Lebih dari itu, ia sungguh-sungguh ingin menempa watak dan kepribadian luhur untuk melengkapi kecakapan
dirinya menjadi ksatria sejati. Pangeran tahu, kurangnya kecakapan, kelesuan watak dan kelemahan pribadi
bangsawan beserta para punggawa adalah sumber pertikaian istana, pembawa bencana negara.
Tidak mengherankan ia biasa diam-diam pergi keluar benteng keraton untuk berguru dan bertapa. Pangeran
Mangkubumi belajar dari alam raya. Ia berpakaian seperti orang desa, bersahabat dan menyelami kehidupan
mereka.
Tiga keunggulan menyatu dalam dirinya: cakap dalam pemerintahan dan keprajuritan, berjiwa ksatria, serta
menyatu dengan alam beserta rakyatnya. Maka wajarlah, Pangeran Mangkubumi sangat disayang dan
dipercaya kakanda raja. Ia disegani sesama bangsawan dan pejabat istana. Sedangkan rakyat sangat
mencintainya. Itulah ciri-ciri pribadi Sang Arjuna dari Kartasura. Seperti apa suasana kerajaan yang
sesungguhnya?***
Sebagai seorang muslim yang taat, Pangeran Mangkubumi tidak menyukai perilaku Kompeni berada
dilingkungan keraton. Beliau begitu menjunjung tinggi nilai-nilai agamis dan tradisional secara kental sehingga
tidak menyenangi perilaku kompeni bahkan menentangnya.
Salah satu kegemaran yang dikembangkan Pangeran Mangkubumi adalah olah keprajuritan dan keterampilan
berkuda sehingga mendapat kepercayaan sebagai Pangeran Lurah dari Susuhunan Paku Buwono II.
Pada bulan Mei 1746 ketika Gubernur Jenderal Gustav Baron Van Imhoff berkunjung untuk melakukan
peninjauan ke Keraton Surakarta yang baru selesai dibangun, Pangeran Mangkubumi keluar meninggalkan
keraton dengan maksud untuk mengadakan perlawanan terhadap kompeni yang mulai menguasai sebagian
wilayah keraton.
Salah satu langkah yang dilakukan beliau adalah mengadakan pemupukan dengan mengorganisir pasukan
militer yang tangguh yang mampu melakukan perlawanan dalam menghadapi kompeni. Rangkaian
pertempuran besar yang dilakukan Pangeran Mangkubumi terhadap kompeni yang berlangsung dalam 2 (dua)
periode yaitu : Periode tahun 1746 1749 dan Periode tahun 1750 1755.
Pada tanggal 11 Desember 1749 bertempat di Desa Kabanaran Pangeran Mangkubumi diangkat oleh para
kerabat, rakyat dan pendukungnya sebagai Susuhunan Ing Mataram atau Sunan Kabanaran. Penobatan ini
sebagai strategi untuk mengacaukan kompeni khususnya Perjanjian Ponorogo.
Setelah melakukan perlawanan heroik selama 9 tahun (1746 1755) yang berakhir dengan ditandatanagani
Perjanjian Giyanti (1755) maka Kasunanan Surakarta terbagi menjadi 2 yaitu Kasunanan Surakarta dan
Kesultanan Yogyakarta. Dan setelah berdirinya Kesultanan Yogyakarta maka Pangeran Mangkubumi bergelar
Sultan Hamengku Buwono I.
Hasil perjuangan Pangeran Mangkubumi sejak tahun 1746 hingga dirumuskan dan ditandatanganinya
Perjanjian Giyanti tahun 1755 merupakan bukti semangat nasionalisme dan patriotisme beliau dalam membela
kepentingan rakyat dalam menegakkan kewibawaan dan kedaulatan Mataram. Dengan perjuangan yang beliau
berikan merupakan bukti cikal bakal tumbuhnya gerakan nasional kebangsaan.
Atas jasa-jasa beliau, pemerintah RI menganugerahi Gelar Pahalawan Nasional dengan Keputusan Presiden RI
Nomor : 085/TK/Tahun 2006 tanggal 3 November 2006.