambil kebijakan, dibantu aparatnya dalam mengelola
desa dengan peraturan yang dikelolanya sendiri untuk
desanya. Di dalam penyelenggaraannya, Pemerintah desa
melakukan pembinaan dan pemberdayaan masyarakat
desa dalam rangka menciptakan pembangunan desa.
Pengaturan yang dilakukan dalam upaya meningkatkan
pelayanan kepada masayarakat di desa melalui kemajuan
ekonomi dalam upaya mengatasi kesenjangan keuangan
di desa serta sebagai pemerataan pembangunan. Di dalam
pengelolaan desa, maka penataan tata kelola desa
dibentuk dalam manajemen Pemerintah desa yang
dikondisikan kepada fungsi pengelolaan dana desa dalam
pengembangannya, disamping juga sebagai upaya
melakukan percepatan desa dalam rangka kesejahteraan
masyarakat desa.
Perencanaan yang baik membutuhkan program kerja
yang baik juga, melakukan pengembangan desa dalam
jangka menengah yang melibatkan masyarakat di desa
dengan dukungan pendanaan dari pendapatan dan
belanja desa yang memprioritaskan pada kegiatan yang
akan dilakukan di desa. Selain perencanaan, pelaksanaan
pembangunan desa berdasarkan rencana kerja Perangkat
desa dengan swadaya masyarakat desa melalui
pemanfaatan sumber daya dan potensi yang ada di desa.
Di dalam pelaksanaannya dimungkinkan dibutuhkan
Pendamping desa untuk dapat menjalankan pengelolaan
desa dengan lebih baik dan profesional. Hal ini sejalan
dengan Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2020
dimana Pendamping desa mempunyai tugas untuk

226
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

mendampingi desa dalam rangka melakukan percepatan


pembangunan di desa. Dengan pendampingan yang
dilakukan maka desa diharapkan akan dapat melakukan
pengendalian sekaligus pembangunan secara
berkesinambungan dan berkelanjutan. Beberapa desa
yang telah dilakukan pendampingan di desanya
menunjukkan hasil yang signifikan dengan perubahan di
daerah. Peningkatan ekonomi desa menjadi salah satu
buktinya. Desa yang tadinya dianggap sebagai desa
tertinggal dapat mengejar ketertinggalannya menjadi desa
yang mandiri karena kerja keras yang dlakukan oleh
Perangkat desa dalam rangka menciptakan desa yang
mandiri.
Dalam perkembangannya, desa melakukan pemekaran
melalui batasan-batasan regulasi yang ada, diantaranya
Undang-Undang tentang Desa, Peraturan Pemerintah
tentang Pelaksanaan Undang-Undnag Desa, dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Penataan Desa.
Pemekaran desa ini dilakukan oleh Pemerintah dalam
rangka percepatan pelayanan publik dari Pemerintah
kepada masyarakat melalui pembangunan
infrastrukturnya, pemberdayaan masyarakat desa serta
memperoleh pemerataan pembangunan di seluruh desa
yang ada di Indonesia.
Dalam kewenangannya desa dipimpin oleh seorang kepala
desa, yang memiliki wewenang dan tanggungjawab untuk
pengeloaan desa melalui pemberdayaan perangkat desa
dan masyarakat dalam pembangunan, pengelolaan
keuangan dan aset desa. Sementara itu, pengelolaan
kekayaan desa umumnya dilakukan dengan tujuan
kepentingan bersama, menjalankan aturan main
bersama, keterbukaan publik kepada masyarakat,
menggunakan sumber daya secara efisiensi, efektif dan
ekonomis.

227
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

Pengawasan menjadi kunci penting terciptanya


pembangunan yang berkelanjutan di desa. Laporan
pembangunan sebagai bukti terfasilitasinya kepentingan-
kepentingan desa dalam memberdayakan sumber-sumber
daya yang tersedia serta peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Pembangunan yang diarahkan desa juga
bercirikan pembangunan berkawasan dengan
memadukan program kerja antar desa untuk
mempercepat proses pembangunan, pelayanan,
aksesibilitas sarana dan prasarana yang memadai. Agar
terarah penggunaan sistem informasi sebagai bagian dari
perubahan percepatan pelayanan di desa yang setara
dengan daerah lain pada umumnya, baik di tingkat
kabupaten atau kota.
Untuk mengakomodir hasil bumi desa maka
pembentukan badan usaha milik desa juga sebagai salah
satu langkah antisipasi pengembangan usaha desa juga
sebagai bagian dari pemanfaatan desa menjadi desa
mandiri dengan pengelolaan sumber daya secara
langsung. Kerja sama antar desa yang selama ini terjalin
baik akan mempermudah pengembangan usaha-usaha di
satu desa ke desa lainnya sebagai bagian dari basis
distributor penghasil barang-barang antar desa.

Realitas Desa di Masa Pandemi Covid 19

Terjadinya pandemi Covid 19 telah membawa banyak


perubahan pada kebijakan Pemerintah dalam
penanganan desa. Revisi akan adanya Peraturan Menteri
Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Nomor 6 Tahun 2020 dengan Peraturan Menteri Desa
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor
7 Tahun 2020 tentang Perubahan Aturan Prioritas
Penggunaan Dana Desa, dimana terdapat 3 (tiga)
kebijakan utama yang memfokuskan pada kebijakan
sosial, kebijakan kesehatan dan kebijakan ekonomi yang

228
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

utamanya menjaga kepentingan desa di dalam


menghadapi pandemi Covid-19. Dana desa yang tadinya
difokuskan pada kegiatan padat karya menjadi dana desa
yang digunakan untuk kegiatan padat karya tunai dana
desa, penggunaan untuk jaring pengaman sosial, dana
tanggap sosial untuk penanganan Covid 19, dan bantuan
langsung tunai masyarakat yang terdampak pandemi
Covid 19. Untuk mewujudkan 3 (tiga) fokus kebijakan
tersebut di atas melalui Keputusan Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Nomor 63 Tahun 2020 melalui masyarakat desa yang
tetap produktif dan aman dari penularan Covid-19 melalui
pengelolaan desa secara mandiri dengan tetap
memperhatikan pencegahan penularan Covid-19 melalui
adaptasi pola hidup bermasyarakat dalam tatanan normal
baru.
Dalam rangka memperkuat kelembagaan desa,
Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi juga turut mengambil bagian akan
terealisasinya badan hukun di desa atau yang kita kenal
dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Dengan
adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja yang menempatkan BUMDes sebagai sebuah
badan usaha memiliki kekuatan hukum yang mengikat
dalam statusnya sebagai badan hukum, menjalankan
usahanya dengan legalitas penuh pemerintah seperti
pengelolaan usaha dengan menggunakan aset desa yang
resmi, mendatangkan investasi serta pengembangan
produktivitas masyarakat melalui pemberdayaan warga
juga penyediaan pelayanan melalui jasa yang
dilakukannya. Selain BUMDes, Koperasi dan UMKM juga
mendapat perhatian khusus dengan diberlakukannya
Undang-Undang Cipta Kerja ini. Kolaborasi antar badan
usaha ini (BUMDes, Koperasi dan UMKM) diharapkan
dapat meningkatkan perekonomian desa sebagai bagian
dari usaha Pemerintah dalam rangka peningkatan
229
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

kesejahteraan desa melalui unit-unit usahanya.


Terobosan baru yang memudahkan UMKM melakukan
pendaftaran secara online serta pembiayaan yang
minimal, bahkan tidak dikenakan biaya, telah
memudahkan para pelaku UMKM ini dalam menjalankan
usahanya.
Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2020 tentang Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2021 yang menegaskan
pendanaan yang ada di desa dikerahkan untuk dialihkan
ke SDGs Desa, yaitu tujuan dari keberlanjutan
pembangunan di desa. Globalisasi di tingkat desa ini
sebagai salah satu langkah atau upaya yang diambil
Pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan desa,
dimana 17 indikator yang ada akan menjadi penggagas
sekaligus proyek kerja bersama dalam rangka
pengembangan desa yang sejalan dengan tujuan
pembangunan desa yang ditetapkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Adapun 17 indikator yang
dimaksudkan meliputi:
1. pengentasan kemiskinan di desa: upaya desa
mengentaskan kemiskinan dengan menerapkan pola
hidup untuk menabung (uang tidak habis dipakai
konsumtif);
2. Desa terhindar dari kelaparan: menyediakan lumbung
desa sebagai bekal desa di dalam menghadapi masa-
masa paceklik;
3. Desa sehat dan sejahtera: edukasi kesehatan
digalakkan kepada masyarakat dalam rangka
meminimalis terjadinya penyebaran penyakit yang
mematikan di desa sekaligus juga menghidupkan
ketahanan desa melalui gerakan pemberdayaan
ekonomi di desa;

230
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

4. masyarakat yang terdidik: pengentasan kebodohan


dilakukan dengan adanya usaha mengembangkan
informasi pengetahuan kepada masyarakat di desa
agar rakyat tereduksasi dengan isu-isu atau
perkembangan desa. Selain itu juga dilakukan upaya
membangun desa oleh kampus-kampus dalam
kegiatan kuliah kerja nyata atau magang di desa
berdampak kepada desa teredukasi dengan baik
dalam pembelajarannya;
5. pemberdayaan perempuan di desa: stigma perempuan
hanya sebagai pelengkap keluarga sedikit banyak
mulai ditinggalkan, paradigma feminisme secara
pelan tapi pasti membawa konsekuensi logis pada
upaya-upaya penguatan wanita di desa memiliki
kesetaraan yang sama dengan pria dalam berbagai
sektor;
6. Desa sadar kebersihan dan sanitasi: Desa layak bersih
dan terfasilitasinya sanitasi dengan baik dari
Pemerintah menjadi poin penting dalam pengelolaan
desa. Dengan adanya desa bersih dan terfasilitasinya
sanitasi maka keperluan akan desa pariwisata
menjadi potensi baru yang bisa dilirik oleh wisatawan
mancanegara untuk mau berkunjung ke desa
merasakan pariwisata dengan yang alami tanpa harus
kekurangan fasilitasi di tempat umum;
7. Desa memiliki kapasitas energi cukup dan adanya
inovasi desa: diversifikasi pertanian dengan
pengelolaan efektif dan efisien secara tidak langsung
menambah daya tarik desa sekaligus juga daya kreatif
kepala daerah melalui kreativitas masyarakatnya
membangun desa dengan inovasi terkinian;
8. pertumbuhan ekonomi desa menjadi kunci penting
dari pemberdayaan masyarakat desa untuk dilibatkan
dalam pengelolaan ekonomi desa;

231
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

9. perubahan desa melalui inovasi infrastruktur dengan


pembangunan jalan;
10. mengurangi ketimpangan demi kesejahteraan
masyarakat;
11. menciptakan kawasan desa yang aman dan sejahtera
melalui komunitas desa yang lestari dan asri;
12. kesadaran mengelola sampah dengan memilah dan
memilih serta memproduksi ulang untuk
menciptakan desa yang bersih dan produktif;
13. Desa dengan sadar mitigasi bencana melalui upaya
nyata turut serta mengupayakan desa yang bebas dari
perubahan lingkungan dengan penanganan
permasalahan akan isu perubahan iklim;
14. menjadikan ekosistem kelautan sebagai penghasil
nelayan serta peningkatan ekonomi kerakyatan
melalui hasil laut;
15. Desa dengan peduli lingkungan setempat dengan
menjaga dan melestarikan pertanian sebagai lumbung
padi desa sekaligus sebagai pengelola ketahanan
pangan negara;
16. Desa dengan mengandalkan keamanan dan
pertahanan bersama melalui langkah nyata menjaga
wilayah dan kawasan desa yang aman, damai dan
keadilan sosial; dan
17. pembangunan desa melalui kemitraan desa dari
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
pembangunan di desa.

232
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

Praktek Baik (Best Practice) Pengelolaan Desa


di Indonesia
SDGs pembangunan desa saat ini mengarah kepada
pengembangan desa yang adaptif dan dinamis.
Pengembangan desa yang dimaksudkan adalah
kelembagaan desa dengan kekhasan desa. Lembaga desa
yang dimaksudkan di sini adalah lembaga
kemasyarakatan desa yang didirikan dengan tujuan
untuk melaksanakan fungsi melaksanakan pemerintahan
desa, membina desa dan pemberdayaan desa. Lembaga
kemasyarakatan desa ini merupakan mitra Pemerintah
desa yang menjalankan pelayanan desa kepada
masyarakat. Berikut beberapa praktek baik pengelolaan
desa di Indonesia dari berbagai bidang dan sektoral:
1. Desa Kandar Kecamatan Selaru Kabupaten Maluku
Tenggara Barat (Kabupaten Kepulauan Tanimbar)
Provinsi Maluku
Pulau Selaru merupakan salah satu pulau terluar di
Indonesia yang berbatasan dengan Australia yang
secara administratif berada di wilayah Kabupaten
Maluku Tenggara Barat (Kabupaten Kepulauan
Tanimbar), yang terdiri dari dari tujuh desa yaitu:
Adaut, Namtabung, Kandar, Lingat, Werain, Fursuy,
dan Eliasa dalam satu kecamatan. Adapun potensi
sumber daya alamnya meliputi: hutan mangrove,
terumbu karang, alga, ikan, pertanian, peternakan
dan perkebunan)
Dana desa yang diberikan oleh pemerintah digunakan
oleh desa untuk meningkatkan ketahanan pangan
dengan melakukan upaya-upaya perbaikan
perekonomian di desa, seperti: peningkatan kapasitas
kelompok petani, pendirian BUMDes dan penyediaan
teknologi tepat guna pertanian dan perikanan, bibit
sayuran, sarana prasarana pertanian. Hasilnya Desa

233
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

Kandar menjadi Desa Mandiri di tahun 2020, menjadi


sentra panen raya padi serta hasil pertaniannya dapat
dijual di luar Pulau Selayur
2. Desa Semangar Kecamatan Girimarto Kabupaten
Wonogiri Provinsi Jawa Tengah
Desa Semangar memiliki 8 Dusun yang terdiri dari:
Badut, Ciman, Demopo. Garon, Petung, Semagar,
Tritis dan Weru dengan mayoritas penduduknya
adalah Petani. Telah berhasil memberdayakan
masyarakat pada sektor pertanian, perdagangan dan
produksi batik.
3. Desa Karungan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen
Provinsi Jawa Tengah
Plupuh merupakan sebuah kecamatan yang terdiri
dari 16 desa, yaitu: Karangwaru, Ngrombo, Karugan,
Maryarejo, Sambirejo, Somomoro Dukuh, Sidokerto,
Plupuh, Pungsari, Gedongan, Jembangan, Gentan
Banaran, Dari, Jabing, Karang Anyar dan Cangkol.
Kecamatan Plupuh mengandalkan perekonomian
dengan menggunakan desa tradisional sebagai desa
wisatanya yang menjual berbagai macam makanan
tradisional tempo dulu dengan dibantu oleh BUMDes.
4. Desa Peradong Kecamatan Simpang Teritip
Kabupaten Bangka Barat Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung
Keberhasilan Pemerintah daerah Bangka Belitung
dalam penanganan stunting di Desa Peradong
dianggap sebagai salah satu keberhasilan pengelolaan
pemerintahan di desa dengan adanya kerja sama yang
baik dari berbagai pihak. Ahli gizi Kecamatan Simpang
Teritip menjelaskan bahwa dari 74 bayi berusia 24
bulan diantaranya terindikasi stunting. Menghadapi
kondisi ini Pemerintah desa berinisiatif melakukan

234
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

perubahan dengan berkolaborasi di antara berbagai


pihak, diantaranya Posyandu, Puskesmas, Dinas
Perkimhub hingga Bappeda, serta dibantu perwakilan
akademisi yang terdiri dari mahasiswa dan dosen
pendamping Universitas Jember melakukan upaya
pengendalian penanganan gizi yang tepat bagi bayi,
pijat bayi, timbang bayi hingga edukasi pemberian ASI
ekslusif serta penyuluhan dan pelatihan penanganan
kesehatan bagi ibu hamil dan menyusui serta warga
masyarakat di desa sebagai salah satu upaya
pencegahan stunting di Desa Peradong.
Penyelenggaraan program desa siaga kesehatan
menjadi senjata pamungkas untuk merubah kondisi
stunting yang terjadi di Desa Peradong. Dengan
bantuan penguatan peran kader kesehatan di desa
untuk mendeteksi cepat permasalahan stunting,
penguatan APBDesa serta upaya monitoring dan
evaluasi menjadi kunci keberhasilannya.
5. Desa Jodoboyo Kecamatan Purwodadi Kabupaten
Purworejo Provinsi Jawa Tengah
Diresmikan pada tahun 2017 oleh Gubernur Jawa
Tengah, Bapak Ganjar Pranowo. Usaha yang
dikembangkan warga berupa homestay, atraksi
kehidupan sosial dan budaya warga, warung warga,
pemandu wisata dan penjualan souvenir hasil
kerajinan warga.
6. Desa Bahasa Borobudur
Desa Bahasa Borobudur di mulai serius dikelola pada
tahun 2004, di mana Desa Bahasa Borobudur ini
dikelola secara profesional dengan tujuan untuk
meningkatkan literasi bahasa warga sekitar yang
selalu berinteraksi dengan turis asing yang datang ke
Borobudur. Keseriusan warga untuk belajar bahasa
Inggris dibuktikan dengan adanya pelatihan berbasis

235
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

bahasa Inggris yang dikelola oleh warga kampung.


Untuk memudahkan mereka berkomunikasi dengan
warga lokal berupa edukasi bahasa kepada anak didik
atau siswa dan siswi serta warga asing mereka juga
membuka wisata bahasa untuk berinteraksi dengan
warga. Selain itu pembukaan homestay bagi turis
diharapkan juga dapat memudahkan warga terbiasa
ber-Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari.
Tersedianya taman bermain anak-anak yang
diberikan nama Taman Kelinci menambah aneka
pertunjukkan yang ditawarkan oleh warga sebagai
hiburan para turis asing maupun domestik.
7. Desa Sejahtera Astra Pembinaan Kewirausahaan
Berbasis Komunitas
Astra sebagai salah satu grup perusahaan yang
bergerak di 7 lini bisnis memilki 235 anak grup
mengembangkan Program Desa Sejahtera Astra (DSA)
dengan melakukan penguatan pelatihan dan
pendampingan, kelembagaan serta sarana dan
prasarana juga fasilitas modal dan pemasaran dalam
rangka pengembangan kewirausahaan berbasis
masyarakat di bidang perkebunan, peternakan,
pertanian, perikanan, industri kreatif, serta
pelayanan wisata di desa untuk meningkatkan
ekonomi lokal/daerah. Beberapa desa yang dianggap
telah berhasil dan berkembang adalah:
a. Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau, meliputi:
Desa Beringin Mulya, Desa Bekawan, Desa Baung
Rejo Jaya, Desa Simpang Tiga, Desa Intan Mulia
Jaya, Desa Sialang Jaya, Desa Indrasari Jaya,
Desa Teluk Jira, Desa Tegal Rejo Jaya, dan Desa
Tembilahan Hilir
b. Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah, yang
terdiri dari: Desa Ngargosari, Desa Bringinsari,

236
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

Desa Purwosari, Desa Pesaren, Desa Tamanrejo,


Desa Harjodowo, Desa Mlatiharjo, Desa Plososari,
dan Desa Pakisan
c. DSA Flores Timur yang terdiri dari: Desa
Wulublolong, Desa Desa Watohari, Desa Lamawai,
Desa Bubuatagamu, Desa Sulengwaseng, Desa
Lewograran, Desa Lamawalang, Desa Lewobele,
dan Desa Dulijaya
d. Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat,
yang meliputi: Desa Wagelas, Desa Go, Desa
Limnalas, dan Desa Wejim
Selain pengembangan kewirausahaan, Astra juga
mengembangkan Desa Wisata dengan konsep
Kampung Berseri Astra. Praktik baik yang sudah
dijalankan oleh beberapa desa adalah sebagai berikut:
a. Desa Argowisata dan Budaya Silek, Jorong Tabek,
Kenegarian, Talang Babungo, Kabupaten Solok,
Sumbar
b. Dusun Tanon, Desa Ngarawan, Kabupaten
Semarang, Jawa Tengah dengan Desa Wisata
sebagai pengembangan wisatanya
c. Desa Tegalrejo, Kemuning, Gunung Kidul,
Yogyakarta yang mengembangkan wisata danau
dan kuliner lokal
d. Ekowisata Subak, Kelurahan Peguyangan,
Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar.

237
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

Penutup

Reformasi birokrasi ditandai dengan perubahan struktur


organisasi serta budaya kerja aparatur sipil negara dari
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi memfokuskan pada strategi percepatan
pembangunan di desa dibantu oleh lembaga
kemasyarakatan desa melaksanakan tujuan-tujuan
pembangunan di desa (SDGs). Usaha percepatan melalui
18 indikator yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah.
Operasionalisasi dalam peningkatan infrastruktur desa
serta pendampingan desa melalui pemberdayaan
masyarakat melalui kompetensi dan profesional aparat
desa akan mempercepat tercapainya tujuan
pembangunan desa. Penguatan kelembagaan desa
melalui BUMDes serta UMKM diharapkan akan mampu
meningkatkan produktivitas masyarakat melalui produk-
produk unggulan.
Keberhasilan desa melalui inovasi dan kreativitas desa
diharapkan mampu menumbuhkembangkan kekhususan
desa dengan produk-produk desa unggulannya masing-
masing. Desa dengan sadar usaha diharapkan akan
menciptakan pengusaha-pengusaha muda yang akan
mengambil peran dalam pembangunan ekonomi desa,
begitu juga desa dengan sadar pariwisata senantiasa
dapat menjaga peningkatan ekonomi di desa sekaligus
juga memberikan sumbangan pendapatan untuk daerah
di sektor pariwisata. Desa dengan kearifan lokal
memproduksi komoditas pertanian dan perkebunan
diharapkan akan mampu mengembangan ekonomi
pertanian melalui diversifikasi program-program di bidang
pertanian yang menekankan kepada pembangunan
pertanian sebagai basis kemandirian pangan desa dan
ketahanan pangan bagi negara dan bangsa. Produk lautan
perlu mendapat perhatian lebih dengan pengolahan hasil

238
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

laut melalui inovasi proses pengemasan barang semakin


baik dan tahan lama sehingga bisa didistribusikan ke
kota-kota penyangga di desa atau antar desa untuk
dijadikan produk andalan kelautan bagi desa yang
berbatasan dengan pantai atau pulau.
Begitu banyaknya potensi desa yang bisa digali lebih
mendalam oleh pemerintahan desa hanya bisa dilakukan
melalui reformasi pelayanan masyarakat desa oleh
apparat desa saat ini. Keterwakilan unsur desa dalam
upaya nyata membangun desa dibantu dengan kepastian
kelembagaan yang akan memperkuat ekonomi desa serta
pemberdayaan masyarakat desa dari proses input hingga
output hasil pembangunan akan menciptakan tatanan
kehidupan masyarakat desa yang sejahtera sesuai dengan
amanat undang-undang yang sudah ditetapkan.

239
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

Daftar Pustaka
Bawono, Icuk Rangga dan Erwin Setyadi. 2019. Panduan
Penggunaan Dan Pengelolaan Dana Desa. Jakarta:
Grasindo
Margono, Subando Agus dan Bevaola Kusumasari. 2015.
Manajemen Publik Kontemporer. Yogyakarta: Gava
Media
Setiyono, Budi. 2014. Pemerintahan Dan Manajemen
Sektor Publik: Prinsip-Prinsip Manajemen Pengelolaan
Negara Terkini. Yogyakarta: Center of Academic
Publishing Service
Sugandi, Yogi Suprayogi. 2011. Administrasi Publik
Konsep dan Perkembangan Ilmu di Indonesia.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Syafiie, Inu Kencana. 2010. Ilmu Administrasi Publik.
Jakarta: Rineka Cipta
Wibawa, Samodra, dkk. 2019. Menata Desa : Bunga
Rampai Pemikiran. Yogyakarta: K-Media
Wijaya, Andy Fefta dan Oscar Radyan Danar, 2014.
Manajemen Publik : Teori dan Praktek. Malang
:Universitas Brawijaya Press
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Cipta Kerja
Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi Nomor 6 Tahun 2020 Perubahan
atas Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019
Tentang Penggunaan Dana Desa
Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2020 Perubahan
Kedua atas Peraturan Menteri Desa Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 11
Tahun 2019 Tentang Penggunaan Dana Desa dalam
rangka Stabilisasi Keuangan Negara menghadapi
pandemi Corona Virus Disease 2019

240
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal


dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2020 Tentang
Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021
Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2020 Perubahan
atas Peraturan Menteri Desa Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 18 Tahun 2019
Tentang Pedoman Umum Pendampingan
Masyarakat Desa
Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, dan Transmigrasi No 63 Tahun 2020
Tentang Protokol Desa Baru
https://lumbungfile.kemendesa.go.id/s/JFCD9zGZZ8X8
3c3?path=%2Fartikel#pdfviewer
https://lumbungfile.kemendesa.go.id/s/LP87KHFCEsJ2
cEi?path=%2FFebruari%202021#pdfviewer
https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Selaru
https://id.wikipedia.org/wiki/Semagar,_Girimarto,_Won
ogiri
https://id.wikipedia.org/wiki/Plupuh,_Sragen
PT Astra International Tbk.pdf
Presentasi KBADSA Astra 2020 (Update Agustus 2020).pdf

241
STUDI KASUS PENGELOLAAN PEMERINTAHAN DESA

Profil Penulis
Indah Wahyu Maesarini
Menyelesaikan gelar Sarjana Ilmu Politik di
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada
tahun 1999, melanjutkan Program Magister
Administrasi Publik pada Universitas Gadjah
Mada dan memperoleh gelar Magister Sains pada tahun 2001.
Pernah menjabat sebagai Ketua Program Studi Program Sarjana
dari 2010-2014, menempati posisi sebagai Ketua Program Studi
Pascasarjana pada 2015 serta menduduki posisi sebagai Kepala
Satuan Penjaminan Mutu Internal dari 2017-2021. Posisi saat
ini sebagai Dosen Tetap pada Program Studi Administrasi Publik
di Institut Ilmu Sosial dan Manajemen Stiami Jakarta dengan
mengajar mata kuliah pada Manajemen Publik dan Manajemen
Pelayanan Publik sekaligus sedang menjalankan kuliah
program Doktoral Administrasi Publik pada Universitas
Terbuka. Karya tulis ilmiah yang sudah dipublikasi adalah
penelitian pada beberapa Instansi Pemerintah yang ada di DKI
Jakarta serta Kota Depok. Selain aktif sebagai Pengajar, Penulis
juga pernah terlibat aktif sebagai Konsultan Instansi
Pemerintah pada Tenaga Ahli di Bidang Kebijakan Publik
Tingkat Pusat dari tahun 2015-2020.
Email Penulis: inwamae2014@gmail.com

242

Anda mungkin juga menyukai