Anda di halaman 1dari 62

PERAN TOKOH ADAT DALAM MELAKUKAN

PENGOBATAN TRADISIONAL DI DESA KULIDAWA,


KABUPATEN MUNA

VALENTINA ANNA

18710023

KONSENTRASI KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DAYANU IKHSANUDDIN
BAUBAU
2022

i
ii
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa mahasiswa :


Nama : Valentina Anna
NPM : 18710023
Jurusan : Kesehatan Lingkungan
Judul : “Peran Tokoh Adat dalam Melakukan Pengobatan
Tradisional Di Desa Kulidawa, Kabupaten Muna”.
Disetujui untuk melaksanakan Ujian Proposal TA 2021/2022.

Baubau, 13 Juli 2022

Tim Pembimbing

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Rininta Andriani, S,Sos.,M.Kes Waode Azfari Azis, ST.,M.Sc


178 31 181 178 31 230

Mengetahui,

Dekan FKM Unidayan Ketua Program Studi

Dr. Rininta Andriani, S,Sos.,M.Kes La Ode Muh. Taufiq, Skm.,Kes


178 31 181 178 31 315

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Karena
atas rahmat dan berkatn-Nya, saya dapat menyelesaikan proposal
dengan judul “Peran Tokoh Adat Dalam Melakukan Pengobatan
Tradisional Di Desa Kulidawa Kabupaten Muna” dimana proposal tersebut
diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Dayanu Ikhsanudddin
Baubau.

Penulis menyadari bahwa penulisan proposal ini karena berkat


bantuan dari berbagai pihak baik bantuan tenaga, waktu, moril maupun
materil. Oleh karena itu perkenankanlah penulis dengan segala
kerendahan hati menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua dan keluarga tercinta
yang telah banyak memberikan dorongan dan motivasi selama mengikuti
pendidikan sehingga mennyelesaikan proposal ini.

1. Ir. H. L.M Sjamsul Qamar, MT., IPU selaku rektor Universitas


Dayanu Ikhsanuddin Baubau.
2. Ibu Dr. Rininta Andriani,S.Sos.,M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Dayanu Ikhsanuddin Baubau
dan selaku pembimbing utama yang dengan ikhlas memberikan
petunjuk seta arahan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan proposal ini.
3. Bapak La Ode Muh. Taufik,SKM.,M.Kes selaku Ketua program
Studi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Dayanu
Ikhsanuddin.
4. Ibu Waode Azfari Azis,ST,M.Sc selaku pembimbing anggota yang
dengan ikhlas memberikan petunjuk serta arahan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan proposal ini.
5. Bapak Dahmar,SKM.,M.Kes selaku penelaah yang telah
memberikan arahan dan dukungan.

iii
6. Bapak dan Ibu dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Dayanu Ikhsanuddin Baubau yang telah memberikan
ilmu dan pengetahuan selama penulis mengikuti pendidikan.
Penulis menyadari proposal ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih mmemiliki kekurangan, namun dengan
segala kerendahan hati penulis harrapkan kritik dan saran yang
dapat membangun serta memberikan manfaat bagi kita semua.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan
membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.
Semoga Proposal ini membawa manfaat bagi pemgembangan
ilmu.

Baubau, 13 Juli 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................ ii
KATA PENGANTAR ........................................................................ iii
DAFTAR ISI ...................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Rumusan Maalah ................................................................ 10
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 10
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................... 11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................... 15
2.1 Peran Tokoh Adat................................................................ 15
2.2 Pengobatan Tradisional ....................................................... 21
2.3 Perilaku Pencarian Pengobatan .......................................... 24
2.4 Kearifan Lokal...................................................................... 33
BAB 3 KERANGKA KONSEP ......................................................... 38
3.1 Dasar Pemikiran Variabel yang di teliti ................................ 38
3.2 Variabel yang Di Teliti .......................................................... 39
3.3 Defini Konsep ...................................................................... 41
BAB 4 METODE PENELITIAN......................................................... 42
4.1 Jenis Penelitian ................................................................... 42
4.2 Waktu Penelitian.................................................................. 43
4.3 Informan .............................................................................. 43
4.4 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 44
4.5 Pengelolahhan dan Penyajian Data .................................... 45
4.6 Instrumen Peneletian ........................................................... 46
4.7 Keabsahan Data .................................................................. 47
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 48
LAMPIRAN ....................................................................................... 52

v
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1 Himpunan Tokoh Adat ........................................................... 15

2.2 Tokoh Adat Waale-Ale dan Kulidawa ..................................... 20

2.3 Mata Air Makantona ............................................................... 37

3.1 Kerangka Konsep Penelitian .................................................. 39

vi
vii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang

memiliki kekayaan alam yang terdiri dari 17.508 pulau dan terbagi

menjadi 34 provinsi. Indonesia dikenal sebagai salah satu bagian

dari negara maritim di mana sebagian besar wilayahnya merupakan

wilayah perairan. Beberapa fakta di lapangan menunjukkan bahwa

kita memang layak disebut negeri bahari karena menurut fakta 2/3

wilayah Indonesia berupa perairan, garis pantai Indonesia

mencapai 18.000 km terpanjang kedua setelah Kanada, dan

berbagai macam keanekaragaman laut, kita pun dipercaya

merupakan salah satu negara yang terlengkap di dunia (Cahyawati

& Budiono, 2011).

Masyarakat Indonesia memiliki keanekaragaman mulai dari

perbedaan suku, agama, tradisi, kebudayaan, dan adat istiadat

suatu daerah yang dipercayai oleh masyarakat setempat (Bahari et

al., 2022). Keanekaragaman tersebut menjadikan potensi dan

kekhasan setiap daerah, sehingga setiap daerah memiliki tradisi

yang berbeda-beda sesuai dengan kebiasaan dan kepercayaan

dari nenek moyang mereka. Tradisi adalah nilai-nilai yang

diturunkan secara turun temurun oleh leluhur yang masih dipercaya

1
dan dijalankan oleh masyarakat setempat. Tradisi ini berkaitan erat

dengan budaya daerah setempat.

Kebudayaan adalah kebiasaan yang berkembang pada

suatu daerah atau wilayah setempat yang diturunkan dari generasi

ke gerasi berikutnya (Gusti et al., 2021). Kebudayaan juga

merupakan bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh

manusia (Genua & Yolan, 2022). Dengan demikian kebudayaan

atau budaya masyarakat yaitu berhubungan dengan kehidupan

manusia baik material maupun non-material. Konsep awal

kebudayaan bersumber dari studi tentang masyarakat-masyarakat

primitif yang memiliki sisi praktis, sebagai sumber kekuatan untuk

mempengaruhi rangkaian gagasan-gagasan dan tindakan-tindakan

moderen (Kistanto, 2017). Kebudayaan bisa dijadikan tolak ukur

dalam melakukan suatu tindakan yang mendatangkan

kesejahteraan dan kemalangan. Oleh sebab itu, budaya hadir

sebagai tolak ukur untuk dapat melakukan suatu tindakan. Budaya

terdiri dari beberapa aspek di antaranya kepercayaan, tradisi, sikap,

bahasa dan sejarah. Artinya budaya ada dalam suatu kelompok

untuk menghadapi kehidupan sosial dan lingkungan alam.

Dalam kehidupan manusia pasti pernah merasakan sakit

dan penyakit oleh sebab itu, manusia tergerak untuk segera

mencari pengobatan agar tidak merasakan sakit dan penyakit.

Pengertian sakit yaitu tidak adanya keselarasan antara lingkungan

2
dengan individu. Sakit adalah suatu keadaan yang tidak

menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga menimbulkan

gangguan aktifitas sehari- hari baik aktifitas jasmani, rohani, dan

sosial (Sani, 2011). Sedangkan penyakit adalah gangguan pada

organ-organ tubuh manusia sebagaimana organ tersebut tidak

menjalankan fungsinya dengan baik. Dari pengertian sakit dan

penyakit di atas, maka manusia tergerak untuk selalu menginginkan

kehidupan yang sehat dan terhindar dari berbagai jenis sakit dan

penyakit.

Kesehatan berdasarkan undang-undang Republik Indonesia

No 36 Tahun 2009 adalah kondisi sehat, baik secara mental, fisik,

spritual maupun sosial yang dapat memungkinkan setiap orang

untuk bisa hidup secara produktif sosial maupun ekonomis.

Sedangkan, definisi kesehatan menurut WHO merupakan kondisi

yang utuh secara fisik, psikis dan kehidupan sosialnya serta tidak

mepunyaii penyakit, cacat atau kelemahan. Dalam hal ini sehat

bukan hanya dilihat dari segi fisik melainkan dari bentuk bagaimana

individu bergaul dengan lingkungan sosial, ekonomi individu dan

pemikiran yang positif yang tidak mempengaruhi mental, stres atau

depresi pada individu (Adliyani, 2015).

Dalam dunia kesehatan ada dikenal dengan istilah konsep

perilaku sehat sebagai pedoman individu untuk menjalankan

aktivitasnya agar tetap sehat. Konsep perilaku sehat menurut

3
Becker adalah pengembangan dari konsep perilaku yang

dikembangkan Bloom. Becker menguraikan perilaku kesehatan

terdiri atas 3 domain, yaitu pengetahuan kesehatan (health

knowledge), sikap terhadap kesehatan (health attitude) dan praktek

kesehatan (health practice). Perilaku kesehatan seseorang atau

masyarakat ditentukan berdasarkan pemikiran dan perasaan

seseorang dengan adanya orang lain yang bisa dijadikan sebagai

pedoman dan sumber- sumber atau fasilitas yang dapat

mendukung perilaku dan kebudayaan masyarakat (Amisim et al.,

2020).

Berdasarkan teori H.L.blum menyatakan bahwa terdapat 4

faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan seseorang yaitu

faktor lingkungan yang terdiri dari lingkungan sosial, ekonomi dan

budaya. Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling besar

mempengengaruhi derajat kesehatan seseorang dengan jumlah

presentasi 40%, karena di dalam lingkungan terdapat faktor-faktor

lain yang saling berkaitan dan mempengaruhi. Lingkungan

merupakan tempat berlangsungnya kehidupan manusia dan tempat

terjadinya interaksi antara makhluk sosial yang dapat memicu faktor

lain untuk muncul. Faktor kedua yang mempengaruhi derajat

kesehatan manusia adalah gaya hidup dengan prsentasi 30%,

gaya hidup meliputi kebiasaan dan kegiatan yang dilakukan sehari-

hari, contoh kebiasaan ini dapat dilihat dari seorang pecandu rokok

4
yang sulit melepaskan konsumsi rokoknya. Faktor ketiga adalah

pelayanan kesehatan terdiri dari sarana dan prasarana kesehatan

dengan jumlah presentase 20%, sarana dan prasarana kesehatan

terdiri dari tersedianya tenaga kesehatan, peralatan kesehatan,

puskesmas, rumah sakit serta jarak yang bisa ditempuh dan Faktor

yang terakhir yang mempengaruhi derajat kesehatan adalah faktor

genetik/keturunan dengan jumlah presentasi 10%.

Ketika Manusia mengalami rasa sakit dan penyakit maka

manusia tersebut segera bertindak untuk mencegah dan mencari

alternatif pengobatan agar terhindar dari kondisi yang kurang

sehat.. Pencarian pengobatan biasanya berdasarkan sistem

kepercayaan masyarakat tersebut yang dipengaruhi oleh budaya

setempat, ekonomi dan faktor sosial (Guspianto et al., 2020). Pada

umumnya sistem pengobatan terdiri dari 2 jenis pengobatan yaitu

pengobatan moderen/medis dan pengobatan tradisional.

Pengobatan moderen adalah pengobatan yang sudah diuji secara

ilmiah sedangkan pengobatan tradisional adalah pengobatan dari

sisi tradisi dan budaya setempat (Guspianto et al., 2020).

Pengobatan medis dan pengobatan tradisional memiliki pandangan

yang berbeda. Pengobatan tradisional dianggap sebagai penyakit

yang datang di luar biologis, mereka melibatkan hal ini dengan

sistem spiritual, psikologi, sosial dan budaya dari orang yang

terkena sedangkan pengobatan umum/medis dianggap sebagai

5
kondisi biologis yang dilihat dari kelainan fungsi atau organ-organ

tertentu yang mempengaruhi kesehatan dan dikaji secara ilmiah.

Pada zaman sekarang ini pengobatan tradisional mendapat

perhatian lantaran sistem pengobatan ini masih ada sampai saat ini

di tengah masyarakat yang sudah moderen, bukan hanya

digunakan namun proses pengobatan ini terkadang diwariskan

secara turun-temurun berdampingan dengan kehidupan manusia

yang susah mengenal pengobatan modern. Sampai saat ini tidak

bisa dipungkiri bahwa masih ada sebagian daerah yang melakukan

pengobatan secara tradisional menggunakan jasa dukun, tokoh

adat, tokoh masyarakat dan para petuah lainnya. Bentuk

pengobatan pada masyarakat dapat dilihat secara bervariasi

ditentukan oleh jenis sarana dan prasarana yang disediakan.

Sudah ada beberapa studi yang membuat penelitian mengenai

pengobatan tradisional dari beberapa tempat.

Tradisi upacara adat atau penyembuhan adalah salah satu

kegiatan yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat

setempat agar mencapai suatu tujuan bersama dan semakin

kuatnya hubungan kebersamaan antara masyarakat (Sari &

Hariyati, 2020). Sistem pengobatan tradisional di Indonesia ikut

berkembang mengikuti peradaban namun, hal ini bukan berarti

kurangnya sarana dan prasarana pelayanan kesehatan formal,

melainkan dipengaruhi oleh faktor budaya Indonesia yang masih

6
mempercayai penyembuhan secara tradisional, budaya ini diartikan

sebagai health belief model oleh Rosenstock. Dilain sisi tidak dapat

dipungkiri biaya perawatan dan pengobatan yang semakin mahal

membuat sebagian masyarakat tidak mampu untuk membiayai,

oleh sebab itu masyarakat mencari sistem pengobatan tradisional

yang harganya bisa dijangkau sesuai dengan ekonomi masyarakat.

Seiring banyaknya jenis pengobatan tradisional masyarakat juga

harus berhati-hati dalam memilih jenis pengobatan tersebut,

dikarenakani banyaknya pengobatan tradisional yang berkedok

melakukan tindakan kriminal atau penipuan. Munculnya sistem

pengobatan tradisional juga tidak dapat dilihat dari fenomena medis

dan ekonomi belaka, tetapi dapat diyakini sebagai fenomena sosial

budaya.

Sebagian masyarakat memandang pengobatan tradisional

dilihat dari sistem medis dan ekonomi, penelitian mengenai

pengobatan tradisional sebagai perpekstif sosial dan budaya masih

sangat jarang ditemukan. Dalam perspektif antropologi pengobatan

tradisional adalah bagian dari fenomena sosial budaya.

Berdasarkan jenis golongan kebudayaan Koenjaraningrat

menyatakan bahwa pengobatan tradisional digolongkan dalam

sistem pengetahuan suatu bangsa dalam unsur teknologi. Pada

masyarakat pedesaan sistem medis secara tradisional dikaitkan

dengan model holistik yang menekankan pada aspek lingkungan,

7
harmoni, sosial budaya dan perilaku. Dari kutipan Jumadi mengenai

Payyappallimana mengatakan, ada beberapa istilah yang dipakai

untuk menjelaskan praktik pengobatan tradisional, di antaranya

pengobatan alternatif, pengobatan komplementer, obat alami, obat

herbal, obat nabati, nonkonvensional obat, obat asli, obat rakyat,

dan obat etno.

Di awal penulisan ini disebutkan bahwa sistem pengobatan

tradisional Indonesia telah ada selama ratusan tahun. Salah satu

dari Manuskrip yang masih dapat diakses dan yang paling populer

adalah perintah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom

Amenkunegara lll yang memimpin Surakarta pada tahun 1820-1923

yaitu berisikan surat centini/eksiklopedia khas Jawa. Surat ini

berisikan pengetahuan mengenai keperluan sehari-hari untuk

keselamatan yang ditujukan kepada masyarakat khususnya

masyarakat Jawa. Pengobatan tradisional (battra) adalah

pengobatan dan atau perawatan dengan cara obat dan

pengobatannya yang mengacu kepada pengalaman dan

keterampilan turun temurun dan diterapkan sesuai dengan norma

yang berlaku dalam masyarakat (Kusumah, 2017). Obat tradisional,

definisi World Health Organisazion (WHO) adalah total kombinasi

pengetahuan dan praktik- praktik, apakah dijelaskan atau tidak

digunakan untuk mendiagnosis, mencegah atau menghilangkan

penyakit fisik, mental atau sosial dan mungkin mengandalkan

8
hanya pada pengalaman masa lalu dan observasi diturunkan dari

generasi ke generasi, lisan atau tertulis.

Dalam pengobatan tradisional yang dapat kita lihat di

antaranya di pulau Jawa, sistem pengobatan di pulau Jawa dapat

berkembang dan dijadikan ladang industri. Perusahaan besar di

Jawa yang dianggap sebagai penghasil pengobatan tradisional

adalah air mancur, air jago, Sido muncul dan banyak perusahaan

lainnya. Berdasarkan data penelitian Kemenkes RI, 2017

menunjukkan sebanyak 35,7% masyarakat yang mengonsumsi

jamu dan 85% lainnya mengatakan bahwa jamu memiliki manfaat

untuk kesehatan.

Berdasarkan data badan pusat statistik menyatakan bahwa

terdapat 17,22% masyarakat Sulawesi Tenggara yang melakukan

pengobatan secara tradisional dan sebanyak 90,7% yang

melakukan pengobatan secara modern (Badan Pusat Statistik,

2022). Salah satu tempat yang masih melakukan pengobatan

tradisional dari jumlah 17,22% masyarakat Sulawesi Tenggara

adalah di desa Kulidawa, Kecamatan Tongkuno Selatan,

Kabupaten Muna. Pengobatan tradisional yang dilakukan berbagai

macam mulai dari tradisi penyembuhan secara adat istiadat yang

dilakukan secara turun temurun, konsumsi tanaman herbal alami

dari tumbuh-tumbuhan yang berasal dari pekarangan rumah

9
maupun hutan, terapi urut untuk patah tulang dan penyakit lainnya

menggunakan bahan alami dan masih banyak lagi.

Berdasarkan data profil kesehatan Sultra, Sulawesi

Tenggara terdiri dari beberapa daerah salah satunya yaitu pulau

Muna dengan jumlah penduduk sebanyak 11,85%. Pulau Muna

terbagi menjadi 22 kecamatan dan terdiri dari 125 desa, Desa

Kulidawa adalah salah satu desa yang terdapat di 125 desa

tersebut. Jumlah masyarakat desa Kulidawa terdiri dari 138 KK

dimana jumlah laki-laki sebanyak 192 jiwa dan jumlah perembuan

terdiri dari 221 jiwa. Mata air Makantona adalah mata air yang

terletak di Desa Kulidawa, di mana mata air tersebut merupakan

tempat diadakannya tradisi pengobatan penyakit kulit. Kondisi mata

air Makantona masih terlihat mistis, di sekitaran mata air dikelilingi

oleh pohon-pohon yang sudah berusia lama dan berukuran besar,

salah satunya yaitu pohon beringin. Selain dikelilingi oleh

pepohonan mata air Makantona juga memiliki aliran sungai yang

menuju kearah danau setempat yang menjadi sumber

penangkapan ikan masyarakat yang berada di Desa Kulidawa

maupun masyarakat yang berasal dari luar Desa Kulidawa.

Peran tokoh adat di desa Kulidawa sangat berpengaruh

dalam penglihatan rezeki, penyembuhan secara tradisional,

upacara adat dan untuk menjaga daerah setempat dari berbagai

macam bahaya. Tokoh adat tersebut berasal dari 3 wilayah daerah

10
yaitu Desa Kulidawa, Desa Waale-ale dan Desa Labantea/Mone,

namun dalam masa kepemimpinannya walaupun jumlah toko adat

terbagi dari tiga wilayah mereka tetap menjakan tugas dan fungsi

yang sama untuk menjaga ketertiban 3 daerah tersebut dan

memiliki satu kesatuan serta satu pemimpin. Dalam hal ini

masyarakat yang tinggal dari 3 daerah tersebut bisa saja

melakukan pengobatan tradisional dipimpin oleh tokoh adat daerah

yang berbeda.

Berdasarkan wawancara dengan tokoh masyarakat

setempat jumlah tokoh adat tahun 2022 terdapat 9 orang yaitu

terdiri dari 7 pangkat yang disebut Sahano Moghane dan 2 pangkat

yang disebut Sahano Hobhine. 7 pangkat Sahano Moghane

tersebut terdiri dari pangkat Angkabauwa sebagai pemimpin/kepala

tokoh adat, Kaendiabha Lano, Pahabhe Lano Wua, Pahabhe Lano

Mone, Pahabhe Lano Iya, Kaekaendea dan Mesandano,

sedangkan 2 pangkat yang disebut Sahano Hobhine terdiri dari

Bhontono Tau dan Mampade. Dari 9 pangkat tersebut masing-

masing memiliki fungsi dan tanggung jawab yang berbeda dilain sisi

ada juga beberapa tugas dan fungsi yang dilakukan secara

bersama-sama. Peran tokoh adat sangat dipercaya dan ditaati oleh

masyarakat setempat, Namun hal ini tidak mengubah pandangan

masyarakat terhadap persepsi kepemerintahan daerah setempat.

11
Selain fungsi kepemerintahan daerah, peran tokoh adat juga

dijalankan secara bersamaan.

Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yg paling generik dan

bisa terjadi dalam masyarakat berdasarkan segala usia. Dari

banyak sekali macam penyakit kulit yang terjadi pada rak ya

merupakan penyakit dermatitis. Menurut data puskesmas Labasa

tahun 2022 jumlah penderita penyakit kulit akibat infeksi dari bulan

januari sampai bulan mei sebanyak 9 jiwa, jumlah penderita

penyakit kulit akibat alergi sebanyak 103 jiwa dan jumlah penyakit

kulit akibat jamur sebanyak 22 jiwa.

Tradisi penyembuhan penyakit kulit di mata air Makantona

sangat dipercayai oleh masyarakat setempat, selain itu banyak juga

dari luar daerah yang datang berobat. Dalam sistem pengobatan

dipimpin dan diarahkan oleh para tokoh adat. Ada syarat-syarat

tertentu yang dibuat oleh toko hadat untuk menjalankan tradisi

penyembuhan, oleh sebab itu sebelum melakukan penyembuhan

masyarakat/penderita penyakit kulit memberitahu terlebih dahulu

para tokoh adat, agar tokoh adat/petuah setempat dapat

mengarahkan dan memberi tahu para petuah lainnya untuk

melakukan pengobatan. Pengobatan penyakit kulit tidak semena-

mena dilakukan begitu saja, namun pengobatan ini diadakan

karena ada beberapa penderita yang berobat baik di Mentri, poli,

apotik, puskesmas dan rumah sakit yang kemudian tak kunjung

12
sembuh. Setelah melakukan pengobatan tetapi tidak ada hasil

maka penderita segera menuju ke petuah atau orang-orang

dipercaya untuk melihat pengobatan/alternatif apa yang dilakukan

supaya sembuh, jika diarahkan untuk melakukan pengobatan di

mata air Makantona maka penderita segera melapor ke tokoh adat

untuk melakukan proses penyembuhan. Hal ini membuat penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dilihat dari besarnya tanggung

jawab dan peran tokoh adat dalam melakukan pengobatan

tradisional di Desa Kulidawa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana peran tokoh adat

dalam melakukan Pengobatan Tradisional Di Desa Kulidawa,

Kabupaten Muna?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana peran tokoh adat dalam

melakukan pengobatan tradisional di Desa Kulidawa, Kabupaten

Muna.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui peran tokoh adat dalam melakukan

persiapan pengobatan tradisional di Desa Kulidawa,

Kabupaten Muna

13
b. Untuk mengetahui peran tokoh adat dalam menentukan

persyaratan pengobatan tradisional di Desa Kulidawa,

Kabupaten Muna

c. Untuk mengetahui bagaimana peran tokoh adat dalam

melakukan tata cara pengobatan tradisional di Desa

Kulidawa, Kabupaten Muna.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Bagi Institusi

Sebagai bahan masukan, referensi dan lanjutan Penelitian

mengenai peran tokoh adat dalam melakukan pengobatan

berbasis tradisional dalam rana kesehatan.

b. Manfaat Bagi Peneliti

Untuk menambah pengalaman dan ilmu pengetahuan bagi

peneliti dalam meninjau secara langsung peran tokoh adat

dalam pengobatan tradisional.

c. Manfaat Ilmiah

Untuk dapat memperkarya ilmu pengetahuan dan

menambah hasil penelitian sebagai bahan bacaan dan

masukan.

14
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peran Tokoh Adat

Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) tokoh

adat/masyarakat diartikan sebagai bentuk atau kondisi dan orang

yang terkemuka yang dipercaya oleh masyarakat setempat.

Masyarakat ialah terdiri dari sekumpulan individu yang tinggal

dalam suatu tempat yang sama dan satu kebudayaan yang sama.

Tokoh adat tersebut adalah aktualisasi yang diinginkan oleh

masyarakat mengenai pemimpin yang kharismatik untuk mencapai

tujuan dan harapan masyarakat berada berdasarkan

(https://id.wikipedia.org/Wiki/masyarakat). Peranan tokoh adat

dianggap sangat penting dalam lingkungan masyarakat adat dan

dianggap sebagai pedoman dalam menjalan sesuatu di lingkungan

adat.

Gambar 2.1 Himpunan Tokoh Adat

15
Pada umumnya tokoh adat memiliki peran yang besar dan

kekuasaan dalam suatu kelompok masyarakat dan para

berpengaruh serta sistem kepemimpinan tersendiri. Sebuah Peran

dalam tokoh adat merupakan kepemimpinan informal diantaranya

yaitu tokoh adat yang memiliki kedudukan dan dapat dipercayai

oleh pada kelompok masyarakatnya.

Pentingnya peran tokoh adat dalam masyarakat juga dapat

ditinjau dari beberapa penelitian terdahulu seperti jurnal mengenai

peran tokoh adat dalam melestarikan nilai budaya pekande-kandea

di Kelurahan Tolandona, Kecamatan Wambulu Kabupaten Buton

Tengah (Milyana I. Sanger & Tuwiwa, 2021), peran tokoh adat

dalam melestarikan rumah ada di Kabupaten Lombok Utara

(Ladyes Dewi Rengganis et al., 2021) dan peran tokoh adat dalam

menyelesaikan permasalahan suami istri di Kabupaten Lombok

Tengah (Patel, 2019). Dari beberapa jurnal tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa tokoh adat juga memiliki peranan penting dalam

suatu wilayan tempat tinggalnya.

a. Pengertian Peran

Dalam buku Role Theory yang ditulis oleh Bruce J. Biddle

dan Edwin J. Thomas ada beberapa rana yang menyatakan

bahwa peran merupakan pembawaan lakon oleh seseorang

ketika bersandiwara. Di mana seseorang tersebut menjalankan

skenario berdasarkan naskah yang telah diintruksi oleh

16
sutradara. Peran juga dianggap menjadi sebuah partisipasi di

mana partisipasi ini adalah seseorang atau kelompok

bergabung dalam suatu proses pembangunan dan kegiatan

dengan berekspresi, menyumbangkan gagasan, materi dan

modal sebagai manfaat hasil dari pemangunan atau kegiatan

tersebut (Nyoman Sumaryadi, 2010).

Teori peran (File Theory) merupakan gabungan dari

berbagai macam teori, disiplin ilmu dan orientasi, awal mula

psikologi teori peran yaitu dari sosiologi dan antropologi. Kata

peran muncul dari dunia teater, di mana seorang aktor dalam

memainkan teater tersebut dapat berperilaku menjadi seorang

tokoh tertentu.

Peran juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang

dilaksanakan dan dilakukan oleh seseorang dalam suatu

kegiatan di mana orang tersebut memiliki kedudukan atau status

(Departemen Pendidikan, 2014). Definisi peran menurut

Koentrajaningrat yaitu seseorang yang memiliki perilaku

berdasarkan kedudukannya. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) peran merupakan segala tindakan yang

diinginkan oleh seseorang yang berkedudukan di masyarakat

(Milyana I. Sanger & Tuwiwa, 2021).

Kata peranan memiliki makna sebagai keinginan yang

ada pada seseorang untuk mendapatkan kedudukan

17
berdasarkan kebiasaan sosial terhadap masyarakat. Peran yang

ada pada seseorang memiliki posisi yang berbeda dalam

interaksi sosial. Dari pengertian tersebut maka penulis

menyimpulkan bahwa peran adalah sebuah kegiatan dan

perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dalam menjalankan

hak dan kewajibannya untuk masyarakat. Setiap masyarakat

memiliki peranan yang berbeda dalam menjalan fungsinya di

tengah kehidupan bermasyarakat.

b. Jenis-jenis Peran

Bruce J. Cohen menyatakan bahwa peran memiliki 7 jenis

yaitu:

1. Peranan nyata merupakan suatu tindakan yang benar-

benar dilakukan/fakta oleh individu atau kelompok dalam

sebuah peran.

2. Peranan yang dianjurkan merupakan seseorang yang

memiliki status untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

dalam melaksanakan perannya.

3. Konflik peran merupakan keadaan yang dirasakan oleh

individu dalam kedudukannya yang memiliki tujuan dan

keinginan yang berbeda.

4. Kesenjangan Peran adalah peran yang dijalankan secara

emosional.

18
5. Kegagalan Peran merupakan seseorang yang tidak bisa

memainkan perannya.

6. Lingkup peran merupakan keterkaitan antara individu

yang satu dengan yang lainnya dalam menjalankan

perannya.

c. Tokoh Adat

Tokoh adat merupakan oarang yang dipandang dalam

suatu bidang kehidupan, dengan demikian penokohan

seseorang berjalan dari waktu kewaktu bersarkan tempatnya.

Seseorang yang ditokohkan terkadang mempunyai sifat yang

teladan dan dapat dijadikan sebagi contoh sifat-sifat baiknya

(Suhendi, 2013). Tokoh adat juga dapat diartikan sebagai

seseorang yang mempunyai ikatan dan pengaruh dalam

melaksanakan tugasnya terhadap masyarakat

setempatnyayang mendukung adat istiadat (Sebagai et al.,

2022).

Hilman menyatakan bahwa tokoh adat adalah seseorang

yang dituakan dalam masyarakat berdasarkan pewaris dari

kebudayaan, kerabat dan keluarga. Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) juga menyatakan bahwa tokoh adat

merupakan seseorang yang memiliki kedudukan dalam suatu

daerah dan diangkat secara turun temurun karena orang tua

atau keluarga yang pernah menjadi tokoh adat dan memiliki

19
pengetahuan mengenai adat serta dapat dipercayai oleh

masyarakat setempat dalam menjalankan tugasnya.

Gambar 2.2 Tokoh adat waale-ale dan Kulidawa

Dari urain di atas tersebut dapat diartikan bahwa tokoh

adat adalah seseorang yang dapat merespon dan menjawab

masalah kesejahteraan sosial yang ada pada komunitas adat,

baik yang terjadi di pedesaan maupun di perkotaan. Seorang

tokoh adat mempunyai pengaruh dalam kehidupan masyarkat

lokal yang berpegang pada sebuah perasaan dan keadilan

(Muhammad Kastulani, 2015).

Tokoh adat dapat dipercaya sebagai pemberi amanat

dan petuah, dalam tradisi penyembuhan penyakit kulit tokoh

adat merupakan salah satu sarana untuk melakukan proses

penyembuhan yang dapat dipercayai untuk melakukan ritual

penyembahan di mata air Makantona.

2.2 Pengobatan Tradisional

20
Pengobatan secara tradisional merupakan sistem

pengobatan yang masih banyak digunakan oleh kalangan

masyarakat Indonesia, khususnya bagi masyarakat yang memiliki

jarak yang sulit di akses oleh pelayanan kesehatan moderen seperti

rumah sakit, puskesmas, apotik dan klinik. Pengobatan tradisional

yang digunakan pada zaman dahulu terdiri dari berbagai macam

variasi dimulai dari tanaman obat, jamu, do,a, jampe-jampe,

primbon dan masih banyak lagi. Pengobatan tradisional merupakan

pengobatan warisan secara turun-temurun dari nenek moyang yang

masih banyak diminati oleh masyarakat sampai saat ini dan

berkembang berdsarkan waktu (Indarto & Kirwanto, 2018).

Badan kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa terdapat

80% dari seluruh total populasi yang ada di benua Asia dan Afrika

bergantung dan menggunakan pengobatan secara tradisional,

World Health Organization (WHO) telah mengakui bahwa

pengobatan tradisional dapat mengobati berbagai jenis macam

penyakit seperti penyakit infeksi, penyakit akut dan penyakit kronis.

(Fitrianti & Angkasawati, 2015). Pengobatan tradisional merupakan

fenomena yang mengarah pada sosial budaya dan menyatu dalam

kehidupan masyarakat serta digunakan dalam berbagai macam

bentuk penyakit baik yang ada di desa maupun di kota-kota besar.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang penyelenggaraan pengobatan

21
tradisional yang merupakan bagian dari pengobatan dan perawatan

berdasarkan pengalaman terdahulu, keterampilan secara turun-

temurun, pendidikan, pelatihan dan diterapkan berdasarkan norma

yang ada.

Pengobatan tradisional juga masih menjadi pilihan mayoritas

masyarakat yang ada di Indonesia, berdasarkan data hasil riset

kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 terdapat 35,2%

masyarakat Indonesia yang masih memakai obat tradisional dan

sebanyak 49% obat tradisional yang dipakai berbentuk ramuan.

Berdasarkan survey penggunaan pengobatan tradisional tersebut

memiliki alasan tertentu seperti : sebagai bentuk kesehatan, lebih

aman, lebih bermanfaat dan sebagai bagian dari tradisi (Verary

Shanthi & Izzati, 2014).

Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2014 yang mengatur

ketenaga kesehatan pada pasal 11 ayat 13 mengklasifikasi tenaga

kesehatan tradisional terdiri dari tenaga tradisional keterampilan

dan tenaga tradisional ramuan.

Sulawesi Tenggara mempunyai berbagai macam

kebudayaan yang merupakan identitas sebuah suku dalam suatu

bangsa atau etnis daerah. Salah satu macam kebudayaan di

Silawesi Tenggara yaitu suku Muna yang masih mengenal dan

menggunakan berbagai macam ritual pengobatan, ada beberapa

22
penelitian pengobatan tradisional di Kabupaten Muna diantaranya

yaitu pengobatan secara etnomedisin dan pengobatan pomale.

Pengobatan secara etnomedisin adalah suatu kepercayaan

dan praktek-praktek pengobatan mengenai penyakit yang berasal

dari kebudayaan asli dan eksplisit serta tidak berasal dari kerangka

konseptual kedokteran. Penelitian etnomedisin banyak ditujukan

sebagai senyawa kimia yang mempunyai efek samping lebih kecil

sebagai antisipasi munculnya penyakit baru.

Ada terdapat beberapa penelitian mengenai studi

etnomedisin di Indonesia telah banyak dilakukan dan dominan

dilakukan di pulau Jawa khususnya Kasepuhan Baduy dan daerah

Bali sedangkan di Sulawesi Tenggara menunjukan bahwa jenis

tumbuhan obat dan jumlah yang dipakai memiliki hubungan dengan

nilai filosofis spiritual masyarakat Muna yang diambil dari tradisi

tasawuf. Jenis tanaman yang diperoleh berjumlah 44 dan dapat

disubtitusikan dengan tanaman lain yang memiliki khasiat yang

sama berdasarkan pandangan masyarakat setempat dan tabid

(Kasmawati et al., 2019).

Pamole merupakan salah satu bentuk tradisi pengobatan

yang ada di masyarakat Muna, pada dasarnya dianggap sebagai

tata cara dalam pengobatan secara tradisional. Tradisi ini masih

erat mewarisi kepercayaan secara animisme dan dinamisme yang

ditandai dengan adanya media berupa telur yang disediakan

23
sebagai bahan utama dalam pelaksanaan tradisi tersebut.

Berdasarkan pengetahuan masyarakat Muna pengobatan pamole

diadakan bila ada penyakit yang tidak diketahui faktor penyebab

dan asalnya, biasanya penyakit ini berasal dari angin (nomaigho

nekawea) dan mereka memiliki persepsi bahwa penyakit yang

disebabkan oleh angin tersebut disebabkan oleh makhluk halus,

setan atau arwah yang telah meninggal dunia dimana penyakit ini

bisa diderita diberbagai macam kalangan seperti anak-anak

maupun orang dewasa (Harwati & Wardani, 2018).

2.3 Perilaku Pencarian Pengobatan Tradisional

Dalam kehidupan manusia pasti menginginkan agar hidup

tetap sehat dan terkadang manusia tersebut juga tidak bisa

mempertahankan status sehat yang dimilikinya. Manusia dalam

mempertahankan kesehatannya selalu bertindak ketika sakir dalam

pelayanan kesehatan yang ada baik pengobatan moderen maupun

pengobatan tradisional. Hubungan antara kesehatan dengan

permintaan pelayan kesehatan disebakan oleh berbagai macam

faktor yang mempengaruhi diantaranya faktor jarak dengan sisten

pelayanan kesehatan, biaya, hasil yang memuaskan atau

sebaliknya dan persepsi masyarakat (Rahman et al., 2016).

Salah satu cara yang bisa dilakukan agar dapat mencapi

derajat kesehatan masyarakat yaitu dengan menyelenggarakan

pelayan kesehatan adapun, yang pelayanan kesehatan tersebut

24
berupa upaya atau acara yang diadakan tersendiri, kelompok atau

organisasi agar dapat memelihara dan menjaga kesehatan,

mencegah dan menyembuhkan serta mremulihkan penyakit

perseorangan, keluarga maupun kelompok masyarakat.

. Munculnya fenomena pengobatan yang ada pada

masyarakat merupakan suatu respon rasional masyarakat yang

sakit untuk segera bertindak mencari kesembuhan dari penyakit

yang dideritanya. Secara garis besar jenis pengobatan terdiri dari

dua yaitu pengobatan medis dan non medis, kedua pengobatan ini

terus berkembang mengikuti peradaban jaman.

Perilaku pencarian pengobatan adalah tahapan yang tidak

terlepas dalam kehidupan setiap orang dikarenakan setiap orang

tersebut tidak terelpas dari namanya sakit dan penyakit. Tanggapan

seseorang ketika mengalami sakit berbeda-beda diantaranya tidak

melakukan apa-apa ketiika sakit (no action), tindakan mengobati

sendri , mencari pengobatan tradisional maupun moderen yang

disediakan oleh swasta maupun lembaga (Amalia, 2018)

Persepsi sakit dan penyakit menjadikan tindakan pencarian

pengobatan masyarakat berbagai macam khususnya pada

masyarakat-masyarakat yang memiliki kepercayaan secara lokal,

ada yang menggunakan konsep personalistik dan ada juga yang

menggunakan konsep naturalistik yang dianggap sebagai suatu hal

yang biasa oleh masyarakat setempat karena telah dipercaya

25
secara turun temurun dari generasi kegenerasi oleh nenek moyang

mereka. Tindakan pencarian pengobatan yang berbeda-beda

didasari oleh pengalaman dan pandangan seseorang yang ada

dalam suatu keluarga.

Terdapat dua konsep pandagan terhdapat penyakit yaitu

konsep naturalistik dan konsep personalitik. Konsep naturalistik

memandang bahwa penyakit dan pengobatannya adalah suatu

dampak yang dapat diobati dengan alami dan unsur-unsur ilmiah

sedangkan konsep personalitik melihat timbulnya suatu penyakit

disebabkan oleh kekuatan gaib dan larangan lain yang bersifat tabu

(Tria Syahrani et al., 2020).

Munculnya sebuah perilaku akibat dari adanya hubungan

yang timbal balik antara respon dan stimulus yang dikenal dengan

adanya ransangan tanggapan. Perikaku seseorang muncul karena

ada suatu yang bisa mempengaruhi beberapa aspek meliputi sikap,

ada, nilai, emosi, kekuasaan, etika, genetika dan persepsi. Perilaku

sangat berpengaruh dalam kesehatn terutama tentang perilaku

hidup sehat dan kebiasaan-kebiasaan yang positif dikarenakan

perilaku yang positif akan menghasilkan dampak yang positif begitu

juga sebaliknya. Perilaku sehat juga bisa mempengaruhi kualitas

dan taraf hidup bagi seseorang menjadi lebih sejahtera dan

terhindari dari berbagai jenis penyakt (Adliyani, 2015).

26
Perilaku pencarian pengobatan berawal dari pembambilan

keputusan yang diatur oleh individu, rumah tangga, harapan dan

norma masyarakat. Masyarakt yang mengalami sakit dan penyakit

tidak merasa terancam jiwanya tentu tidak akan bertindak untuk

mencari pengobatan namun, apabila masyrakat menganngap sakit

dan penyakit yang dideritanya menghalangi pekerjaa, aktifitas

ataupun merasa dapat mengancam jiwannya maka timbulah suatu

perilaku dan usaha untuk mencari sistem dan media pengobatan

(Febriani, 2019).

Dalam buku behavioral model of families use of health

services yang ditulis oleh Anderson menjelaskan mengenai perilaku

orang yang mengalami skait yang datang berobat kepelayan

kesehatan secara bersama-sama dipengaru oleh tiga faktor yaitu

faktor predisposisi (jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidika) dan

faktor pemungkin (ekonomi, keluarga, akses sarana pelayan

kesehatan) serta faktor kebutuhan (keluhan invidu yang meningikan

hidup sehat).

Perilaku pencarian pengobatan bukan hanya terjadi dalam

individu melainkan kelompok, penduduk atau masyarakat. Perilaku

pencarian pengobatan dimasyarakat terutama yang ada di negara

berkembang bervariasi, variasi pencarian pengobatan di

masyarakat disebakan oleh adanya jenis dan jumlah sarana dan

prasarana pelayanan kesehtan yang semakin bertambah serta

27
metode dan pelaratan yang beraneka ragam dan moderen (ecia

meilonna, 2018).

Health Belief Model merupakan teori yang dibuat agar dapat

mendorong masyarakat dalam berperilaku kesehatan yang

mengarah pada kebaikan. Health Belief Model akibat dari

kepercayaan mengenai perilaku kesehtan yang ditentukan oleh

pandangan dan pengetahuan terhadap masalah kesehatan

(perceived supceptibility), pandangan mengenai keseriusan

terhadap masalah kesehatan (perceived seriousness), pandangan

mengenai manfaat yang diperoleh dari upaya pencegahan dan

pengobatan (perceived benefit), serta persepsi hambatan. Perilaku

pencarian pengobatan berdasarkan Notoadmojo terdiri menjadi 4

bagian yaitu : pencarian pengobatan moderen, pencarian

pengobatan secara tradisional, tidak melakukan tindakan apa-apa

dan mengobari sendiri.

Dalam pencarian pengobatan masyarakat di Desa Kulidawa

memiliki pandangan mengenai perilaku pencarian pengobatan

penyakit kulit secara pengobatan tradisional, pengobatan tradisonal

ini sudah dipercayai sejak lama dalam berbagai bentuk

penyembuhan yang ada. Perilaku pencarian pengobatan ini

khususnya pengobatan penyakit kulit didasarkan oleh berbagai

macam pengalaman serta adanya kepercayaan daerah setempat.

Selain perspektif pandangan pengobatan tradisional tersebut hal ini

28
dipengaruhi juga oleh penderita penyakit kulit yang telah

melakukan pengobatan moderen tidak kunjung sembuh oleh sebab

itu, penderita segera melakukan penanganan dengan pengobatan

secara tradisional. Penyakit kulit yang biasanya di alami oleh

penderita beraneka ragam jenis dan memiliki faktor penyebab yang

berbeda-beda.

a. Penyakit Kulit

Organ terluas yang menutupi seluruh permukaan tubuh

manusia adalah kulit. Kulit mempunyai peran penting dalam

menunjang hidup manusia, diantaranya sebagai indera peraba

karena letaknya berada di luar. Kulit adalah bagian pertama

yang secara langsung dapat menerima ransangan seperti rasa

sakit, sentuhan dan pengaruh yang datang dari luar yang

menyebabkan penyakit sering menyerang kulit terdahulu. Kulit

juga bisa dipakai menjadi salah satu bentuk interaksi antar

manusia yang satu dengan yang laiinya sedangkan beberapa

penyakit dapat tertular hanya dengan melalui interaksi dan

sentuhan dari kulit seperti penggunaan media (handuk, baju,

jaket, sapu tangan) bersama dengan orang yang menderitai

penyakit kulit menular (Rosana et al., 2020).

Kesehatan kulit sangat penting bagi kehidupan

seseorang namun, masih banyak masyarakat mengabaikan dan

tidak memedulikan kesehatan kulit dan penyakit yang ada di

29
kulit karena memiliki pandangan bahwa penyakit tersebut

merupakan penyakit yang biasa terjadi. Penyakit kulit dapat

dilihat dari permukaan kulit yang terlihat tidak sehat biasanya

penyakit ini disebakan oleh kondisi sosial, pendapatn rendah

dan masyarakatnya belum mengedepankan kebersihan

lingkungan maupun diri serta PHBS (perilaku hidup bersih dan

sehat).

Penyakit kulit tersebut bisa menyerang siapapun baik

anak-anak, laki-laki, perempuan, orang dewasa bakan bayi.

Kulit anak-anak memiliki perbedaan dengan kulit yang dimiliki

orang dewasa sehingga anak-anak merupakan kelompok usia

rentan terhadap terjadinya penyakit kulit (Suhartanto et al.,

2017).

Penyakit kulit di Indonesia umumnya lebih banyak

disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, virus dan karena dasar

alergi berbeda dengan negara Barat dimana penyakit kulit

disebakan oleh faktor degeneratif. Faktor lain penyebab

penyakit kulit yaitu kebiasaan masyarakat dengan lingkungan

yang tidak bersih. Penyakit kulit dan jaringan subkutan masuk

dalam 10 penyakit terbesar rawat jalan di Rumah Sakit di tahun

2010 dengan total ada 247.179 kasus, dengan persentase

60,77% (Agustina et al., 2016).

a. Jenis-jenis penyakit kulit

30
1) Penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur

Penyakit kulit akibat jamur terjadi karena jamur

Dermatofita menyerang lapisan kulit luar, rambut dan

kuku. Penyakit ini bisa membuat permukaan kuku

hancur, lipatan paha, anus, kulit rambut dan kulit tidak

memili rambut (Maha, 2017). Selain itu Maha juga

mengatakan penyakit jamur lainnya seperti jamur

superfisial kronik yang disebabkan oleh Malassezia

Furfur, adalah penyakit jamur yang terlihat memiliki

bercak halus keputihan sampai coklat hitam, yang

terdapat pada badan dan bisa menyerang lipatan paha,

ketiak, lengan, tungkai atas, muka, leher dan kulit kepala

yang memiliki rambut.

Penyakit akut dan subakut adalah penyakit jamur

yang disebut kandidiasis, penyebab terjadinya

kandidiasis adalah spesies candidia, di mana candida

albimcas bisa terjadi pada vagina, kulit dan mulut. Hal

ini biasa terjadi pada daerah yang tampak lembab dan

basa (Maha, 2017).

2) Penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri

Pertumbuhan bakteri yang terjadi pada

permukaan kulit akibat keratin kering. Staphylococcus

epidermis merupakan bakteri berjenis flora normal yang

31
tinggal di kulit dan jarang Menyebabkan terjadinya

infeksi (Barohah, 2015). Penyakit kulit yang dominan

ialah Staphylococcus aurerus dan Sterpctococccus B

hemolytikus dan Staphylococcus epidermis.

3) Penyakit kulit yang disebabkan oleh virus

Penyakit kulit terjadi dengan kondisi waktu yang

relatif singkat. Ciri-ciri awal terjadinya biasa ditandai

dengan ruam kulit, demam dan dingin. Penyebaran

penyakit ini melalu kontak fisik. Jenis penyakit ini di

antaranya campak, cacar air dan herpes zoster.

4) Penyakit kulit Alergi

Penyakit kulit alergi penyakit kulit yang disebakan

oleh makanan atau minuman yang tidak relavan dan

masuk dalam tubuh kita seperti dermatitis okuposional,

dermatitis kontak alergi, dermatitis kontak toksik,

dermatitis atopic, dermatitis solaris dan lain sebagainya.

Beberapa tindakan yang dapat diterapkan dan dilakukan

agar dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit dalam upaya

mencegah penyakit kulit yakni dengan cara: mencuci tangan

secara rutin setelah beraktifitas daan sebelum tidur, menjaga

kebersihan diri dan keluarga yang melibatkan kontak fisik

dengan orang lain, menghindari pemakaian alat mandi secara

bersamaan dengan orang lain seperti handuk, menggunakan

32
pakaian yang bersih dan menyerap keringat, menghindari

kebiasaan tidur dengan menggunakan kasur seprei dan bantal

bersamaan, menjaga kebersihan lingkungan sekitar serta

memperhatikan keseimbangan udara yang masuk agar kamar

tidak lembab dan menghindari kontak dengan cairan yang

berasal dari lepuhan kulit yang ada pada orang lain (Guna &

Amatiria, 2017).

2.4 Kearifan Lokal

Kearifan lokal merupakan kebiasaa, pandangan hidup,

pengetahuan dan strategi kehidupan seperti aktivitas yang dada

pada masyarakat lokal dalam menghadapi dan menjawab berbagai

masalah dalam menjalankan hidup mereka. Dalam bahasa asing

kearifan lokal dapat dikonsepkan menjadi kebijakan setempat “local

wisom” atau kecerdasan setempat “local genious” (Lokal &

Lampung, 2022). Kearifan lokal menurut UU No. 32/2009 mengenai

perlindungan dan pengelolahan lingkungan hidup Bab: I Pasal I

Butir 30 merupakan nilai-nilai luhur yang ada dalam tata kehidupan

masyarakat antara lain melindungi, menjaga, mengembangkan dan

mengelolah lingkungan hidup secara lestari (Alus, 2014).

Kearifan lokal adalah hasi yang bersal dari masyarakat

tertetntu berdasarkan pengalaman yang mereka alami yang belum

tentu dialami oleh orang lain. Nilai-nilai kearifan lokal tersebut

sangat kuat dan ditaati oleh masyarakat yang hidup dalam wilayah

33
kearifan lokal dimana nilai-nilai tersebut sudah lama ada dan sudah

melalui perjalan yang panjang dari waktu-kewaktu sepanjang

keberadaan masyarakat tersebut (Rahmat, n.d.)

Menurut Rahyono kearifan lokal adalah suatu pemikiran

manusia yang didapat dari pengalamanya, artinya kearifan likal

merupakan hasil dari pandangan dan perbuatan dan dialami oleh

masyrakat tertentu bersarkan pengalaman yang terjadi. Kearifan

lokal adalah tradisi dan budaya di suatu wilayah yang dapat

menyerap dan mengelola budaya yang bersal dari luar, sifat dan

perilaku tersebut disetarakan dengan pandangan hidup yang ada

pada masyarakat setempat. Kearifan lokal dapat diartikan juga

sebagai bentuk sarana dalam mengelola budaya dan menjaga

kebudayaan untuk tidak terpengaruh dengan budaya asing

(Wibowo, 2015).

Kearifan lokal di bidang kesehatan merupakan suatu

keunggulan dari bangsa Indonesia dimana setiap etnis yang ada

mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda, hal ini dipengaaruhi

oleh sumber daya manusia, sumber daya alam, hewani dan nabati

(Lesmana et al., 2018). Kearifan lokal dapat diartikan juga sebabagi

perilaku dan tindakan yang ada pada sekelompok masyarakat

tertentu. Mengenail kearifan lokal yaitu dimana seseorang dapat

bersikap dan bertindak untuk menanggapi perubahan yang terjadi

dalam lingkungan budaya dan fisik.

34
Kearifan lokal merupakan suatu konsep pemikiran yang

turun dari generasi kegenari dan berkaitan dengan kehidupan

sakral. Ilmuwan antropologi seperti Koentjaraningrat, Spradley,

Taylor, dan Suparlan telah memasukan budaya dalam sebuah

kategori yang menjadi kearifan lokal berdasarkan idea, aktivitas

sosial dan artifak.

Cakupan kearifan lokal cukup banyak dan beranekaragam

sehingga tidak bisa dibatasi oleh ruang. Kearifan lokal dan kearifan

kini memiliki perbebdaan, kearifan lokal lebih mengarah pada seatu

tempat, wilayah dan lokalitas dari kearifan tersebut untuk

diwarisakan secara turun-temurun dan merupakan sebuah interaksi

antara masyarakt dan lingkungan alamnya. Kota Semarang adalah

salah satu kota yang memiliki kearifan lokal yang beranekaragam,

baik kearifan lokal yang sudah lama yang telah diwariskan secara

turun-temurun maupun kearifan lokal yang bary muncul sebai hasil

dari interaksi dan hubungan dengan masyarakat dan budaya lain

(Njatrijani, 2018).

a. Mata air Makantona

Di desa Kulidawa memiliki beberapa tempat wisata lokal,

beberapa di antaranya yaitu permandian madirua, mata air

Labale, mata air Makantona, danau Liamoina, danau kantovi,

danau kasaga-saga dan masih banyak danau lainnya.

Biasanya, pada beberapa tempat tersebut sering diadakannya

35
upacara adat atau tradisi adat. Hal tersebut dilakukan sudah

sejak lama secara turun-temurun dari nenek moyang yang di

percayai oleh masyarakat setempat.

Salah satu tempat yang menjadi bagian dari

upacara/tradisi adat yaitu mata air Makantona. Keberadaan

mata air Makantona telah dikenal sejak lama, mata air

Makantona memiliki keindahan alam yang masih alami, dimana

di sekitaran mata air Makantona masih di kelilingi pepohonan

yang rindang dan memiliki jarak yang cukup jauh dengan tempat

tinggal penduduk desa setempat.

Gambar 1.2 Mata Air Makantona

mata air ini merupakan sumber utama bagi masyarakat

untuk mengambil air minum di musim kemarau, selain sebagai

sumber air untuk dikonsumsi mata air Makantona dapat

dipercaya bahwa airnya bisa digunakan sebagai pengobatan

dan tradisi penyembuhan penyakit kulit. Apabila masyarakat

yang berkunjung di mata air Makantona ingin melakukan

penyembuhan secara pribadi selain dari penyakit kulit maka

36
masyarakat tersebut cukup mengambil air di mata air

Makantona untuk dikonsumsi.

37
BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Dasar Pemikiran Variabel Yang Di Teliti

Tokoh adat merupakan seseorang yang mempunyai

kedudukan dalam suatu wilayah dan memiliki pengaruh dalam

masyarakat adat, khususnya dalam tradisi pengobatan tradisional

di Desa Kulidawa, Kabupaten Muna. Dalam tradisi pengobatan

tradisional tokoh adat dianggap sebagai petuah dan dapat

dipercaya dalam melaksanakan ritual pengobatan tradisional.

Dalam melakukan ritual penyembuhan penyakit kulit di mata

air Makantona diperlukan beberapa persiapan. Persiapan adalah

syarat untuk belajar menuju tahap selanjutnya (Thorndike, 2010).

Persiapan juga menurut Jamies Drever (dalam Slameto 2010)

dapat diartikan sebagai adanya timbal balik dalam suatu hubungan.

Persiapan-persiapan tersebut tentu telah disiapkan oleh para toko

adat dan masyarakat yang datang berobat sesuai dengan

persyaratan.

Persyaratan adalah suatu yang harus dipenuhi dan ditepati

sebelum adanya suatu tindakan, dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KKBI) syarat adalah janji atau sebuah permintaan yang

harus dipenuhi. Dalam pengobatan penyakit kulit di mata air

Makantona ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh

38
masyarakat yang datang berobat agar dapat melaksankan tata cara

penyembuhan dengan berjalan lancar.

Tata cara adalah urutan rencana dalam suatu kegiatan yang

dilakukan secara berulang (Rasio, 2015), sedangkan pengertian

tata cara menurut Dewi (2011) adalah tindakan dan cara-cara

dalam bekerja. Dalam tradisi penyembuhan ini ada tata cara yang

dilakukan dalam melakukan ritual dan dilaksnakan secara

berurutan.

3.2 Variabel Yang Di Teliti

Persiapan

Peran tokoh adat


Persyaratan dalam melakukan
pengobatan
Tradisional

Tata cara

Gambar 3.1 kerangka konsep penelitian

KET:

= Variabel Bebas

= Variabel Terikat

39
3.3 Definisi Konsep

3.3.1. Persiapan

Persiapan dalam penelitian ini adalah segala hal yang

perlu disiapkan oleh tokoh adat dan masyarakat yang pernah

berobat saat melakukan ritual pengobatan tradisional di

Desa Kulidawa khususnya di mata air Makantona seperi :

menyiapkan sepasang ayam, alat perlengkapan masak dan

makan, beras, kapas/emas dan ikan ruma-ruma 4 ekor.

3.3.2. Persyaratan

Persyaratan dalam penelitian ini adalah hal-hal apa

saja yang perlu dilakukan dan diwajibkan oleh tokoh adat

dan penderita penyakit kulit terkait ritual pengobatan

tradisional di Desa Kulidawa khususnya di mata air

Makantona seperti : Keluarga yang berobat melakukan

pembayaran sebesar RP.15.000 setiap kepala keluarga

(KK), masyarkat yang ingin bergabung melakukan

pembayaran sebesar RP.10.000, sisa makanan saat tradisi

serta pakaian yang dikenakan saat tradisi berlangsung tidak

boleh di bawa pulang, jika membawa pulang pakaian akan

dikenakan uang sebesar RP.4000.

3.3.3. Tata cara

Tata cara yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu

proses ritual pengobatan tradisional di Desa Kulidawa

40
khususnya di mata air Makantona yaitu : pembacaan doa

dan ritual oleh tokoh adat, urutan peserta yang datang mandi

di mata ait Makantona, peserta memasak dan menyiapkan

makan lalu makan bersama dan proses peletakkan

kapas/emas oleh tokoh adat.

3.3.4. Peran Tokoh Adat

Peran tokoh adat yang dimaksud dalam penelitian ini

yaitu partisipasi tokoh adat dalam menyiapkan ritual

pengobatan tradisional khususnya di mata air Makantona

seperti : bagaimana tindakan, tugas dan arahan dari tokoh

adat di dalam kegiatan ini.

41
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

Penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi. Penelitian

kualitatif atau qualitative research merupakan jenis penelitian yang

menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai

dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan

cara kuantitatif lainnya (Olsson, 2008). Penelitian kulitatif adalah

penelitian yang dapat digunakan untuk meneliti kehidupan

masyarakat, sejarah, tingkahlaku, fungsionalisasi organisasi,

gerakan sosial, atau hubungan kekerabatan (Pekan et al., 2022)

Masyarakat dengan berbagai macam kebudayaannya

memiliki akar sosiologis yang cukup mengakar kuat, hasil dari

kebudayaan adalah terdiri dari interaksi sosial yangmenjadi nilai

distingsi dalam masyarakt tersebut. Adanya kebudayaan

merupakan adalah bagian dari kerangka sosial masyarakat,

penelitian mengenai aspek budaya ini menggunakan studi

etnografi. Koentjaraningrat memberikan penjelasan secara detail

mengenaietnografi di mana bahan dalam kesatuan budaya suku

bangda dalam komunitas suatu daerah yaitu teridiri dari ekologi,

geografi atau wilayah administrasi yang menjadi bagian dari

deskripsi bisanya terbagi dalam bab-bab mengenai unsusr budaya

42
secara terurut yang dikenal sebagai kerangka etnografi

(Kamarusdiana, 2019). Etnografi merupakan metode yang telah

lama dan sangat penting bagi penelitian-penelitian sosial yang

memiliki beberapa karakteristik dengan menggali dan meneliti

kejadian atau fenomena sosial, data tidak berurutan, sampel dan

kasus yang sedikit dan dilakukan interpretasi data dari sebuah

tindakan (Pekan et al., 2022). Etnografi yaitu mencari penjelasan

dari aspek eksplisit budaya dimana semua anggota menyadari dan

menerima. Metode etnografi ini merupakan metode pendekatan

yang ada sejak 100 tahun yang lalu yang bertujuan untuk

mengidentifikasi pera, ritual-ritual dan kepercayaan yan diteliti.

4.2 waktu dan lokasi penelitian

4.2.1 Waktu

Waktu dalam melakukan penelitian ini dimulai dari

bulan Agustus sampai bulan September tahun 2022.

4.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini diadakan di Desa Kulidawa, Kecamatan

Tongkuno Selatan, Kabupaten Muna.

4.3 Informan

Informan merupakan sampel utama dalam penelitian

kualitatif di samping data lain yang didapat dari studi pustaka.

Informan merupakan sumber data yang paling penting dengan

penentuan secara Purposive sampling yaitu dipilih berdasarkan

43
pertimbangan tertentu. Teknik pengambilan Purposive yaitu peneliti

hanya mengambil data dari beberapa informan yang memiliki

informasi yang relevan ( Sugiono, 2012).

Adapun kriteria dalam penelitian ini yaitu:

1. Bersedia dijadikan informan penelitian

2. Mampu berkomunikasi secara baik

3. Pernah terlibat dalam pengobatan tradisional

4. Umur di atas 17 tahun

Informan terdiri dari:

1) Tokoh adat

2) Aparat Desa (Kepala desa/Sekretaris Desa)

3) Masyarakat yang pernah mengikuti tradisi penyembuhan

penyakit kulit di mata air Makantona

4) Masyarakat yang pernah diobati

4.4 Teknik Pengumpulan Data

4.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dengan wawancara secara

mendalam dan observasi pada toko adat dan masyarakat

yang pernah melakukan pengobatan tradisional.

4.4.2 Data Sekunder

Diperoleh dari data puskesmas Labasa dan tokoh

masyarat.

44
4.5 Pengolahan dan Penyajian Data

Analisis data menggunakan content analisysis, Langkah-

langkah yang ditempuh selama penelitian yaitu :

4.5.1 Reduksi data

Reduksi data adalah suatu proses pemilahan yang

berpusat pada penyederhanaan dan transformasi data kasar

dari catatan yang muncul di lapangan dengan cara

membuang data atau mengurangi data wawancara yang

sama pada informan, penyederhanaan dari wawancara dan

dokumentasi.

4.5.2 Penyajian Data

Penyajian data ialah informan yang telah terkumpul

yang dapat memberikan penarikan kesimpulan serta

pengambilan tindakan. Data dimaksudkan sebagai proses

analisis dengan hasil kutipan wawancara dan gambaran

deskriptif

4.5.3 Verifikasi Data

Verifikasi Data merupakan penarikan kesimpulan

yang utuh berdasarkan pada pemahaman data yang

disajikan dibuat dengan pernyataan singkat dan mudah

dimengerti yang tertuju dalam pokok masalah yang diteliti.

4.6 Instrumen Penelitian

45
Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.

Instrumen pendukung dalam penelitian ini yaitu:

4.6.1 Panduan wawancara

Panduan wawancara yaitu panduan yang berisikan

pertanyaan yang disediakan untuk subjek penelitian

mengenai peran toko adat dalam melakukan penyembuhan

secara kearifan lokal di permandian mata air Makantona.

4.6.2 Observasi

Observasi merupakan pengamatan dan catatan

secara sistematis pada suatu objek penelitian, yang

dilakukan terhadap objek di tempat terjadi, melihat gambaran

perilaku berdasarkan kondisi yang ada.

4.6.3 Dokumetasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data

berupa gambar, foto yang berkaitan dengan aspek

penelitian. Untuk memberikan penguatan pada data primer

yang akurat.

46
4.7 Keabsahan Data

Triangulasi merupakan teknik keabsahan data dengan

melakukan pemeriksaan di luar data dengan pengecekan terhadap

data itu.

Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Triangulasi sumber berupa cara perbandingan antar

informan yang satu dengan yang lain

2. Triangulasi Data berupa mengamati dan memahami data

drai informan dengan memakai banyak sumber data.

3. Triangulasi waktu berupa waktu yang dilakukan dalam

pengumpulan data berbeda-beda, data yang digunakan

tersebut di tanyakan kepada informan lain yang masih

terkait.

47
DAFTAR PUSTAKA

Adliyani, Z. O. N. (2015). Pengaruh Perilaku Individu terhadap Hidup


Sehat. Perubahan Perilaku Dan Konsep Diri Remaja Yang Sulit
Bergaul Setelah Menjalani Pelatihan Keterampilan Sosial, 4(7), 109–
114.
Agustina, D., Mustafidah, H., & Purbowati, M. R. (2016). Sistem Pakar
Diagnosa Penyakit Kulit Akibat Infeksi Jamur. Juita, IV(2), 67–77.
Alus, C. (2014). Peran Lembaga Adat dalam pelestarian kearifan lokal
Suku Sahu di Desa Balisoan Kecamatan Sahu Kabupaten Halmahera
Barat. Acta Diurna, III(4), 1–16.
Amalia, L. (2018). Hubungan Faktor Pemungkin dengan Perilaku
Pencarian Pengobatan Anak Jalanan di Kota Bekasi Tahun 2017.
Buletin Penelitian Kesehatan, 46(2), 119–128.
https://doi.org/10.22435/bpk.v46i2.308
Amisim, A., Kusen, A. W. S., & Mamosey, W. E. (2020). Persepsi Sakit
Dan Sistem Pengobatan Tradisional Dan Modern Pada Orang
Amungme (Studi Kasus Di Kecamatan Alama Kabupaten Mimika).
Jurnal Holistik, 13(1), 1–18.
Bahari, Y., Hidayah, R. Al, & Info, A. (2022). Program Studi Pendidikan
Sosiologi FKIP Untan Pontianak. 11, 2715–2723.
Cahyawati, I. N., & Budiono, I. (2011). Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Dermatitis Pada Nelayan. Jurnal Kesehatan Masyarakat,
6(2), 134–141.
ecia meilonna. (2018). UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Poliklinik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA. Jurnal Pembangunan Wilayah &
Kota, 1(3), 82–91.
Febriani, W. M. (2019). Gambaran Perilaku Pencarian Pengobatan Pada
Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
Jurnal PROMKES, 7(2), 193.
https://doi.org/10.20473/jpk.v7.i2.2019.193-203
Fitrianti, Y., & Angkasawati, T. J. (2015). Gayo’s Traditional Medication
For Puerperal Mother. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 18(2).
https://doi.org/10.22435/hsr.v18i2.4307.111-119
Genua, V., & Yolan, R. (2022). Makna Persahabatan Kata Kunci : Tradisi,
ritual, adat , kaer ulu wae 14. 3(1), 14–22.
Guna, A. M., & Amatiria, G. (2017). Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
(Phbs) Dalam Upaya Mencegah Penyakit Kulit Pada Santri Di Pondok
Pesantren Nurul Huda. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 11(1), 7–

48
14. http://ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/375/346%0Ahttp://ejurnal.poltekk
es-tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/375
Guspianto, G., Asparian, A., & Wisudariani, E. (2020). Studi Kualitatif :
Faktor Predisposisi Sebagai Upaya Pencarian Pengobatan Pada
Komunitas Adat Terpencil Di Desa Bukit Suban, Air Hitam
Sarolangun, Jambi, Indonesia. Jurnal Kesmas Jambi, 4(2), 37–42.
https://doi.org/10.22437/jkmj.v4i2.10568
Gusti, U. A., Islami, A., Ardi, A., Almardiyah, A., Rahayu, R. G., &
Tananda, O. (2021). Tinjauan Penyebaran Tradisi Lisan Di Sumatera
Barat. Jurnal Adat Dan Budaya Indonesia, 3(1), 1.
https://doi.org/10.23887/jabi.v3i1.39261
Harwati, J., & Wardani, A. K. (2018). Tradisi pengobatan Pamole pada
Suku Muna Desa Wakontu Kec. Wadaga Kabupaten Muna Barat.
LISANI: Jurnal Kelisanan, Sastra …, 1, 93–99.
http://journal.fib.uho.ac.id/index.php/lisani/article/view/475
Indarto, I., & Kirwanto, A. (2018). Exprorasi Metode Pengobatan
Tradisional Oleh Para Pengobat Tradisional Di Wilayah Karesidenan
Surakarta. Interest : Jurnal Ilmu Kesehatan, 7(1), 75–86.
https://doi.org/10.37341/interest.v7i1.76
Kafit, M., Herdianti, H., & Gatra, Z. G. (2021). Determinan Penyakit Kulit
pada Pemulung di TPA Telaga Punggur. Jurnal Kesehatan
Manarang, 7(1), 1. https://doi.org/10.33490/jkm.v7i1.285
Kamarusdiana, K. (2019). Studi Etnografi Dalam Kerangka Masyarakat
Dan Budaya. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 6(2), 113–
128. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v6i2.10975
Kasmawati, H., Ihsan, S., & Suprianti, R. (2019). Kajian Etnomedisin
Tumbuhan Obat Tradisional Suku Muna Desa Oe Nsuli Kecamatan
Kabangka Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara. Pharmauho:Jurnal
Farmasi, Sains, Dan Kesehatan, 5(1).
https://doi.org/10.33772/pharmauho.v5i1.8997
Kistanto, N. H. (2017). Tentang Konsep Kebudayaan. Sabda : Jurnal
Kajian Kebudayaan, 10(2), 1–11.
https://doi.org/10.14710/sabda.v10i2.13248
Kusumah, D. (2017). Pengobatan Tradisional Orang Bugis-Makassar.
Patanjala : Jurnal Penelitian Sejarah Dan Budaya, 9(2), 245.
https://doi.org/10.30959/patanjala.v9i2.22
Ladyes Dewi Rengganis, Faturrahim, & Rizal Kurniansah. (2021). Peranan
Tokoh Adat Dalam Pelestarian Rumah Adat Dusun Beleq Desa
Wisata Gumantar Kecamatan Kayangan Kabupaten Lombok Utara.

49
Journal Of Responsible Tourism, 1(2), 1–12.
Lesmana, H., Alfianur, A., Utami, P. A., Retnowati, Y., & Darni, D. (2018).
Pengobatan tradisional pada masyarakat tidung kota Tarakan: study
kualitatif kearifan lokal bidang kesehatan. Medisains, 16(1), 31.
https://doi.org/10.30595/medisains.v16i1.2161
Lokal, K., & Lampung, M. (2022). 1, 2,3,4. 5, 88–99.
Milyana I. Sanger, J. lasut, & Tuwiwa, J. (2021). Peran Tokoh Adat Dalam
Melestarikan Nilai Budaya Pekande-Kandea Di KelurahanTolandona
Kecamatan Sangia Wambulu Kabupaten Buton Tengah. Journal
Ilmiah Society, 1(1), 1–10.
Njatrijani, R. (2018). 3580-10649-3-Pb. Gema Keadilan, 5(September),
16–31.

Olsson, J. (2008). dalam Penelitian Pendidikan Bahasa. In 信阳师范学院


(Vol. 1, Issue 1). http://e-
journal.usd.ac.id/index.php/LLT%0Ahttp://jurnal.untan.ac.id/index.php/
jpdpb/article/viewFile/11345/10753%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.sbs
pro.2015.04.758%0Awww.iosrjournals.org

Patel. (2019). 済無No Title No Title No Title. 9–25.

Pekan, J., No, V., April, E., Hanifah, N., & Dewi, D. A. (2022). NILAI –
NILAI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN RAKYAT INDONESIA. 7(1),
39–51.
Rahman, A. N., Prabamurti, P. N., & Riyanti, E. (2016). Factors Associated
with Health Seeking Behavior Behavior on Students at Pondok
Pesantren Al Bisyri Tinjomoyo Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 4(5), 246–258.
Rahmat, O. (n.d.). Jurnal umum.pdf.
Rosana, A., Pasek Suta Wijaya Gede, I., & Bimantoro, F. (2020). Sistem
Pakar Diagnosa Penyakit Kulit pada Manusia dengan Metode
Dempster Shafer (Expert System of Diagnosing Skin Disease of
Human being using Dempster Shafer Method). J-Cosine, 4(2), 129–
138. http://jcosine.if.unram.ac.id/
Sani, F. N. (2011). ilaku hidup bersih dan sehaHUBUNGAN TINGKAT
PENGETAHUAN SEHAT - SAKIT DENGAN SIKAP MAHASISWA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA TENTANG
PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT. FAKHRUDIN NASRUL
SANI Staf, 2(2), 12–18.
Sari, A. A., & Hariyati, Y. (2020). Pemanfaatan Etnobotani Masyarakat
Tengger Untuk Obat Herbal dan Upacara Adat. Agriekonomika, 9(2),

50
215–230. https://doi.org/10.21107/agriekonomika.v9i2.8033
Sebagai, D., Satu, S., Memperoleh, P., Sarjana, G., & Dakwah, F. (2022).
Peran tokoh adat dalam mengurangi tambang emas ilegal di desa
perentak kecamatan pangkalan jambu kabupaten merangin.
Suhartanto, S. R., Dewi, C., & Muflikhah, L. (2017). Implementasi Jaringan
Syaraf Tiruan Backpropagation untuk Mendiagnosis Penyakit Kulit
pada Anak. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi Dan Ilmu
Komputer, 1(7), 555–562. http://j-ptiik.ub.ac.id/index.php/j-
ptiik/article/view/163
Suhendi, A. (2013). Peranan Tokoh Masyarakat Lokal Dalam
Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Sosio Informa, 18(2), 105–116.
https://doi.org/10.33007/inf.v18i2.73
Tria Syahrani, A. R., Asrina, A., & Yusriani. (2020). Pengobatan
Tradisional Penyakit Diare Pada Anak Balita di Suku Bajo Kelurahan
Bajoe Kecamatan Tanete Riattang Timur Kabupaten Bone. Window of
Public Health Journal, 3(2), 70–78.
https://doi.org/10.33096/woph.vi.42
Verary Shanthi, R., & Izzati, M. (2014). Studi Etnobotani Pengobatan
Tradisional untuk Perawatan Wanita di Masyarakat Keraton Surakarta
Hadiningrat Ethnobotanical Study on Traditional Treatment for
Women in The Surakarta Hadiningrat Royal Palace Community Info
Artikel Abstrak. Biosaintifika Biosaintifika Journal of Biology & Biology
Education, 6(2). https://doi.org/10.15294/biosaintifika.v6i2.3101

51
LAMPIRAN 1

PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN

PERAN TOKO ADAT DALAM MELAKUKAN PENGOBATAN

TRADISIONAL DI DESA KULIDAWA, KABUPATEN MUNA

i. Identitas Responden

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

4. Informan :

1. Tokoh adat 2. Aparat Desa

3. Masyarakat 4. Masyarakat yang

yang pernah pernah berpatipasi

berobat dalam pengobatan

ii. Pertanyaan persiapan pengobatan tradisional

1. Bagaimana bentuk persiapan yang dilakukan oleh tokoh

adat untuk melakukan pengobatan tradisional khususnya di

mata air Makantona?

2. Bagaimana bentuk persiapan yang dilakukan oleh penderita

penyakit kulit untuk melakukan pengobatan tradisional

khususnya di mata air Makantona?

3. Mengapa memerlukan persiapan-persiapan tersebut?

52
4. Apakah memerlukan persiapan khusus dari tokoh adat

sendiri?

I. Pertanyaan persyaratan pengobatan tradisional

1. Bagaimana bentuk syarat-syarat pada pengobatan

tradisional khususnya di mata air Makantona?

2. Jika tidak dipenuhi syarat-syarat tersebut apa yang akan

terjadi ?

3. Mengapa butuh syarat-syarat dalam tradisi penyembuhan

penyakit kulit di mata air makantona?

II. Pertanyaan tata cara pengobatan tradisional

1. Bagaimana tata cara pengobatan tradisional di mata air

Makantona?

2. Mengapa demikian?

3. Bagaimana jika tata cara pengobatan tradisional di mata air

Makantona tidak sesuai urutan?

4. Bagaimana dengan keadaan masyarakat yang sudah

berobat, apakah sembuh atau tidak?

5. Apakah ada pantangan tertentu yang harus dihindari dan

dijalankan oleh Tokoh adat atau penderita penyakit kulit

sebelum melakukan pengobatan tradisional?

6. Apakah ada masyarakat yang datang kembali dalam

melakukan pengobatan tradisional?

53
Note : pertanyaan ini hanya sebagai pedoman, selanjutnya akan

berkembang sesuai kondisi lapangan.

54

Anda mungkin juga menyukai