Anda di halaman 1dari 2

Pangeran Mangkubumi

Pendiri Keraton Yogyakarta adalah Pangeran Mangkubumi.


Sebagai raja pertama, Pangeran Mangkubumi bergelar Sultan Hamengku Buwana I. Sebutan hormat yang
sekarang lazim digunakan orang adalah Sri Sultan. Ada juga yang merasa lebih nyaman menyebut rajanya
Sinuwun atau Ngarsa Dalem.
Waktu kecil, Pangeran Mangkubumi bernama Raden Mas Sujana. Ia putera ke-13 Raden Mas Suryaputra,
putra mahkota Keraton Kartasura. Ibundanya bernama Mas Ayu Tejawati. Cucu Paku Buwana I ini lahir pada
hari Rabu Pon, tanggal 5 Agustus 1717. Dua tahun kemudian Eyangnya surut dan ayahandanya dinobatkan
menjadi raja bergelar Amangkurat IV.
Pada saat R.M. Sujana berusia 9 tahun, ayahandanya mangkat. Kakaknya yang berusia 16 tahun dinobatkan
menjadi raja tahun 1726. Gelar yang dipilih adalah Paku Buwana II, melanjutkan gelar Eyangnya yaitu Paku
Buwana I. Empat tahun kemudian, Paman mereka menyusul wafat, kedudukan Pangeran Mangkubumi
kerajaan kosong. R.M. Sujana dilantik Kakanda Raja menjadi Pangeran Mangkubumi 29 November 1730.
Pangeran Mangkubumi baru beranjak remaja. Ia sangat terkesan kisah Arjunawiwaha yang bercerita tentang
Arjuna,salah satu ksatria Pandawa . Arjuna bergelar Begawan Ciptaning Mintaraga saat bertapa
menyempurnakan martabat kesatriaanya. Pribadi dan cita-cita luhur ksatria ini sangat menoreh di hati Pangeran
Mangkubumi. Ia ingin menjadi seperti Arjuna.
Sang Pangeran juga sangat tergugah ajaran Asthabrata. Ajaran ini berisi kearifan pemimpin dalam lambang
delapan kekuatan alam. Asthabrata dinasehatkan Ramawijaya kepada Bharata adiknya. Bharata akan diangkat
menjadi raja menduduki tahta milik Ramawijaya, kakaknya.
Pangeran belia ingin menjadi seorang Mangkubumi yang berbakti kepada raja dan berguna bagi negara, nusa
dan bangsanya. Mangkubumi bukanlah raja, tetapi pendapat, sikap dan tindakannya harus mencerminkan
keputusan raja.
Walaupun masih muda, Mangkubumi menyadari kerumitan yang telah membelit keluarga istana. Masih lagi,
ancaman besar yang mencengkeram kerajaan. Maka tidak cukup baginya belajar tradisi kerajaan dan
kebangsawanan. Ia juga harus belajar keprajuritan dan cara mengatur negara.

Lebih dari itu, ia sungguh-sungguh ingin menempa watak dan kepribadian luhur untuk melengkapi kecakapan
dirinya menjadi ksatria sejati. Pangeran tahu, kurangnya kecakapan, kelesuan watak dan kelemahan pribadi
bangsawan beserta para punggawa adalah sumber pertikaian istana, pembawa bencana negara.
Tidak mengherankan ia biasa diam-diam pergi keluar benteng keraton untuk berguru dan bertapa. Pangeran
Mangkubumi belajar dari alam raya. Ia berpakaian seperti orang desa, bersahabat dan menyelami kehidupan
mereka.
Tiga keunggulan menyatu dalam dirinya: cakap dalam pemerintahan dan keprajuritan, berjiwa ksatria, serta
menyatu dengan alam beserta rakyatnya. Maka wajarlah, Pangeran Mangkubumi sangat disayang dan
dipercaya kakanda raja. Ia disegani sesama bangsawan dan pejabat istana. Sedangkan rakyat sangat
mencintainya. Itulah ciri-ciri pribadi Sang Arjuna dari Kartasura. Seperti apa suasana kerajaan yang
sesungguhnya?***
Sebagai seorang muslim yang taat, Pangeran Mangkubumi tidak menyukai perilaku Kompeni berada
dilingkungan keraton. Beliau begitu menjunjung tinggi nilai-nilai agamis dan tradisional secara kental sehingga
tidak menyenangi perilaku kompeni bahkan menentangnya.
Salah satu kegemaran yang dikembangkan Pangeran Mangkubumi adalah olah keprajuritan dan keterampilan
berkuda sehingga mendapat kepercayaan sebagai Pangeran Lurah dari Susuhunan Paku Buwono II.
Pada bulan Mei 1746 ketika Gubernur Jenderal Gustav Baron Van Imhoff berkunjung untuk melakukan
peninjauan ke Keraton Surakarta yang baru selesai dibangun, Pangeran Mangkubumi keluar meninggalkan
keraton dengan maksud untuk mengadakan perlawanan terhadap kompeni yang mulai menguasai sebagian
wilayah keraton.
Salah satu langkah yang dilakukan beliau adalah mengadakan pemupukan dengan mengorganisir pasukan
militer yang tangguh yang mampu melakukan perlawanan dalam menghadapi kompeni. Rangkaian
pertempuran besar yang dilakukan Pangeran Mangkubumi terhadap kompeni yang berlangsung dalam 2 (dua)
periode yaitu : Periode tahun 1746 1749 dan Periode tahun 1750 1755.
Pada tanggal 11 Desember 1749 bertempat di Desa Kabanaran Pangeran Mangkubumi diangkat oleh para
kerabat, rakyat dan pendukungnya sebagai Susuhunan Ing Mataram atau Sunan Kabanaran. Penobatan ini
sebagai strategi untuk mengacaukan kompeni khususnya Perjanjian Ponorogo.
Setelah melakukan perlawanan heroik selama 9 tahun (1746 1755) yang berakhir dengan ditandatanagani
Perjanjian Giyanti (1755) maka Kasunanan Surakarta terbagi menjadi 2 yaitu Kasunanan Surakarta dan
Kesultanan Yogyakarta. Dan setelah berdirinya Kesultanan Yogyakarta maka Pangeran Mangkubumi bergelar
Sultan Hamengku Buwono I.
Hasil perjuangan Pangeran Mangkubumi sejak tahun 1746 hingga dirumuskan dan ditandatanganinya
Perjanjian Giyanti tahun 1755 merupakan bukti semangat nasionalisme dan patriotisme beliau dalam membela
kepentingan rakyat dalam menegakkan kewibawaan dan kedaulatan Mataram. Dengan perjuangan yang beliau
berikan merupakan bukti cikal bakal tumbuhnya gerakan nasional kebangsaan.
Atas jasa-jasa beliau, pemerintah RI menganugerahi Gelar Pahalawan Nasional dengan Keputusan Presiden RI
Nomor : 085/TK/Tahun 2006 tanggal 3 November 2006.

Anda mungkin juga menyukai